Alasan Putusnya Perkawinan PENDAHULUAN

16 merupakan satu bagian atau bentuk dari perceraian, sebagai lawan pengertian dari perceraian dalam bentuk roj ‟i, yaitu perceraiannya suami dengan istrinya namun belum dalam bentuknya yang tuntas, karena dia masih mungkin kembali kepada mantan istrinya itu tanpa akad nikah baru selama istrinya masih berada dalam „iddah atau masa tunggu. Setelah habis masa tunggu itu ternyata dia tidak kembali kepada mantan istrinya, baru perkawinannya dikatakan putus dalam arti sebenarnya atau yang disebut ba‟in. 4 Biasanya istilah yang digunakan memang adalah “perceraian”, namun sulit juga menggunakan istil ah tersebut sebagai pengganti “putusnya perkawinan”, karena perceraian itu adalah salah satu bentuk dari putusnya perkawinan. Untuk tidak terjebak dalam istilah tersebut, kita dapat menggunakan “putusnya perkawinan” namun dalam arti yang tidak sama dengan istilah ba‟in yang digunakan dalam fiqh, atau ia dipandang sebagai sinonim dari istilah furqah yang terdapat dalam kitab fiqh.

B. Alasan Putusnya Perkawinan

Apabila perceraian merupakan jalan terakhir yang harus ditempuh oleh suami istri yang sudah tidak kuat lagi untuk melanjutkan ikatan perkawinan bersama-sama lagi. Salah satu pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama untuk diproses, karena perceraian yang diakui 4 Amir Syarifuddin, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan ”, h. 189. 17 Negara dan mempunyai kekuatan hukum adalah didepan persidangan. Pengadilan tidak langsung mengabulkan atau menolak gugatan yang diajukan. Akan tetapi, mempelajari alasan-alasan yang diajukan di Pengadilan Agama terlebih dahulu, sebagaimana Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39 ayat 2 menyatakan: untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri. 5 Alasan- alasan itu juga dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam bab XVI putusnya perkawinan, yaitu pada pasal 116. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 pasal 19 dinyatakan hal-hal yang menyebabkan terjadinya perceraian. Perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan 6 : 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. 3. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. 4. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suamiisteri. 5. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 5 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, “Kitab Undang-undang Hukum Perdata: dengan Tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang- Undang Perkawinan”, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001, Cet 31, h. 549. 6 Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan “Hukum Perdata Islam di Indonesia-Studi Kritis Perkemban gan Hukum Islam Dari Fikih UU no. 11974 sampai KHI” Jakarta: Prenada media, 2004 Cet-1, h. 218-219. 18 Permohonan cerai talak berdasarkan alasan perceraian juga dapat dijelaskan melalui pengertian talak seperti yang disebutkan oleh Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Talak hanya dapat dilakukan melalui proses tertentu seperti harus adanya permohonan dan dilakukan didepan sidang pengadilan berikut dengan kejelasan alasan-alasannya. Alasan-alasan tersebut diantaranya: 1. Permohonan cerai Talak karena isteri melalaikan kewajiban. 2. Permohonan cerai Talak dengan alasan isteri berbuat zina atau pemadat. 3. Permohonan cerai Talak dengan alasan istri meninggalkan suami selama dua 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah. 4. Permohonan cerai Talak dengan alasan isteri mendapat hukuman penjara lima 5 tahun atau lebih. 5. Permohonan cerai Talak dengan alasan suamiisteri melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. 6. Permohonan cerai Talak dengan alasan isteri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri. 7. Permohonan cerai Talak dengan alasan terus menerus terjadi perselisiihan dan pertengkaran. 8. Permohonan cerai Talak dengan alasan isteri murtad. 9. Permohonan cerai Talak dengan alasan syiqaq. 10. Permohonan cerai Talak dengan alasan Li‟an. 7 Didalam fiqih memang secara khusus tidak mengatur alasan untuk boleh terjadinya perceraian dengan nama talak, karena talak itu merupakan hak suami dan dia dapat melakukannya meskipun tanpa alasan apa-apa. 8 Dalam prinsipnya al- Qur‟an mengisyaratkan mesti adanya alasan yang cukup bagi suami untuk mentalak istrinya dan menjadikannya sebagai langkah 7 Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan “Hukum Perdata Islam di Indonesia-Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih UU no. 11974 sampai KHI”, h. 224-228. 8 Amir syarifuddin, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan ”, h. 228. 19 terakhir yang tidak dapat dihindari. Alasan-alasan yang mengenai perceraian dapat ditemukan dalam alasan perceraian yang berbentuk fasakh dan dalam pandangan fiqih fasakh terjadi bukan atas kehendak dan permintaan suami. Akan tetapi, dilakukan atas permintaan istri yang ingin bercerai dari suami, dan bahkan dilakukan didepan hakim, dengan syarat memenuhi alasan-alasan yang ditentukan. 9 Perceraian haruslah menjadi suatu jalan terakhir yang diinginkan oleh kedua belah pihak dalam perkawinannya. Perceraian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang ingin bercerai juga harus berdasarkan kepada alasan-alasan diperbolehkannya bercerai menurut Undang-undang dan Kompilasi Hukum Islam serta alasan-alasannya.

C. Akibat Putusnya Perkawinan