Keabsahan Perjanjian menurut Hukum Islam

Pengertian akad dapat dijumpai dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 746PBI2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat 3 dikemukakan akad adalah perjanjian yang tertulis yang memuat ijab penawaran dan qabul penerimaan antara bank dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa akad adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban prestasi pada salah satu pihak, dan hak bagi pihak lain atas prestasi tersebut, dengan atau tanpa melakukan kontra prestasi.

6. Keabsahan Perjanjian menurut Hukum Islam

Dalam ajaran Islam untuk sahnya suatu perjanjian, harus dipenuhi rukun dan syarat dari suatu akad. Rukun adalah unsur yang mutlak harus dipenuhi dalam sesuatu hal, peristiwa dan tindakan. Sedangkan syarat adalah unsur yang harus ada untuk sesuatu hal, peristiwa dan tindakan tersebut. 41 Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar ijab dan qabul mempunyai akibat hukum : Rukun akad yang utama adalah ijab dan qabul. Syarat yang harus ada dalam rukun bisa menyangkut subjek dan objek dari suatu perjanjian. 42 a. Ijab dan qabul harus dinyatakan sekurang-kurangnya telah mencapai umur tamyiz yang menyadari dan mengetahui isi perkataan yang diucapkan 41 Fathurrahman Djamil, Op cit, hal.252 42 Ahmad Azhar Basyir, Op cit, hal. 66 Universitas Sumatera Utara hingga ucapannya itu benar-benar menyatakan keinginan hatinya. Dengan kata lain dilakukan oleh orang yang cakap melakukan tindakan hukum. b. Ijab dan qabul harus berhubungan langsung dengan suatu majelis apabila dua belah pihak sama-sama hadir. Jumhur ulama mengatakan bahwa ijab dan qabul merupakan salah satu unsur yang penting dalam suatu perjanjianakad, disamping unsur-unsur lain yang juga termasuk rukun akad. Unsur-unsur tersebut terdiri dari: a. Shighat al-aqad pernyataan untuk mengikatkan diri Adalah cara bagaimana pengikatan diri itu dilakukan, maksudnya dalam hal pembuatan akad, maka para pihak harus menyampaikan secara lisantertulis term and condition dari akad tersebut. Sehingga dapat menimbulkan akibat hukum, sebab maksud yang belum disampaikan kepada pihak lain tidak mempunyai akibat hukum sama sekali. b. Al-ma’qud alaihmahal al-‘aqad objek akad Objek akad sangat tergantung dengan akad yang dibuat. Dalam akad jual- beli objeknya bisa berupa barang atau jasa dan harga, dalam sewa-menyewa objeknya adalah manfaat dari barang yang disewakan dan uang sewa, begitu seterusnya. Terkait dengan objek perjanjian ini harus memenuhi persyaratan- persyaratan berupa telah ada pada waktu akad diadakan, dibenarkan oleh syara’ atau nash, dapat ditentukan dan diketahui, dan dapat diserahkan pada waktu akad terjadi. c. Al-Muta’aqidainal-‘aqidain pihak-pihak yang berakad Universitas Sumatera Utara Pihak-pihak yang berakad harus sama-sama mempunyai kecakapan melakukan tindakan hukum dalam artian sudah dewasa dan sehat akalnya. Sedangkan jika perjanjian dibuat oleh orang yang tidak mempunyai kecakapan, misalnya melibatkan anak-anak maka ia harus diwakilkan oleh walinya. Dan untuk menjadi wali harus memenuhi persyaratan dalam hal kecakapan untuk menjalankan tugas secara sempurna, persamaan pandangan agama antara wali dan yang diwakilinya, adil, amanah dan mampu menjaga kepentingan orang yang berada dalam perwaliannya. d. Maudhu’ al’aqd tujuan akad Menurut ulama fiqh, tujuan suatu akad harus sejalan dengan kehendak syarak, sehingga apabila tujuannya adalah bertentangan dengan syarak maka berakibat pada ketidakabsahan dari perjanjian yang dibuat. Tujuan harus ada pada saat akad diadakan, dapat berlangsung hingga berakhirnya akad, dan harus dibenarkan oleh syarak. Dengan demikian sighat merupakan salah satu rukun akad yang penting, karena tanpanya akad tidak dapat terjadi. Dalam buku Asas-Asas Hukum Muamalat, Ahmad Azhar Basyir mengemukakan, bahwa sighat akad dapat dilakukan secara lisan, tulisan atau isyarat yang memberi pengertian dengan jelas tentang adanya ijab dan qabul. Adapun penjelasan beliau adalah sebagai berikut: 43 1 Sighat Akad secara Lisan 43 Ibid, hal. 68-67 Universitas Sumatera Utara Akad dipandang telah terjadi apabila telah disampaikan secara lisan oleh pihak-pihak. Dengan catatan bahwa ucapan yang disampaikan mudah dipahami oleh para pihak atau orang yang dituju. 2 Sighat Akad dengan Tulisan Ijab dianggap telah terjadi setelah pihak kedua menerima dan membaca surat dimaksud. Jika dalam ijab tersebut tidak disertai dengan pemberian tenggang waktu, kabul harus segara dilakukan dalam bentuk tulisan atau surat yang dikirim via pos. Bila disertai dengan tenggang waktu, kabul supaya dilakukan sesuai dengan tenggang waktu tersebut. 3 Sighat Akad dengan Isyarat Dengan syarat orang tersebut tidak bisa berbicara dan tidak bisa menulis, akan tetapi jika ia bisa menulis dan melakukan akad secara isyarat maka akadnya tidak sah. 4 Sighat Akad dengan Perbuatan Ini sering terjadi dalam dunia modern sekarang, yang terpenting adalah dalam akad itu jangan sampai terjadi tipuan, kecohan dan segala sesuatunya harus dapat diketahui dengan jelas. Akad dipandang telah terjadi jika memenuhi rukun dan syaratnya. Rukun akad adalah ijab dan qabul. Adapun syaratnya ada yang menyangkut objeknya dan ada pula yang menyangkut subjeknya, yaitu ; 44 44 Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media, Yogyakarta, 2006, hal. 23 a Syarat Objek Akad Universitas Sumatera Utara 1 Telah ada pada waktu akad diadakan 2 Dapat menerima hukum akad 3 Dapat ditentukan dan diketahui 4 Dapat diserahkan pada waktu akad terjadi b Syarat subjek Akad Hal ini berkaitan dengan kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum. Sedangakan syarat sahnya suatu perjanjian secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut: 45 45 Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K.Lubis, Op cit, hal. 2 a Tidak menyalahi hukum syari’ah yang disepakati adanya. Bahwa pada prinsipnya setiap orang bebas untuk membuat perjanjian akan tetapi kebebasan itu ada batasnya yaitu tidak boleh bertentangan dengan syari’ah Islam baik yang ada di dalam Al-Qur’an maupun di dalam Al-Hadist. Jika syarat ini tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum. Dasar hukum mengenai suatu perjanjian yang melawan hukum ini terdapat dalam Hadist Rasullullah SAW, yang artinya : “segala bentuk persyaratan yang tidak ada dikitab Allah adalah batil, sekalipun seribu syarat. b Harus sama ridha dan ada pilihan Hal ini dapat diartikan bahwa sebuah perjanjian harus didasari pada kesepakatan para pihak secara bebas dan sukarela, dan di dalamnya tidak boleh mengandung unsur paksaan, kekhilafan, maupun penipuan. Universitas Sumatera Utara Konsekuensi yuridis jika syarat ini tidak terpenuhi, perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan. Dengan demikian perjanjian yang dibuat tetap sah, apabila tindakan pembatalan belum dilakukan. c Harus jelas dan gamblang Dalam sebuah perjanjian harus jelas apa saja yang menjadi objeknya, hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Konsekuensi yuridis jika syarat ini tidak terpenuhi, maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak bersifat batal demi huku m. Dengan demikian mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian menurut hukum Islam, agak berbeda dengan syarat sahnya perjanjian menurut hukum adat dan menurut KUH Perdata. Perbedaan sebenarnya ada pada peristilahan saja, sedangkan secara subtantif hampir sama. Syarat tidak menyalahi hukum syari’ah yang disepakati adanya, dalam konteks hukum adat dikenal dengan asas terang, dan dalam hukum perdata barat dikenal dengan kausa yang halal. Syarat harus ada kesepakatan konsensualisme dalam hukum barat, dikenal dalam hukum perjanjian Islam dengan harus sama ridha dan ada pilihan, dan terakhir syarat harus jelas dan gamblang tercakup dalam asas terang dan tunai dalam Hukum adat dan adanya objek tertentu dalam Hukum Perdata Barat KUH Perdata.

7. Jenis-jenis PerjanjianAkad dalam Islam