Latar Belakang Pelimpahan Hak Asuh Anak Di Bawah Umur Kepada Bapak Akibat Perceraian (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor:411/Pdt.G/2012/PN.Mdn)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orang pada umumnya berniat untuk menikah sekali seumur hidupnya saja. Namun pada kenyataannya justru tidak demikian. Tidak sedikit pasangan suami-istri, yang akhirnya harus memilih berpisah alias bercerai. Faktor ketidakcocokan dalam sejumlah hal, berbeda persepsi serta pandangan hidup, paling tidak ,menjadi beberapa penyebab terjadinya perceraian 2 Menurut pasal 38 Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa Perkawinan dapat putus karena a. Kematian, b. Perceraian, dan c. atas keputusan Pengadilan. 3 Penyebab putusnya perkawinan karena kematian disebabkan oleh karena salah satu dari suamiistri atau bahkan kedua-duanya telah meninggal dunia terlebih dahulu, sehingga pernikahan menjadi putus. Putusnya perkawinan disebabkan karena terjadinya perceraian disebabkan beberapa hal sebagai berikut yaitu : a. Zinah. b. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk. c. Dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi, setelah dilangsungkannya perkawinan. 2 Budi Susilo, Prosedur Gugatan Cerai. Yogyakarta : Pustaka Yudistia, 2007, hal. 11. 3 Pasal 38 Bab VIII Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Universitas Sumatera Utara d. Pencederaan berat atau penganiayaan, yang dilakukan oleh salah seorang dari suami istri terhadap yang lainnya, sehingga membahayakan keselamatan jiwa atau mengakibatkan luka-luka yang serius dan membahayakan kesehatan. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. 4 Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan merupakan putusan perkawinan berdasarkan keputusan yang dutetapkan oleh hakim pengadilan. Dan juga disebakan oleh karena salah satu pihak dalam perkara perceraiannya tidak hadir dalam putusan perceraiannya. Anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut merupakan anak sah sesuai dengan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 anak yang sah adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah. 5 Dalam suatu lembaga perkawinan telah ditentukan bahwa anak-anak adalah tanggung jawab suami dan istri sebagai bapak dan ibu dari anak-anak tersebut, tanggung jawab ini terus berlangsung sepanjang perkawinan atau sampai anak itu dewasa. Tetapi seperti yang telah penulis utarakan di atas, perkawinan yang dimaksud itu dapat juga menimbulkan masalah bagi anak-anak sebagai akibat dari perceraian kedua orang tuanya. Dan hal ini menjadi masalah pula bagi kedua orang 4 H. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung : CV. Mandar Maju, 2007, hal. 151 5 H. Hilman Hadikusuma , ibid, Hal. 124 Universitas Sumatera Utara tua yang bercerai tersebut yaitu anak-anak yang belum dapat menilai kepada siapa mereka akan diasuh, apakah diserahkan kepada bapak atau ibunya. Pada pasal 41 huruf a Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan UUP, yang berbunyi : “ Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya ”. Menurut ketentuan hukum yang berlaku yaitu Kompilasi Hukum Isam pasal 105 huruf a yang berbunyi “ Dalam hal terjadi perceraian pemeliharaan anak yang belum mumayyiz belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya”. dan paal 156 huruf a Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi : “Akibat Putusnya perkawinan karena perceraian ialah anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya,…..”. 6 Dari rumusan dua pasal Kompilasi Hukum Islam tersebut jelaslah bahwa apabila terjadi suatu perceraian dalam rumah tangga, maka hukum menghendaki hak asuh anak yang belum mumayyiz jatuh ketangan ibunya. Akan tetapi ketentuan pasal 105 huruf a dan pasal 156 huruf a tersebut bukanlah suatu keharusan dan bersifat mutlak melainkan hanya hal, yang dibatasi ketentuan pasal 156 huruf c Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah”. 6 Solahudin Pugung, Mendapatkan Hak Asuh Anak Harta Bersama. Depok : CV. Karya Gemilang, 2011, hal. 38. Universitas Sumatera Utara Undang-Undang menghendaki hak asuh anak yang belum mumayyiz jatuh ketangan ibu, namun hal itu bukanlah suatu yang mutlak atau keharusan, karena bisa saja Majelis Hakim dalam suatu persidangan menjatuhkan hak asuh anak yang belum mumayyiz ketangan bapaknya sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Misal, karena ibunya berkelakuan buruk, seperti judi, zinah, boros, dan lain hal sebagainya. 7 Ketentuan KHI diatas tidak berlaku kepada semua , karena hanya mengikat bagi mereka yang memeluk agama Islam yang perkaranya diperiksa dan diputus di Pengadilan Agama. Untuk orang-orang yang bukan beragama Islam atau yang perkaranya diperiksa dan diputus di Pengadilan Negeri, karena tidak ada pedoman yang secara tegas mengatur batasan pemberian hak asuh bagi pihak yang menginginkannya, maka hakim dalam menjatuhkan putusannya akan mepertimbangkan antara lain pertama, fakta-fakta yang terungkap dipersidangan ; kedua, bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak; serta argumentasi yang dapat meyakinkan hakim mengenai kesanggupan dari pihak yang memohonkan Hak Asuh Anak tersebut dalam mengurus dan melaksanakan kepentingan dan pemeliharaan atas anak tersebut baik secara materi, pendidikan, jasmani dan rohani anak tersebut. Kepada kedua orang tua hukum memberikan hak yang legal kepada kedua orang tua tersebut untuk melaksanakan pemeliharaan atau perwalian terhadap anak-anak mereka sesudah perceraian. Mereka memiliki hak yang sama equality untuk melaksanakan segala kepentingan dan tanggung jawab pemeliharaan anak. Akan tetapi hal tersebut dinilai teoritis dan tidak mungkin untuk pelaksanaannya. 7 Solahudin Pugung, ibid, hal. 39. Universitas Sumatera Utara Bagaimana caranya melakukan pemeilharaan secara bersama sama dalam legalitas hak hukum yang sama, sedangkan kedua orang tua tersebut telah bercerai. Dapat dibayangkan hal itu akan membawa percekcokan lagi diantara mereka yang dampaknya akan lebih membawa kesan yang lebih buruk terhadap pertumbuhan psikis anak-anak tersebut. Dalam rangka mengurangi dampak perceraian terhadap anak setelah fase berpisahnya orang tua mereka. Erat kaitannya dengan kompetensi orang tua untuk mengasuh anak, terutama anak yang masih dibawah umur 12 Tahun berdasarkan standar KHI Pasal 105,di Indonesia hanya mengenal Hak Asuh Tunggal legal custody yakni penetapan hak asuh anak baik pihak ayah maupun pihak ibu. a. Hak Asuh Ibu mother custody Doktrin aliran psikologi psikoanalis Sigmund Freud yang menempatkan ibu sebagai peran tunggal dengan Oedipus complex adalah salah satu bukti kedekatan anak dengan ibunya. Freud berpendapat bahwa hubungan sang anak dengan ibunya sangat berpengaruh dalam pembentukan pribadi dan sikap-sikap sosial di kemudian hari. Dalam masalah ini seorang ibu memang mudah dilihat berperan penting bagi seorang anak apabila menemui kesulitan-kesulitan mendasar. Menurut Bowlby dalam The Nature Of Childs Tie To His Mother 1990 , sikap ketergantungan anak-anak pada ibu terbentuk karena ibu peka menanggapi setiap aktvitas bayi seperti menangis, senyum, menyusu, dan manja. Ibu adalah orang yang pertama dan utama yang menjalin ikatan batin dan emosional dengan anak. Universitas Sumatera Utara Pengaruh hasil penelitian psikologi menjadi acuan bagi lembaga yang ingin menyelesaikan sengketa hak asuh dengan memberikan kewenangan yang lebih besar pada pihak ibu, terutama dalam masalah perebutan Hak Asuh Anak di bawah umur. b. Hak Asuh Ayah Father Custody Seorang ayah berperan dalam perkembangan anaknya secara langsung. Ayah memgatur serta mengarahkan aktivitas anak. Misalnya mengarahkan anaknya bagaimana cara menghadapi lingkungan dan situasi diluar rumah. 8 Pengadilan harus memilih dan menentukan siapa diantara kedua orang tua yang berhak untuk melakukan pemeliharaan. Pengadilan pada hampir semua putusannya telah menjatuhkan pilihan pemeliharaan itu kepada ibu. Pilihan ini berdasarkan pada beberapa ukuran objektif disamping dihubungkan dengan kepentingan anak dihubungkan dengan rasa kemanusiaan dan fakor kontak. a. Bahwa apabila anak-anak akibat perceraian itu masih berumur kecil yang sedang memerlukan kasih sayang dan belaian yang lemah lembut dan perawatan yang lakukan dengan penuh ketabahan adalah lebih serasi jika pemeliharaan anak tersebut diberikan pada si ibu ditinjau dari segi kemanusiaan apalagi anak tersebut masih menyusui atau berumur 2 atau 3 tahun adalah sesuatu yang menyayat hati kemanusiaan untuk memisahkan anak dengan ibu dalam keadaan pemisahan hidup bukan karena pemisahan disebabkan meninggal. 8 www.damang.web.id, http:www.damang.web.is201112perceraian-kompetensi-hak- asuh-anak.html?m=1, diakses tanggal 15 Desember 2013 Universitas Sumatera Utara b. Pada umumnya ibu lebih terikat pada tempat kediaman dibanding dengan ayah yang setiap pagi hingga sore hari hampir selalu sibuk diluar rumah sehingga pencurahan kasih sayang tidak dapat sepenuhnya diberikan oleh ayah, sedangkan ibu lebih banyak tinggal di rumah bersama anak yang menyebabkan pemeliharaan dan ikatan kasih sayang itu setiap saat berlangsung timbal balik antara anak dengan si ibu. 9 Perlindungan anak juga berlaku pada pertanggung jawaban hak-hak anak tersebut dari orang tuanya. Hak-hak tersebut meliputi hak-hak untuk dapat hidup, tumbuh,berkembang, mendapatkan kasih sayang orang tuanya. Di kemudian hari anak-anak tersebut juga mendapatkan hak waris dari ayah ibunya. Anak juga memiliki hak untuk menyatakan pendapatnya, hak untuk di dengar ,hak untuk menerima, mencari dan memberikan informasi demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kepatutan dan kesusilaan. Anak dibawah umur dianggap belum dapat menyampaikan pendapatnya untuk ikut tinggal dengan siapa setelah perceraian kedua orang tuanya. Disinilah kemudian pengadilan memutuskan siapa yang berhak dalam meletakkan kewajiban pemeliharaan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang sesuai dengan keadaan yang nyata. Misalnya tidaklah pantas pengadilan menyerahkan pemeliharaan pada si ibu sekalipun anak tersebut masih kecil jika data-data memperlihatkan moral ibu tidak sesuai sebagai pemelihara yang baik dan sudah dapat diperkirakan bahwa dia akan selalu melalaikan tanggung jawab 9 M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, Medan : CV. Zahir Trading Co, 1975, hal.163 Universitas Sumatera Utara pemeliharaan tersebut. 10 Ataupun sebelum perceraian atau penyebab perceraian itu disebabkan oleh tingkah laku dan sikap ibu yang dianggap minus, seperti melakukan zinah atau pemabuk dan lain sebagainya. Faktor lingkungan dan kelakuan dari ibu dan ayahnya, faktor kemampuan memberi kesempatan yang baik dan menyenangkan ditinjau dari segi sosial ekonomi pemeilharaan, usia dan jenis kelamin anak, serta kasih sayang yang tampak timbal balik antara kedua orang tua dengan anak-anak dan anak dengan orang tua juga menjadi pertimbangan hakim dalam memutus hak asuh anak tersebut. 11 Seperti paparan yang telah saya jelaskan diatas, dalam perkara perceraian yang terjadi antara Krisna Wenny dan Loganaden Jibalen yang dikarunia seorang anak yang bernama J. Akash Dil Radj berusia 7 Tahun. Pernikahan yang mereka bina berjalan 8 Tahun, akan tetapi dengan kehadiran seorang anak sebagai buah hati pernikahan mereka, tetap sering terjadi percekcokan yang disebabkan berbagai hal-hal riskan dalam pernikahan. Puncaknya adalah ketika si istri melayangkan gugatan perceraian disertai dengan tuntutan hak asuh dan mengenai harta bersama yang didapat selama pernikahan. Tetapi permasalahan yang penulis ingin soroti adalah keputusan hakim menetapkan hak asuh anak dibawah umur kepada ayahnya. Beberapa faktor penyebab perceraian menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutus kepada siapa anak tersebut diberikan hak pengasuhannya. Dalam kasus perceraian antara Krisna Wenny dan Loganaden Jibalen penyebab perceraian adalah Krisna Wenny menggugat Loganaden Jibalen karena dianggap telah 10 M. Yahya Harahap , ibid , Hal. 164 11 Ibid, hal. 162 Universitas Sumatera Utara melakukan kekerasan di dalam rumah tangga . Loganaden Jibalen sebagai tergugat lalu menyampaikan jawaban tertulis sekaligus gugatan rekopensi atas gugatan penggugat Krisna Wenny tersebut. Krisna Wenny yang dinilai tidak setia dan terbukti telah melakukan perselingkuhan ketika masih berstatus sebagai istri sah dari Loganaden Jibalen. Krisna wenny juga pernah ditahan karena terbukti telah melakukan penipuan dan telah meninggalkan rumah untuk kurun waktu cukup lama. Berdasarkan alasan alasan yang dikemukakan penulis di atas, terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi pertimbangan yang menyangkut keadaan individu dari si pemelihara yang memperlihatkan bagaimana kelakuan kedua orang tua tersebut yang menyebabkan mengapa Pengadilan menjatuhkan pilihan kepada si ayah Loganaden Jibalen. Sehubungan dengan latar belakang yang penulis paparkan, penulis tertarik mengangkat judul “ Pelimpahan Hak Asuh Anak Dibawah Umur Kepada Bapak Akibat Perceraian Analisis Putusn Pengadilan Negeri Nomor: 411Pdt.G2012PN.Mdn .” Sebagai suatu persyaratan untuk mejadi sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

B. Permasalahan