digetarkan dan diletakkan pada prosessus mastoid sampai bunyi tidak terdengar lagi. Lalu penala dipindahkan pada prosessus mastoid telinga
pemeriksa yang pendengarannya normal. Jika pemeriksa masih bisa mendengar, maka Swabach disebut memendek, bila pemeriksa tidak
dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara yang sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosessus mastoid pemeriksa terlebih
dahulu. Jika pasien masih bisa mendengar bunyi tersebut, maka Swabach disebut memanjang dan jika pasien dengan pemeriksa sama
– sama mendengar, maka Swabach disebut sama dengan pemeriksa.
1,7
Tabel 2.1 Hasil Tes Penala
1
Tes Rinne
Tes Weber Tes Swabach
Diagnosis
Positif Tidak ada
lateralisasi Sama dengan
pemeriksa Normal
Negatif Lateralisasi
ke telinga yang sakit
Memanjang Tuli
konduktif
Postitif Lateralisasi
ke telinga yang sehat
Memendek Tuli
sensorineural
2.1.5.2 Audiometri Nada Murni
Audiometri nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan bunyi yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada
kelebihan nada, maka dari itu disebut nada “murni”. Pada pemeriksaan ini perlu diperhatikan seperti nada murni, bising NB narrow band dan WN
white noise, frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol audiometrik, standar ISO, ASA, notasi pada audiogram, jenis dan derajat
ketulian, gap dan masking.
1
Menurut hasil penelitian Azevedo et al
2007
8
, pada penderita OMSK didapatkan ambang rata-rata pendengaran adalah 40 dB ditelinga yang sakit dan 22 dB pada telinga
yang normal. Sedangkan dalam penelitian Kolo 2011
12
ambang rata –
rata bone conduction di telinga yang sakit adalah 39,07 dB dan 10.26 dB di telinga yang terkontrol. Berdasarkan audiogram, kita dapat melihat
apakah pendengaran normal atau tuli. Dalam menentukan derajat ketulian yang dihitung hanya ambang dengar dari hantaran udaranya atau air
conduction nya saja. Derajat ketulian berdasarkan ISO.
1
– 25 dB : Normal 25
– 40 dB : Tuli ringan 40
– 55 dB : Tuli sedang 55
– 70 dB : Tuli sedang berat 70
– 90 dB : Tuli berat 90 dB : Tuli sangat berat
Sering kali seseorang memiliki derajat gangguan pendengaran yang berbeda pada frekuensi yang berbeda. Misalnya pada pendengaran yang
normal dalam frekuensi yang rendah, secara bertahap sensitivitas memburuk di frekuensi tinggi. Hal ini terkait dengan usia dan kebisingan.
Berdasarkan The American Speech-Language Hearing Association, klasfikasi ambang pendengaran rata
– rata pada 1000 Hz, 2000 Hz, 3000 Hz dan 4000 Hz. Atau lainnya 500 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz.
16
2.2 Kerangka Teori
2.3 Kerangka Konsep
Faktor risiko: 1.
Gangguan fungsi tuba
2. ISPA
3. Alergi
4. Lingkungan
5. Sosial
ekonomi 6.
Otitis Media sebelumnya
Pemeriksaan audiologi
Jenis tuli: 1.
Tuli konduktif 2.
Tuli sensorineural
3. Tuli campur
Otitis Media Supuratif
Kronik
OMSK Benigna
OMSK Maligna
Disfungsi tuba eustachius,
inflamasi
Retraksi membran
timpani kronik Perforasi
sentral
Terbentuk kantong membran
timpani
Terbentuk kolesteatoma
Terisi deskuamasi sel
keratin Perforasi
marginalatik Pada mukosa,
tidak mengenai
tulang
Jenis ketulian Otitis Media
Supuratif Kronik OMSK
Tipe OMSK Gambaran
Audiologi
Derajat ketulian