dengan pembinaan dari kejiwaan si anak. Baik pemeliharaan maupun pendidikan, keduanya harus mendapatkan perhatian serius oleh kedua orang tua si anak,
walaupun di saat putusan cerai dibacakan oleh hakim di depan sidang pengadilan menjatuhkan hak asuh kepada salah satu pihak, bukan berarti pihak yang tidak
diberikan hak asuh tersebut dapat lepas bebas tanggung jawab. Keduanya tetap bertanggung jawab dalam hal pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka.
29
Jadi penulis menarik kesimpulan, bahwa konsekuensi yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dari suatu perceraian terhadap
anak adalah sebagai berikut : a.
Orang tua berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya hingga anak-anak tersebut dapat berdiri sendiri yang dlaksankan sebesar-
besarnya untuk kepentingan si anak. b.
Kedua orang tuanya bertanggung jawab terhadap pengadaan biaya pendidikan dan pemeliharaan anak-anak.
Dengan demikian kedudukan anak tersebut secara hukum tetap dilindungi. Dan perlindungan hukum ini adalah hak anak-anak tersebut yang ditujukan untuk
kelangsungan masa depan anak-anak tersebut.
E. Perceraian Menurut Putusan Pengadilan Negeri No.
411Pdt.G2012Pn.Mdn
Seperti yang telah penulis paparkan di penjelasan mengenai sumber hukum formal perceraian menurut putusan Pengadilan, Putusan Pengadilan menurut UU
No. 1 Tahun 1974 adalah sumber hukum terpenting setelah peraturan perundang-
29
Muhammad Syaifudin ,Op.cit. Hal. 373-374
Universitas Sumatera Utara
undangan, sebagaimana terfleksi dari pasal 39 ayat 1 yang memuat ketentuan imperative bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan
setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Ini berarti bahwa tidak ada perceraiab, jika tidak ada putusan
pengadilan. Sebaliknya, tidak ada putusan pengadilan, jika tidak ada perkara perceraian.
Putusan pengadilan mengenai perceraian yang diharuskan oleh Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 dapat menjadi yurispudensi, dalam arti jika semua hakim di
pengadilan menggunakan metode penafsiran yang sama terhadap suatu norma- norma hukum perceraian dalam peraturan perundang-undangan dan menghasilkan
kejelasan yang sama pula serta diterapkan secara terus menerus dan teratur terhadap perkara atau kasus hukum perceraian yang berlaku umum yang harus
ditaati oleh setiap orang seperti halnya undang-undang dan jika perlu dapat digunakan paksaan oleh alat-alat Negara supaya hukum perceraian yang dibentuk
oleh hakim di pengadilan tersebut betul-betul ditaati. Hukum perceraian yang terbentuk dari putusan-putusan hakim pengadilan seperti itu dinamakan
yurisdpudensi atau hukum dari putusan hakim. Menurut Pasal 18 PP No. 9 Tahun 1975 perceraian itu terjadi terhitung
pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan Negeri. Selanjutnya, putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum berdasarkan Pasal 34 ayat 1 PP No. 9 Tahun 1975.
30
30
Muhammad Syaifudin, ibid. Hal. 297-303
Universitas Sumatera Utara
Dari penjelasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa perceraian sah terjadi apabila sudah dinyatakan di depan sidang Pengadilan Negeri dengan
proses-proses dalam acara persidangan seperti yang penulis paparkan di atas. Tidak ditemukan definisi mengenai perceraian dalam Putusan Pengadilan
Negeri No. 411Pdt.G2012PN.Mdn. Perceraian menurut Putusan Pengadilan Negeri No. 411Pdt.G2012PN.Mdn adalah Putusnya suatu perkawinan yang
diakibatkan dinyatakannya Cerai oleh Hakim di depan sidang Pengadilan Negeri Medan. Putusan Pengadilan Negeri No. 411Pdt.G2012PNMdn merupakan
perkara perceraian antara Krisna Wenny dan Loganaden Jibalen. Putusan ini diputuskan pada tanggal 27 Februari 2013 oleh Majelis Hakim yang memeriksa
yaitu Erwin T. Pasaribu, SH. MH Hakim Ketua Majelis, Leliwaty, SH. MH Hakim Anggota I dan Sarpin Rizaldi, SH Hakim Anggota II, serta Yunita
Bangun, SH sebagai Panitera Pengganti. Hakim Pengadilan Negeri Medan memutuskan perkara perceraian tersebut
dikarenakan berbagai alasan yang digugat oleh penggugat dan penggugat rekonpensi. Penggugat menyatakan bahwa hubungan perkawinan antara penggugat
dan tergugat tidak lagi mengalami keharmonisan. Pengggugat menuding tergugat selalu melakukan tindakan kasar disertai perkataan kasar kepada penggugat
sehingga rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak harmonis dalam berkomunikasi.
Ketidak harmonisan rumah tangga mereka telah mencoba proses perdamaian dengan cara merundingkan masalah ini dengan keluarga besar
penggugat dan tergugat. Penggugat dalam surat gugatannya mengatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
penggugat telah diusir dari rumah dan tidak diijinkan tergugat untuk menemui anak kandungnya hasil perkawinan penggugat dan tergugat.
Tergugat dalam gugatan rekonpensinya menyatakan bahwa ketidakharmonisan rumah tangga Penggugat dalam rekonpensi dan Tergugat
dalam rekonpensi adalah dikarenakan perbuatan Tergugat dalam rekonpensi sendiri yang selalu curiga kepada Penggugat dalam rekonpensi yang bekerja
sebagai supir truk dan menuduh Penggugat dalam rekonpensi tidak setia. Penggugat dalam rekonpensi juga tidak ingin hidup bersama lagi dengan tergugat
dalam rekonpensi karena tergugat rekonpensi pernah tertangkap basah sedang berduaan di dalam sebuah kamar hotel tanpa memakai busana hanya mengenakan
handuk saja dengan seorang laki-laki yang diduga adalah selingkuhan Tergugat rekonpensi, dan disaksikan dengan beberapa orang saksi . Tergugat rekonpensi
juga pernah dijatuhi hukuman penjara karena melakukan penggelapan uang perusahaan tempat Tergugat dalam rekonpensi bekerja.
Setelah kejadian tersebut Pengugat dalam rekonpensi telah merasa dkhianati tergugat dalam rekonpnesi, maka Penggugat dalam rekonpensi sudah
tidak lagi ingin hidup bersama dengan tergugat dalam rekonpensi. Untuk tu pada tanggal 10 Maret 2012 Penggugat dalam dalam rekonpensi dan tergugat dalam
rekonpensi membuat Surat Kesepakatan Bercerai atas kesepakatan bersama dan ditanda tangani oleh Penggugat dalam rekonpensi dan Tergugat dalam rekonpensi.
Tetapi Majelis Hakim menolak menyatakan sah secara hukum surat kesepakatan bercerai tersebut menimbang bahwa di dalam Undang-Undang
Perkawinan yaitu UU No. 1 Tahun 1974 tidak mengenal adanya suatu perceraian
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi dengan kesepakatan, karena terjadinya suatu pereraian telah diatur dengan jelas di dalam ketentuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yaitu di dalam Pasal 38, Perceraian terjadi karena adanya 1.
Kematian; 2.
Perceraian; 3.
Atas keputusan Pengadilan; Dari berbagai alasan Penggugat dalam rekonpensi di dapatlah alasan yang
dapat dijadikan dasar melakukan perceraian berdasarkan pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
disebutkan bahwa perceraian terjadi karena alasan salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan lainnya yang sukar disembuhkan dan antara suami
dan istri terjdi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus sehingga tidak ada harapan untuk dirukunkan kembali. Maka Majelis Hakim memutuskan
Perceraian tersebut bukan atas kesepakatan antara Suami dan Istri tersebut, melainkan atas alasan-alasan yang disampaikan istri melalui surat gugatannya dan
alasan-alasan suami atas replik dan gugatan rekonpensinya. Dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan
di depan sidang Pengadilan dengan alasan-alasan yang kuat, dan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan kedua belah pihak.
Walaupun perceraian adalah masalah pribadi baik atas kehendak bersama maupun kehendak salah satu pihak yang tidak perlu adanya campur tangan dari Pemerintah,
namun untuk menghindari tindakan kesewenang-wenangan terutama dari pihak
Universitas Sumatera Utara
suami dan juga demi kepastian hukum, maka perceraian harus melalui lembaga Pengadilan.
Bahwa tepatlah keputusan Hakim menyatakan putusnya perkawinan antara Krina Wenny dan Loganaden Jibalen tersebut, dan dinyatakan di depan sidang
Pengadilan Negeri Medan sebagai bukti telah dilakukannya perceraian.
Universitas Sumatera Utara
BAB III HAK ASUH DAN PEMELIHARAAN ANAK DI BAWAH UMUR
SEBAGAI AKIBAT DARI PERCERAIAN
A. Pengertian Hak Asuh Anak Di Bawah Umur