Macam-macam Harta Wakaf PERWAKAFAN MENURUT HUKUM ISLAM

sementara Syafi’iyah dan Hanabilah memandang wakaf untuk kepentingan ibadah dan umum, maka wakaf non muslim yang ditujukan untuk kemaslahatan umum adalah sah sepanjang sesuai dengan kepentingan Islam. Sedangkan Hanafiyah menyatakan tidak sah. Fungsi wakaf menurut hukum Islam adalah memperoleh manfaat dari benda wakaf tersebut sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini wakaf untuk selama-lamanya terdapat perbedaan pendapat diantara ulama Mazhab. Para ulama Mazhab kecuali Malik berpendapat, bahwa selama-lamanya merupakan syarat sahnya wakaf walaupun tidak disebutkan syarat selama-lamanya oleh wakif. Dasar pendapat mereka ialah hadis Ibnu Umar yang menyatakan, bahwa harta wakaf itu tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan juga tidak boleh diwariskan. Menurut Malik wakaf tidak disyaratkan berlaku untuk waktu tertentu, misalnya untuk waktu setahun dan setelah itu kembali kepada pemiliknya semula. Dasar pendapat Malik adalah sesuai dengan dzahir hadis Ibnu Umar, maka wakaf itu semacam sedekah, setiap sedekah boleh terbatas waktunya dan boleh pula tidak terbatas waktunya.

B. Macam-macam Harta Wakaf

Telah dijelaskan terdahulu bahwa salah satu unsur penting wakaf adalah benda yang diwakafkan. Tanpa adanya benda wakaf tersebut, maka wakaf tidak akan terealisasikan. Benda wakaf menurut para fuqaha dalam beberapa hal adalah sama, yakni keharusan benda wakaf tersebut bermanfaat dan bernilai ekonomis dalam arti sesuatu yang dapat diperjual belikan, tahan lama baik bendanya, manfaatnya atau manfaatnya dapat diambil oleh penerima mustahik. Kontrofersi tentang harta atau benda wakaf di kalangan fuqaha erat hubungannya dengan konsep masing-masing mengenai harta benda maal. Oleh karena perbedaan konsep itulah muncul masalah : harta dalam pengertian apa yang dapat dijadikan sebagai benda wakaf, apakah benda wakaf bedanya ainal- waqf, atau manfaat yang dimaksud benda wakaf itu pada hakikatnya adalah benda, maka dapatkah manfaat dan hak memanfaatkan benda itu sebagai harta dalam pengertian maal. Walaupun definisi mengenai benda wakaf dikalangan fuqaha Mujtahidin berbeda satu dengan lainnya, tetapi definisi wakaf yang mereka kemukakan tersebut nampaknya berpegang kepada prinsip bahwa benda yang diwakafkan itu pada hakikatnya adalah pengekalan manfaat dari benda wakaf tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hasbi Ash-Shiddiqiey, bahwa tidak sah suatu wakaf jika barang sesuatu yang diwakafkan itu tidak dapat kita ambil manfaat dari padanya. Mengetahui benda wakaf yang ideal bagi pengembangan wakaf di Indonesia bisa dilakukan dengan mengmati definisi wakaf yang telah dikemukakan oleh fuqaha. Berikut ini diungkapkan beberapa definisi wakaf tersebut agar dapat dinalisis kemungkinan-kemungkinan pengembangan wakaf dimasa yang akan datang. Jumhur fuqaha dan dua tokoh Hanafiyah, Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan bahwa wakaf adalah menahan benda habs al-‘ain, sehingga benda itu tidak dapat menjadi milik seseorang melainkan dalam status hukum milik Allah serta mensedekahkan manfaatnya untuk kebaikan dimasa kini dan mendatang. Menurut Abdullah bin Abdul al-Anshari dalam Syarzad al-Mustqni, Hanabilah mengatakan bahwa wakaf adalah “ menahan pokoknya benda yang diwakafkan ini dan mensedekahkan hasilnya demi kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah ”. Pengertian al-ashl dalam definisi Hanabilah ini adalah harta maal yang memungkinkan pemanfaatannya bila benda ‘ain wakafnya kekal. Sementara Syafi’iyah mensyaratkan terus menerus, seperti benda bergerak, hewan, pakaian perang dan senjata. Hal ini disebutkan dalam Al-Majmu’, yang menyatakan bahwa benda wakaf itu harus dimanfaatkan hasilnya al-ray, baik dimasa kini maupun dimasa mendatang menurut lembaga wakaf tersebut berfungsi secara kesinambungan atau mu’abbad. Definisi ini menimbulkan masalah : apakah benda ‘ain wakaf itu harus bersifat kekal atau manfaat benda tersebut yang harus kekal, atau kedua-duanya benda dan manfaatnya. Jika hal ini menjadi masalah, maka pembagian benda wakaf kedalam dua macam : benda tidak bergerak ‘aqar dan benda bergerak manqul menjadi amat relevan sebagaimana pengertian harta itu sendiri. 10 10 Juhaya S. Praja, Perwakafan Di Indonesia, Sejarah, Pemikiran, Hukum, dan Perkembangannya, h. 58 Menurut Hanafiyah, al-ashl yang menjadi benda wakaf itu harus berupa benda tidak bergerak demi tercapainya wakaf yang mu’abbad. Benda yang tidak bergerak itu harus kekal dan berkesinambungan pemanfaatannya yabqa wayadum, yaitu tanah. Adapun segala yang ada diatas tanah yang memungkinkan dipindah atau berubah dari kondisi satu ke kondisi lainnya adalah termasuk kedalam kategori benda bergerak, baik benda itu berupa bangunan maupun tanaman. Dalam hal gedung dan tanaman sebagai benda wakaf yang berada di atas tanah tidak diwakafkan. Di kalangan Hanafiyah ada empat pendapat : 1 pendapat yang memperbolehkan secara mutlak, 2 pendapat yang tidak memperbolehkan benda bergerak dijadikan sebagai benda wakaf kecuali jika tanahnya diwakafkan dengan maksud agar dibangun gedung dan ditanami, 3 pendapat yang memperbolehkan bila tanahnya juga diwakafkan, 4 pendapat yang memperbolehkan secara mutlak selama ‘urf menghendaki dan memperbolehkannya. Maliki pun berpendapat bahwa gedung dan tanaman di atas tanah yang tidak diwakafkan adalah boleh. Muhammad bin Al-Hasan memperluas pengertian benda bergerak yang sah untuk dijadikan benda wakaf, yaitu benda bergerak yang telah diwakafkan, seperti mushaf, buku, alat kebersihan, dan sebagainya. Demikian juga uang dan biji-bijian adalah merupakan benda bergerak yang sah untuk dijadikan benda wakaf.

C. Pengelolaan Harta Wakaf