perwakafan tersebut, oleh sebab itu Skripsi ini Penulis beri judul : ”Peranan KUA Dalam Melakukan Pencatatan Dan Pengawasan Tanah Wakaf Studi Kasus Di KUA
Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan“.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka Penulis akan membatasi permasalahan dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pencatatan wakaf yang dilakukan oleh KUA Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan ?
2. Bagaimana pengawasan KUA terhadap tanah wakaf yang dikelola oleh nadzir diwilayah Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dan kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana pencatatan tanah wakaf di wilayah Kecamatan
Cilandak Kota Jakarta Selatan. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengawasan KUA terhadap tanah wakaf yang
dilakukan oleh nadzir di wilayah Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan.
D. Tinjauan Kepustakaan
Fungsi wakaf menurut PP No.28 tahun 1977 adalah mengekalkan manfaat wakaf, sesuai dengan tujuan wakaf yaitu untuk kepentingan peribadatan dan keperluan
umum lainnya. Agar wakaf itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka pelembagaannya haruslah selama-lamanya.
Setiap harta wakaf hendaklah diusahakan hasil dan pemanfaatannya secara maksimal, karena itu perlu ada orang yang bertanggung jawab mengawasi, menjaga,
memelihara serta mengelola harta wakaf itu, kemudian menggunakan atau membagikan kepada yang berhak menerimanya.
Semula kekuasaan pengelolaan harta wakaf itu berada ditangan wakif, sebab dialah pemilik asal harta itu, kemudian kepadanya pula kembali wewenang mengawasi,
mengelola dan memanfaatkannya. Untuk menetapkan pengelola wakaf tidak memerlukan pernyataan tertentu. Wakif berhak mengangkat penggantinya jika ia
merasa tidak sanggup lagi mengurusnya. Jika wakif meninggal dunia, maka hakim mengangkat ahli warisnya. Hakim tidak boleh mengangkat orang lain tanpa seizin dari
wakif. Menurut Mazhab Maliki mensyaratkan terpisahnya harta wakaf dari wakif,
karena kedudukan wakif hanyalah sebagai pengawas, sedang pengelola wakaf dari orang atau badan terorganisir.
Menurut Mazhab Syafi’i hak pengelolaan wakaf berada ditangan orang selain wakif, kecuali jika dalam sighat wakaf ditetapkan ada tiga kemungkinan, yaitu :
1. Pengelola tetap berada pada wakif, karena dialah yang berkepentingan terhadap tercapainya tujuan wakaf, semakin besar manfaat wakaf semakin besar pula pahala
yang mengalir padanya. 2. Pengelola itu berada pula kepada pemakai manfaat atau hasil wakaflah yang paling
berkepentingan. 3. Pengawasan itu berada ditangan hakim atau pemerintah, karena pemerintah atau
hakim berkewajiban melindungi hak penerima wakaf, hak wakif dan terhadap kemungkinan terjadinya peralihan status wakaf dikemudian hari.
Dengan demikian penyerahan, pengelolaan serta pendayagunaan wakaf sebagaimana diatur secara garis besar dalam syariat dan secara teknis administratif
dalam PP Nomor 28 tahun 1977 serta beberapa peraturan pelaksanaannya merupakan bukti ketaatan wakif kepada Allah dan Rasul-Nya serta Ulil Amri.
Dalam sistem perwakafan tanah milik di Indonesia ditentukan pula kedudukan Nadzir menurut PP itu merupakan salah satu unsur wakaf, tanpa adanya unsur ini wakaf
dianggap tidak sah di Indonesia. Nadzir mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam PP
No.28 tahun 1977 Pasal 7 yang berbunyi sebagaimana berikut :
1. Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan mengawasi kekayaan wakaf serta hasilnya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh menteri Agama
sesuai dengan tujuan wakaf. 2. Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang
menyangkut kekayaan wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. 3. Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat 2 diatur lebih lanjut oleh
menteri Agama. Tentang hak dan kewajiban Nadzir disebutkan juga di dalam Peraturan Menteri
Agama Nomor 1 tahun 1978 pasal 10 dan pasal 11, di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 220 dan disebutkan di dalam Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam Nomor : KEP7578 Sub ke IV. Sedangkan bagi Nadzir yang melanggar atau mengabaikan kewajiban akan
dikenakan sangsi sebagaimana yang disebutkan dalam PP No.28 tahun 1977 pasal 14 yang berbunyi :
“Barangsiapa melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 5, pasal 6 ayat 3, pasal 7 ayat 1 dan ayat 2, pasal 9, pasal 10 dan
pasal 11, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,- sepuluh ribu rupiah”.
Sedangkan upaya agar jangan sampai terjadi penyimpangan dari tugas Nadzir, maka harus adanya peran serta Ulama terutama pejabat yang terkait mengawasi
pengelolaan harta wakaf sebagaimana disebutkan dalam PP No.28 tahun 1977 pasal 13
yang berbunyi “Pengawasan perwakafan tanah milik dan tata caranya di beberapa tingkat wilayah ditetapkan lebih lanjut oleh menteri Agama” yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Agama PMA No.1 tahun 1978 pasal 14, pengawasan dan bimbingan perwakafan tanah dilakukan oleh unit-unit organisasi DEPAG secara
herarkis sebagaimana diatur dalam keputusan Menteri Agama tentang susunan organisasi dan tata kerja DEPAG. Dan dijelaskan juga dalam Kompilasi Hukum Islam
pasal 227 yang berbunyi “Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab nadzir dilakukan secara bersama-sama oleh kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan,
Majelis Ulama Kecamatan dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya”.
E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan