Pengaturan tentang Koperasi dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG KOPERASI BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992

A. Pengaturan tentang Koperasi dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Terdapat bermacam-macam definisi koperasi dan jika diteliti secara seksama, maka tampak bahwa definisi itu berkembang sejalan dengan perkembangan jaman. Defenisi awal apda umumnya menekankan bahwa koperasi itu merupakan wadah bagi golongan ekonomi lemah, seperti defenisi yang diberikan Dr. Fray, yang menyatakan bahwa koperasi adalah suatu perserikatan dengan persetujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi. 4 4 M. Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 38-39. Salah satu faktor penting untuk mewujudkan kinerja koperasi yang baik adalah adanya peran Pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang diatur dan dikeluarkan sedemikian rupa hingga sistem dapat berjalan dengan baik. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang koperasi adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Peraturan Pemerintah PP No.9 tahun 95 tentang Pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi 2. Peraturan Pemerintah PP No.4 tahun 1994 tentang Kelembagaan 3. Instruksi Presiden Inpres No.18 Tahun 1998, tentang Pengembangan Kelembagaan Koperasi 4. Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi. Berdasarkan kajian secara makro dari beberapa Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan yang ada dapat disimpulkan bahwa secara umum perangkat perundang-undangan yang mendukung sudah cukup memadai, namun masih memiliki kekurangan. Kekurangan yang muncul dalam bagian-bagian dari uraian Undang-Undang atau Peraturan-Peraturan yang ada antara lain menyangkut: 5 1. Belum adanya penjelasan yang lebih mendalam dari azas “Kekeluargaan” sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan umum koperasi, misalnya pada Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi. Hal ini penting mengingat dalam era keterbukaan sekarang ini perlu adanya klarifikasi makna tersebut agar jangan disalah artikan dengan pengertian Kolusi, Korupsi dan Nepotisme KKN 2. Belum adanya ketentuan sangsi hukum yang jelas berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan usaha koperasi terutama bila dihubungkan dengan upaya penegakan hukum yang tegas tanpa memandang siapapun. Mengingat hingga saat ini pelanggaran atas Undang-Undang dan 5 Edilius, dan Sudarsono, Koperasi dalam Teori dan Praktik, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 32-33. Universitas Sumatera Utara Peraturan-Peraturan yang berkaitan dengan penyalahgunaan koperasi tidak diproses secara hukum dengan tegas. 3. Belum adanya sinergisme diantara lembaga-lembaga terkait dengan pemberdayaan, pembinaan dan pengembangan koperasi, baik dikalangan instansi pemerintah maupun swasta. Hal ini tercermin dari belum adanya kesatuan yang utuh terpadu mengenai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam rangka implementasi Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan yang ada. Sehingga masing-masing lembaga terkesan berjalan sendiri-sendiri dengan misi dan visinya masing-masing. 4. Adanya anggapan bahwa penyusunan produk Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan jauh lebih mudah daripada melaksanakannya. 5. Kendala-kendala umum yang dihadapi dalam pengembangan perkoperasian terutama yang menyangkut Sumber Daya Manusia SDM, penguasaan teknologi permodalan, antisipasi peluang dan kemitraan, belum dapat dijabarkan secara komprehensif, baik dalam bentuk Undang- Undang, Peraturan-Peraturan maupun Petunjuk pelaksanaan Juklak dan Petunjuk teknisnya Juknis. Sehingga pemahaman tentang manajemen dan pengorganisasian koperasi masih memerlukan pendalaman dan sosialisasi lebih lanjut.

B. Mekanisme Pendirian Koperasi