Toleransi tanaman padi terhadap salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain iklim, fase pertumbuhan tanaman dan varietas. Adanya
keragaman toleransi antar varietas menunjukkan adanya kemungkinan untuk mendapatkan varietas unggul yang toleran terhadap salinitas melalui program
pemuliaan Suwarno, 1985. Varietas padi yang toleran salinitas dapat mempertahankan keseimbangan hara di dalam tanaman, yaitu dengan
mempertahankan serapan K dan menekan serapan Na
+
dan Cl
-
Dinata, 1985. Umumnya tanaman padi lebih tahan terhadap salinitas pada fase
perkecambahan, tetapi menjadi sangat peka pada awal fase bibit. Ketahanan tanaman padi terhadap salinitas akan meningkat selama pembentukan anakan,
kemudian menurun selama fase pembungaan dan meningkat kembali pada saat pemasakan biji Dinata, 1985.
Gambar 4. Penampilan toleransi varietas padi yang bervariasi terhadap salinitas Sumber : Anonim. 2005. padi. http:id.wikipedia.orgwikiPadi.5 Agustus 2007
2.4 Pemuliaan Mutasi
Pemuliaan mutasi mutation breeding merupakan pemuliaan tanaman dengan menggunakan aplikasi teknologi nuklir yang bertujuan untuk
mendapatkan sifat-sifat tanaman baru yang lebih baik dari induknya sehingga terjadi perubahan dalam bahan keturunan pada tanaman Herawati dan
Setiamihardja, 2000. Pemuliaan tanaman secara konvensional menggunakan teknik hibridisasi
yaitu menyilangkan dua atau lebih tetua yang berbeda genotipnya untuk mendapatkan kombinasi genetik yang diinginkan, sedangkan dalam pemuliaan
mutasi hal tersebut dicapai dengan menggunakan mutagen, baik fisik maupun kimia Poespodarsono, 1988.
Stansfield 1991, mengatakan bahwa secara alami mutasi jarang terjadi di alam dan merupakan kejadian yang langka, karena kebanyakan gen memiliki sifat
yang relatif stabil. Walaupun mutasi adalah kejadian yang langka, mutasi dapat dipercepat melalui penggunaan bahan yang dapat menyebabkan mutasi atau
disebut mutagen. Poespodarsono 1988 mengelompokkan mutagen ke dalam tiga golongan yaitu mutagen radiasi, mutagen non radiasi, dan mutagen kimia.
Pengembangan metode pemuliaan mutasi dilakukan dengan rekayasa materi genetik bahan tanaman dengan menggunakan bahan mutagen mutagenic
agents. Bahan mutagen yang digunakan dapat berupa mutagen kimia chemical mutagen umumnya berasal dari senyawa alkil seperti Colchicin, Ethyl Methane
Sulphonate EMS, Diethyl Sulphate DES, Methyl Methane Sulphate MMS, maupun mutagen fisika physical mutagen seperti sinar X, Alfa, Beta, Gamma
dan Neutron IAEA, 1977. Salah satu bentuk rekayasa keragaman genetik yaitu penyinaran dengan
radiasi sinar gamma Cobalt-60 melalui alat Gamma Chamber Irradiator. Pengaruh yang timbul tergantung pada bahan yang akan disinari, dosis, dan cara
penyinaran. Dengan seleksi, maka mutan yang dihasilkan sebagai akibat radiasi dapat diarahkan kepada sifat-sifat unggul yang dikehendaki Sastrodiharjo, 1978.
Menurut Mugiono 1989, untuk memperoleh mutasi yang efektif diperlukan dosis radiasi tertentu. Pada setiap jenis tanaman memerlukan dosis
radiasi yang berbeda-beda. Mutagen yang ideal untuk tujuan mutasi induksi adalah jenis mutagen
yang bersifat hanya menimbulkan kerusakan secara fisiologis sekecil mungkin tetapi mampu menimbulkan perubahan genetik yang besar. Penggunaan dosis
paparan radiasi yang lebih rendah tetapi cukup mampu menimbulkan efek genetik yang besar akan lebih baik hasilnya daripada memilih dosis radiasi yang lebih
tinggi tetapi banyak menimbulkan kerusakan fisik Darussalam, 1989. Dengan energi nuklir yang dimiliki, perlakuan bahan mutagen dengan
dosis tertentu pada materi reproduktif tanaman dapat merubah genetik tanaman yang akan diwariskan ke generasi-generasi berikutnya. Perubahan genetik yang
dikenal dengan istilah mutasi, dapat terjadi pada tingkat ploidi, kromosom, atau gen. Proses mutasi dapat menimbulkan perubahan pada sifat-sifat genetis tanaman
baik ke arah positif atau negatif Hoeman, 2002. Mutasi dapat dibedakan menjadi mutasi somatik dan mutasi genetik.
Mutasi somatik merupakan perubahan genetik seperti penghilangan atau penggandaan kromosom, baik berupa mutasi resesif maupun mutasi dominan
yang disebabkan oleh mutagen fisika atau mutagen kimia dalam sel somatik yang dapat diwariskan Donini dan Micke, 1984.
Menurut Herawati dan Setiamihardja 2000, perlakuan dengan menggunakan bahan mutagen fisik maupun kimia akan menimbulkan beberapa
pengaruh pada generasi pertama yaitu : 1. Kerusakan fisiologis kerusakan utama
Kerusakan fisiologis mungkin terjadi karena kerusakan kromosom dan juga bagian sel di luar kromosom. Besarnya kerusakan utama ini tergantung pada
pengaturan dan besarnya dosis yang digunakan dan akan meningkat sampai batas tertentu letalitas.
2. Mutasi kromosom aberasi kromosom Mutasi kromosom adalah perubahan struktur yang meliputi penambahan
jumlah kromosom duplikasi, kehilangan jumlah kromosom defisiensi atau deletion atau penempatan kembali segmen kromosom inverse dan
translokasi. 3. Mutasi gen mutasi faktormutasi titik
Mutasi gen adalah perubahan yang sangat kecil terjadi di dalam struktur molekuler dari gen yang bersifat turun-temurun. Berdasarkan mekanisme
molekuler, pada mutasi gen dapat terjadi pergantian pasangan basa transisi dan transverse dan perubahan kerangkanya.
Ismachin 2000, menyatakan bahwa kerusakan fisiologis hanya terjadi pada generasi pertama M1 tetapi mutasi kromosom dan mutasi gen akan
diturunkan ke generasi selanjutnya M2. Keuntungan penggunaan mutasi pada pemuliaan tanaman adalah untuk
memperbaiki satu atau dua sifat tanpa mengubah sifat lain yang dimiliki oleh induknya dan dibutuhkan waktu pemuliaan yang relatif singkat 3-4 tahun
dibandingkan dengan metode persilangan untuk mendapatkan hasil yang sama Mugiono, 1989.
Umumnya pemulia tanaman menggunakan metode mutasi untuk memunculkan sifat resesif tanaman yang dapat menguntungkan, baik secara
botani maupun secara ekonomi. Sebanyak 95-99 kasus pemuliaan mutasi menghasilkan mutasi yang bersifat resesif Brock, 1979.
Tidak semua pemulia menyetujui bahwa metode mutasi adalah metode yang tepat untuk menciptakan keragaman. Hal ini karena mutasi memiliki
beberapa kelemahan, seperti munculnya kimera, munculnya sifat-sifat yang justru tidak diinginkan atau merugikan, serta kadang kala hasil mutasi tidak sesuai
dengan harapan atau peluang untuk menghasilkan mutasi yang menguntungkan sangat kecil Nybom, 1961. Selain itu mutasi hanya mempengaruhi secara efektif
gen yang sudah ada dan kerusakan struktur genetik akibat mutasi dapat berubah normal kembali sebelum termanifestasi sebagai mutasi dan terekspresi sebagai
fenotip mutan Micke dan Donini, 1993. Pemuliaan padi telah berlangsung sejak manusia membudidayakan padi.
Seperti dikutip dari “Sejarah Ilmu Pemuliaan Mutasi” Ismachin, 2000 bahwa Kaisar Khang Hi dari Cina yang hidup antara tahun 1662 sampai 1723 telah
menemukan padi yang sangat genjah hasil mutasi spontan. Padi tersebut ternyata dapat ditanam dua kali setahun di Cina bagian Selatan dan merupakan satu-
satunya varietas padi yang dapat ditanam di bagian Utara Tembok Besar. Varietas padi mutan tersebut dinamakan “Ya-mi” atau padi kaisar imperial rice. Ya-mi
adalah mutan spontan pertama yang dibudidayakan orang. Namun pemuliaan padi secara sistematis baru dilakukan sejak didirikannya IRRI International Rice’s
Research Institute di Filipina. Sejak saat itu, berbagai macam tipe padi dengan kualitas yang berbeda berhasil dikembangkan secara terencana untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia. Pada tahun 1960-an pemuliaan padi diarahkan sepenuhnya pada peningkatan hasil. Hasilnya adalah padi IR5 dan IR8 di
Indonesia diadaptasi menjadi PB5 dan PB8. Walaupun hasilnya tinggi tetapi banyak petani menolak karena rasanya tidak enak pera. Selain itu, terjadi wabah
hama wereng coklat pada tahun 1970-an. Puluhan ribu persilangan kemudian dilanjutkan untuk menghasilkan kultivar dengan potensi hasil tinggi dan tahan
terhadap berbagai hama dan penyakit padi Anonim, 2005. Dalam usaha pengembangan tanaman padi di Indonesia, diperlukan
varietas unggul yang dapat diperoleh dengan perbaikan sifat varietas tanaman. Salah satu cara yang ditempuh adalah melalui kegiatan rekayasa genetik bahan
tanaman dengan teknik mutasi. Pembentukan varietas baru dapat dihasilkan dengan memperbesar keragaman genetik, yang dapat dilakukan dengan cara
persilangan antar spesies, introduksi genotip, poliploidi, kultur jaringankultur in vitro, pemuliaan mutasi dengan radiasi. Penciptaan varietas baru dengan
pemuliaan mutasi adalah dengan cara penyinaran radiasi gamma terhadap biji-biji padi untuk mendapatkan sifat-sifat baru yang dikehendaki. Sifat-sifat ini bisa
meliputi produktivitas yang lebih tinggi, umur yang lebih genjah pendek atau sifat lebih tahan terhadap hama dan penyakit BATAN, 2003.
Menurut Peng dan Hodges 1989 dalam Ishak dan Soeranto 1994, genotip dan sumber eksplan sangat menentukan keberhasilan kultur in vitro
tanaman padi. Berbagai jenis sumber eksplan untuk kultur jaringan padi telah
dicoba oleh beberapa peneliti yang akhirnya memperoleh regenerasi tanaman dari ”embryogenic callus” yang berasal dari embrio muda tanaman padi.
Menurut Poespodarsono 1988 beberapa sifat-sifat yang banyak diamati dari hasil mutasi buatan adalah sifat tahan kerebahan, kemasakan tanaman,
pertumbuhan dan tipe tanaman, ketahanan terhadap hama dan penyakit, kemampuan berproduksi, dan kualitas hasil. Langkah terakhir dari program
pemuliaan tanaman adalah evaluasi. Untuk mengevaluasi suatu varietas baru, harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan varietas yang sudah diketahui
sebagai standar Poespodarsono, 1988. Berikut ini disajikan skema metode pemuliaan mutasi secara umum seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Tahapan Pemuliaan Mutasi Secara Umum. Sumber : Soeranto, 2005
2.5 Teknik Pembiakan Secara In Vitro