BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku bagi bumi putra dan timur asing, yang mempunyai upaya memaksa lagi pula tidak di
kodifikasikan.
1
Jadi sistem hukum adat adalah sistem yang tidak tertulis, yang tumbuh dan berkembang serta terpelihara karena sesuai dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena hukum adat sifatnya tidak tertulis, maka hukum adat senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan yang
terjadi dalam masyarakat. Yang berperan melaksanakan hukum adat ini adalah pemuka adat itu sendiri sebagai pemimpin yang disegani dan berpengaruh dalam
lingkungan masyarakatnya.
2
Pentingnya masalah hukum kewarisan ini dapat dibuktikan melalui pesan Nabi kepada umatnya untuk mempelajarinya. Seperti sabda beliau yang diriwayatkan
Ahmad Ibnu Hambal : “Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang banyak, karena aku
adalah manusia yang suatu ketika mati dan ilmu pun akan hilang hampir- hampir dua orang bersengketa dalam faraid dan masalahnya, maka tidak
menjumpai orang yang memberitahukan bagaimana penyelesaiannya “
1
Abdul Manan, Hukum Islam Dalam Berbagai wacana, Pustaka Bangsa, Jakarta, 2003
2
Ibid, hal 224
1
Universitas Sumatera Utara
Hukum waris adat Minangkabau merupakan masalah yang sangat menarik disebabkan sistem kekerabatannya yang mempengaruhi pola kewarisan adat
Minangkabau. Tetapi akhir-akhir ini banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pola kewarisan adat Minangkabau, antara lain perubahan dalam lapangan pertanian,
stuktur pola menetap, sistem ekonomi dan pengaruh agama islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Minangkabau. Perlu dicatat bahwa perubahan penting
terhadap bidang lain. Hal ini perlu dikaji dan dipertanyakan bagaimana dampak dan pengaruhnya terhadap system kepemilikan harta pewarisan dan bagaimana pula pola
dari system pewarisan dari harta pencaharian tersebut. Masyarakat adat Minangkabau menganut sistem matrilineal, mereka hidup
dalam suatu ketertiban masyarakat yang didalamnya kekerabatan dihitung menurut garis ibu semata-mata dan pusaka serta waris diturunkan menurut garis ibu pula, ini
berarti bahwa anak laki-laki dan perempuan termasuk keluarga, klan dan perkauman ibunya, justru itu seorang anak tidak menerima warisan dari ayahnya melainkan dari
ibu, mamak dan bibinya. Ada enam ciri sistem matrilineal dalam masyarakat adat Minangkabau yaitu :
1 Keturunan dihitung menurut garis ibu. 2 Suku terbentuk menurut garis ibu.
3 Tiap orang diharuskan kawin dengan orang diluar sukunya eksogami. 4 Kekuasaan dalam suku ditangan ibu dan mamak.
5 Perkawinan bersifat semendo bertandang yaitu suami mengunjungi rumah istrinya.
Universitas Sumatera Utara
6 Hak-hak dan pusaka di wariskan oleh mamak kepada keponakannya yaitu dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan.
3
Dari enam ciri sistem matrilineal yang dikemukakan di atas terlihat bahwa system pewarisan harta pusaka berkaitan erat dalam sistem matrilineal yang diatur
dalam masyarakat adat Minangkabau. Sistem matrilineal yang diatur dalam masyarakat adat Minangkabau. Sistem matrilineal ini telah lama sekali menjadi
sistem sosial yang disebut dengan adat yaitu kebiasaan umum yang lama kelamaan menjadi suatu keharusan yang dirasakan sebagai norma oleh masyarakat. Di dalam
sistem matrilineal dikenal dua macam harta pusaka. Pertama harta pusaka tinggi yaitu harta bersama dalam kaum yang diterima secara turun-temurun dari nenek moyang,
kedua harta pencaharian yang disebut juga sebagai harta pusaka rendah hasil pencaharian suami istri.
Dalam masyarakat adat Minagkabau, tanah pusaka tinggi tidak boleh di perjualbelikan, hanya boleh digadaikan. Untuk digadaikan pun harus memenuhi
keempat atau salah satu syarat berikut : 1 Mayat tabujua di tangah rumah artinya tanah pusaka tinggi dapat
digadaikan apabila untuk biaya pemakaman. 2 Rumah Gadang katirisan artinya apabila rumah kaum perlu diperbaiki
3 Gadih gadang alun balaki artinya untuk mengawinkan perempuan yang telah cukup dewasa, yang kalau tidak dikawinkan dapat memalukan
3
Muhamad Radjab, System Kekerabatan di Minangkabau, Center for Minangkabau Studies, 1969, hal.17
Universitas Sumatera Utara
4 Mambangkik batang tarandam artinya untuk menegakkan penghulu karena penghulu sebelumnya telah meninggal. Dan yang menjadi syarat mutlak untuk
terlaksananya adalah kata sepakat dengan ahli waris yang bersangkutan dengan pusaka tersebut.
4
Harta bersama diwariskan kepada generasi berikutnya secara utuh tanpa membagi-baginya sebagai suatu warisan, dengan kata lain sistem pewarisan bersifat
kolektif bahwa setiap anggota kaum adalah ahli waris. Pembedaannya hanya dilakukan menurut prioritas jauh dekatnya ahli waris dari pewaris. Sistem pewarisan
diatas terbentuk karena dalam kaum itu terdapat kelompok-kelompok matrilineal yang dikepalai oleh masing-masing mamak. Oleh sebab itu waris seorang ibu adalah
anaknya sedangkan waris seorang mamak adalah kemenakannya. Anak dari seorang ibu adalah kemenakan dari seorang laki-laki dari kaum itu yang merupakan generasi
penerus yang akan melanjutkan sistem matrilineal dalam masyarakat adat Minangkabau.
Harta pusaka rendahharta suarang adalah harta hasil karya atau pencaharian suami istri dalam suatu perkawinan. Seorang laki-laki yang berusaha bersama istrinya
dan mendapatkan harta selama bersuami istri maka harta yang didapat tersebut mempunyai kedudukan tersendiri dalam masyarakat adat Minangkabau yang disebut
dengan harta pencaharian. Apabila pada suatu waktu perkawinan tersebut terhenti baik karena perceraian atau karena meninggalanya salah satu pihak, maka menurut
4
H. Idrus Hamkimy DT. Rajo Penghulu, Pokok-pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau,
PT.Remaja Rosdakarya, bandung, 2004, Hal 129
Universitas Sumatera Utara
norma adat harta peninggalan itu dibagi dua, baik ada atau tidak adanya anak dalam perkawinan itu. Separohnya menjadi hak dari suami atau kemenakan dalam kaumnya
dan separuh lagi untuk istri ataupun anaknya. Bagian dari suami istri adalah merupakan harta pencaharian baginya adapun sistem pewarisan dari harta
pencaharian ini dalam kehidupan masyarakat tetap tunduk pada sistem matrilineal sebagai konsep dasar adat Minangkabau. Jika suami sebagai pemegang hak harta
pencaharian itu meninggal maka akan diwariskan kepada kemenakannya sedangkan bila istri meninggal maka akan diwariskan pada ibunya si istri, saudaranya atau anak-
anaknya. Dengan demikian harta pewarisan yang pada awalnya adalah merupakan pusaka rendah akan menjadi pusaka tinggi bila telah diwariskan berdasarkan sistem
matrilineal yang dianut dalam masyarakat adat Minangkabau.
5
Disinilah letaknya bahwa sistem pewarisan harta pencaharian dalam kehidupan masyarakat adat Minangkabau mempunyai peranan penting yaitu dalam
kaitannya dengan penambahan harta pusaka tinggi berfungsi sebagai pengikat diantara sesama kaum. Biasanya harta pusaka tersebut berbentuk rumah gadang dan
yang terbesar adalah tanah pusaka. Tanah ini merupakan suatu pengikat untuk berdirinya suatu organisasi dan penggunaan tanah itu dilakukan secara komunal
sehingga akan menjamin kelangsungan organisasi klan tersebut.
6
5
Iskandar Kamal, Beberapa aspek dari hukum kewarisan Matrilineal ke Bilateral di Minangkabau
, dalam Mukhtar Naim, center for Minangkabau studies : Padang, 1968, hal.12
6
Ibid, hal 12
Universitas Sumatera Utara
Namun kenyataannya pada saat ini sistem pewarisan harta peninggalan dalam masyarakat adat Minangkabau telah mengalami pergeseran seiring dengan perubahan
struktur sosial yang terjadi dalam masyarakat itu. Menurut adat Minangkabau dalam sebuah rumah gadang, mamak mempunyai
tanggung jawab sebagai pemelihara harta dan pemberi kesejahteraan kepada warga rumah gadang itu. Segala yang berhubungan dengan rumah gadang umumnya berada
di bawah kontrol mamak, kedudukan suami dalam adat Minagkabau hanyalah sebagai semendo dalam keluarga istrinya, dia hanyalah seorang pendatang dan tidak
mempunyai hak dalam arti luas untuk menentukan corak rumah tangga istrinya. Kemudian ternyata ajaran adat itu secara evolutif telah mengalami berbagai
perubahan. Hubungan mamak dan kemenakan semakin melonggar sedangkan hubungan ayah dan anak semakin kuat. Perubahan ini diikuti pula dengan semakin
berkurangnya peranan keluarga luas extended family dalam rumah tangga Minangkabau, lalu kecendrungan untuk hidup dalam bentuk keluarga inti nuclear
family semakin meningkat.
Proses perubahan sosial di Minangkabau sudah lama berlangsung diantaranya juga terlihat perubahan dalam struktur kekerabatan matrilineal itu sendiri. Terjadi
perubahan dalam Minangkabau pada umumnya akibat penemuan-penemuan ilmu pengetahuaan di bidang teknologi serta perubahan pola hidup yang dulunya bersifat
murni agraris kearah perdagangan membawa pengaruh besar terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Universitas Sumatera Utara
Pertambahan penduduk akan menyebabkan daya dukung tanah sebagai sumber ekonomi tidak lagi mencukupi perubahan di lapangan pertanian merubah pola
hubungan manusianya, disamping itu makin berkurangnya rumah gadang dan mendiami rumah sendiri.
Ikatan keluarga luas semakin melemah sebaliknya peranan bapak dalam keluarga semakin menguat. Kekuasaan dari tangan mamak kearah kekuasaan bapak
semakin terasa terhadap istri dan anaknya. Jika dulu fungsinya tidak lebih dari urang semendo jemputan untuk tujuan
memperkembangkan keturunan yang sekarang mempunyai kewajiban lebih sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Seiring dengan perkembangan di atas, pola menetappun mengalami perubahan menjadi pola menetap dimana suami istri mempunyai alamat tersendiri, dari pola
menetap dimana pasangan suami istri akut tinggal dirumah lingkunagan si istri. Juga ada kecendrungan pola menetap dimana pasangan suami istri mendirikan rumah
tangga di luar lingkungan keluarga luasnya. Agama Islam yang dianut sebagian besar masyarakat adat Minangkabau turut
memberi warna, bahwa dalam ajarannya seorang bapak merupakan pemimpin bagi keluarganya dan ajaran kewarisan Islam menempatkan anak-anak, istri, ibu-bapak
sebagai ahli waris utama. Dari uraian di atas telah terlihat beberapa perubahan yang pada dasarnya
merupakan pergeseran yang terjadi dalam sistem matrilineal itu sendiri seperti berkurang dan melemahnya peranan keluarga luas matrilineal, hal ini berarti bahwa
Universitas Sumatera Utara
keluarga inti sebagai kesatuan semakin penting. Tanah pusaka yang berfungsi sebagai pengikat orang sekelompok dan sebagai sumber ekonomi tidak lagi bisa diandalkan
atau mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup anggota kaumnya yang makin lama makin bertambah, maka tentunya harta pencaharian milik pribadi harta
suarang menjadi semakin penting dalam kedudukannya dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga. Pergeseran sistem sosial dalam masyarakat minangkabau tersebut
menyebabkan pula terjadinya pergeseran dalam sistem pewarisan, pergeseran sistem pewarisan ini ditandai dengan hasil keputusan rapat yaitu :
1. Rapat yang dilakukan oleh ninik mamak, alim ulama, di Bukit Tinggi pada tahun 1952.
2. Dikuatkan lagi dalam seminar hukum adat minangkabau yang di adakan di padang pada tahun 1968, yang kesimpulannya adalah :
a. Terhadap harta pencaharian berlaku hukum faraidh. Dan terhadap harta pusaka berlaku hukum adat.
b. Meyerukan kepada seluruh hakim di Sumatera Barat dan Riau supaya memperhatikan ketetapan seminar ini.
c. Harta pusaka di Minangkabau merupakan harta badan hukum yang diurus dan diwakili oleh mamak kepala waris diluar dan di dalam pengadilan
d. Anak kemenakan dan mamak kepala waris yang termasuk kedalam badan hukum itu, masing-masingnya bukanlah pemilik dari harta badan hukum itu.
e. Harta pencaharian diwarisi oleh ahli waris mernurut hukum faraidh.
Universitas Sumatera Utara
f. Yang dimaksud dengan harta pencaharian bagi wanita yang bersuami ialah seperdua dari harta yang diperdapat oleh seorang selama dalam
perkawinannya. Ditambah dengan harta bawaantepatannya sendiri. g. Seorang dibenarkan berwasiat baik kepada kemenakannya maupun kepada
yang lainnya hanya sebanyak-banyaknya sampai sepertiga dari harta pencahariannya.
7.
Atas dasar latar belakang inilah yang menyebabkan penulis tertarik menelitinya, yaitu apakah harta pencaharian masih diperuntukan atau diwariskan
kepada kemenakan atau kepada anak? Apakah pewarisan harta tersebut berpedoman kepada norma adat atau norma agama Islam? Apakah harta pencaharian yang
diperoleh keluarga inti menjadi milik istri, anak atau bapak ? Oleh karenanya penulis akan menuangkan dalam bentuk sebuah tesis yang
berjudul “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERGESERAN HUKUM PEWARISAN HARTA PENCAHARIAN DALAM MASYARAKAT ADAT
MINANGKABAU” B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan adalah :
1. Bagaimana hukum yang hidup mengenai pembagian harta pusaka rendah dalam masyarakat minangkabau di kota padang?
7.
Amir M.S. Tanya Jawab Adat Minangkabau, Hubungan Mamak Rumah Dengan Sumando, Cetakan ke-2, PT. Mutiara Sumber Widya.2003, hal 30
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya pergeseran dalam pelaksanaan pewarisan harta pusaka rendah pada masyarakat Minangkabau di
kota Padang? 3. Bagaimana cara penyelesaian sengketa yang terjadi dalam pembagian harta
pusaka rendah pada masyarakat Minangkabau di kota Padang?
C. Tujuan Penelitian