2. Kerangka Konsepsi
Agar tidak terjadi kesalah fahaman terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam tesis ini, maka perlu diuraikan pengertian-pengertian konsep yang dipakai,
yaitu sebagai berikut: Hukum adalah peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang
dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak : Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat, ketentuan, kaedah,
patokan keputusan hakim
24
Warisan adalah : soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal dunia akan
beralih kepada orang lain yang meninggal
25
Hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 171 huruf a adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan tirkah pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Hukum kewarisan baru dapat berlaku jika
pewaris adalah beragama Islam dan yang menerima juga beragama Islam. Dengan demikian pelaksanaan hukum waris bagi umat islam merupakan Ibadah.
Hukum waris adat adalah waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang
yang tidak berwujud benda immaterele goerderen dari suatu angkatan manusia generalite kepada turunannya
26
24
Hoetomo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Mitra Pelajar, Surabaya, Hal 188
25
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan Di Indonesia, Sumur Bandung, hal 3P
26
zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum waris Di Indonesia, Sinar Grafika, 2008, hal1
Universitas Sumatera Utara
Mengenai pengertian Pusaka Rendah ada beberapa pendapat antara lain menurut Amir M.S dalam bukunya yang berjudul “Adat Minangkabau Pola Dan
Tujuan Hidup Orang Minang” Harta Pusaka Rendah adalah: segala harta hasil pencaharian dari bapak bersama ibu orang tua kita selama ikatan perkawinan,
ditambah dengan pemberian mamak dan tungganai kepada kemenakannya dari hasil pencaharian mamak dan tungganai itu sendiri.
Harta pencaharian yang merupakan penghasilan wanita yang menikah merupakan penghasilan kedua suami istri yang terikat dalam perkawinan dan selama
perkawinan. Bila terjadi perceraian hidup atau karena meninggal dunia maka harta pencaharian wanita tersebut adalah seperdua dari seluruh pengahasilan kedua suami
istri itu . rumusan adat Minagkabau mengenai hal ini adalah : “sekutu di balah, suarang dibagi”
27
Sedangkan menurut Salmi Saleh,S.H dalam bukunya “Minangkabau Menjawab Tantangan Jaman” harta pusaka rendah adalah hasil pencarian mamak
yang diberikan kepada dunsanak atau kemenakannya yang tidak dimaksudkan sebagai harta susuak. Harta pusaka rendah yang diberikan mamak ini bisa dijual
belikan, tetapi tentunya atas persetujuan mamak. Tetapi kalau sudah digabungkan kepada pusaka tinggi, harta pencaharian mamak ini tidak lagi dikatakan sebagai
pusaka rendah, karena dia sudah menjadi pusaka tinggi dan menjadi milik kaum yang diatur secara adat.
27
Amir M.S “Tanya Jawab Adat Minagkabau Hubungan Mamak Rumah Dengan Sumando” Mutiara Sumber Widya,2003,hal 29
Universitas Sumatera Utara
Harta pusaka rendah adalah harta hasil karya atau pencaharian suami istri dalam suatu perkawinan. Seorang laki-laki yang berusaha bersama istrinya dan
mendapatkan harta selama bersuami istri maka harta yang di dapat tersebut mempunyai kedudukan tersendiri dalam masyarakat adat minagkabau yang disebut
dengan harta pencaharian. Apabila pada suatu waktu perkawinan tersebut terhenti baik karena perceraian atau karena meninggalnya salah satu pihak, maka menurut
norma adat harta peninggalan tersebut dibagi dua, separohnya menjadi hak dari suami atau kemenakannya dalam kaumnya, dan separuh lagi untuk istri maupun anaknya.
28
Jika dilihat dari Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang berkenaan dengan persoalan harta kekayaan suami isteri akan dapat mempunyai
hubungan kewarisn itu termuat dalam pasal 35, 36, dan 37. pasal-pasal itu berbunyi : Pasal 35 : 1 Harta benda yang diperoleh dalam perkawinan menjadi harta bersama.
2 Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di
bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36 : 1 Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
2 Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta
bendanya.
28
Iskandar Kamal, Op Cit, Hal 12
Universitas Sumatera Utara
Pasal 37 : Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.
Jika dilihat menurut UU Nomor 1 tahun 1974 yaitu Undang-undang perkawinan dengan harta pusaka rendah pada masyarakat Minangkabau sejalan
beriringan. Pada penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa harta yang diperoleh pada saat terjadinya perkawinan merupakan harta bersama, dimana pengolahan dan
peruntukannya sama seperti yang diterapkan dalam masyarakat Minagkabau. yaitu harta bersama dikelola oleh para pihak secara bersama, sedangkan harta yang
diperoleh sebelum terjadinya perkawinan dikuasai oleh masing-masing pihak. Jika terjadinya perceraian baik itu cerai hidup ataupun mati pada masyarakat
Minangkabau juga menerapkan harta bersama diwariskan sesuai dengan hukumnya masing-masing.
Masyarakat adalah pergaulan hidup manusia, sehimpunan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tertentu: orang banyak,
khalayak ramai.
29
G. Metode Penelitian