Akibat Hukum Fasakh Akibat Khulu’

29 Talak ba‟in kubra sama dengan talak ba‟in sugro, yaitu memutuskan tali perkawinan antara suami dan isteri. Talak ba ‟in kubra tidak menghalalkan bekas suami meruju‟nya kembali bekas isteri, kecuali sesudah ia menikah dengan laki-laki lain dan telah bercerai sesudah dikumpulinya telah bersenggama.

2. Akibat Hukum Fasakh

Pisahnya suami isteri akibat fasakh berbeda dengan yang diakibatkan oleh talak. Sebab, talak ada talak bain dan talak raj‟i. Talak raj‟I tidak mengakhiri ikatan suami dan isteri dengan seketika, sedangkan talak ba‟in mengakhirinya seketika itu juga. Adapun fasakh, baik karena hal-hal yang datang belakangan ataupun karena adanya syarat-syarat yang tidak terpenuhi, maka hal itu mengakhiri ikatan pernikahan seketika itu. Selain itu, pisahnya suami isteri yang diakibatkan talak dapat mengurangi bilangan talak itu sendiri. Jika suami mentalak isterinya dengan talak raj‟i kemudian kembali pada masa „„iddahnya atau akad lagi setelah habis masa „„iddahnya dengan akad baru, maka perbuatan terhitung satu talak, yang berarti ia masih ada kesempatan dua kali untuk mentalak lagi. Sedangkan pisah suami isteri karena fasakh karena khiyar baligh, kemudian kedua suami isteri tersebut menikah dengan akad baru lagi, maka suami tetap mempunyai kesempatan tiga kali talak. 30 Mengenai masa pelaksanaan fasakh, terdapat perbedaan pendapat dika langan ulama. Imam Syafi‟i berkata: “harus menunggu selama tiga hari”, sedangkan Imam Malik mengatakan: “harus menunggu selama satu bulan”, dan Imam Hmbali Mengatakan “harus menunggu selama satu tahun.” 27 Semua itu maksudnya adalah, selama waktu tersebut, laki-laki boleh mengambil keputusan akan bercerai atau memberikan nafkah bila si isteri tidak rela lagi. Kalau isteri mau menunggu dan rela dengan ada belanja dari suaminya, maka tidak perlu di fasakh, sebab nafkah itu adalah haknya.

3. Akibat Khulu’

Khulu‟ yaitu perceraian atas keinginan pihak istri sedangkan suami tidak menghendaki. 28 Akibat khulu‟ ini juga dapat mengurangi jumlah talak dan dapat melakukan ruju‟ kembali. 29 Dalam hal akibat khulu‟, terdapat persoalan apakah perempuan yang menerima khulu‟ dapat diikuti dengan talak atau tidak. Imam malik berpendapat bahwa khulu‟ itu dapat di ikuti dengan talak, kecuali jika pembicaraannya bersambung. Imam hanafi mengatakan bahwa khulu‟ dapat diikuti dengan talak tanpa memisahkan antara penentuan waktunya, yaitu dilakukan dengan segera atau tidak. 27 Tihami, Sohari. “Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap”, h. 314-315. 28 Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan “Hukum Perdata Islam di Indonesia-Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih UU no. 11974 sampai KHI”, h. 232. 29 Tim Redaksi Fokusmedia, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam”, h. 52. 31 Perbedaan pendapat ini terjadi karena golongan pertama berpendapat bahwa „iddah termasuk hukum talak, sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat termasuk hukum nikah. Oleh karena itu, ia tidak membolehkan seseorang menikahi perempuan yang saudara perempuanya masih dalam „„iddah dari talak ba‟in. 30 Khulu‟ dapat dikatakan pula suatu keputusan seorang istri yang menginginkan perceraian, sedangkan seorang suami tetap mempertahankan perkawinannya atau tidak menghendaki adanya perceraian. Walaupun seorang istri telah mengkhulu‟ seorang suaminya, akan tetapi hal tersebut tidak mengurangi jumlah talak yang dimiliki oleh suami.

4. Akibat Sumpah Li’an