19
terakhir yang tidak dapat dihindari. Alasan-alasan yang mengenai perceraian dapat ditemukan dalam alasan perceraian yang berbentuk fasakh dan dalam
pandangan fiqih fasakh terjadi bukan atas kehendak dan permintaan suami. Akan tetapi, dilakukan atas permintaan istri yang ingin bercerai dari suami, dan bahkan
dilakukan didepan hakim, dengan syarat memenuhi alasan-alasan yang ditentukan.
9
Perceraian haruslah menjadi suatu jalan terakhir yang diinginkan oleh kedua belah pihak dalam perkawinannya. Perceraian yang dilakukan oleh kedua
belah pihak yang ingin bercerai juga harus berdasarkan kepada alasan-alasan diperbolehkannya bercerai menurut Undang-undang dan Kompilasi Hukum Islam
serta alasan-alasannya.
C. Akibat Putusnya Perkawinan
1. Akibat Talak
Secara harfiyah Talak itu berarti lepas dan bebas. Kata Talak berasal dari kata “
قلط -
قلْطي -
ًاقالط “ yang berarti melepaskan atau lepas dari
ikatannya,
10
baik tali yang bersifat kongkrit seperti tali pengikat unta maupun bersifat abstrak seperti tali pengikat perkawinan. Kata Talak merupakan isim
9
Ibid,h. 229.
10
Ahmad Warson Munawwir, “al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia,” t.t.,:t.p., t.th.,, h.
923.
20
masdhar dari kata “ قلط
- قلْطي
- ًقيلطت
“ yang semakna dengan kata “ ْلاسْرإا “ dan “ ك ْرتلا“ yang berarti melepaskan atau meninggalkan.
Dihubungkannya kata talak dalam arti kata ini dengan putusnya perkawinan karena antara suami dan istri sudah lepas hubungannya atau
masing-masing sudah bebas
11
. Dalam mengemukakan arti thalaq secara terminologis kelihatannya ulama mengemukakan rumusan yang berbeda
namun maksudnya sama. Talak menurut istilah
syara‟ dikemukakan oleh para ulama dalam beberapa pengertian, antara lain:
a. Menurut Sayyid Sabiq:
Artinya: “Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami
istri”.
12
b. Menurut Abdurrahman al-Jaziri:
Artinya: “Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi ikatan
pelepasan dengan kata- kata tertentu”.
13
11
Tihami, Sohari. “Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap” Jakarta: Rajawali Press,
2009, hal. 229.
12
Sayyid Sabiq, “Fiqih Sunnah”,Beirut: Darul Fikr, 1983, Cet IV, Jilid II, h. 206.
13
Abdurrahman al- Jaziri, “Al-Fiqh „ala al-Arba‟ah” Mesir: al-Maktabah at-Tijariyyah al-
Kubra, t.th, Jilid IV, h. 278.
21
c. Menurut Abu Zakariya al-Anshari:
Artinya: “Melepaskan tali akad nikah dengan kata Talak dan yang
semacamnya.
14
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan maupun dalam Putusan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang
No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak terdapat pasal yang menjelaskan pengertian perceraian secara khusus, hanya saja dalam pasal 38 Undang-
undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa perceraian merupakan salah satu sebab putusnya perkawinan. Sedangkan
Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 117 menyebutkan Talak adalah ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab
putusnya perkawinan. Talak merupakan hak cerai suami terhadap istrinya apabila ia merasa
sudah tidak dapat lagi mempertahankan perkawinan dan keutuhan rumah tangganya. Talak juga dirumuskan oleh Al-Mahalli yang mewakili definisi
yang diberikan kitab-kitab fiqh terdapat tiga kunci yang menunjukan hakikat dari perceraian yang disebut dengan talak. Pertama,
kata “melepaskan” atau membuka mengandung arti bahwa talak itu melepaskan sesuatu yang selama
ini telah terikat, yaitu ikatan perkawinan. Kedua, kata ikatan perkawinan yang
14
Abu Yahya Zakariya al-Anshari, “Fathul Wahab”, Beirut: Darul Fikri, t.th, Juz II, h. 72.
22
mengandung arti bahwa thalaq itu mengakhiri hubungan perkawinan yang terjadi selama ini. Bila ikatan perkawinan itu memperbolehkan antara suami
dan istri, maka dengan telah dibuka itu hubungan suami dan istri kembali kepada keadaan semula, yaitu haram hukumnya. Ketiga, kata dengan lafaz
“tha-la-qa” sama maksudnya dengan itu mengandung arti bahwa putusnya perkawinan itu melalui suatu ucapan, ucapan yang digunakan itu adalah kata-
kata talak tidak disebut dengan putus perkawinan bila tidak dengan cara pengucapan ucapan tersebut, seperti putus dikarenakan salah satunya
meninggal putus karena kematian.
15
Dalam Kompilasi Hukum Islam pada bab XVII tentang akibat putusnya perkawinan mengenai akibat talak yang tertuang pada pasal 149,
terdapat kewajiban bekas suami untuk menafkahkan mantan istrinya. Kewajiban tersebut antara lain:
a. Memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang
atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al-dukhul. b.
Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba‟in atau nusyuz dan dalam
keadaan tidak hamil. c.
Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separoh apabila qobla al-dukhul.
d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai
umur 21 tahun.
16
15
Tiham., Sohari. “Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap” hal, 229.
16
Tim Redaksi Fokusmedia, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Kompilasi
Hukum Islam”, h. 48.
23
Kata talak sama artinya dengan arti putusnya perkawinan yaitu lepas atau pisahnya ikatan perkawinan antara suami dan istri perceraian. Kata
talak biasa dipergunakan dalam fiqh, dan kata putusnya perkawinan dalam pasal 38 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan
bahwa perceraian merupakan salah satu sebab putusnya perkawinan. 1
Akibat Talak Raj‟i Talak
raj‟i adalah Talak kesatu atau kedua dimana suami berhak ruju‟ selama dalam masa „„iddah.
17
Para ulama mazhab sepakat bahwa yang dinamakan talak raj‟i
adalah talak dimana suami masih memiliki hak untuk kembali kepada istrinya
ruju‟ sepanjang istrinya tersebut masih dalam masa „„iddah, baik istri tersebut bersedia diruju‟ maupun tidak.
18
Talak raj‟i menurut pasal 118 Kompilasi Hukum Islam adalah
talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak untuk ruju‟ selama istri
dalam masa „„iddah.
19
Talak raj‟i tidak melarang mantan suami untuk berkumpul dengan
mantan istrinya, sebab akad perkawinannya tidak menghilangkan hak
17
Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan “Hukum Perdata Islam di Indonesia-Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih UU no. 11974 sampai KHI”, h. 223.
18
Muhammad Jawad Mughniyyah, “Fiqih Lima Mazhab: Ja‟fari, Hanafi. Maliki, Syafi‟ie.
Hambali”. Penerjemah Masykur A.B, dkk, Jakarta: Lentera, 2005, Cet IV, h. 441.
19
Tim Redaksi Fokusmedia, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Kompilasi
Hukum Islam”, h. 39.
24
pemilikan serta tidak mempengaruhi hubungannya yang halal kecuali persetubuhan.
20
Namun sekalipun tidak mengakibatkan perceraian, Talak ini tidak menimbulkan akibat-akibat hukum yang lain, selama masih dalam masa
„iddah istrinya. Segala hukum akibat hukum Talak baru berjalan sesudah habis masa
„„iddah dan jika tidak ada ruju‟. Apabila masa „„iddah telah habis maka tidak boleh
ruju‟. Artinya, Perempuan itu telah berTalak ba‟in. Jika ia menggauli istrinya berarti ia telah ruju‟.
Ruju‟ adalah satu hak bagi laki-laki dalam masa „„iddah. Oleh karena itu, ia tidak boleh membatalkannya sekalipun suami, misalnya,
Berkata: “Tidak ada ruju‟ bagiku” Namun, Sebenarnya ia tetap mempunyai hukum
ruju‟. Didalam firman Allah disebutkan:
2 228
Artinya: “Dan suami-suaminya berhak meruju‟inya dalam masa menanti
itu” QS Al-Baqarah: 228 Ruju‟ merupakan hak suami, maka untuk meruju‟nya suami tidak
perlu saksi, hanya kerelaan mantan istri serta wali. Namun menghadirkan saksi dalam
ruju‟ hukumnya sunnat, karena dikhawatirkan apabila kelak istri akan menyangkal
ruju‟nya suami.
21
20
Tihami, Sohari. “Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap”, h. 307.
21
Ibid, h. 309.
25
Talak raj‟i adalah talak satu atau dua yang diucapkan oleh suami
terhadap istrinya, karena seorang suami boleh melakukan talak terhadap istrinya itu hanya mempunyai dua talak saja dalam agama.
Apabila suami ingin ruju‟, maka ruju‟lah dengan cara yang baik
dan tidak mengungkit-ungkit kesalahan yang lalu, atau apabila bertekad untuk menceraikannya dan telah mempertimbangkan secara seksama
segala konsekuensinya, maka ceraikanlah dengan cara yang baik pula, sebagaimana firman Allah SWT didalam al-
Qur‟an surat al-Baqarah ayat 229:
. . .
2 229
Artinya: “Talak yang dapat dirujuki dua kali. setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara yang maruf atau menceraikan dengan cara yang baik”. QS Al-Baqarah: 229
2 Akibat Talak Ba‟in Sughra
Talak ba‟in sughra ialah memutuskan hubungan perkawinan
antara suami dan isteri setelah kata talak diucapkan, karena ikatan perkawinan telah putus, maka isterinya kembali menjadi orang lain bagi
suaminya. Oleh karena itu, ia tidak boleh bersenang-senang dengan perempuan tersebut, apalagi sampai menyetubuhinya.
Talak ba‟in sughra juga dapat dirumuskan dengan talak ba‟in
yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap istrinya, tetapi tidak
26
menghilangkan kehalalan bekas suami untuk nikah lagi dengan bekas istrinya, baik pada masa
„iddah maupun sesudahnya.
22
Apabila ia baru mentalaknya satu kali, berarti ia masih memiliki sisa dua kali talak setelah
ruju‟ dan jika sudah dua kali talak, maka ia hanya berhak atas satu kali lagi talak setelah
ruju‟. Yang termasuk
talak ba‟in sughra adalah sebagai berikut: a
Talak yang dilakukan suami sebelum menggauli istri. Talak ini tidak memerlukan masa
„iddah, karena tidak ada masa „iddah sebelum istri digauli oleh suami, maka tidak ada kesempatan untuk
ruju‟, sebab ruju‟ hanya dilakukan dalam masa „iddah.
b Talak yang dilakukan istri dengan cara tebusan kepada suaminya atau
yang disebut khulu‟.
c Perceraian yang dilakukan suami istri dengan melalui putusan Hakim
di pengadilan atau disebut dengan fasakh.
23
Talak ba‟in sughra merupakan kata talak yang harus diperhatikan
oleh seorang suami dalam menjatuhkan talak, karena talak tersebut memutuskan hubungan perkawinan antara suami istri, dan istri sudah
menjadi orang lain bagi suaminya.
22
Zurinal. Z dan Aminuddin, “Fiqih Ibadah,” Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, 2008, Cet I, h. 254.
23
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 221-222.
27
3 Akibat Talak Ba‟in Kubra
Hukum talak ba‟in kubra sama dengan talak ba‟in sugro, yaitu
memutuskan tali perkawinan antara suami dan isteri. Tetapi, talak ba ‟in
kubra tidak menghalalkan bekas suami meruju‟nya kembali bekas isteri,
kecuali sesudah ia menikah dengan laki-laki lain dan telah bercerai sesudah dikumpulinya telah bersenggama, tanpa ada niat tahlil.
24
Menurut Sayyuti Thalib yang termasuk talak ba‟in kubra adalah:
a Talak itu berupa talak tiga.
b Perceraian karena li‟an, karena pasangan suami istri tersebut tidak
diperbolehkan kawin lagi untuk selamanya.
25
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 230;
2 230
Artinya: “Kemudian jika si suami menTalaknya sesudah Talak yang
kedua, Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain
itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya bekas suami pertama dan isteri untuk kawin kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang
mau mengetahui.” QS Al-Baqarah: 230
24
Tihami, Sohari. “Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap”, h. 311.
25
Sayyuti Thalib, “Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku Bagi Umat Islam”,Jakarta: UI
Press, 1998 Cet V, h. 103-104.
28
Perempuan yang menjalani „„iddah talak ba‟in, jika ia tidak hamil,
hanya berhak memperoleh tempat tinggal rumah, lain tidak. Tetapi, jika ia hamil maka ia juga berhak mendapatkan nafkah. Dalam Al-
Qur‟an ditegaskan: QS ath-Thalaq : 65;6 :
…
65 6
Artinya: “Tempatkanlah mereka para isteri di mana kamu bertempat
tinggal menurut
kemampuanmu dan
janganlah kamu
menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka. dan jika mereka isteri-isteri yang sudah diTalak itu sedang hamil,
Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin
, ….” QS at-Thalaq: 65
Para ulama sepakat apabila seorang suami melakukan talak dengan talak tiga, maka suami sudah tidak boleh kembali lagi terhadap istrinya
sampai istri melakukan perkawinan terlebih dahulu dengan laki-laki yang lain selayaknya suami istri pada umumnya. Imamiyah dan Maliki
mensyaratkan yang menjadi suami kedua muhalil adalah laki-laki dewasa bukan laki-
laki yang belum dewasa, sedangkan menurut Syafi‟i dan Hanafi laki-laki yang menjadi suami kedua muhalil boleh laki-laki
yang belum cukup umur atau dewasa asalkan cukup bila melakukan hubungan suami istri.
26
26
Mughniyyah, “Fiqih Lima Mazhab, h.453.
29
Talak ba‟in kubra sama dengan talak ba‟in sugro, yaitu
memutuskan tali perkawinan antara suami dan isteri. Talak ba ‟in kubra
tidak menghalalkan bekas suami meruju‟nya kembali bekas isteri, kecuali
sesudah ia menikah dengan laki-laki lain dan telah bercerai sesudah dikumpulinya telah bersenggama.
2. Akibat Hukum Fasakh