Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Pulau Ternate

(1)

RINGKASAN

FADILA TAMNGE. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Pulau Ternate. Dibimbing Oleh YENI ARYATI MULYANI dan ANI MARDIASTUTI.

Pulau Ternate yang tercatat sebagai kawasan Endemic Bird Area (EBA) dengan nomor ID 171 (Chan et al. 2004) memiliki beberapa tipe habitat diantaranya hutan pantai, mangrove, hutan primer, kebun campuran tua, danau, permukiman, dan Ruang Terbuka Hijau yang dapat dikembangkan sebagai kantong-kantong atau habitat burung. Ketersediaan tipe habitat yang beraneka ragam akan mempengaruhi tinggi rendahnya keanekaragaman jenis burung yang ada pada suatu lokasi. Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) mendeskripsikan habitat burung, (2) mengidentifikasi keanekaragaman jenis burung, dan (3) mengidentifikasi komposisi guild burung. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan data atau informasi sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam pengembangan Kota Ternate.

Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat (kebun campuran tua, hutan pantai, danau, permukiman, dan Ruang Terbuka Hijau) di Pulau Ternate pada bulan Januari-Februari 2012. Kondisi vegetasi dan habitat digambarkan menggunakan data kualitatif yang dikumpulkan secara langsung, pengumpulan data burung menggunakan metode IPA, dan pengelompokkan guild merujuk pada Faaborg (1988) dan Coates dan Bishop (1997). Analisis data profil habitat dan guild dilakukan secara deskriptif, sedangkan analisis keanekaragaman jenis burung menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan indeks kesamaan komunitas burung.

Tercatat 51 jenis burung dari 17 suku yang ditemukan di Pulau Ternate. Terdapat 11 jenis burung yang tidak ditemukan serta 22 jenis baru jika dibandingkan dengan hasil Widodo et al. (2011). Keanekaragaman jenis burung tertinggi ditemukan di habitat danau, sedangkan habitat RTH merupakan habitat dengan keanekaragaman jenis burung terendah. Habitat dengan nilai H’ tertinggi yaitu habitat danau (H’=2,56) sedangkan yang terendah yaitu habitat RTH (H’=0,89). Habitat dengan nilai E tertinggi yaitu permukiman (E=0,76), sedangkan yang terendah yaitu habitat RTH (E=0,43). Habitat dengan kesamaan komunitas burung tertinggi adalah permukiman dan RTH (IS=0,54) yang dipengaruhi oleh keberadaan jenis vegetasi dan kesamaan karakteristik habitat. Guild tertinggi berdasarkan jumlah jenis dan individu burung yaitu dari kelompok pemakan serangga sedangkan guild dengan jumlah jenis dan individu burung terendah yaitu dari kelompok grup burung lain. Ada beberapa kebijakan dalam pengelolaan yang dapat diimplementasikan, yaitu (1) mempertahankan habitat bagi berbagai jenis burung, (2) penanaman jenis-jenis vegetasi yang digemari oleh burung, (3) monitoring berkala, dan (4) pengembangan kegiatan berbasis lingkungan hidup.


(2)

ABSTRACT

FADILA TAMNGE. Birds Diversity at Several Habitat in Ternate Island. Under Supervision of YENI ARYATI MULYANI and ANI MARDIASTUTI.

Ternate Island is a small island that has not been studied intensively for it bird community. The objectives of this research were (1) to describe the habitat of birds, (2) to examine bird diversity, and (3) to examine guild composition. The research was conducted at five habitats (mix planting, coastal forest, lake area, residential area, and open spaces (OS)) in January- February 2012. A descriptive analysis was used to describe the habitat profile and guild, whilst bird diversity was analyzed using Shannon-Wienner diversity index and Jaccard index of similarity. A total of 51 bird species from 17 families was recorded. The highest diversity was in the lake area (H’= 2,56) and the lowest diversity was in OS (H’= 0,89). The highest similarity index was between residential area and OS (IS= 0,54). The most dominant guild was insectivores and the most dominant bird was Passer montanus. Recommended management implication are: (1) provide and maintain bird habitat, (2) planting a favourite vegetation for birds, (3) intensive monitoring, and (4) develop an environmental education programs.


(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Burung merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang memiliki nilai tinggi, baik ditinjau dari segi ekologi, ilmu pengetahuan, ekonomis, rekreasi, seni, dan kebudayaan. Burung perlu dilestarikan karena mempunyai manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, diantaranya (1) mengendalikan serangan hama, (2) membantu proses penyerbukan, (3) memiliki nilai ekonomi, (4) memiliki suara yang dapat menimbulkan suasana menyenangkan, (5) sebagai atraksi rekreasi, (6) merupakan sumber plasma nutfah, dan (7) sebagai objek untuk pendidikan dan penelitian (Hernowo 1989). Miller (2010) menyatakan bahwa burung berfungsi sebagai komponen integral dan sangat signifikan bagi ekosistem di seluruh dunia. Penelitian terhadap burung sangat penting karena burung juga merupakan indikator yang sangat baik untuk kesehatan lingkungan dan nilai keanekaragaman hayati lainnya (Rombang & Rudyanto 1999). Mengingat peranan burung yang demikian besar bagi manusia dan ekosistem maka kehadiran burung dalam suatu ekosistem perlu dipertahankan (Arumasari 1989).

Burung dapat hidup di berbagai tipe habitat. Berdasarkan tipe habitatnya, burung dapat dikelompokkan ke dalam burung perkotaan, daerah perkampungan, persawahan, padang rumput dan semak belukar, danau/rawa, daerah tepi sungai, daerah padang terbuka, hutan, hutan pegunungan, dan dataran tinggi (di atas 300 mdpl) (Ontario et al. 1991). Keanekaragaman habitat tersebut merupakan faktor penting yang berperan sebagai penyedia sumber makanan, tempat berlindung, tempat beristirahat, dan tempat bersarang bagi burung. Keberhasilan burung untuk hidup di suatu habitat ditentukan oleh keberhasilannya dalam memilih dan menciptakan relung khusus bagi dirinya. Keadaan ini tercipta melalui proses seleksi lingkungan dalam waktu yang panjang (Peterson 1980).

Pulau Ternate yang tercatat sebagai kawasan Endemic Bird Area (EBA) dengan nomor ID 171 (Chan et al. 2004) memiliki beberapa tipe habitat misalnya hutan pantai, mangrove, hutan primer, kebun campuran tua, danau, permukiman, dan


(4)

ruang terbuka hijau (RTH) yang dapat dikembangkan sebagai habitat burung. Seiring dengan lajunya pertumbuhan penduduk di perkotaan berbagai jenis burung terancam kepunahan. Areal-areal bervegetasi yang merupakan habitat burung diubah menjadi wilayah permukiman, pertanian, dan industri. Oleh karena itu, dibutuhkan pembinaan habitat burung yang dapat memadukan kepentingan manusia dengan keperluan burung. Berdasarkan peranan tumbuhan dalam membentuk populasi dan penyebaran burung, usaha-usaha pengelolaan habitat burung di daerah perkotaan sebaiknya dilakukan melalui pengaturan ruang terbuka hijau.

Perbedaan kondisi habitat akan berpengaruh terhadap keanekaragaman dan komposisi jenis burung. Data dan informasi yang tersedia dari Widodo (2011) tentang kajian ekologi burung pada tiga tipe habitat yaitu untuk mengetahui indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman burung di Pulau Ternate. Data lain yaitu hasil survei Burung Indonesia selama periode Januari 2011 - Februari 2012 yang dilakukan pada lima tipe habitat hanya untuk mengetahui daftar jenis burung tanpa menghitung keanekaragaman dan kelimpahan burung di Pulau Ternate. Penelitian ini dilakukan pada lima tipe habitat yang bertujuan untuk mengetahui nilai keanekaragaman dan pengaruh tutupan tajuk terhadap komposisi burung. Inventarisasi burung secara berkala dan terarah diperlukan sebagai bahan pertimbangan pemerintah Kota Ternate terkait pembangunan dan pengembangan kota.

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan habitat burung pada lima tipe habitat di Pulau Ternate, yaitu habitat kebun campuran tua, hutan pantai, danau, permukiman, dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

2. Mengidentifikasi keanekaragaman jenis burung pada lima tipe habitat tersebut. 3. Mengidentifikasi komposisi guild burung pada lima tipe habitat tersebut.


(5)

1.3Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi mengenai potensi keanekaragaman jenis burung di Pulau Ternate sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kota dalam pengembangan Kota Ternate.


(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Burung

Secara umum, habitat satwa didefinisikan sebagai tempat hidup satwa. Habitat satwa harus dapat menyediakan keperluan dasar bagi satwa yaitu pakan, air, dan pelindung (Morrison et al. 1992). Habitat merupakan hasil interaksi antara berbagai komponen seperti komponen fisik dan komponen biologis (Alikodra 2002). Habitat yang baik akan mendukung perkembangbiakan organisme yang hidup di dalamnya secara normal. Bailey (1984) menyatakan bahwa kelengkapan habitat terdiri dari berbagai jenis termasuk makanan, perlindungan dan faktor lain yang diperlukan oleh jenis satwa untuk bertahan hidup. Beberapa faktor yang menentukan keberadaan burung adalah ketersediaan makanan, tempat untuk beristirahat, bermain, berkembang biak, bersarang, bertengger, dan berlindung. Untuk hidup di dalam suatu habitat, burung memerlukan syarat-syarat tertentu seperti kondisi habitat yang cocok, baik, dan aman dari segala gangguan (Ontario et al. 1991).

Hubungan antara habitat dengan satwaliar dapat terlihat pada sketsa profil vegetasi. Komposisi dari suatu profil habitat sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan tentang suatu hubungan antara derajat kelimpahan satwaliar dengan tipe habitatnya (Alikodra 2002).

2.2 Keanekaragaman Jenis Burung

Pada tingkat yang paling sederhana, keanekaragaman didefinisikan sebagai jumlah jenis yang ditemukan dalam komunitas (Primack et al. 2007). Pengukuran terhadap keanekaragaman merupakan dugaan atas jenis-jenis penting pada suatu komunitas berdasarkan jumlah, biomassa, cover, dan produktivitas. Menurut Desmukh (1992) keanekaragaman lebih besar jika kelimpahan populasi satu sama lain merata. Keragaman jenis tidak hanya menyangkut kekayaan jenis, tetapi juga kemerataan dari kelimpahan individu tiap jenis. Menurut Mardiastuti (1999) keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah kelimpahan berbagai jenis sumberdaya alam hayati (tumbuhan dan hewan) yang terdapat di muka bumi. Keanekaragaman


(7)

hayati dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkat yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman komunitas. Ketiga tingkatan keanekaragaman hayati tersebut diperlukan untuk kelanjutan kelangsungan hidup di bumi dan penting bagi manusia.

Kekayaan jenis burung di suatu tempat tidak tersebar merata tetapi tinggi di beberapa habitat tertentu dan rendah di habitat lainnya (Sujatnika et al. 1995). Krebs (1978) menyebutkan bahwa ada 6 faktor penting yang berkaitan dengan keanekaragaman jenis suatu komunitas yaitu waktu, keragaman, ruang, persaingan, pemangsaan dan kestabilan lingkungan serta produktivitas. Selain itu, stratifikasi tajuk juga merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung (Sayogo 2009). Penutupan tajuk, tinggi tajuk, dan keanekaragaman jenis pohon juga menentukan keanekaragaman jenis burung di suatu tempat.

Berdasarkan hasil pengamatan Widodo (2011) di kawasan hutan pegunungan Gamalama (periode Juli - Agustus 2009) tercatat sebanyak 34 jenis burung dari 15 suku (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis-jenis burung yang dijumpai pada observasi 26 Juli - 12 Agustus 2009 di Pulau Ternate

No Famili Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Podicipedidae Titihan telaga Tachybaptus ruficollis

2 Pandionidae Elang tiram Pandion haliaetus

3 Megapodidae Gosong kelam Megapodius freycinet

4 Rallidae Kareo zaitun Amaurornis olivaceus

5 Columbidae Uncal ambon Macropygia amboinensis

6 Columbidae Delimukan zamrud Chalcophaps indica

7 Columbidae Walik dada-merah Ptilinopus bernsteinii

8 Columbidae Pergam mata-putih Ducula perscipillata

9 Psittacidae Kakatua putih Cacatua alba

10 Psittacidae Kasturi ternate Lorius garrulus

11 Psittacidae Nuri kalung-ungu Eos squamata

12 Psittacidae Nuri bayan Eclectus roratus

13 Cuculidae Bubut alang-alang Centropus bengalensis

14 Strigidae Celepuk maluku Otus magicus

15 Apodidae Walet sapi Collocalia esculenta

16 Alcedinidae Cekakak biru-putih Halcyon diops


(8)

Tabel 1 Lanjutan

No Famili Nama Lokal Nama Ilmiah

18 Alcedinidae Udang-merah kerdil Ceyx lepidus

19 Meropidae Kirik-kirik australia Merops ornatus

20 Pittidae Paok mopo Pitta erythrogaster

21 Hirundinidae Layang-layang batu Hirundo tahitica

22 Campephagidae Kapasan halmahera Lalage aurea

23 Corvidae Gagak orru Corvus orru

24 Monarchidae Sikatan kilap Myiagra alecto

25 Rhipiduridae Kipasan kebun Rhipidura leucophrys

26 Pachycephalidae Kancilan Pachycephala sp

27 Pachycephalidae Kancilan emas Pachycephala pectoralis

28 Sturnidae Perling ungu Aplonis mysolensis

29 Meliphagidae Myzomela remang Myzomela obscura

30 Nectariniidae Burung madu hitam Leptocoma sericea

31 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis

32 Zosteropidae Kacamata gunung Zosterops montanus

33 Paseridae Burung gereja erasia Passer montanus

34 Estrildidae Bondol-hijau muka-biru Erythrura trichroa

Sumber: Widodo (2011)

Hasil survei Burung Indonesia di Pulau Ternate selama periode Januari 2011 - Februari 2012 mencatat 63 jenis burung dari 35 suku (Tabel 2).

Tabel 2 Jenis-jenis burung hasil survei Burung Indonesia di Pulau Ternate (Januari 2011-Februari 2012)

No Famili Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Hydrobatidae Petrel-badai matsudaira Ocean odroma matsudairae

2 Podicipedidae Titihan telaga Tachybaptus ruficollis

3 Sulidae Angsa-batu coklat Sula leucogaster

4 Ardeidae Kuntul perak Egretta intermedia

5 Ardeidae Kuntul karang Egretta sacra

6 Ardeidae Kokokan laut Butorides striata

7 Accipitridae Elang tiram Pandion haliaetus

8 Accipitridae Elang bondol Haliastur indus

9 Accipitridae Elang-laut perut-putih Haliaetus leucogaster

10 Accipitridae Elang -alap nipon Accipiter novaehollandiae

11 Accipitridae Rajawali kuskus Aquila gurneyi

12 Falconidae Alap-alap sapi Falco moluccensis


(9)

Tabel 2 Lanjutan

No Famili Nama Lokal Nama Ilmiah

14 Charadriidae Cerek kernyut Pluvialis fulva

15 Scolopacidae Gajahan pengala Numenius phaeopus

16 Scolopacidae Trinil pantai Actitis hypoleucos

17 Scolopacidae Trinil ekor kelabu Heteroscelus brevipes

18 Laridae Dara laut biasa Sterna hirundo

19 Columbidae Walik raja Ptilinopus superbus

20 Columbidae Walik topi biru Ptilinopus monacha

21 Columbidae Walik kepala kelabu Ptilinopus hyogastra

22 Columbidae Uncal ambon Macropygia amboinensis

23 Columbidae Tekukur biasa Fgereja erasia

24 Columbidae Delimukan zamrud Chalcophaps indica

25 Psittacidae Nuri kalung ungu Eos squamata

26 Psittacidae Kasturi Ternate Lorius garrulus

27 Psittacidae Perkici dagu merah Charmosyna placentis

28 Psittacidae Kakatua putih Cacatua alba

29 Psittacidae Betet kelapa paruh besar Tanygnathus megalorynchos

30 Cuculidae Wiwik rimba Cacomantis varoilosus

31 Cuculidae Kakrakalo australia Scythrops novaehollandiae

32 Cuculidae Bubut alang-alang Centropus bengalensis

33 Apodidae Walet maluku Collocalia infuscatus

34 Apodidae Kapinis laut Apus pacificus

35 Alcedinidae Cekakak biru putih Halcyon diops

36 Alcedinidae Cekakak suci Halcyon sancta

37 Alcedinidae Cekakak pantai Halcyon saurophaga

38 Meropidae Kirik-kirik australia Merops ornatus

39 Bucerotidae Julang irian Aceros plicatus

40 Hirundinidae Layang-layang api Hirundo rustica

41 Motacillidae Kicuit batu Motacilla cinerea

42 Campepagidae Kapasan halmahera Lalage aurea

43 Pycnonotidae Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster

44 Pycnonotidae Brinji emas Alophoixus affinis

45 Sylviidae Cikrak pulau Phylloscopus pollocephalus


(10)

Tabel 2 Lanjutan

No Famili Nama Lokal Nama Ilmiah

47 Muscicapidae Sikatan bodoh Ficedula hyperythra

48 Monarchidae Kehicap pulau Monarcha cinerascens

49 Monarchidae Sikatan kilap Myiagra alecto

50 Rhipiduridae Kipasan kebun Rhipidura leucophrys

51 Rhipiduridae Kipasan dada hitam Rhipidura rufifrons

52 Pachycephalidae Kancilan emas Pachycephala pectoralis

53 Pachycephalidae Kancilan tunawarna Pachycephala griseonota

54 Nectariniidae Burung madu hitam Leptocoma sericea

55 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis

56 Zosteropidae Kacamata gunung Zosterops montanus

57 Meliphagidae Myzomela remang Myzomela obscura

58 Estrildidae Bondol taruk Lonchura molucca

59 Ploceidae Burung gereja erasia Passer montanus

60 Sturnidae Perling ungu Aplonis metallica

61 Dicruridae Srigunting lencana Dicrurus bracteatus

62 Artamidae Kekep babi Artamus leucorynchus

63 Corvidae Gagak orru Corvus orru

Sumber: Burung Indonesia (Januari 2011- Februari 2012).

2.3 Guild

Guild adalah kelompok jenis yang menggunakan sumberdaya pada kelas dan cara yang sama (Root 2001). Secara umum pengelompokan suatu jenis ke dalam guild dilakukan berdasarkan respons terhadap lingkungan atau lokasi, adaptasi terhadap pola hidup tertentu, kondisi umum, penyebaran geografis, dan tipe makanan (Root 2001). Selain itu, menurut Wiens (1989) secara umum pengelompokan suatu jenis ke dalam guild pada suatu komunitas dilakukan dengan dua cara yaitu a priori dan a posteriori. Pendekatan a priori dilakukan berdasarkan kriteria yang ditentukan secara subyektif sebelum dilakukan pengambilan dan analisis data. Pendekatan a posteriori sebaliknya dilakukan dengan mengelompokkan secara lebih obyektif berdasarkan hasil analisis terhadap pengamatan yang dilakukan.


(11)

Perubahan guild dalam suatu gradien lingkungan dapat diketahui melalui hubungan antar faktor - faktor lingkungan terhadap kepadatan populasi, laju reproduksi, dispersal, dan kemampuan menghindar dari predator (Root 2001). Pengamatan terhadap guild yang mendiami suatu daerah sangat dianjurkan sebagai indikator. Hal ini karena komposisi guild bisa mewakili aliran energi dan makanan dalam suatu ekosistem. Selain itu penghitungannya bisa dilakukan dari daftar jenis burung yang telah ada sebelumnya hingga membutuhkan lebih sedikit biaya (de Long dan Weerd 2006 dalam Novarino 2008).

2.4 Gangguan terhadap Burung

Manusia mempunyai peranan yang sangat besar terhadap timbulnya gangguan terhadap burung (Alikodra 2002). Penyebab utama masalah gangguan terhadap satwaliar termasuk burung yaitu pertumbuhan penduduk yang membutuhkan lahan hutan lebih banyak untuk pembangunan sehingga mendesak kehidupan burung. Sutopo (2008) menambahkan bahwa terdapat empat jenis ancaman terhadap burung diantaranya (1) perusakan dan perubahan habitat, (2) perburuan dan perdagangan, (3) perusakan tempat berkembang biak, dan (4) pencemaran dan pestisida. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Sujatnika et al. (1995) bahwa meningkatnya tekanan terhadap hidupan liar dan ekosistem alami antara lain disebabkan oleh terus meningkatnya jumlah penduduk, ketidakpastian tata guna dan pengelolaan lahan, dan kebijakan ekonomi serta pembangunan. Selain itu, erat kaitannya dengan kemiskinan, tekanan penduduk, pemanfaatan sumberdaya dan lahan hutan serta pengembangan pertanian.

Van Balen (1999) menjelaskan bahwa gangguan terhadap burung disebabkan oleh tekanan pertumbuhan populasi manusia sehingga berpengaruh juga terhadap kelimpahan dan distribusi burung-burung di hutan. Besarnya jumlah penduduk dan meningkatnya eksploitasi terhadap sumberdaya yang memiliki nilai ekonomi, maka tidak dapat dipungkiri bahwa hutan didesak sampai ke puncak gunung yang paling tinggi, burung-burung diburu untuk dimakan, untuk olahraga atau dijual (MacKinnon et al. 1998).


(12)

2.5 Kota dan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Kota juga merupakan tempat pemusatan atau cabang kekuatan politik dan ekonomi serta menjadi motor pembangunan dan pertumbuhan ekonomi (Inoguchi et al. 1999). Menurut Irwan (2005) kota merupakan sebuah sistem yaitu sistem terbuka, baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis dan dinamis atau bersifat sementara. Sedangkan perkotaan diartikan sebagai area terbangun dengan struktur jalan-jalan, sebagai suatu pemukiman yang terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu yang membutuhkan sarana dan pelayanan pendukung yang lebih lengkap dibandingkan dengan daerah pedesaan (Branch 1995). Menurut Simonds (1983) kawasan perkotaan merupakan suatu bentuk lanskap buatan manusia yang terjadi akibat manusia dalam mengelola kepentingan hidupnya. Biasanya, ruang dalam kota dihubungkan melalui koridor yang dapat berupa pedestrian, jalan, jalur sungai, ataupun jalur hijau.

Jalur hijau, taman lingkungan, kebun, pekarangan, areal rekreasi, lapangan rumput, makam, tepian sungai, kanal, dan lainnya merupakan bagian dari RTH kota (Prasetyo & Hernowo 1989). RTH tidak hanya merupakan salah satu bentuk ruang terbuka kota tetapi juga merupakan penjaga keseimbangan ekosistem kota. Menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007, RTH adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Berbagai tumbuhan yang terdapat didalam suatu RTH yaitu tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants) dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya) sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan (Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2005).

Tujuan dibentuk dan disediakannya RTH di wilayah perkotaan adalah untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai pengaman sarana lingkungan perkotaan serta untuk menciptakan keserasian lingkungan alam dan


(13)

lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat. Selain tujuan pembentukannya, RTH juga memiliki fungsi dan manfaat. Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2005) fungsi dari RTH diantaranya sebagai (1) fungsi bio-ekologis, (2) fungsi sosial, (3) ekosistem perkotaan, dan (4) fungsi estetis. Sedangkan manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi menjadi (1) manfaat langsung (tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), dan (2) manfaat tidak langsung (intangible) seperti perlindungan tata air dan keanekaragaman hayati.

Selain tujuan dan manfaat yang telah disebutkan, RTH kota juga merupakan salah satu komponen habitat berbagai jenis satwaliar terutama burung. Menurut Prasetyo dan Hernowo (1990), jenis-jenis burung yang umumnya dijumpai pada RTH kota di Pulau Jawa diantaranya cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps), cabe jawa (Dicaeum trochileum), burung madu sriganti (Cinnyris jugularis), burung madu kelapa (Anthreptes malacensis), perenjak jawa (Prinia familiaris), dan bondol jawa (Lonchura leucogastroides). Sedangkan beberapa jenis burung tipe perkotaan yaitu gereja erasia (Passer montanus), cinenen jawa (Orthotomus sepium), gelatik batu (Parus major), layang-layang batu (Hirundo tahitica), gagak hitam (Corvus macrorhynchus), dan perenjak jawa (Prinia familiaris) (Ontario et al. 1991).


(14)

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Kondisi Geografis

Kota Ternate merupakan ibukota Provinsi Maluku Utara. Kota Ternate memiliki karakter sebagai kota pulau yang terdiri dari tujuh pulau yaitu Pulau Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Batang Dua, Pulau Tifure, Pulau Mayau, dan Pulau Gurida. Pulau Ternate paling pesat pertumbuhannya karena merupakan pulau utama sebagai pusat aktivitas ekonomi. Secara administrasi Pulau Ternate terbagi menjadi empat kecamatan yaitu Kecamatan Ternate Utara, Kecamatan Ternate Tengah, Kecamatan Ternate Selatan, dan Kecamatan Pulau Ternate. Secara geografis Pulau Ternate terletak di sebelah barat Pulau Halmahera dan di sebelah barat laut Pulau Tidore yaitu 0o75’LU-0o90’LU dan 127o07’BT-127o13’BT (Dewi 2006).

3.2 Kondisi Fisik Pulau Ternate 3.2.1 Geomorfologi

Pulau Ternate berbentuk bulat kerucut atau strato volcano. Sebagian besar daerah di Pulau Ternate berbukit dan bergunung serta memiliki ciri topografis bervariasi dengan kemiringan diatas 40 derajat, yaitu seluas 51% dari luas wilayahnya. Pulau Ternate memiliki gunung vulkanis yaitu gunung Gamalama dengan tinggi 1715 m. Pulau Ternate terdiri dari pulau vulkanis dan pulau karang dengan kondisi jenis tanah regosol dan rensina. Jenis tanah regosol yaitu jenis tanah yang khas berada di daerah vulkanis. Tanah regosol memiliki bahan induk utama batu pasir yang potensial untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan material bangunan. Adapun jenis tanah podsolik yaitu tanah batuan beku yang memiliki daya dukung terhadap beban bangunan yang sangat baik.

Secara geomorfologi, terdapat lahan berkelerengan tinggi dengan luasan yang cukup besar sehingga sulit dikembangkan untuk kegiatan permukiman dan industri skala besar. Pengembangan lahan untuk perkotaan terbatas di wilayah pesisir meskipun tidak menutup kemungkinan untuk pengembangan reklamasi kawasan


(15)

pantai. Keberadaan gunung berapi Gamalama di tengah-tengah Pulau Ternate yang masih aktif dan sulit diprediksi keaktifannya menjadi pembatas dalam pengembangan lahan perkotaan. Pembangunan pusat-pusat permukiman masih terkonsentrasi di kawasan pantai dengan konsentrasi kepadatan tertinggi yaitu di bagian selatan (Dewi 2006).

3.2.2 Topografi dan Ketinggian Wilayah

Tingkat ketinggian lahan dari permukaan laut di wilayah Pulau Ternate cukup bervariasi yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori. Kategori rendah (0-500 m) untuk permukiman, pertanian, perdagangan, dan pusat pemerintahan; kategori sedang (500-700 m) untuk hutan konservasi dan usaha kehutanan; kategori tinggi (>700 m) untuk hutan lindung. Ciri topografi atau kemiringan rendah terletak linear memanjang mengikuti beberapa pesisir pantai pada posisi 0-2 derajat seluas 54,96 km2 atau 22%. Daya dukung pengembangan ruang-ruang budidaya di Pulau Ternate hanya terbatas pada bagian pesisir dengan kemiringan sampai sekitar 25%. Dukungan lahan untuk fungsi permukiman hanya tersebar di bagian pesisir dengan kelandaian yang sesuai syarat untuk dijadikan perumahan (Dewi 2006).

3.2.3 Iklim

Pulau Ternate adalah daerah kepulauan dengan ciri iklim tropis. Curah hujan bulan tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 546 mm dan terendah pada bulan Oktober 42 mm. Nilai rata-rata curah hujan bulanan adalah 184,68 mm dan rata-rata curah hujan tahunan sekitar 2.322,70 mm. Jumlah hari hujan rata-rata 202 hari dan nilai rata-rata hujan tertinggi pada bulan Januari dan November yaitu 20 hari hujan dan terendah bulan Agustus sebanyak 12 hari hujan (Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Ternate 2004).

Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan angin di wilayah Pulau Ternate berkisar antara 2,9-5,2 knot dengan kecepatan terbesar bulanan berkisar antara 16-28 knot. Arah angin terbanyak dari Barat Laut yang terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret, dan April. Sedangkan bulan Mei dan Juni angin terbanyak bertiup dari Barat


(16)

Daya serta pada bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober angin terbanyak bertiup dari arah Tenggara (Pancaroba), pada bulan November dan Desember angin kembali bertiup dari arah Barat Laut. Nilai rata-rata kelembaban tertinggi pada bulan-bulan yang curah hujannya tinggi, meskipun variasi tiap bulannya tidak tinggi. Kelembaban tertinggi pada bulan Februari, Maret, dan Desember 85% dan terendah pada bulan Juli dan Agustus yaitu 76% (Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Ternate 2011).

3.3 Kondisi Biotik Pulau Ternate 3.3.1 Flora

Jenis-jenis flora yang berada di Pulau Ternate bervariasi menurut ketinggian tempat. Ketinggian dibawah 100 mdpl atau kawasan disekitar tepi laut ditumbuhi dengan kelapa hijau (Cocos nucifera), waru laut (Hibiscus tiliaceus), ketapang (Terminalia catappa), nyamplung (Callophyllum inophyllum), dan rusa/bakau-bakauan. Pada ketinggian 100-800 mdpl dapat dijumpai kawasan dengan habitat hutan tanaman perkebunan seperti cengkeh (Syzygium aromaticum), pala (Myristica fragrans), kayu manis (Cinnamomum burmanii), durian (Durio zibethinus), sengon (Parasarianthes falcataria), dan bambu (Bambusa sp). Pada ketinggian 800-1000 mdpl dijumpai area penghijauan dengan pohon linggua (Pterocarpus indicus), mahoni (Swietenia mahagoni), matoa (Pometia pinnata), pala (Myristica fragrans), nyatoh (Payena leerii), dan durian (Durio zibethinus) yang ditanam dalam rangka Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kota Ternate tahun 2007/2008. Sedangkan diatas ketinggian 1000-1460 mdpl mulai ditemukan tumbuhan asli seperti kelapa hutan (Borrassodendron sp), rufu, paku-pakuan, limo-limo, dan gusale (Widodo 2011).

3.3.2 Fauna

Beberapa jenis fauna yang terdapat di Pulau Ternate yaitu biawak (Varanus salvator), ular (Phyton sp), soa-soa, kuskus mata biru (Phalanger matabiru), beberapa jenis kelelawar, dan kupu-kupu (Nursjafani 2006). Selain itu tentunya burung-burung yang hidup di kawasan Pulau Ternate memiliki keunikan tersendiri


(17)

karena adanya Gunungapi Gamalama. Berdasarkan hasil observasi Burung Indonesia, terdapat 63 jenis burung dari 35 suku yang ditemukan di Pulau Ternate. Sedangkan berdasarkan penelitian Widodo (2011), jenis-jenis burung yang umumnya dijumpai selama dilakukannya observasi di sekitar kaki gunung Gamalama Pulau Ternate yaitu Walet sapi (Collocalia esculenta), perling maluku (Aplonis mysolensis), burung madu hitam (Leptocoma sericea), dan nuri kalung ungu (Eos squamata). Jumlah jenis burung yang dijumpai di sekitar kaki gunung Gamalama Pulau Ternate yaitu 34 jenis atau sekitar 25% dari total jenis burung yang seharusnya terdapat di Ternate.

3.4Kondisi Sosial Ekonomi 3.4.1 Kependudukan

Jumlah penduduk Pulau Ternate berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara tahun 2011 sebanyak 185.705 jiwa atau 17,88% dari jumlah penduduk Provinsi Maluku Utara. Kota Ternate yang memiliki luas 133,74 km2 dengan jumlah penduduk 185.705 jiwa mempunyai kepadatan penduduk sekitar 60,01 jiwa/km2 (Badan Pusat Statistik 2011).

Perkembangan penduduk di Pulau Ternate selama lima tahun terakhir mengalami kecenderungan peningkatan khususnya di wilayah Kecamatan Kota Ternate Selatan dan Kecamatan Kota Ternate Utara. Peningkatan ini disebabkan faktor urbanisasi, migrasi, maupun dari kawasan Pulau Halmahera akibat konflik etnis beberapa waktu lalu dan migrasi dari regional lain yaitu Sulawesi, Ambon, Papua bahkan dari Kalimantan, Jawa, dan Sumatera. Meningkatnya arus urbanisasi dan migrasi juga disebabkan oleh semakin terbukanya arus transportasi laut yang menghubungkan Kota Ternate dengan kawasan sekitarnya dan beberapa kota lainnya (Dewi 2006).


(18)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan (RTH kota, yang meliputi taman kota, jalur hijau, dan hutan buatan) di Pulau Ternate (Gambar 1). Penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Januari - Februari 2012 (Tabel 3). Waktu pengamatan dilakukan pada pagi (Pukul 06.15-09.15 WIB) dan sore hari (pukul 16.00-18.00 WIB). Jumlah hari pengamatan pada setiap habitat sudah meliputi kegiatan pengamatan burung dan habitat.

Tabel 3 Deskripsi habitat di lokasi penelitian

Tipe Habitat Deskripsi Habitat ∑ Jalur Ulangan Plot Contoh ∑ Hari Hutan pantai Jenis vegetasi

dominan: nyamplung, waru laut, dan kelapa. Panjang jalur pantai rata-rata ± 1-2,5 km.

3 3 Hutan pantai Desa Kastela, hutan pantai Desa Tobololo, dan hutan pantai Desa Kulaba.

9

Kebun campuran tua

Kebun masyarakat secara turun temurun sejak tahun 1955 di sekitar kaki Gunung Gamalama.

3 3 Desa Moya, Desa Jan, dan Desa Jati.

3

Permukiman Perumahan baru dengan jenis vegetasi: tumbuhan obat, hias, penghasil buah, & alang-alang. Luas lokasi 24 ha.

3 3 Perumahan Ngade atas, perumahan Ngade bawah, dan perumahan Jambula.

9

RTH Terletak di pusat kota. Luas lokasi ± 3 ha. Panjang jalur 2-3 km

3 3 Taman kota, jalur hijau, dan hutan buatan.


(19)

Tabel 3 Lanjutan

Tipe Habitat Deskripsi Habitat ∑ Jalur Ulangan Plot Contoh ∑ Hari Habitat danau Merupakan lokasi

wisata setiap akhir pekan. Terdapat jenis vegetasi jamblang, kelapa, sagu, mangga. Luas lokasi ± 8 ha.

3 3 Danau Laguna, danau Tolire besar, dan danau Tolire kecil.


(20)

(21)

4.2 Alat

Alat yang digunakan yaitu binokuler, GPS, kamera digital, handycam, alat perekam suara, tally sheet, dan buku panduan lapang burung-burung di kawasan Wallacea (Coates & Bishop 2000).

4.3 Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer meliputi:

1. Karakteristik habitat (profil pohon secara vertikal) yang meliputi jenis vegetasi, topografi habitat, kondisi tutupan tajuk, dan jarak tanam antar vegetasi.

2. Jenis burung dan kekayaan jenis burung.

3. Komposisi guild burung pada setiap tipe habitat.

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi bioekologi burung dan kondisi umum lokasi penelitian.

4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Profil Habitat

Analisis profil habitat meliputi jenis pohon, profil pohon, dan deskripsi habitat. Pengukuran dilakukan terhadap tinggi pohon, tinggi total, tinggi bebas cabang, tutupan tajuk, dan kedudukan vegetasi serta deskripsi habitat untuk mengetahui komponen penyusun habitat yang mendukung kehidupan burung. Tutupan tajuk digambarkan dalam bentuk profil pohon secara vertikal. Profil pohon secara vertikal dibuat dengan mengukur tinggi tajuk dan tinggi bebas cabang dari suatu pohon. Panjang sumbu-x profil pohon pada suatu habitat bervariasi tergantung dari keanekaragaman jenis pohon pada habitat tersebut, jika pada habitat atau lokasi penelitian tersebut memiliki komposisi jenis pohon yang beranekaragam (heterogen) maka panjang jalur dari sketsa tutupan tajuk yaitu 100 m, yaitu pada habitat hutan pantai. Namun jika jenis pohon atau vegetasi di habitat tersebut cenderung homogen maka panjang jalur dari pembuatan sketsa tutupan tajuk yaitu hanya 30-40 m, yaitu pada habitat kebun campuran tua, danau, permukiman, dan RTH. Tujuan dari


(22)

pembuatan profil pohon pada setiap habitat yaitu untuk melihat kondisi habitat pada lokasi penelitian secara melintang.

4.4.2 Keanekaragaman Jenis Burung

Untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi jenis burung digunakan metode kombinasi metode titik hitung dan metode jalur. Pada setiap tipe habitat dibuat jalur atau mengikuti jalur yang sudah ada dengan panjang jalur 1000 m. Titik-titik pengamatan berjarak 100 m dengan radius pengamatan 50 m dan mencatat semua burung yang terdeteksi di dalam radius pengamatan selama 10 menit. Diperlukan waktu lima menit untuk berjalan ke titik pengamatan selanjutnya (Gambar 2). Pengamatan pada setiap jalur penelitian dilakukan sebanyak tiga kali pada hari yang berbeda. Identifikasi burung menggunakan bantuan buku panduan lapang Coates dan Bishop (1997), sedangkan penamaan burung dan famili mengikuti Sukmantoro et al. (2007).

100 m

1000 m

Gambar 2 Ilustrasi penggunaan kombinasi metode titik hitung dan metode jalur (IPA).

4.4.3 Guild Burung

Semua kelompok jenis burung yang berhasil diidentifikasi seperti jenis burung pemangsa (misal: elang), burung yang tidak menghuni tajuk bawah (misal: walet dan layang-layang) dan jenis burung penghuni tajuk (misal: kancilan emas) dimasukkan kedalam analisis. Pengelompokan kategori guild dilakukan melalui telaah pustaka. Jenis burung yang teridentifikasi dibagi kedalam tujuh kategori guild


(23)

dan merujuk pada Faaborg (1988), sedangkan penjelasan masing-masing guild per jenis burung mengikuti Coates & Bishop (1997).

4.5 Analisis Data

4.5.1 Analisis Profil Habitat

Profil habitat dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk melihat hubungan antara komposisi burung dengan vegetasi pada setiap habitat yang menjadi lokasi penelitian.

4.5.2 Indeks Keanekeragaman Jenis (H’) dan Indeks Kemerataan (E)

Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener digunakan untuk menghitung keanekaragaman jenis burung :

H’ = - ∑ pi ln pi

Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman jenis pi = Proporsi nilai penting

ln = Logaritma natural

Tabel 4 Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Nilai Indeks Shannon-Wiener Kategori

< 1 Keanekargaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap jenis rendah dan kestabilan komunitas rendah.

1-3 Kenekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas sedang.

>3 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap jenis tinggi dan kestabilan komunitas tinggi.

Untuk mengetahui proporsi kelimpahan jenis burung digunakan indeks kemerataan (index of evennes) yaitu :

E = H’/ln S Keterangan : E = Indeks kemerataan

H’ = Indeks keanekaragaman jenis

S = Jumlah jenis


(24)

4.5.3 Indeks Kesamaan Komunitas Burung (IS)

Untuk melihat kesamaan komunitas jenis burung antar lokasi penelitian maka yang digunakan adalah indeks kesamaan jenis, dengan rumus :

IS =

Keterangan : a = jumlah jenis yang hanya terdapat pada lokasi 1 b = jumlah jenis yang hanya terdapat pada lokasi 2 c = jumlah jenis yang terdapat pada lokasi 1 dan 2

Untuk melihat tingkat kesamaannya, digunakan dendogram dari komunitas burung antar lokasi penelitian. Penggunaan dendogram ini akan mempermudah dalam melihat hubungan antar lokasi.

4.5.4 Analisis Guild

Analisis komposisi guild burung pada setiap habitat dilakukan dengan cara mengecek perilaku makan, makanan utama dan tempat mencari makan dari setiap jenis burung. Kemudian setiap jenis burung pada setiap tipe habitat dikelompokkan berdasarkan kategori guild burung. Komposisi guild pada setiap habitat akan dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk melihat keterkaitan antara sumberdaya jenis dengan sumberdaya pakan yang mendukungnya (Gambar 3).


(25)

Gambar 3 Hirarki kategori guild komunitas burung di Pulau Ternate. Keterangan:

SB: Burung laut, CIW: burung pesisir pantai & burung pedalaman, SwB: Burung perenang, AF: mencari mangsa sambil terbang di atas air, LW: mencari mangsa di sungai, SSMB: mencari mangsa di area peralihan (danau & pantai) & area berlumpur, CS: burung pemakan daging dan bangkai hewan, I: pemakan serangga, AI: pemakan serangga di atas tajuk, FI: pemakan serangga sambil melayang, GI: pemakan serangga di dahan pohon, N: pemakan madu, F: pemakan buah, WF: pemakan buah secara luas, OWF: pemakan buah (dunia lama), OBG: grup burung lain.

OBG WF

GI FI

AI SSMB

LW AF

SwB

Other Bird Group (OBG) Frugivores

(F) Nectarivores

(N)

Insectivores (I) Carnivores

and Scavengers

(CS) Coastal &

interior waterbirds

(CIW) Seabird

(SB)


(26)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil

5.1.1 Deskripsi Habitat

5.1.1.1 Kebun Campuran Tua

Kebun campuran tua merupakan kebun masyarakat yang sudah ada sejak tahun 1955 di sekitar kaki gunung Gamalama dan sudah turun temurun diwariskan kepada anak cucu. Menurut keterangan penduduk setempat sebagian besar tanaman yang berada di kebun campuran tua telah berumur lebih dari 30 tahun. Penduduk menanami beberapa daerah yang terbuka dengan tanaman palawija ataupun sayur-sayuran.

Tutupan tajuk pada habitat kebun campuran tua jarang hingga rapat. Kondisi kebun yang tutupan tajuknya rapat menyebabkan cahaya matahari tidak dapat menyentuh lantai kebun sehingga tidak ada satu tanaman pun yang tumbuh, lantai kebun hanya dipenuhi dengan serasah daun, sedangkan pada kondisi kebun yang tutupan tajuknya jarang masih ada cahaya matahari yang menyentuh lantai kebun dan dibawahnya masih terdapat beberapa jenis tumbuhan dan semak belukar (Gambar 4). Vegetasi masing-masing lokasi penelitian, yaitu di kebun campuran tua Desa Moya (Gambar 5), Desa Jan (Gambar 6), dan Desa Jati (Gambar 7) digambarkan menggunakan profil pohon secara vertikal.

Topografi habitat kebun campuran tua bergelombang hingga curam (30-40%) dengan ketinggian 200-700 mdpl. Jenis-jenis vegetasi di kebun campuran tua masyarakat berupa cengkeh (Syzygium aromaticum), pala (Myristica fragrans), durian (Durio zibethinus), manggis (Garcinia mangostana), kayu manis (Cinnamomum burmanii) dan akasia (Acacia mangium). Jenis-jenis vegetasi yang ditanam oleh masyarakat merupakan jenis-jenis penghasil buah untuk kebutuhan komoditas saat musim panen tiba. Jarak tanam pohon cengkeh 2-3 meter, jarak tanam pohon pala 2 meter, dan jarak tanam pohon durian ± 2-3 meter, sedangkan jarak tanam jenis pohon lain seperti kayu manis, akasia dan manggis ± 1-1.5 meter.


(27)

(a) (b) (c)

Gambar 4 (a) Tutupan tajuk yang jarang menyebabkan lantai kebun campuran tua di Desa Moya ditumbuhi semak belukar; (b) kebun campuran tua Desa Jan dengan lantai kebun yang dipenuhi serasah; (c) plot pengamatan pertama di lokasi kebun campuran tua Desa Jati.

Gambar 5 Profil vegetasi secara vertikal kebun campuran tua di Desa Moya.


(28)

Gambar 7 Profil vegetasi secara vertikal kebun campuran tua di Desa Jati.

Sebanyak 13 jenis burung dari 10 suku ditemukan di habitat kebun campuran tua (Tabel 5). Jenis burung yang paling banyak ditemukan yaitu jenis Collocalia esculenta.

Tabel 5 Jenis burung yang ditemukan di habitat kebun campuran tua No Nama Suku Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah

perjumpaan (ind)

Ind/27Jam

1 Accipitridae Elang bondol Haliastur indus 2 0.07 2 Columbidae Uncal ambon Macrophygia

amboinensis

2 0.07

3 Apodidae Walet sapi Collocalia esculenta 42 1.56 4 Alcedinidae Udang merah kerdil Ceyx lepidus 1 0.04 5 Hirundinidae Layang-layang api Hirundo rustica 8 0.30 6 Hirundinidae Layang-layang batu Hirundo tahitica 8 0.30 7 Monarchidae Sikatan kilap Myiagra alecto 2 0.07 8 Rhipiduridae Kipasan kebun Rhipidura leucophrys 16 0.60 9 Rhipiduridae Kipasan dada hitam Rhipidura rufifrons 1 0.04 10 Meliphagidae Myzomela remang Myzomela obscura 1 0.04 11 Nectariniidae Burung madu hitam Leptocoma sericea 10 0.40 12 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis 5 0.18 13 Ploceidae Burung gereja erasia Passer montanus 2 0.07

Total 105 3.89

5.1.1.2 Hutan Pantai

Habitat hutan pantai di lokasi penelitian memiliki ketinggian tempat berkisar antara 0-8 mdpl. Hutan pantai pada ketiga lokasi penelitian memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu topografi yang datar dan kondisi lantai berupa tanah berpasir dan berbatu. Salah satu dari lokasi penelitian yaitu di hutan


(29)

pantai Desa Tobololo merupakan lokasi penanaman mangrove oleh Dinas Perikanan Kota Ternate yang bekerjasama dengan masyarakat sejak bulan Desember 2011. Penanaman mangrove sepanjang ±1 km di hutan pantai Desa Tobololo bertujuan untuk meminimalisasi dampak abrasi dan gelombang pasang, selain itu juga untuk berkembangbiaknya biota laut seperti ikan, udang, dan kepiting sehingga dapat dimanfaatkan oleh nelayan untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi (Gambar 8).

Habitat hutan pantai pada desa Kulaba dan Tobololo memiliki tutupan tajuk jarang, sedangkan pada Desa Kastela memiliki tutupan tajuk yang rapat. Beberapa jenis vegetasi yang tumbuh disekitar habitat hutan pantai yaitu nyamplung (Calophyllum inophyllum), ketapang (Terminalia catappa), waru laut (Hibiscus tiliaceus), kedondong utan (Spondias pinnata), kayu telur (Xanthophyllum axecelsum), kelapa (Cocos nucifera), dan pisang (Musa paradisiaca). Jenis vegetasi nyamplung, ketapang dan kelapa mendominasi habitat hutan pantai. Vegetasi masing-masing lokasi penelitian, yaitu di hutan pantai Desa Kulaba (Gambar 9), Desa Tobololo (Gambar 10), dan Desa Kastela (Gambar 11) digambarkan menggunakan profil pohon secara vertikal.

(a) (b) (c)

Gambar 8 (a) Bibit Rhizophora sp yang ditanam oleh Dinas Perikanan Kota Ternate bersama masyarakat sekitar di pantai Tobololo; (b) sampah plastik buangan masyarakat di sepanjang pantai Kulaba; (c) vegetasi Calophyllum inophyllum mendominasi pantai Kastela.


(30)

Gambar 9 Profil vegetasi secara vertikal hutan Pantai di Desa Kulaba.

Gambar 10 Profil vegetasi secara vertikal hutan pantai di Desa Tobololo.


(31)

Sebanyak 25 jenis burung dari 17 suku ditemukan di habitat hutan pantai. (Tabel 6). Jenis Fregata ariel merupakan jenis burung dengan individu terbanyak yang ditemukan di habitat hutan pantai.

Tabel 6 Jenis burung yang ditemukan di habitat hutan pantai

No Suku Nama Lokal Nama Ilmiah ∑ Ind/36Jam

1 Fregatidae Cikalang kecil Fregata ariel 130 3.61 2 Laridae Dara laut batu Sterna anaethetus 22 0.61 3 Phalacrocoracidae Pecuk padi hitam Phalacrocorax sulcirostris 4 0.11 4 Ardeidae Kuntul kecil Egretta garzetta 3 0.08 5 Ardeidae Kuntul karang Egretta sacra 6 0.17 6 Ardeidae Kokokan laut Butorides striatus 1 0.03 7 Ardeidae Kowak malam merah Nycticorax caledonicus 1 0.03 8 Accipitridae Elang tiram Pandion haliaetus 3 0.08 9 Scolopacidae Trinil ekor kelabu Heteroscelus brevipes 29 0.80 10 Scolopacidae Gajahan kecil Numenius minutus 1 0.03 11 Scolopacidae Gajahan timur Numenius madagascariensis 26 0.72 12 Columbidae Walik dada merah Ptilinopus bernsteinii 1 0.03 13 Columbidae Walik topi biru Ptilinopus monacha 1 0.03 14 Cuculidae Wiwik rimba Cacomantis variolosus 1 0.03 15 Apodidae Walet sapi Collocalia esculenta 27 0.75 16 Alcedinidae Cekakak pantai Halcyon saurophaga 6 0.17 17 Hirundinidae Layang-layang batu Hirundo tahitica 5 0.14

18 Corvidae Gagak orru Corvus orru 5 0.14

19 Rhipiduridae Kipasan kebun Rhipidura leucophrys 57 1.58 20 Artamidae Kekep babi Artamus leucorynchus 2 0.06 21 Sturnidae Perling maluku Aplonis mysolensis 7 0.19 22 Sturnidae Perling ungu Aplonis metallica 11 0.30 23 Nectariniidae Burung madu hitam Leptocoma sericea 10 0.28 24 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis 20 0.56 25 Ploceidae Burung gereja erasia Passer montanus 11 0.30

Total 390 10.83

5.1.1.3 Danau

Danau Tolire Besar dan Tolire Kecil terletak 10 km dari pusat kota Ternate. Letak kedua danau ini bersebelahan yaitu sekitar 200 meter, sedangkan Danau Ngade terletak ± 5 km dari pusat kota Ternate. Luas Danau Tolire Besar, Tolire Kecil, dan Ngade secara berturut-turut yaitu 5 ha, 1 ha, dan 2 ha. Topografi pada lokasi penelitian yaitu datar hingga bergelombang dan terletak pada ketinggian 0-200 mdpl (Gambar 12).


(32)

Danau Tolire Besar menyerupai mangkuk raksasa, terletak di kaki gunung Gamalama, bersebelahan dengan kebun kelapa milik masyarakat, dan dekat dengan pantai (Lampiran 20). Danau Tolire Kecil berbatasan langsung dengan pantai dan terletak di sisi barat Pulau Ternate, namun airnya tetap tawar (Lampiran 21). Sedangkan Danau Ngade terletak di tengah-tengah pemukiman masyarakat. Di sekitar Danau Ngade terdapat kebun masyarakat dan sedikit lapangan penggembalaan sapi (Lampiran 22). Jarak Danau Ngade dengan pantai sekitar 100 m. Ketiga danau tersebut juga merupakan lokasi wisata di Pulau Ternate yang ramai dikunjungi setiap hari libur dan akhir pekan karena keindahan alam dan cerita legenda yang menarik dari ketiga danau tersebut.

Habitat danau memiliki tutupan tajuk yang jarang. Jenis-jenis vegetasi di sekitar habitat danau yaitu jamblang (Syzygium cumini), kelapa (Cocos nucifera), sagu (Metroxylon sagu), mangga (Mangifera indica), dan durian (Durio zibethinus). Vegetasi masing-masing lokasi penelitian, yaitu di danau Tolire Besar (Gambar 13), Ngade (Gambar 14), dan Tolire Kecil (Gambar 15) di gambarkan menggunakan profil vegetasi secara vertikal.

(a) (b) (c)

Gambar 12 (a) Vegetasi Syzygium cumini di sepanjang track pengamatan Danau Tolire Besar; (b) track pengamatan di Danau Ngade; (c) posisi Danau Tolire kecil yang dekat dengan pantai.


(33)

Gambar 13 Profil vegetasi secara vertikal di Danau Tolire Besar.

Gambar 14 Profil vegetasi secara vertikal di Danau Ngade.


(34)

Sebanyak 30 jenis burung dari 17 suku ditemukan di habitat danau (Tabel 7). Jenis Collocalia esculenta dan Rhipidura leucophrys merupakan jenis burung dengan individu terbanyak yang ditemukan di habitat danau.

Tabel 7 Jenis burung yang ditemukan di habitat danau

No Suku Nama Lokal Nama Ilmiah ∑ Ind/36Jam

1 Fregatidae Cikalang kecil Fregata ariel 6 0.17 2 Podicipediadae Titihan telaga Tachybaptus ruficollis 24 0.67 3 Ardeidae Kuntul perak Egretta intermedia 8 0.22 4 Ardeidae Kuntul kecil Egretta garzetta 3 0.08 5 Accipitridae Elang bondol Haliastur indus 16 0.44 6 Accipitridae Elang laut perut putih Haliaeetus leucogaster 2 0.06 7 Accipitridae Elang hitam Ictinaetus malayensis 1 0.03 8 Columbidae Tekukur biasa Fgereja erasia 2 0.06 9 Columbidae Pergam mata putih Ducula perspicillata 1 0.03 10 Columbidae Walik kepala kelabu Ptilinopus hyogastra 1 0.03 11 Psittacidae Kakatua putih Cacatua alba 8 0.22 12 Psittacidae Betet kelapa paruh besar Tanygnathus megalorynchos 1 0.03 13 Psittacidae Nuri bayan Eclectus roratus 1 0.03 14 Psittacidae Nuri pipi merah Geoffroyus geoffroyi 1 0.03 15 Cuculidae Wiwik rimba Cacomantis variolosus 1 0.03 16 Cuculidae Karakalo australia Scythrops novaehollandiae 1 0.03 17 Apodidae Walet polos Collocalia vanikorensis 27 0.75 18 Apodidae Walet maluku Collocalia infuscatus 10 0.28 19 Apodidae Walet sapi Collocalia esculenta 95 2.64 20 Alcedinidae Cekakak biru putih Halcyon diops 1 0.03 21 Alcedinidae Cekakak suci Halcyon sancta 1 0.03 22 Meropidae Kirik-kirik australia Merops ornatus 34 0.94 23 Hirundinidae Layang-layang batu Hirundo tahitica 14 0.39 24 Hirundinidae Layang-layang api Hirundo rustica 2 0.06

25 Corvidae Gagak orru Corvus orru 4 0.11

26 Rhipiduridae Kipasan kebun Rhipidura leucophrys 49 1.36 27 Pachycephalidae Kancilan emas Pachycephala pectoralis 1 0.03 28 Sturnidae Perling ungu Aplonis metallica 8 0.22 29 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis 38 1.056 30 Ploceidae Burung gereja erasia Passer montanus 15 0.42

Total 376 10.44

5.1.1.4 Permukiman

Topografi lokasi penelitian datar hingga bergelombang dan terletak pada ketinggian < 150 mdpl (Gambar 16). Jenis-jenis vegetasi yang terdapat di sekitar perumahan umumnya yaitu pohon peneduh seperti pohon beringin (Ficus


(35)

benjamina), tumbuhan hias seperti aglonema (Aglonema sp), kaktus (Ferocactus pilosus), kamboja (Plumeria acuminata), tumbuhan penghasil buah seperti jambu biji (Psidium guajava), pepaya (Carica papaya), dan mangga (Mangifera indica), tumbuhan obat seperti daun mangkok (Nothopanax scutellarium) dan kunyit

(Curcuma longa), serta alang-alang.

Tutupan tajuk di habitat permukiman tergolong terbuka karena ketiga lokasi merupakan perumahan baru sehingga beberapa taman disekitar perumahan belum sempat mengalami penghijauan. Pada beberapa sudut lokasi perumahan juga masih terlihat adanya lahan kosong yang ditumbuhi alang-alang. Vegetasi masing-masing lokasi penelitian yaitu di Desa Ngade Atas (Gambar 17), Ngade Bawah (Gambar 18), dan Jambula (Gambar 19) di gambarkan menggunakan profil vegetasi secara vertikal.

(a) (b) (c)

Gambar 16 (a) Vegetasi dominan di perumahan Ngade atas yaitu tumbuhan hias; (b) sepanjang track pengamatan di perumahan Ngade bawah masih didominasi oleh alang-alang; (c) taman di perumahan Jambula yang baru mengalami penghijauan.


(36)

Gambar 18 Profil vegetasi secara vertikal di perumahan Desa Ngade bawah.

Gambar 19 Profil vegetasi secara vertikal di perumahan Desa Jambula.

Jenis burung yang ditemukan di habitat permukiman sebanyak sembilan jenis dari delapan suku (Tabel 8). Jenis Passer montanus merupakan jenis burung dengan individu terbanyak yang ditemukan pada habitat permukiman. Jenis ini tercatat dalam jumlah yang banyak sedang bertengger, bermain dan mencari makan di hamparan lahan kosong yang ditumbuhi alang - alang disekitar lokasi pengamatan.

Selain itu ditemukan jenis Padda oryzivora yang sebenarnya berdasarkan Fieldguide (buku panduan lapang) Sumatera, Jawa dan Bali, jenis burung ini hanya ditemukan di Pulau Jawa. Hal ini diduga karena adanya kegiatan introduksi oleh masyarakat di Pulau Ternate.


(37)

Tabel 8 Jenis burung yang ditemukan di habitat permukiman

No Nama Suku Nama Lokal Nama Ilmiah ∑ Ind/36Jam 1 Apodidae Walet sapi Collocalia esculenta 117 3.25 2 Hirundinidae Layang-layang api Hirundo rustica 24 0.67 3 Hirundinidae Layang-layang batu Hirundo tahitica 81 2.25 4 Rhipiduridae Kipasan kebun Rhipidura leucophrys 63 1.75 5 Artamidae Kekep babi Artamus leucorynchus 14 0.39 6 Sturnidae Perling ungu Aplonis metallica 7 0.19 7 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis 17 0.47 8 Ploceidae Burung gereja erasia Passer montanus 205 5.69 9 Estrildidae Gelatik jawa Padda oryzivora 4 0.11

Total 532 14.78

5.1.1.5 Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Topografi pada lokasi penelitian yaitu datar (< 8 %) karena terletak pada pusat Kota Ternate dengan ketinggian < 30 mdpl (Gambar 20). Ketiga lokasi penelitian terletak pada kawasan pantai reklamasi. Habitat RTH memiliki tutupan tajuk yang jarang pada taman kota dan jalur hijau serta tutupan tajuk yang rapat pada hutan buatan.

Beberapa jenis vegetasi yang terdapat pada habitat RTH yaitu jenis tumbuhan pelindung seperti trembesi (Samanea saman). Tumbuhan ini memiliki tajuk yang lebar, percabangan melebar kesamping dan rindang sehingga dapat memberikan keteduhan dan menahan silau matahari. Tumbuhan khas tepi pantai yaitu nyamplung (Calophyllum inophyllum), ketapang (Terminalia catappa), dan waru laut (Hibiscus tiliaceus), tumbuhan hias seperti glodogan tiang (Polyalthia longifolia), kamboja (Plumeria acuminata), alamanda (Allamanda cathartica),

kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis), dan palem-paleman. Vegetasi masing - masing lokasi penelitian, yaitu di hutan buatan (Gambar 21), jalur hijau (Gambar 22), dan taman kota (Gambar 23) di gambarkan dengan menggunakan profil vegetasi secara vertikal.


(38)

(a) (b) (c)

Gambar 20 (a) (b) Jalur hijau yang di dominasi oleh vegetasi Samanea saman; (c) kondisi taman kota yang didominasi oleh tumbuhan hias dan palem.

Gambar 21 Profil habitat secara vertikal di RTH hutan buatan.


(39)

Gambar 23 Profil habitat secara vertikal di RTH taman kota.

Jumlah jenis burung yang ditemukan di habitat RTH sebanyak delapan jenis dari delapan suku (Tabel 9). Passer montanus merupakan jenis dengan individu terbanyak di habitat RTH. Sedangkan jenis yang paling sedikit ditemukan yaitu Haliaetus leucogaster. Jenis ini teramati sedang melintas diatas pantai dan masuk dalam radius pengamatan.

Tabel 9 Jenis burung yang ditemukan di habitat RTH

No Nama Suku Nama Lokal Nama Ilmiah ∑ Ind/36Jam 1 Fregatidae Cikalang kecil Fregata ariel 5 0.12 2 Accipitridae Elang laut perut putih Haliaetus leucogaster 1 0.03 3 Apodidae Walet sapi Collocalia esculenta 10 0.23 4 Hirundinidae Layang-layang batu Hirundo tahitica 34 0.94 5 Rhipiduridae Kipasan kebun Rhipidura leucophrys 5 0.12 6 Sturnidae Perling ungu Aplonis mysolensis 4 0.11 7 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis 5 0.12 8 Ploceidae Burung gereja erasia Passer montanus 207 5.75

Total 271 7.53

5.1.2 Keanekaragaman Jenis Burung

5.1.2.1 Kekayaan, Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan Jenis Burung

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode IPA pada lima tipe habitat (kebun campuran tua, hutan pantai, danau, permukiman, dan RTH) di Pulau Ternate ditemukan 51 jenis burung dari 17 suku. Habitat danau memiliki jumlah jenis burung yang paling banyak yaitu 30 jenis dari 17 suku, sedangkan habitat yang memiliki jumlah jenis burung paling sedikit adalah RTH yaitu delapan jenis dari delapan suku (Tabel 10).


(40)

Tabel 10 Kekayaan jenis burung pada lima tipe habitat di Pulau Ternate

Habitat ∑ Ind (Ekor) Jumlah Jenis Suku

Kebun campuran tua 105 13 10

Pantai 390 25 17

Danau 376 30 17

Permukiman 532 9 8

RTH 271 8 8

Setiap suku yang dijumpai diwakili oleh satu hingga enam jenis burung, dengan sebagian besar suku hanya diwakili oleh satu jenis burung. Suku dengan jumlah jenis burung paling banyak adalah suku Columbidae (6 jenis) dan Ardeidae (5 jenis) (Gambar 24).

Gambar 24 Jumlah keanekaragaman jenis burung pada setiap suku.

Kekayaan dan keanekaragaman jenis burung berbeda pada setiap habitat yang diamati (Tabel 11). Dari lima tipe habitat tersebut, tipe habitat yang memiliki indeks keanekaragaman jenis burung tertinggi yaitu habitat danau (H’=2,56), sedangkan nilai indeks keanekaragaman jenis burung terendah yaitu habitat RTH (H’=0,89).


(41)

Tabel 11 Indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H’) dan indeks kemerataan (E) pada lima tipe habitat di Pulau Ternate

Tipe Habitat H' E Jumlah Jenis Jumlah Suku

Kebun campuran tua 1,92 0,74 13 10

Hutan pantai 2,37 0,73 25 17

Danau 2,56 0,75 30 17

Permukiman 1,68 0,76 9 8

RTH 0,89 0,43 8 8

Tipe habitat yang memiliki indeks kemerataan burung tertinggi yaitu pada habitat permukiman (E=0,76), sedangkan indeks kemerataan burung terendah yaitu pada habitat RTH (E=0,43).

5.1.2.2 Indeks Kesamaan Komunitas Burung

Indeks kesamaan komunitas burung tertinggi yaitu pada habitat permukiman dengan habitat RTH (IS=0,545), sedangkan indeks kesamaan komunitas burung terendah yaitu habitat hutan sekunder dengan hutan pantai (IS=0,187) (Tabel 12).

Tabel 12 Indeks kesamaan komunitas burung pada lima tipe habitat

Tipe Habitat Kebun campuran tua Hutan pantai Danau Permukiman RTH Kebun campuran tua 0 0,187 0,194 0,375 0,312

Hutan pantai 0 0,222 0,307 0,269

Danau 0 0,218 0,222

Permukiman 0 0,545

RTH 0

5.1.2.3 Status Burung Dilindungi

Dalam penelitian ini kategori status perlindungan burung yang digunakan adalah UU No.5 tahun 1990, PP No. 7 tahun 1999 dan Appendix CITES. Terdapat 19 jenis burung dari 8 suku yang dilindungi menurut UU No. 5 tahun 1990 dan PP No.7 tahun 1999 serta 9 jenis burung dari 3 suku termasuk dalam daftar CITES (Appendiks I dan II) (Tabel 13).


(42)

Tabel 13 Jumlah jenis burung yang dilindungi menurut UU dan CITES

No Habitat CITES UU

1 Kebun campuran tua 1 5

2 Hutan pantai 2 10

3 Danau 4 7

4 Permukiman 0 1

5 Ruang Terbuka Hijau 1 2

5.1.2.4 Keanekaragaman Guild di Lokasi Penelitian

Secara garis besar, komunitas burung di lokasi penelitian terbagi ke dalam tujuh kategori guild. Ketujuh guild tersebut terdiri dari burung laut (Seabird), burung pesisir pantai & burung pedalaman (Coastal And Interior Waterbirds), burung pemakan daging dan bangkai hewan (Carnivores and Scavengers), pemakan serangga (Insectivores), pemakan buah (Frugivores), pemakan madu (Nectarivores), dan grup burung lainnya (Other Bird Groups) (Tabel 14). Dari ketujuh kategori guild, tiga diantaranya memiliki sub kategori guild masing-masing yaitu burung pesisir pantai dan burung air memiliki empat sub kategori guild, burung pemakan serangga memiliki tiga sub kategori guild, dan burung pemakan buah memiliki dua sub kategori guild.

Tabel 14 Pengelompokan jenis guild burung berdasarkan kebiasaan hidup (Coates dan Bishop 1997)

No Nama Jenis Keterangan Kebiasaan Burung

1 Fregata ariel Makanan utama yaitu ikan terbang dan cumi-cumi. Memiliki kebiasaan merampok makanan lebih baik dari burung laut lainnya.

2 Phalacrocorax sulcirostris

Mencari makan ikan bersama/berkelompok. Setelah memangsa ikan, sering terlihat bertengger di pohon kering yang telah mati, di atas batu dll.

3 Tachybaptus ruficollis Menyelam untuk mencari makanan di area kecil yg berair dan danau. Makanan berupa ikan kecil.

4 Sterna anaethetus Mencari makan berupa ikan dan plankton di area peralihan dan berlumpur.

5 Pandion haliaetus Jenis makanan berupa ikan. Mengintai mangsanya dari atas pohon kering yang telah mati.

6 Egretta intermedia Bergerak perlahan ketika mencari makan. Makanan utama yaitu ikan.

7 Egretta garzetta Biasanya terlihat diam ketika sedang makan. Mencari makan dengan berbagai teknik.

8 Egretta sacra Mencari makan dengan cara berjalan cepat, bergerak cepat, tetap berdiri dan lain sebagainya.

9 Butorides striata Mencari makan dengan cara bersembunyi dan diam-diam mengintai mangsa.

10 Nycticorax caledonicus Termasuk burung nokturnal. Jenis yang dimangsa berupa ikan, amfibi, serangga dan larva, crustaceas, moluska, reptil, burung dan jenis mamalia kecil lainnya.


(43)

Tabel 14 lanjutan

No Nama Jenis Keterangan Kebiasaan Burung

11 Heteroscelus brevipes Biasanya di daerah mangrove. Jenis makanan berupa crustaceans (shellfish), moluska, serangga, amfibi, dan reptil serta ikan kecil lainnya.

12 Numenius minutus Terlihat soliter dan dalam kelompok kecil. Jenis makanan berupa crustaceans (shellfish), moluska, serangga, amfibi, dan reptil serta ikan kecil lainnya.

13 Numenius madagascariensis

Mencari makan dengan cara memilih dan mengintai mangsa. Jenis makanan berupa crustaceans (shellfish), moluska, serangga, amfibi, dan reptil serta ikan kecil lainnya.

14 Haliastur indus Terlihat sendiri atau berpasangan dan terbang di atas kanopi pohon. Biasanya menangkap mangsanya dari air, makan sampah dan bangkai hewan lain, serangga, ikan dan lain lain.

15 Haliaeetus leucogaster Memangsa ikan dari air, biasanya makan sampah atau bangkai hewan lain dan buah.

16 Ictinaetus malayensis Biasanya terlihat melayang di sekitar hutan dataran tinggi (ridge-tops). Mangsanya berupa reptil dan mamalia.

17 Collocalia vanikorensis Terbang di atas kanopi pohon. Merupakan jenis burung pemakan serangga

18 Collocalia infuscatus Terbang melayang di atas kanopi pohon dan menyambar serangga yang berada di atas tajuk pohon.

19 Collocalia esculenta Tidak pernah terbang tinggi di atas kanopi pohon. Relatif terbang pelan. Merupakan jenis burung pemakan serangga. 20 Hirundo rustica Terbang dengan cepat, mencari makan di bawah (substrat) atau

air. Merupakan jenis burung pemakan serangga.

21 Hirundo tahitica Membuat sarang dibawah atau tepi bangunan dan merupakan jenis pemakan serangga.

22 Artamus leucorynchus Jenis burung yang menyukai daerah terbuka, savana, dan semacam area kebun.

23 Halcyon diops Bertengger pada pohon kering yang telah mati di area terbuka, biasanya di sekitar area kebun, tepi hutan (bertengger di dahan/ranting pohon).

24 Halcyon saurophaga Lebih sering terlihat di daerah peralihan antara danau dan laut. Jika terbang di sekitar pesisir pantai maka lebih memilih terbang rendah di atas air laut.

25 Halcyon sancta Bertengger dan biasanya mengambil makanan dari substrat. Pada area pesisir pantai terkadang sering terlihat bersama jenis pemakan ikan lainnya

26 Ceyx lepidus Terkadang dijumpai di sekitar hutan kecil. Makanan berupa arthropoda dan biasanya mengambil makanan dari air/sungai di hutan.

27 Merops ornatus Terbang untuk memangsa serangga. Bertengger di area terbuka dan merupakan jenis pemakan lebah (ukuran kecil hingga sedang) dan serangga.

28 Myiagra alecto Merupakan jenis pemakan serangga. Sering terlihat berpasangan (jantan dan betina).

29 Cacomantis variolosus Merupakan jenis burung pemakan madu dan pemakan serangga sambil terbang.

30 Padda oryzivora Jenis burung yang mencari makan di lantai (ground). Merupakan jenis burung pemakan biji-bijian.

31 Scythrops novaehollandiae

Makanan utama yaitu buah, khususnya buah lembut yang isinya biji-bijian kecil, termasuk serangga ukuran besar, reptil, burung dan mamalia yang berukuran kecil.

32 Aplonis mysolensis Termasuk jenis pemakan. Beberapa individu lainnya mencari serangga di lantai (substrat) pada area yang berumput.

33 Aplonis metallica Beberapa individu lainnya mencari serangga di lantai (substrat) pada area yang berumput.


(44)

Tabel 14 lanjutan

No Nama Jenis Keterangan Kebiasaan Burung

34 Pachycephala pectoralis Lebih sering terdengar suaranya daripada terlihat. Mencari makan di sekitar dahan pohon. Di dahan pohon yang sama biasanya terlihat sedang makan dengan jenis burung pemakan serangga lainnya.

35 Rhipidura leucophrys Merupakan jenis pemakan serangga dan terkadang mencari makan di lantai (substrat).

36 Rhipidura rufifrons Jenis pemakan serangga yang biasanya mencari makan mulai dari lantai hingga kanopi pohon.

37 Fgereja erasia Lebih banyak mencari makan di lantai (substrat). Bertengger di pohon, kabel telepon, bangunan dan lain sebagainya. Jenis makanan berupa buah, biji-bijian dan atau invertebrata.

38 Macropygia amboinensis Lebih sering terdengar suara (Calling). Jenis makanan yaitu buah-buahan yang berukuran kecil.

39 Ducula perspicillata Sering terlihat berasosiasi dengan jenis pigeon pemakan buah lainnya di satu pohon yang sama.

40 Ptilinopus bernsteinii Jenis makanan berupa buah-buahan dan jenis tumbuhan merambat yang menghasilkan buah.

41 Ptilinopus monacha Kadang-kadang bertengger pada bagian bawah hingga pertengahan tajuk di hutan bersemak.

42 Ptilinopus hyogastra Umum dan mudah untuk ditemui. Sering bertengger pada bagian tajuk pohon di pagi dan senja hari.

43 Cacatua alba Biasanya bertengger di tajuk pohon tapi kadang-kadang ditemukan bertengger di bagian pertengahan tajuk pohon atau biasanya di puncak pohon yang tinggi. Tergolong jenis burung yang terbang dengan cepat.

44 Tanygnathus megalorynchos

Jenis makanan diperoleh dari pohon berbuah termasuk jenis pohon Sonneratia alba, Cannarium vulgare, dan Casuarinas. Tergolong jenis burung yang suka melakukan perjalanan ke pulau-pulau kecil disekitarnya.

45 Eclectus roratus Lebih sering bertengger di tajuk pohon. Biasanya terbang berkilo-kilo meter dalam beberapa wilayah untuk mencari makanan.

46 Geoffroyus geoffroyi Terbang tinggi di atas tajuk dan hutan. Makanan utama untuk jenis burung "Parrot" yaitu buah dan biji-bijian.

47 Passer montanus Mencari makan terutama di lantai/substrat.

48 Myzomela obscura Cukup sulit untuk ditemui, tergolong jenis burung yang aktif dan merupakan jenis pemakan madu.

49 Leptocoma sericea Mencari makanan di sekitar tepi hutan, perdu, pekarangan, pepohonan di pedesaan, dll

50 Cinnyris jugularis Mencari makan berupa arthropod dan madu di taman bunga, tepi hutan, daerah pertumbuhan sekunder, dll

51 Corvus orru Tergolong jenis pemakan daging dan bangkai hewan. Jenis makanan berupa kodok, ular, serangga dan hewan domestikasi.

Kategori guild dengan jumlah jenis dan individu burung tertinggi yaitu pemakan serangga sedangkan guild yang memiliki jumlah jenis dan individu terendah adalah kategori grup burung lainnya. Berdasarkan jumlah individu, pemakan serangga merupakan kelompok yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian dengan jumlah total 806 individu (Tabel 15), sedangkan grup burung lainnya merupakan kelompok yang jumlah individunya paling sedikit.


(45)

Tabel 15 Jumlah jenis dan individu pada setiap guild

No Guild Kode

Guild

Jumlah Jenis

Jumlah Individu

A Burung laut SB 2 145

B Burung pesisir pantai & burung pedalaman

1 Mencari mangsa sambil berenang SwB 1 24 2 Mencari mangsa sambil terbang di atas permukaan air AF 2 25

3 Mencari mangsa di sungai LW 5 22

4 Mencari mangsa di area peralihan antara danau-pantai & area berlumpur

SSMB 3 56

C Pemakan daging dan bangkai hewan CS 3 20

D Pemakan Serangga

1 Pemakan serangga di atas tajuk AI 6 525 2 Pemakan serangga sambil melayang FI 6 45 3 Pemakan serangga di bagian dahan pohon GI 8 236

E Pemakan buah

1 Pemakan buah secara luas WF 10 19

2 Pemakan buah (dunia lama) OWF 1 440

F Pemakan madu N 3 106

G Grup burung lain OBG 1 9

5.1.2.4.1 Keanekaragaman Guild di Kebun Campuran Tua

Komunitas burung di kebun campuran tua terdiri atas tujuh guild yaitu kategori burung pemakan daging dan bangkai hewan, pemakan serangga (pemakan serangga diatas tajuk, di dahan, dan sambil melayang), pemakan buah (pemakan buah secara luas dan pemakan buah dunia lama), pemakan madu, dan grup burung lainnya. Secara spesifik komunitas burung di kebun campuran tua di dominasi oleh kategori burung pemakan serangga terutama dari sub kategori pemakan serangga di atas tajuk dan pemakaan serangga di bagian dahan pohon (Tabel 16) dalam jumlah individu, sedangkan dalam jumlah jenis, tidak terjadi perbedaan jumlah yang signifikan dari ketujuh guild tersebut.


(46)

Tabel 16 Jumlah individu dan jenis penyusun guild di habitat kebun campuran tua No Kode Guild Jumlah Jenis Jumlah Individu

1 CS 1 2

2 AI 3 58

3 FI 1 2

4 GI 2 18

5 WF 1 2

6 OWF 1 2

7 N 3 16

Keterangan:

CS: pemakan daging & bangkai hewan, AI: pemakan serangga di atas tajuk, FI: pemakan serangga sambil melayang, GI: pemakan serangga di bagian dahan pohon, WF: pemakan buah secara luas, OWF: pemakan buah (dunia lama), N: pemakan madu.

5.1.2.4.2 Keanekaragaman Guild di Hutan Pantai

Komunitas burung di hutan pantai tersusun atas 10 guild (Tabel 17). Berdasarkan jumlah individu, burung pantai merupakan kategori guild yang paling banyak ditemukan yaitu jenis Fregata ariel, sedangkan berdasarkan jumlah jenis, kategori burung pesisir pantai dan burung air merupakan jenis yang paling banyak ditemukan.

Tabel 17 Jumlah individu dan jenis penyusun guild di habitat hutan pantai

No Kode Guild Jumlah Jenis Jumlah Individu

1 SB 2 134

2 AF 2 25

3 LW 4 11

4 SSMB 3 56

5 AI 2 32

6 GI 5 78

7 WF 2 2

8 OWF 1 11

9 N 2 30

10 OBG 1 5

Keterangan:

SB: burung laut, AF: mencari mangsa sambil terbang di atas permukaan air, LW: mencari mangsa di sungai, SSMB: mencari mangsa di areal peralihan antara danau-pantai & area berlumpur, AI: pemakan serangga di atas tajuk, GI: pemakan serangga di bagian dahan pohon, WF: pemakan buah secara luas, OWF: pemakan buah (dunia lama), N: pemakan madu, OBG: grup burung lain.

5.1.2.4.3 Keanekaragaman Guild di Danau

Komunitas danau merupakan komunitas dengan komposisi guild terbanyak jika dibandingkan dengan komunitas atau habitat lainnya (Tabel 18). Terdiri atas 11 guild kecuali kategori burung pemangsa sambil terbang diatas


(47)

permukaan air (AF) dan burung yang mencari makan di area peralihan & area berlumpur (SSMB). Komunitas burung di danau di dominasi oleh kelompok pemakan serangga baik dalam jumlah jenis maupun individu.

Tabel 18 Jumlah individu dan jenis penyusun guild di habitat danau

No Kode Guild Jumlah Jenis Jumlah Individu

1 SB 1 6

2 SwB 1 24

3 LW 2 11

4 CS 3 19

5 AI 4 121

6 FI 3 36

7 GI 2 2

8 WF 7 15

9 OWF 1 15

10 N 1 38

11 OBG 1 4

Keterangan:

SB: burung laut , SwB: mencari mangsa sambil berenang, LW: mencari mangsa di sungai, CS: pemakan daging dan bangkai hewan, AI: pemakan serangga di atas tajuk, FI: pemakan serangga sambil melayang, GI: pemakan serangga di bagian dahan pohon, WF: pemakan buah secara luas, OWF: pemakan buah (dunia lama), N: pemakan madu, OBG: grup burung lain.

5.1.2.4.4 Keanekaragaman Guild di Permukiman

Komunitas di permukiman merupakan komunitas dengan komposisi guild terendah jika dibandingkan dengan komunitas lainnya (Tabel 19). Meskipun hanya terdiri atas tiga jenis guild yaitu kelompok burung pemakan serangga di atas tajuk, pemakan serangga di bagian dahan pohon dan pemakan madu namun masing-masing jenis memiliki jumlah individu yang melimpah. Berbeda dengan jumlah jenis di setiap jenis guild yang hanya terdiri dari dua sampai empat jenis. Tabel 19 Jumlah individu dan jenis penyusun guild di habitat permukiman

No Kode Guild Jumlah Jenis Jumlah Individu

1 AI 3 222

2 GI 4 88

3 N 2 212

Keterangan:

AI: pemakan serangga di atas tajuk, GI: pemakan serangga di bagian dahan pohon , N: pemakan madu.

5.1.2.4.5 Keanekaragaman Guild di Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Komunitas RTH terdiri atas enam jenis guild yaitu burung laut, pemakan daging dan bangkai, pemakan serangga di atas tajuk, pemakan serangga di bagian


(48)

dahan pohon, pemakan buah (dunia lama), dan pemakan madu (Tabel 20). Jenis burung pemakan buah (dunia lama) merupakan guild dengan jumlah individu tertinggi, sedangkan jenis guild dengan jumah individu terendah yaitu burung pemakan daging dan bangkai hewan. Jenis Passer montanus merupakan jenis burung yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian.

Tabel 20 Jumlah individu dan jenis penyusun guild di habitat RTH

No Kode Guild Jumlah Jenis Jumlah Individu

1 SB 1 5

2 CS 1 1

3 AI 2 44

4 GI 2 9

5 OWF 1 207

6 N 1 5

Keterangan:

SB: burung laut, CS: pemakan daging dan bangkai hewan, AI: pemakan serangga di atas tajuk, GI: pemakan serangga di bagian dahan pohon, OWF: pemakan buah (dunia lama), N: pemakan madu.

5.1.2.5 Gangguan Terhadap Burung

Gangguan terhadap burung di lima tipe habitat terbagi atas dua yaitu gangguan langsung dan gangguan tidak langsung oleh manusia. Pada tipe habitat kebun campuran tua, bentuk gangguan secara langsung yaitu adanya perburuan burung oleh masyarakat sekitar untuk dikonsumsi atau dipelihara, sedangkan gangguan tidak langsung yaitu adanya rumah-rumah kebun masyarakat. Pada habitat hutan pantai bentuk gangguan oleh manusia yaitu secara tidak langsung seperti banyaknya sampah rumah tangga yang mengotori pantai. Pada habitat danau bentuk gangguan secara tidak langsung yaitu adanya kegiatan wisata setiap hari libur dan akhir pekan, sedangkan pada habitat perrmukiman dan RTH gangguan tidak langsung yang ditimbulkan yaitu kebisingan seperti suara mesin dari kendaraan dan aktivitas manusia lainnya.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Pulau Ternate

Terdapat 11 jenis burung yang tidak ditemukan serta 22 jenis baru jika dibandingkan dengan hasil Widodo (2011). Hasil penelitian Widodo pada periode 26 Juli-12 Agustus 2009 di Pulau Ternate berhasil ditemukan 34 jenis dari 24


(49)

suku dengan jumlah pencatatan 474 individu. Sedangkan pada penelitian ini berhasil ditemukan 51 jenis burung dari 17 suku dengan jumlah pencatatan sebanyak 1674 individu. Jumlah jenis ini 70% lebih banyak jika dibandingkan dengan hasil Widodo. Tingginya jumlah jenis yang ditemukan diduga karena lamanya perbedaan waktu pengamatan. Penelitian oleh Widodo bersama pihak LIPI dilaksanakan selama 18 hari di enam lokasi yang mewakili tipe habitat kebun campuran tua, pantai dan danau. Pengamatan dilakukan pada pagi (07.00-10.00), siang (11.00-14.00), dan sore hari (15.00-18.00). Penelitian ini dilaksanakan selama 39 hari di 15 lokasi penelitian yang mewakili lima tipe habitat yaitu kebun campuran tua, pantai, danau, permukiman, dan RTH. Pengamatan dilakukan pada pagi (06.15-09.15) dan sore hari (16.00-18.00). Adanya perbedaan lama waktu pengamatan di lokasi membuktikan bahwa semakin lama waktu yang digunakan untuk melakukan pengamatan burung maka peluang untuk ditemukannya jenis baru semakin besar. Selain itu, kondisi angin yang kencang dan temperatur lingkungan yang rendah pada saat itu membuat burung-burung lebih banyak beristirahat dan diam.

Data lain yaitu pemantauan burung secara berkala oleh Burung Indonesia (BI) periode Januari 2011 – Februari 2012. Tercatat 28 jenis burung yang tidak ditemukan dalam penelitian ini dan empat jenis diantaranya merupakan jenis baru. Kekayaan jenis burung di Pulau Ternate berdasarkan penelitian ini yaitu sekitar 80% dari total jenis burung hasil pantauan BI selama periode Januari 2011-Februari 2012 (393 hari). Waktu pengamatan burung oleh BI dilakukan secara berkala di hampir seluruh lokasi Pulau Ternate termasuk habitat hutan primer dan mangrove yang tidak menjadi spot/lokasi pengamatan burung pada penelitian ini. Hal ini karena luasan habitat mangrove yang semakin berkurang seiring meningkatnya pengembangan wilayah reklamasi pantai dan habitat primer yang masih sangat mengkhawatirkan untuk dijadikan lokasi penelitian pasca erupsi Gunung Gamalama. Waktu pengamatan yang lebih lama dan cakupan habitat yang lebih bervariasi menyebabkan perbedaan data yang diperoleh dan kemungkinan peluang ditemukannya jenis baru lebih besar. Metode yang digunakan oleh BI yaitu metode present-absent. Metode ini hanya digunakan untuk mengecek jenis burung apa saja yang ada di Pulau Ternate tanpa melakukan


(1)

Lampiran 14 (lanjutan)

No Suku dan Nama Jenis Nama inggris Nama ilmiah Status perlindungan

IU CI UU

16 Nuri bayan Eclectus Parrot Eclectus roratus II AB

17 Nuri pipi merah Red-cheeked Parrot Geoffroyus geoffroyi II

7. Alcedinidae

18 Cekakak biru putih Blue-and-white Kingfisher Halcyon diops DD AB

19 Cekakak pantai White-headed kingfisher Halcyon saurophaga AB

20 Cekakak suci Sacred kingfisher Halcyon sancta LC

21 Udang merah kerdil Chameleon Dwarf Kingfisher Ceyx lepidus AB

8. Meliphagidae

22 Myzomela remang Dusky myzomela Myzomela obscura AB

9. Nectariniidae

23 Burung madu hitam Black sunbird Leptocoma sericea AB

24 Burung madu sriganti Copper-throated Sunbird Cinnyris jugularis LC AB


(2)

Lampiran 15 Jenis burung yang dilindungi di habitat kebun campuran tua

No Suku Nama lokal Nama ilmiah Status perlindungan

IUCN CITES UU 1 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis AB 2 Nectariniidae Burung madu hitam Leptocoma sericea AB 3 Alcedinidae Udang merah kerdil Ceyx lepidus AB 4 Accipitridae Elang bondol Haliastur indus II AB 5 Meliphagidae Myzomela remang Myzomela obscura AB Keterangan : UU= UU No 5 tahun 1990 dan PP No 7 tahun 1999, II= Appendix 2.

Lampiran 16 Jenis burung yang dilindungi di habitat hutan pantai

No Suku Nama lokal Nama ilmiah

Status perlindungan IU CI UU

1 Ardeidae Kokokan laut Butorides striatus AB

2 Ardeidae Kowak malam merah Nycticorax caledonicus AB

3 Ardeidae Kuntul karang Egretta sacra AB

4 Ardeidae Kuntul kecil Egretta garzetta AB

5 Accipitridae Elang tiram Pandion haliaetus II AB 6 Scolopacidae Gajahan timur Numenius madagascarensis AB 7 Scolopacidae Gajahan kecil Numenius minutus II AB 8 Columbidae Walik topi biru Ptilinopus monacha NT

9 Alcedinidae Cekakak pantai Halcyon saurophaga AB 10 Necrarinidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis AB 11 Necrarinidae Burung madu hitam Nevtarina aspasia AB Keterangan : UU= UU No 5 tahun 1990 dan PP No 7 tahun 1999, NT= Near Threatened, II= Appendix 2.

Lampiran 17 Jenis burung yang dilindungi di habitat danau

No Suku Nama lokal Nama ilmiah

Status perlindungan IU CI UU

1 Ardeidae Kuntul perak Egretta intemedia AB

2 Ardeidae Kuntul kecil Egretta garzetta AB

3 Accipitridae Elang bondol Haliastur indus II AB 4 Accipitridae Elang laut perut putih Haliaetus leucogaster AB 5 Columbidae Walik kepala kelabu Ptilinopus hyogastra

6 Psittacidae Kakatua putih Cacatua alba VU II 7 Psittacidae

Betet kelapa paruh

besar Tanygnathus megalorynchos II

8 Psittacidae Nuri bayan Eclectus roratus II AB

9 Psittacidae Nuri pipi merah Geoffroyus geoffroyi II

10 Alcedinidae Cekakak biru putih Halcyon diops DD AB 11 Alcedinidae Cekakak suci Halcyon sancta LC

12 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis AB Keterangan : UU= UU No 5 tahun 1990 dan PP No 7 tahun 1999. LC= Least Concern, VU= Vulnerable, DD= Data Deficient II= Appendix 2.


(3)

Lampiran 18 Jenis burung yang dilindungi di habitat permukiman

No Suku Nama lokal Nama ilmiah

Status perlindungan IU CI UU

1 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis AB

Lampiran 19 Jenis burung yang dilindungi di habitat RTH

No Suku Nama lokal Nama ilmiah

Status perlindungan IU CI UU

1 Accipitridae Elang laut perut putih Haliaetus leucogaster II AB 2 Nectariniidae Burung madu sriganti Cinnyris jugularis AB


(4)

(5)

(6)