Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Teori Kerangka Konsep

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimanakah gambaran audiologi pada penderita Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012-2014?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

 Untuk mengetahui gambaran audiologi pada penderita Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012-2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

 Untuk mengetahui sebaran tipe Otitis Media Supuratif Kronik pada penderita Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012- 2014.  Untuk mengetahui sebaran derajat ketulian pada penderita Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012-2014.  Untuk mengetahui sebaran tipe ketulian pada penderita Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012-2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi peneliti

 Dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapat selama mengikuti pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.  Menambah pengalaman melakukan penelitian terutama dalam bidang kesehatan.

1.4.2 Manfaat bagi instansi terkait

 Dapat diketahui bagaimana gambaran audiologi pada penderita Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012-2014.  Penelitian ini dapat menjadi data dasar khususnya di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012-2014. 1.4.3 Manfaat bagi masyarakat  Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gangguan pendengaran pada penderita Otitis Media Supuratif Kronik. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Anatomi Telinga Tengah

Telinga merupakan organ pendengaran dan juga keseimbangan. Telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah atau cavum timpani dan telinga dalam atau labyrinthus. 1,9

2.1.1.1 Membran Timpani

Membran timpani atau gendang telinga adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara, berbentuk bulat dengan diameter kurang lebih 1 cm. Terletak miring, menghadap kebawah, depan dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral, pada bagian dasar cekungannya terdapat lekukan kecil yang disebut umbo. Pada bagian pinggirnya tebal dan melekat didalam alur dalam tulang. Alur itu adalah saculus tympanicus, bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi – sisi incisura berjalan dua plica, plica malearis anterior dan posterior. Daerah segitiga kecil pada membran timpani yang dibatasi oleh plica – plica disebut pars flaccida. Bagian lainnya disebut pars tensa. 7,9 Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium, yang disebabkan oleh lengkungan pertama cochlea yang berada dibawahnya. Bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas sampai melalui batas membran timpani. Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis dibagian luar, lapisan fibrosa dibagian tengah dimana tangkai maleus diletakkan, dan lapisan mukosa pada bagian dalam. Membran timpani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi olen n. auriculotemporalis dan ramus auricularis n. vagus. 7,9 Gambar 2.1. Bagian Telinga Luar dan Tengah Kanan

2.1.1.2 Telinga Tengah

Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis Gambar 2.2 yang dilapisi oleh membrana mucosa. Ruang ini berisi tulang – tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani gendang telinga ke perilympha telinga dalam. Cavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharynx melalui tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoideum. 9 Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding lateral, dinding medial. 9 Gambar 2.2. Telinga Dalam dan Tulang – Tulang Pendengaran Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang disebut tegmen tympani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis Gambar 2.2 dan 2.3. Lempeng ini memisahkan temporalis otak di dalam fossa cranii media. Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang disebelah superolateral menjadi sinus sigmodeus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan cavum tympani dari bulbus superior V. jugularis interna Gambar 2.3. 7,9 Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan cavum timpani dari a. carotis interna Gambar 2.3. Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak lebih bawah menuju tuba auditiva. Dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untum m. tensor timpani Gambar 2.2. Septum tulang tipis, yang memisahkan saluran – saluran ini diperpanjang ke belakang pada dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. 7,9 Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media. Pada bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu aditus ad antrum tulang mastoid dan dibawahnya adalah saraf fasialis Gambar 2.2 dan 2.3. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil, disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m.stapeidus. 7,9

2.1.1.3 Tuba Eustachius

Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani. 7 Ketika tekanan seimbang, membran timpani bergetar secara bebas sebagai gelombang suara. Jika tekanan tidak menyamakan kedudukan, rasa sakit ditelinga, dan vertigo bisa terjadi. Tabung pendengaran juga merupakan rute untuk patogen untuk melakukan perjalanan dari hidung dan tenggorokan ke telinga tengah, menyebabkan berbagai infeksi umum pada telinga. 10 Bagian lateral tuba eustachius adalah tulang, sedangkan dua pertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. 7 Tuba Biasanya tertutup, dapat membuka ketika kita menelan dan menguap sehingga memungkinkan udara masuk atau meninggalkan telinga tengah sampai tekanan di telinga tengah sama dengan tekanan atmosfer. 10 Gambar 2.3. Dinding Lateral dan Medial Cavum Timpani

2.1.1.4 Ossicula Auditus Tulang – Tulang Pendengaran

Ossicula auditus adalah malleus, incus, dan stapes Gambar 2.2 dan 2.3. Maleus merupakan tulang pendengaran terbesar dan terdiri atas caput, collum, processus longum atau manurium, sebuah processus anterior dan processus lateralis. Caput mallei berbentuk bulat dan bersendi di posterior dengan incus. Collum mallei adalah bagian dibawah caput. Manubrium mallei berjalan ke bawah dan belakang dan melekat dengan permukaan medial membran timpani. Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis berbentuk bulat dan besrsendi anterior dengan caput mallei. Crus longum berjalan ke bawah dibelakang dan sejajar dengan manubrium mallei. Sedangkan crus breve menonjol ke belakang dan diletakkan pada dinding posterior cavum timpani. 9 Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan dan juga sebuah basis. Caput stapedis kecil dan bersendi. Sedangkan collum berukuran sempit dan merupakan tempat insersio m.stapedius. Kedua lengan melekat pada basis yang lonjong. Pinggir basis diletakkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa yang disebut ligamentum annulare. 9

2.1.2 Fisiologi telinga

Fungsi telinga sebagai alat pendengaran adalah menangkap dan mendengar bunyi-bunyi yang datang dari eksternal, dan sebagai alat keseimbangan. Bunyi yang datang berupa gelombang atau getaran dihantarkan udara ditangkap oleh daun telinga. Getaran tersebut masuk ke meatus akustikus eksternus dan menggerakkan membran timpani, gelombang tersebut diteruskan ke telinga tengah melalui tulang-tulang pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah dimaplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membrane basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi streosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius atau saraf pendengaran yang melekat padanya. Lalu disinilah gelombang suara mekanis diubah mejadi energi elektrokimia agar dapat ditansmisikan melalui saraf kranialis VIII, dilanjutkan ke nucleus auditorius, sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis. 1,7,5

2.1.3 Otitis Media Supuratif Kronik

Otitis media supuratif kronik OMSK adalah infeksi kronik telinga tengah dan rongga mastoid disertai perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer, kental, benting atau berupa nanah. 1,3 OMSK dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna tipe aman dan OMSK tipe maligna tipe bahaya. Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar, bisa dikenal juga sebagai OMSK aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif disertai sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang adalah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering. 1,3

2.1.3.1 Tanda dan Gejala

OMSK berati adanya pengeluaran sekret dari telinga. Umunya otorrhe pada OMSK bersifat purulen kental, putih atau mukoid seperti air dan encer tergantung stadium peradangannya. Sekret yang mukus diakibatkan oleh aktivasi kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu – abu kotor memberi kesan kolesteatoma. 7 Pada penelitian yang dilakukan oleh U Nnebe-agumadu, et al 2011 didapatkan hasil Pseudomonas sebesar 57,4, Klebsiella 16,4, dan spesies Proteus 11,5. 11 2.1.3.1.1 OMSK Tipe Benigna Gejalanya bisa berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten. Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid ada setelah satu atau dua kali pengobatan local bau busuk berkurang. Gangguan pendengaran konduktif selalu didapatkan pada pasien dengan derajat ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit. 1,7 Perforasi membrane timpani sentral sering ditemukan berbentuk seperti ginjal, tapi selalu meninggalkan sisa pada bagian tepinya. Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa, sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi dari membrane mukosa dapat tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang disertai polip tetapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat. Cairan mukus yang tidak terlalu bau dari perforasi tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani merupakan diagnosa khas pada OMSK benigna. 1,7 2.1.3.1.2 OMSK Tipe Maligna Dengan Kolesteatoma Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih mengkilat. 1,7 Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom. 1,7 Kolesteatoma merupakan suatu kista epitel yang berisi deskuamasi dari epitel. Deskuamasi ini terbentuk terus menerus sehingga menumpuk dan kolesteatoma bertambah besar. Bebrapa teori tentang patogenesis yang dikemukakan oleh para ahli yaitu teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Kolesteatoma ini merupakan media yang baik untuk bertumbuhnya kuman, dan yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas. Masa kolesteatoma akan menekan dan mendesak organ yang berada disekitarnya serta dapat menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Proses nekrosis terhadap tulang yang akan mempermudah terjadinya komplikasi berupa labirinitis, meningitis dan abses otak. 1,7 Dengan demikian, OMSK maligna dapat ditegakkan melalui anamnesis berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan THT terutama pemerilksaan otoskopi untuk melihat letak perforasi dan ada atau tidaknya kolesteatoma. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Apabila diperlukan, maka pemeriksaan penunjang dapat dilakukan. 1

2.1.3.2 Faktor risiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu ASI atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain. Faktor risiko OMSK antara lain lingkungan, genetik, otitis media sebelumnya, infeksi saluran nafas atas, autoimun, alergi, gangguan fungsi tuba eustachius. 12 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK adalah infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut, obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi, beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel, pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi. Sedangkan beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK bisa karena terapi yang lambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah atau higiene buruk. 1

2.1.3.3 Patogenesis

OMSK hampir selalu timbul sebagai kelanjutan dari infeksi akut yang berulang. Diawali dengan inflamasi pada mukosa telinga tengah. Respon inflamasi menyebabkan edema mukosa. Sumbatan tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari Otitis Media. Karena fungsi tuba eustachius terganggu, maka pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu, sehinga kuman masuk kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Proses peradangan yang berlangsung akan menyebabkan ulserasi mukosa dan bila terbentuk pus maka akan terperangkap didalam kantong mukosa telinga tengah. Kerusakan epitel sehingga menghasilkan jaringan granulasi yang dapat terus berlanjut, menyebabkan kerusakan tulang di sekitarnya dan akhirnya menyebabkan berbagai komplikasi pada OMSK. Infeksi yang terjadi juga bisa berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadilah inflamasi. Walaupun belum terbukti, diduga bakteri anaerob dengan bakteri aerob pada OMSK akan meningkatkan virulensi infeksi ketika kedua jenis bakteri tersebut berkembang ditelinga tengah. 1 Dengan perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Pada primary acquired cholesteatoma tidak ditemukan riwayat penyakit otitis media atau perforasi membran timpani sebelumnya. Kolesteatom ini timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat disfungsi tuba. Sedangkan pada secondary acquired cholesteatoma, kolesteatom yang terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah atau terjadi akibat metaplasi mukosa cavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama. 1

2.1.3.4 Letak perforasi

Letak perforasi membran timpani penting untuk menentukan tipe OMSK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan didaerah sentral, marginal atau atik. Oleh karena itu disebut perforasi sentral, marginal atau atik. Pada perforasi sentral terdapat di pars tensa, bisa anterior- inferior, posterior-inferior dan posterior-superrior, kadang su total, tetapi diseluruh tepi perforasi masih ada sisa membran timpani. Perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sakulus timpanikum. Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi pada pinggir posterior-superior berhubungan dengan kolesteatom. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total Sedangkan perforasi atik adalah perforasi yang letaknya di pars flaksida. 1

2.1.3.5 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi OMSK mulai dari gangguan pendengaran yang ringan sampai yang mengancam seperti infeksi intrakranial. komplikasi Intratemporal termasuk kelumpuhan saraf wajah, labyrinthitis, fistula labirin, mastoiditis, subperiosteal abses, fistula postauricular, dan petrositis. Jika infeksi menyebar di luar batas-batas tulang temporal, komplikasi intrakranial seperti abses epidural, subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, dan abses otak dapat terjadi. 13 OMSK tipe benigna tidak menyerang tulang, sehingga jarang menimbulkan komplikasi. Tapi jika tidak mencegah invasi organisme baru dari nasofaring, maka dapat menjadi superimpose Otitis Media Supuratif Akut Eksaserbsi akut dapat menimbulkan komplikasi dengan terjadinya tromboplebitis vaskuler. 1,7 Komplilasi sering terjadi pada OMSK tipe maligna karena adanya kolesteatom. Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa : 1,7 1. Erosi canalis semisirkularis 2. Erosi canalis tulang 3. Erosi segmen timpani dan abses ekstradural 4. Erosi pada permukaan lateral mastoid dengan timbulnya abses subperiosteal 5. Erosi pada sinus sigmoid Menurut hasil penelitian Hasniah et al 2013 9 , distribusi penyakit OMSK berdasarkan komplikasi tersering didapatkan komplikasi terbanyak adalah erosi tulang, sedangkan komplikasi terkecil adalah tuli saraf. Pencetus terjadinya komplikasi ini otitis adalah infeksi saluran pernaasan atas ISPA. Akibatnya terjadi sumbatan tuba eustachius.

2.1.4 Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran mungkin ringan ataupun sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun adanya kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 dB. 10 Gangguan pendengaran dapat mempengaruhi satu telinga saja unilateral atau mempengaruhi dua telinga bilateral. Gangguan pendengaran akibat lingkungan seperti kebisingan, kimia dan penuaan umumnya terjadi secara bilateral dan simetris. Gangguan pendengaran akibat infeksi, gondok dan tumor akustik biasanya unilateral dan asimetris. 16 Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin foramen rotundum atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea. 10 Gangguan pendengaran pada telinga, baik telinga luar, telinga tengah maupun telinga dalam, dapat menyebabkan ketulian. Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campur. Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif. Sedangkan gangguan pada telinga dalam dapat menyebabkan tuli sensorineural. 1 Dari hasil penelitian Lasisi AO1 et al 2011 11 prevalensi gangguan pendengaran pada OMSK tipe konduktif sebesar 82 dan sensorineural 18. 1. Tuli konduktif Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantara melalui udara yang disebabkan oleh penyakit atau kelainan ditelinga luar atau telinga tengah, seperti serumen, sumbatan tuba Eustachius, radang telinga tengah, benda asing ditelinga, tumor jinak. 1,10 Gangguan pendengaran konduktif karena infeksi akut biasanya diobati dengan obat antibiotik atau antijamur. Infeksi kronis telinga, cairan tengah kronis, dan tumor biasanya memerlukan operasi. Pada gangguan pendengaran konduktif akibat kongenital atau kegagalan saluran telinga untuk terbuka pada saat lahir, malformasi, atau disfungsi struktur telinga tengah, yang semuanya mungkin dapat dikoreksi melalui pembedahan. Jika dengan pembedahan tidak berhasil, maka sebagai alternatif dapat diperbaiki menggunakan amplifikasi dengan alat bantu dengar, atau pembedahan implant, osseointegrasi misalnya, Baha atau Ponto System, atau alat bantu dengar konvensional, tergantung pada status dari saraf pendengaran pasien. 10 2. Tuli sensorineural Tuli sensorineural merupakan gangguan pendengaran akibat kelainan yang bisa terdapat pada telinga bagian dalam, trauma kepala atau perubahan mendadak dalam tekanan udara seperti di pesawat, bisa juga dipusat pendengaran itu sendiri atau saraf pendengaran sehingga dikenal juga sebagai gangguan pendengaran saraf. 1,10 Gangguan pendengaran sensorineural dapat disebabkan oleh trauma akustik atau paparan terhadap suara keras yang berlebihan. Untuk mengurangi pembengkakan dan peradangan pada sel rambut koklea dan untuk memperbaiki struktur telinga bagian dalam yang terluka, sebagai terapi medis dapat diberikan kortikosteroid. Begitu juga dengan gangguan pendengaran sensorineural akibat autoimun diberikan kortikoseroid jangka panjang. Gangguan pendengaran sensorineural dapat terjadi akibat trauma kepala atau perubahan mendadak dalam tekanan udara seperti di pesawat, yang dapat menyebabkan cairan telinga bagian dalam pecah atau mengalami kebocoran, dapat dilakukan operasi. Bentuk paling umum dari gangguan pendengaran, dapat dikelola dengan alat bantu dengar. Ketika alat bantu dengar tidak cukup, dapat diobati dengan pembedahan implan koklea. 10 3. Tuli campuran Pada tuli campur, mengacu pada kombinasi dari tuli konduktif dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada telinga luar atau telinga tengah dan telinga dalam koklea atau saraf pendengaran. Misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga bagian dalam. 1,10 Audiolog Mark Ross, Ph.D. mengatakan, dalam gangguan pendengaran campuran, menganjurkan untuk mengurus komponen konduktif terlebih dahulu, karena ada saat – saat ketika penambahan komponen konduktif membuat pasien akan mendengar lebih baik. Sedangkan komponen sensorineural, dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran pada frekuensi yang lebih tinggi. 10 2.1.5 Pemeriksaan Pendengaran 2.1.5.1 Tes penala Penala terdiri dari 5 buah dengan frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz. Secara fisiologi, telinga dapat mendengar nada antara 20 – 18.000 Hz. Pada pendengaran sehari – hari paling efektif biasanya antara 500 – 2000 Hz. Maka dari itu, untuk pemeriksaan pendengaran biasanya dipakai garputala 512 Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz. Terdapat berbagai macam tes penala, seperti tes Rinne, tes weber, tes Swabach, tes Bing dan tes Stenger. 1,7 Tes Rinne untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang akan diperiksa. Penala digetarkan dan diletakkan di prosessus mastoid, setelah tidak terdengar, selanjutnya penala di pindahkan di depan telinga. Bila masih terdengar, tes Rinne postitif, bila sudah tidak terdengar, maka tes Rinne negatif. 1,7 Tes Weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Penala digetarkan dan diletakkan di garis tengah kepala dahi, pangkal hidung, ditengah – tengah gigi seri atau dagu. Bila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga, maka disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila bunyi tidak dapat terdengar, maka disebut Weber tidak ada lateralisasi. 1,7 Tes Swabach adalah membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Penala digetarkan dan diletakkan pada prosessus mastoid sampai bunyi tidak terdengar lagi. Lalu penala dipindahkan pada prosessus mastoid telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Jika pemeriksa masih bisa mendengar, maka Swabach disebut memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara yang sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosessus mastoid pemeriksa terlebih dahulu. Jika pasien masih bisa mendengar bunyi tersebut, maka Swabach disebut memanjang dan jika pasien dengan pemeriksa sama – sama mendengar, maka Swabach disebut sama dengan pemeriksa. 1,7 Tabel 2.1 Hasil Tes Penala 1 Tes Rinne Tes Weber Tes Swabach Diagnosis Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit Memanjang Tuli konduktif Postitif Lateralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineural

2.1.5.2 Audiometri Nada Murni

Audiometri nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan bunyi yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan nada, maka dari itu disebut nada “murni”. Pada pemeriksaan ini perlu diperhatikan seperti nada murni, bising NB narrow band dan WN white noise, frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol audiometrik, standar ISO, ASA, notasi pada audiogram, jenis dan derajat ketulian, gap dan masking. 1 Menurut hasil penelitian Azevedo et al 2007 8 , pada penderita OMSK didapatkan ambang rata-rata pendengaran adalah 40 dB ditelinga yang sakit dan 22 dB pada telinga yang normal. Sedangkan dalam penelitian Kolo 2011 12 ambang rata – rata bone conduction di telinga yang sakit adalah 39,07 dB dan 10.26 dB di telinga yang terkontrol. Berdasarkan audiogram, kita dapat melihat apakah pendengaran normal atau tuli. Dalam menentukan derajat ketulian yang dihitung hanya ambang dengar dari hantaran udaranya atau air conduction nya saja. Derajat ketulian berdasarkan ISO. 1 – 25 dB : Normal 25 – 40 dB : Tuli ringan 40 – 55 dB : Tuli sedang 55 – 70 dB : Tuli sedang berat 70 – 90 dB : Tuli berat 90 dB : Tuli sangat berat Sering kali seseorang memiliki derajat gangguan pendengaran yang berbeda pada frekuensi yang berbeda. Misalnya pada pendengaran yang normal dalam frekuensi yang rendah, secara bertahap sensitivitas memburuk di frekuensi tinggi. Hal ini terkait dengan usia dan kebisingan. Berdasarkan The American Speech-Language Hearing Association, klasfikasi ambang pendengaran rata – rata pada 1000 Hz, 2000 Hz, 3000 Hz dan 4000 Hz. Atau lainnya 500 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz. 16

2.2 Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep

Faktor risiko: 1. Gangguan fungsi tuba 2. ISPA 3. Alergi 4. Lingkungan 5. Sosial ekonomi 6. Otitis Media sebelumnya Pemeriksaan audiologi Jenis tuli: 1. Tuli konduktif 2. Tuli sensorineural 3. Tuli campur Otitis Media Supuratif Kronik OMSK Benigna OMSK Maligna Disfungsi tuba eustachius, inflamasi Retraksi membran timpani kronik Perforasi sentral Terbentuk kantong membran timpani Terbentuk kolesteatoma Terisi deskuamasi sel keratin Perforasi marginalatik Pada mukosa, tidak mengenai tulang Jenis ketulian Otitis Media Supuratif Kronik OMSK Tipe OMSK Gambaran Audiologi Derajat ketulian

2.4 Definisi Operasional