Menurut Ulama Fiqih Pengertian Umum Tentang Suami Mafqud

35

BAB III SUAMI GHOIB

MAFQUD MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Umum Tentang Suami Mafqud

1. Menurut Ulama Fiqih

Kata mafqud secara etimologis merupakan isim maf‟ul dari lafadz faqoda-yafqodu-faqdan yang berarti hilang atau menghilangkan sesuatu. 1 Jadi yang dimaksud dengan mafqud dalam konteks ini adalah seorang wanita yang suaminya hilang dan tidak diketahui keadaan serta keberadaannya. Menurut Wahbah Zuhaily, yang dimaksud dengan mafqud adalah orang yang hilang yang tidak diketahui apakah ia masih hidup sehingga bisa dipastikan kedatangannya kembali atau apakah ia sudah mati hingga kuburannya dapat diketahui. 2 Dalam bahasa istilah mafqud bisa diterjemahkan dengan al-ghoib. Kata ini secara etimologis memiliki arti gaib, tiada hadir, bersembunyi, mengumpat. 3 Hilang dalam hal ini terbagi menjadi dua macam, yaitu: 1 Mahmud Yunus “Kamus Arab Indonesia” Jakarta : Yayasan Penyelenggara PentarjamahPenafsir Al- Qur‟an, 1973 h. 642. 2 Wahbah Al-Zuhaily “Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, Juz 7” Beirut : Dar-El Fikr,t,th h.642. 3 Mahmud Yunus “Kamus Arab Indonesia” h.304. 36 a. Hilang yang tidak terputus karena diketahui tempatnya dan ada berita atau informasi tentangnya. b. Hilang yang terputus, yaitu yang sama sekali tidak diketahui keberadaannya serta tidak ditemukan informasi tentangnya. Dari dua definisi diatas, nampak telah jelas bahwa yang dimaksud dengan mafqud disini orang yang meninggalkan keluarganya yang sampai pada saat tertentu keluarganya tidak mengetahui apakah ia masih hidup ataukah sudah meninggal dunia ataukah kabarnya masih tersambung atau akan terputus. Adapun bentuk suami dikatakan hilang antara lain: a. Suami yang hilang diantara keluarganya baik siang ataupun malam. b. Seorang suami yang meninggalkan rumah untuk melaksanakan sholat di masjid tetapi ia tidak kembali. c. Seseorang yang hilang digurun pasir atau padang yang luas. d. Suami yang hilang karena perang. e. Seorang yang mengalami musibah dalam perjalanan, misalnya kapal yang ditumpanginya tenggelam. 4 Setidaknya dari beberapa bentuk di atas dapat disimpulkan menjadi dua kriteria besar. Pertama, seorang yang hilang yang dari awal kepergiannya tidak diketahui kemana dan dimana. Kedua, suami yang kepergiannya diketahui oleh keluarganya istrinya tetapi pada suatu saat tidak diketahui lagi bagaimana keadaannya dan dimana ia sekarang. Para ahli fiqih telah menetapkan haramnya suami meninggalkan istri dalam waktu lebih dari 4 empat bulan. Bahkan, sebagian ahli fikih 4 Muhammad Jawad Mughniyyah, “Al-Ahwal al-Syakhsiyyah” h. 153-154. 37 menetapkan dengan lebih ikhtiyath hati-hati lagi, yakni lebih dari empat malam meskipun hanya sekali saja. Sebagaimana telah diriwayatkan, kata al mudhaja‟ah ditafsirkan dengan tingal bersama istri setelah satu malam dan ditambah sesaat pada waktu paginya. Inilah suatu nas ketentuan, tetapi lebih tepat merupakan usaha perlindungan kepada istri, khususnya pada bagian pertama, yaitu lebih dari empat bulan. Bertolak dari sini, ada beberapa riwayat yang menunjukan bahwa dosa seorang istri dapat dibebankan kepada suaminya bila adanya perbuatan dosa istri sebagai akibat dari perbuatan suami. Efektifitas kebenaran pernyataan untuk memberikan perlindungan ini diperkuat dengan adanya nas yang melarang memberikan pengecualian hak istimewa kepada istri muda. 5 Dalam hal ini mafqud diartikan sebagai seorang yang hilang tanpa kabar akan kepergiannya, tidak diketahui keadaan serta keberadaannya. Mafqud disini pun yaitu orang yang meninggalkan keluarganya yang sampai pada saat tertentu keluarganya tidak mengetahui apakah ia masih hidup ataukah sudah meninggal dunia ataukah kabarnya masih tersambung atau akan terputus.

2. Pandangan Ulama Madzhab Tentang Mafqud