Pemanfaatan Radiasi dalam Kultur Jaringan Zat Pengatur Tumbuh ZPT

Murashige dan Skoog MS, B5, White, Vacin dan Went, Nitsch, Schenk dan Hildebrandt, Woody Plant Medium WPM dan N6, Miller. Media dasar yang paling sering digunakan untuk berbagai tujuan kultur adalah media MS karena media MS mengandung 40 mM nitrogen N dalam bentuk NO 3 - dan 29 mM dalam bentuk NH 4 + yang kandungan N-nya, 5 kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant dan 19 kali lebih tinggi dari media White Gunawan, 1987.

2.6 Pemanfaatan Radiasi dalam Kultur Jaringan

Dalam bidang pemuliaan tanaman, teknik mutasi dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman sehingga memungkinkan pemulia melakukan seleksi genotipe tanaman sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Mutasi induksi dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan bahan mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman seperti pada akar rhizome, stek batang, serbuk sari, biji, kultur jaringan dan sebagainya. Mutasi direfleksikan dalam munculnya keragaman genetik tanaman, yang kemudian melalui proses seleksi dan pengujian lebih lanjut, memungkinkan diperolehnya suatu varietas unggul tanaman BATAN, 2003. Perbaikan karakter tanaman dengan kultur jaringan dapat dikombinasikan dengan teknik radiasi. Variasi genetik yang merupakan dasar bagi pemuliaan tanaman dapat ditingkatkan melalui mutasi buatan Miecke dan Maluszynski, dalam Leoni, 2005. Mutasi yang direncanakan dan terarah dapat dimanfaatkan oleh pemulia tanaman dalam menciptakan varietas baru yang superior Crowder, dalam Leoni, 2005.

2.7 Zat Pengatur Tumbuh ZPT

Penemuan ZPT dan upaya pengembangan formulasi media berperan penting dalam menentukan keberhasilan teknik kultur jaringan atau kultur in vitro secara umum Yusnita, 2003. Menurut Gunawan 1987 zat pengatur tumbuh mempunyai peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman, diantaranya yaitu mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ, namun efektifitas penggunaannya tergantung pada tipe eksplan dan jenis tanaman. Hal ini di dukung oleh Abidin 1980 bahwa zat pengatur tumbuhan pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Golongan zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah auksin dan sitokinin Wattimena, 1988, dalam Fatikah, 2004. Penambahan zat pengatur tumbuh seperti auksin dan sitokinin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan Gautheret, 1995. Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, suspensi sel dan organ. Pengkulturan untuk merangsang pembentukan akar pada tunas, biasanya menggunakan ZPT auksin. Jenis auksin yang sering digunakan untuk pengakaran in vitro adalah Indole Butyric Acid IBA dan Naphtoxy Acetic Acid NAA. Menurut Weaver 1972 jenis auksin IBA lebih baik dari IAA dan NAA, dikarenakan IBA mempunyai sifat kimia yang stabil dan mobilitas rendah di dalam tanaman, daya kerjanya lebih lama dan relatif lebih lambat ditranslokasi di dalam tanaman. Senyawa auksin dicirikan oleh kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan pada sel pucuk Auksin mempunyai berbagai pengaruh fisiologis dan morfologis pada tanaman, yaitu meningkatkan pembesaran atau pemanjangan sel, mendorong pembelahan sel, menghambat mata pertumbuhan tunas samping dan menghambat gugurnya daun Wattimena, 1988, dalam Fitriyah, 2008. Pengaruh rangsangan auksin terhadap jaringan berbeda– beda, pengaruh yang besar adalah pada sel-sel meristem apikal batang dan koleoptil. Auksin pada konsentrasi yang tinggi lebih bersifat menghambat daripada merangsang pemanjangan sel. Pengaruh auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air dan melunakkan dinding sel yang diikuti menurunnya tekanan dinding sel Abidin, 1980. Sedangkan menurut Wareing dan Philips, 1970, dalam Fitriyah, 2008 bahwa auksin dalam konsentrasi rendah dapat menstimulasi pembesaran dan perpanjangan sel. Sedangkan Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang dapat mendorong pembelahan sel dan jaringan serta merangsang inisiasi tunas. Sitokinin banyak ditemukan pada sel-sel yang aktif membelah seperti kecambah dan buah muda. Sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah BAP Benzyl Amino Purine dan Kinetin George dan Sherrington, 1984, dalam Fitriyah, 2008. BAP adalah sitokinin yang sering digunakan karena paling efektif untuk merangsang pembentukan tunas, lebih stabil dan tahan terhadap oksidasi serta paling murah diantara sitokinin lainnya Bhojwani dan Razdan, 1983, dalam Fitriyah, 2008. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian