BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pewarisan akan melibatkan adanya dua pihak yang saling berinteraksi, untuk selanjutnya terjadi peristiwa yang tersirat dalam norma adat, yaitu di satu pihak
pewaris sebagai pemilik dari harta yang akan diwariskan, dan di pihak lain penerima waris atau ahli waris. Terjadinya peristiwa tersebut akan sangat ditentukan oleh
norma adat yang mengatur kehidupan pewaris dan yang mewarisi dalam hidup bermasyarakat. Disamping itu juga sangat ditentukan oleh keinginan dan
pertimbangan dari pewaris. Dalam penelitian mengenai sistem pewarisan harta pusaka rendah pada masyarakat adat Minangkabau dapat disimpulkan:
1. Adat Minangkabau menjalankan asas kekerabatan matrilineal. Menurut asas ini seorang anak terikat oleh satu kesatuan keturunan yang ditarik menurut garis ibu
atau perempuan. Kesatuan atas dasar keturunan itu merupakan sebuah keluarga besar extended family. Kehidupan mereka ditunjang oleh seperangkat harta
yang diterima secara turun temurun dari nenek moyang yang diakui sebagai orang yang mula-mula menemukan harta itu. Harta itu dimiliki bersama oleh seluruh
keluarga dan tetap terkait pada rumah. Menurut adat ini seorang laki-laki walau telah menikah tetap bertanggung jawab terhadap keluarga ibunya dan tidak
bertanggung jawab terhadap kehidupan anak istrinya.
108
Universitas Sumatera Utara
Dalam masa perkembangannya, Islam telah banyak mengubah adat lama yang menyangkut kehidupan keluarga, pemilikan atas harta dan kewarisan. Dan
ini juga dikuatkan dengan rapat yang diaadakan di Bukit Tinggi tahun 1952 dan dikuatkan kembali oleh seminar adat Minangkabau pada tahun 1968 yang
mempunyai kesimpulan harta pencaharian dibagi berdasarkan hukum faraidh, sehingga Islam telah mengubah susunan keluarga dari keluarga luas menjadi
keluarga inti hanya terdiri dari ayah ibu dan anak. Kemudian mengalihkan tanggungjawab seorang laki-laki dari rumah keluarga ibunya ke rumahnya
sendiri. Sedangkan pembagian harta pusaka tinggi adalah hukum adat Minagkabau, yang ahli warisnya adalah kelompok keluarga yang ditarik
berdasarkan garis keturunan ibu matrilineal baik laki-laki maupun perempuan. Harta pusaka yang dulunya merupakan soko guru bagi kehidupan keluarga, pada
waktu ini telah semakin mengecil dan semakin kurang fungsinya sebagai harta bersama keluarga. kehidupan keluarga telah banyak dijamin oleh harta
pencaharian. Hal-hal tersebut diatas menyebabkan harta pencaharian tidak lagi diwarisi oleh kemenakan tetapi oleh anaknya. Tetapi untuk Harta Pusaka
pewarisannya tetap kepada kemenakan. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pewarisan harta
pencaharian adalah antara lain faktor pengaruh agama Islam, pola menetap dan pergeseran hubungan mamak kemenakan, berubahnya fungsi rumah gadang,
Universitas Sumatera Utara
ekonomi dan pendidikan . Hal ini menyebabkan harta pencaharian hanya diwariskan pada anak dan istri karena pengaruh itu menempatkan anak dan istri
sebagai ahli waris dari harta pencaharian. Perubahan pelaksanaan pewarisan harta pencaharian dari mamak kepada anaknya telah merupakan kenyataan yang
diterima dan hidup serta diterapkan secara umum dalam masyarakat adat Minangkabau di Sumatera Barat.
3. Penyelesaian sengketa dalam penyelesaian pelaksanaan pembagian warisan pada masyarakat adat Minangkabau diselesaikan secara berjenjang naik bertangga
turun, mulai dari lingkungan kaum, lingkungan suku dan nagari. Bila pada tingkat kaum tidak dapat diselesaikan dapat dilanjutkan ke tingkat suku dan kemudian ke
tingkat Karapatan Adat Nagari dengan keputusan berbentuk perdamaian, musyawarah dan mufakat sepanjang adat. Para pihak dimungkinkan untuk
melanjutkannya ke tingkat yang lebih tinggi pengadilan.
B. Saran