21
misi  perutusannya.  Beliau  mengecam  bahwa  kemacetan  dalam  menjalankan misi  di  Jawa  kerena  keterbatasan  tentang  bahasa  dan  perilaku  orang  Jawa.
Dalam misinya di Muntilan  Romo Van Lith menampilkan figur Gereja yang menyatu dan hidup berdampingan dengan umat walaupun di sisi lain ada pula
yang menganggapnya terlalu keras kepala.
Beliau  juga  menerjemahkan  buku  pelajaran  agama  dan  doa-doa kedalam Bahasa Jawa bukan hanya menerjemahkan dari Bahasa Belanda dan
Latin  saja  melainkan  lebih  mendalam  lagi  mengenai  makna  dan  perasaan yang  mau  diungkapkannya.  Hal  ini  memerlukan  waktu  yang  lama  karena
beliau  harus  berkontak  langsung  dengan  masyarakat  sampai  kraton
Yogyakarta Hendarto, 1990: 114-118.
D. Penggunaan  Bahasa  Jawa  dalam  Perayaan  Ekaristi  untuk  Membantu
Penghayatan Iman umat 1.
Perayaan Ekaristi menurut Konsili Vatikan II
Istilah  Ekaristi  yang  dihasilkan  dalam  Konsili  Vatikan  II  terdapat dalam  dokumen  Sacrosanctum  Concilium,  Lumen  Gentium,  Presbyterorum
Ordinis.  Konsili  Vatikan  II  tidak  secara  sistematis  menyampaikan  tema Ekaristi.  SC  47  secara  singkat  merumuskan  mengenai  Ekaristi,  sebagai
berikut: Pada perjamuan terakhir, pada malam  Ia diserahkan, Penyelamat kita
mengadakan  Kurban  Ekaristi  Tubuh  dan  Darah-Nya.  Dengan demikian,  Ia  mengabdikan  Kurban  Salib  untuk  selamanya,  dan
mempercayakan  kepada  Gereja,  Mempelai-Nya  yang  terkasih, kenangan wafat dan kebangkitan-Nya: sakramen cinta kasih, lambang
22
kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu Kristus  disambut,  jiwa  dipenuhi  rahmat,  dan  kita  dipenuhi  jaminan
kemuliaan akan datang.
Berdasarkan  artikel  dari  SC  dapat  diperoleh  beberapa  kesimpulan pokok dari Ekaristi yang dihasilkan oleh Konsili Vatikan II.
a. Ekaristi sebagai Sumber dan Puncak Kehidupan Gereja
Ekaristi  sebagai  sumber  dan  puncak  hidup  Gereja,  Sacrosanctum Concilium
menyebutkan  Ekaristi  sebagai  ”sumber  dan  puncak”  seluruh kegiatan  Gereja,  walaupun  liturgi  tidak  mencakup  seluruh  kegiatan  Gereja.
Liturgi  sebagai  puncak  seluruh  kegiatan  Gereja  dan  sebagai  sumber  daya- kekuatan  SC  10.  Liturgi  mendorong  umat  beriman  supaya  setelah  mereka
dipuaskan  dengan  sakramen-sakramen  dipersatukan  dalam  persekutuan, mereka  mampu  mengamalkan  apa  yang  mereka  peroleh  kedalam  hidup
sehari-hari. Liturgi Ekaristi sebagai sumber yang mengalirkan rahmat kepada umatnya.  Kerena  hidup  ialah  suatu  ibadah  maka  istilah  Perayaan  Ekaristi
sebagai  sumber  dan  puncak  hidup  Gereja  menunjuk  perhatian  Konsili Vatikan  II  yang  menghubungkan  Ekaristi  dengan  seluruh  spiritualitas  hidup
Gereja. Dalam  Lumen  Gentium  LG,  Konstitusi  Konsili  Vatikan  II  tentang
Gereja,  art.  11  menyatakan  beberapa  hal  mengenai  Ekaristi  sebagai  sumber dan puncak hidup Gereja.
Dengan ikut serta dalam korban Ekaristi, sumber dan puncak seluruh hidup kristiani, mereka mempersembahkan Anak Domba Ilahi dan diri
sendiri  bersama  dengan-Nya  kepada  Allah;  demikianlah  semua menjalankan  peranannya  sendiri  dalam  perayaan  liturgis,  baik  dalam
persembahan maupun dalam komuni suci, bukan dengan campur baur, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
melainkan masing-masing dengan caranya sendiri. Kemudian sesudah memperoleh  kekuatan  dari  tubuh  Kristus  dalam  perjamuan  suci,
mereka  secara  konkrit  menampilkan  kesatuan  umat  Allah  yang  oleh sakramen  mahaluhur  itu  dilambangkan  dengan  tepat  dan  diwujudkan
secara mengangumkan.
Dari artikel diatas terdapat tidak poin pokok mengenai  makna Ekaristi sebagai sumber dan puncak hidup Gereja. Pertama, melalui Perayaan Ekaristi
umat  beriman  mempersembahkan  Kristus  dan  diri  sendiri  sebagai  Gereja kepada Allah. Kedua, dalam Ekaristi diharapkan umat beriman berpartisipasi
menurut  cara dan perannya masing-masing. Ketiga, dalam Perayaan Ekaristi umat  beriman  memperoleh  kekuatan  untuk  mewujudkan  kesatuan  umat
melalui perutusan Martasudjita, 2012:16.
b. Ekaristi sebagai Perayaan Gereja
”Melalui  liturgi,  terutama  dalam  kuban  Ilahi  Ekaristi  terlaksanalah karya  penebusan  kita”  SC  2.  Ekaristi  sebagai  karya  penebusan  SC  47.
Melalui Ekaristi maka Gereja memperoleh misteri penyelamatan Allah dalam nama  Kristus.  Ekaristi  pula  yang  menjadi  anugerah  kebersamaan  dan
kesatuan  dengan  Allah  dan  dengan  sesama  manusia.  Merayakan  Ekaristi Gereja  senantiasa  mengungkapkan  dirinya  sebagai  karya  keselamatan  Allah.
Liturgi  Ekaristi  membantu  umat  beriman  dalam  menghayati  misteri  Kristus, maka dari liturgi Ekaristi maka terbentunya suatu Gereja. LG 26 menegaskan
bagaimana  Gereja  l ahir  dari  Ekaristi  “Di  setiap  himpunan  di  sekitar  altar,
dengan  pelayanan  suci  Uskup,  tampillah  lambang  cinta  kasih  dan  kesatuan Tubuh  Mistik  ini,  syarat  mutlak  untuk  keselamatan.  Dan  jemaat-jemaat  itu,
24
meskipun  sering  hanya  kecil  dan  miskin,  atau  tinggal  tersebar,  hiduplah Kristus  dan  berkat  kekuatan-Nya  terhimpunlah  Gereja  yang  satu,  kudus,
katolik  d an  apostolik”.  Dengan  demikian  Gereja  lahir  dari  Ekaristi.  SC  26
menyebutkan  bahwa  Ekaristi  bukan  suatu  perayaan  perorangan  melainkan perayaan  bersama  yang  dirayakan  oleh  seluruh  Gereja  Martasudjita,
2009:298-300.
c. Ekaristi sebagai Pusat Liturgi
Ekaristi  sebagai  pusat  seluruh  liturgi  memiliki  kedudukan  khusus dalam  beberapa  tempat.    Karya  penebusan  terlaksana  dalam  liturgi  terutama
dalam  kurban  Ekaristi  SC  2.  Dalam  liturgi  terutama  bagian  Ekaristi  umat beriman  memperoleh  rahmat  dari  Allah    SC  10.  Kesatuan  umat  sebagai
Gereja menuntut adanya keikutsertaan penuh dan aktif dalam perayaan liturgi terutama  dalam  bagian  Ekaristi  SC  41.  Ekaristi  sebagai  pusat  liturgi
menunjukan pemahaman SC yang melihat dari dua sudut pandang antara lain Ekaristi sebagai perwujudan tertinggi dan memandang  liturgi lain dari sudut
Ekaristi.  Selain  memberikan  Ekaristi  sebagai  pusat  liturgi  juga  memberikan kedudukan tertinggi  pada perayaan Sabda dimana Kitab Suci  menjadi  pusat,
perayaan sakramen lain, dan ibadat harian Martasudjita, 2009:301.
d. Ekaristi sebagai Kurban
Sacrosanctum  Concilium  menyebutkan  Ekaristi  sebagai  kurban  SC 2,7,47.  Kurban  disini  berhubungan  dengan  tradisi  Trente.  “Kristus  hadir
25
dalam  kurban  Misa,  baik  dalam  pribadi  pelayan”  SC  7.  Bapa  Konsili mengutip  kata  kurban  dalam  Trente.  SC  menghubungkan  kurban  Ekaristi
dengan  perjamuan  malam  terakhir  yang  dilakukan  oleh  Yesus  dan  juga kurban  salib.  Pada  perjamuan  malam  terakhir  Yesus  sudah  mengorbankan
Tubuh  dan  Darah-Nya.  Namun  hal  ini  tidak  juga  berarti  bahwa  perjamuan malam  terakhir  ialah  perjamuan  Ekaristi.  Perayaan  Ekaristi  yang  pertama
baru  terlaksana  sesudah  Yesus  Kristus  wafat  dan  bangkit.  Kata  kurban Ekaristi  yang  diadakan  oleh  Yesus  pada  perjamuan  malam  terakhir
menunjukkan  pada  penyerahan  diri  Yesus  kepada  Bapa  bagi  keselamatan dunia. Peristiwa salib Kristus  itulah  yang dirasakan dan dihadirkan di  setiap
Perayaan  Ekaristi.  Maka  kesatuan  kurban  Ekaristi  dan  kurban  salib  Kristus. Dalam  hal  ini  maka  Ekaristi  juga  sebagai  perayaan  kenangan  dimana
perjamuan  malam  terakhir  dikenang  dan  diabadikan  dalam  Perayan  Ekaristi Martasudjita, 2009: 293-295.
e. Ekaristi sebagai Perjamuan
SC  47  menyebutkan  Ekaristi  sebagai  perjamuan  Paskah.  Istilah perjamuan  Paskah  menunjukan  perjamuan  Ekaristi  yang  berasal  dari
perjamuan  malam  terakhir  yang  diadakan  oleh  Yesus  Kristus,  yang  disebut perjamuan  Paksah  Yahudi.  Perayaan  Paskah  ini  dimengerti  secara
keseluruhan  Perayaan  Ekaristi,  artinya  Ekaristi  sebagai  perayaan  kenangan. Istilah  Paskah  mendapat  penolakan  oleh  beberapa  Bapa  Konsili  Vatikan  II
karena  bagi  orang  beriman  istilah  Paskah  berarti  kebangkitan  Tuhan,  tetapi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
yang dimaksudkan ialah kurban salib. Namun menurut maknanya, perjamuan Paskah  disebut  sebagai  keseluruhan  karya  penyelamatan  Allah  yang  wafat
dan kebangkitan-Nya sebagai puncaknya Martasudjita, 2009:297-298.
f. Ekaristi sebagai Sakramen
Kristus  “mempercayakan  Gereja,  mempelai-Nya:  sakramen  cinta kasih, lambang kesatuan
ikatan cinta kasih” SC 47. Konsili Vatikan II tidak memisahkan sakramen dan kurban dalam Ekaristi dengan menyatakan bahwa
Ekaristi  menghadirkan  kurban  salib  Kristus  disebut  juga  sebagai  sakramen. Hal  ini  menjadi  suatu  pembaharuan,  karena  sesudah  Trente  hingga  pra-
Vatikan  II, makna kurban dan sakramen dari Ekaristi dipisahkan. Sejak  abad pertengahan,  gagasan  sakramen  dipersempit.  Istilah  sakramen  menunjukkan
kehadiran  Kristus  dalam  Sakramen  Mahakudus  atau  hosti  yang  sudah diberkati.  Dalam  SC  menampilkan  pembaharuan  akan  pendangan  mengenai
Ekaristi,  baik  dari  isi  maupun  caranya.  Dengan  demikian  Ekaristi  disebut sebagai  sakramen  cinta  kasih,  lambang  kasatuan  dengan  Allah  dan  dengan
sesama anggota Gereja Martasudjita, 2009:297.
2. Memaknai dan Menghayati Perayaan Ekaristi melalui Bahasa Jawa
a Ritus Pembuka
Penggunaan  Bahasa  Jawa  dalam  Perayaan  Ekaristi  meliputi  seluruh bagian.  Di  dalam  ritus  pembuka  mulai  dari  nyanyian  pembuka,  tanda  salib,
seruan  tobat  hingga  doa  pembuka  menggunakan  Bahasa  Jawa.  Perayaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Ekaristi  Bahasa  Jawa  dalam  ritus  pembuka  terdapat  dialog  antara  imam  dan umat
“Tuhan  sertamu,  dan  sertamu  juga”  berubah  menjadi  “Gusti manunggala, kalian kula sadaya
” dimana umat merasa lebih meresapi. Karl Edmund  Prier, SJ  dalam buku  Indonesianisasi, mengungkapkan bahwa  pada
tahun  1960-an  teks  Latin  diganti  dengan  Bahasa  Jawa  supaya  liturgi  lebih mendekati  rakyat  Boelaars,2005:426.  Ritus  pembuka  sebagai  penghantar
kepada  Perayaan  Ekaristi  juga  sebagai  menghantar  umat  untuk  masuk kedalam  suatu  perjamuan.  Seruan  tobat  yang  didaraskan,  umat  cenderung
menutup  mata  dan  sungguh  mengucapkan “kawula ngakeni” dengan lantang
dan juga cepat sehingga beberapa umat yang masih membaca bisa tertinggal begitu juga dalam mendasarkan
“kawula pitados”. Dalam pembukaan atau biasa disebut sebagai ritus pembuka Perayaan
Ekaristi  terdiri  dari  beberapa  bagian.  Hal  ini  bertujuan  supaya  dapat mempersatukan  umat  yang  berhimpun  untuk  dapat  mendengarkan  sabda
Allah  dengan  khidmat  dan  merayakan  Ekaristi  dengan  sungguh-sungguh. Mengawalinya  dengan  membuat  dan  merenungkan  tanda  salib  yang
dilakukan besama-sama. Dalam ritus pembuka ini pula mengajak umat untuk menyadari panggilan Allah dalam satu kesatuan bersama suluruh umat tanpa
membedakan satu dengan yang lainnya Suharyo, 2011:15-24. Umat  yang  datang  merupakan  tanggapan  dengan  penuh  iman  akan
undangan  dari  Allah  sebagai  tuan  rumah  dalam  Perayaan  Ekaristi  yang ditujukan  kepada  semua  orang  tanpa  memandang  latar  belakangnya.
Kehadiran  rahmat  Allah  maka  akan  menghasilkan  persaudaraan  dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
kekeluargaan  karena  menanggapi  panggilan  dari  Allah.  Namun  dengan terbentuknya suatu ikatan persaudaraan dan kekeluargaan maka akan mudah
membuat  umat  menyingkirkan  mereka  yang  tidak  termasuk  kedalamnya. Melalui Imam yang memimpin Ekaristi selalu dituntut untuk menghayati dan
dapat mengembangkan semangat persaudaraan di tengah masyarakat. Sebagai  manusia  yang  datang  dan  menanggapi  undangan  dari  Allah,
maka  diharapkan  pula  bahwa  manusia  menyadari  kelemahannya  atas  segala dosa-dosanya.  Dengan  membawa  segenap  dosa,  manusia  datang  dan  berani
untuk  mengakuinya  karena  percaya  seperti  kisah  domba  yang  hilang,  Allah akan  selalu    menanti  kedatangan  umatnya.  Pengakuan  atas  keberdosaan
manusia  menyadari  bahwa  manusia  makhluk  ciptaan  Allah  dan  mencari kerahiman Allah.
b Liturgi Sabda
Pada  tahun  1629  seorang  pedagang  Belanda  Cornelis  Ruly menerjemahkan  Injil Matius dan dicetak dalam bahasa Belanda-Melayu.  Hal
ini  menjadi  contoh  pertama  untuk  mencetak  dan  menerjemahkan  Alkitab bukan dengan Bahasa Eropa demi tujuan misioner. Kemudian pada abad-abad
selanjutnya  dicetak  dalam  berbagai    bahasa  di  nusantara  termasuk  di  Jawa, hal ini dilakukan supaya dapat dengan mudah dimengerti oleh umat setempat.
Dalam hal ini digunakan terjemahan dari Protestan. Pada tahun 1974, bekerja sama dengan pihak Protestan sebagai corak ekumene berhasil menerjemahkan
Kitab  Suci  lengkap  dalam  Bahasa  Indonesia,  dengan  masih  menerjemahkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
kedalam  bahasa  daerah,  karena  bagi  Gereja  setempat  terjemahan-terjemahan kedalam  bahasa  setempat  sangatlah  diperlukan.  Hal  ini  karena  Bahasa
Indonesia tidak selalu digunakan dalam daerah-daerah tertenu walaupun pada kenyataannya  sistem  pendidikan  menggunakan  Bahasa  Indonesia.  Maka
pengungkapan  Sabda  Allah  kedalam  bahasa  setempat  menjadi  unsur  utama
dalam inkulturasi Boelaars,2005:394.
Penggunaan  Bahasa  Jawa  dalam  Liturgi  Sabda  dirasa  sungguh membantu umat untuk mendengarkan, menghayati dan meresapi Sabda Allah.
Umat yang telah terbiasa menggunakan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari- hari akan lebih mudah untuk memahami isi dari Sabda Allah yang dibacakan
dan  homili  yang  disampaikan.  Homili  yang  disampaikan  oleh  imam menggunakan Bahasa Jawa membantu umat dalam memahami makna Sabda
Allah. Beberapa istilah yang tidak biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari yang  terdapat  dalam  Injil  dapat  dipertegas  melalui  homili  yang  dibawakan
oleh  imam,  sehingga  apa  yang  telah  didengarkan  dapat  dengan  mudah  di pahami  dan  diresapi  sehingga  umat  dapat  menanggapinya  dalam
permohoman  umum.  Permohonan  umum  diselaraskan  dengan  situasi  yang
sedang terjadi didalam lingkungan maupun lingkup yang lebih luas.
Umat  yang  berhimpun  dalam  Perayaan  Ekaristi  akan  mendapat makanan rohani dengan
menyadari bahwa “manusia hidup tidak dari roti saja, tetapi  dari  s
etiap firman yang keluar dari mulut Allah”. Maka dalam liturgi sabda  umat  mendengarkan  pengajaran  Allah  yang  masih  terus  dapat
didengarkan  melalui  sabdaNya.  Iman  akan  terus  dihidupi  dalam  setiap  umat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
yang mendengarkan sabdanya seperti  yang disabdakan oleh St. Paulus “jadi,
iman timbul melalui pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus” Rm 10:17. Tanggapan terhadap sabda yang diwartakan ialah iman, karena hanya
dengan  imanlah  manusia  dapat  menyadari  kehadiran  serta  karya  Kristus
dalam sakramen Suharyo, 2011:33-53.
Melalui Liturgi Sabda pula umat disadarkan akan kegunaan dari Kitab Suci  yang  bukan  hanya  berisi  tulisan-tulisan  untuk  dibaca  saja  melainkan
undangan untuk ditanggapi dengan sepenuh hati dengan iman yang tangguh. Dengan  sabda  yang  dibacakan  dalam  Perayaan  Ekaristi  diharapkan  dapat
meneguhkan  ikatan  kasih  antara  Kristus  dengan  Gereja  yang  merupakan semua  umat  yang  percaya  kepadaNya.  Adanya  homili  setelah  pembacaan
Sabda  Allah  sebagai  kesaksian  dari  sang  pembawa  homili  akan  cinta  kasih yang  di  terima  dari  Kristus  yang  diwartakan.  Bacaan-bacaan  yang  dipilih
dalam Perayaan Ekaristi disusun berdasarkan lingkaran tahun liturgi yaitu A, B  dan  C.  Jadi  dapat  dikatakan  bahwa  umat  yang  secara  terus  menerus
mengikuti  perayaan  Ekaristi  dalam  3  tahun  maka  sudah  mendengarkan seluruh  isi  Kitab  Suci.  Hal  pengulangan  ini  bukanlah  membosankan
melainkan  sesuatu  yang  indah.  Kisah-kisah  tidak  hanya  perlu  dimengerti namun  dikenang  kembali,  dengan  kenangan  itu  pula  umat  dengan  lagi  dan
lagi  diundang  untuk  merasakan  kembali  kasih  Allah  dan  menanggapi
karyaNya.
Seluruh umat  yang dengan mengenangkan kembali karya Allah  akan disatukan  oleh  Roh  kudus  dengan  para  pendahulu  dalam  iman.  Umat  juga
31
disatukan  dengan  umat  yang  merayaan  Ekaristi  diseluruh  dunia.  Dengan demikian iman yang ditimbulkan oleh Sabda Allah ialah iman seluruh umat,
maka  bersama-sama  akan  mengalami  kegembiraan,  peneguhan  dan penghiburan  dari  kenangan  bersama.  Karena  kuasa  Sabda  Allah  maka  tidak
boleh ada orang kritiani yang mengalami kesendirian dalam hidupnya.
Setelah  Allah  telah  berbicara  dan  memberi  pengajaran  kepada umatnya maka seluruh umat dengan penuh kepercayaan menanggapi dengan
mendaraskan Syahadat. Secara bersama-sama mengucapkan iman akan Yesus Kristus yang merangkum sejarah karya penyelamatan Allah kepada manusia.
Setelah  mengucapkan  Syahadat  maka    dilanjutkan  mengarahkan  diri dihadapan  Allah  dengan  menghaturkan  doa-doa  permohonan  yang  ditujukan
untuk semua kalangan baik itu dalam lingkup Gereja maupun masyarakat.
c Liturgi Ekaristi
Bahasa  Jawa  dalam  Ekaristi  telah  membantu  umat  dalam  memahami Perayaan  Ekaristi  dan  membantu  umat  dalam  mendalami  Sabda  Allah  yang
telah  dibacakan  dalam  Liturgi  Sabda.  Liturgi  Sabda  telah  mengenyangkan umat dengan Sabda Yesus Kristus sebagai sabda kehidupan abadi dan kekal.
Selanjutnya  Perayaan  Ekaristi  dilanjutkan  mulai  dari  doa  persiapan persembahan, Doa Syukur Agung sebagai puncak dari Perayaan Ekaristi dan
diakhiri  dengan  doa  sesudah  komuni.  Liturgi  Ekaristi  dijelaskan  dalam  satu gagasan yaitu hidup dalam pengharapan  Suharyo, 2011:59.
32
Tahun 1973 Konggres Liturgi II diputuskan bahwa supaya ada bagian yang khas dalam PWI Liturgi, dalam hal musik Boelaars,2005:427.  Liturgi
Ekaristi menjadi pusat perayaan dimana umat mengikutinya dengan khidmat. Oleh karena itu lagu-lagu yang dibawakan dalam Perayaan Ekaristi umumnya
lagu dengan aliran keroncong, selendro dan pelog, dimana aliran lagu tersebut yang melekat dengan masyarakat Jawa. Lagu Rama Kawula slendro menjadi
lagu  yang  dinantikan  oleh  umat  dimana  umat  dengan  menutup  mata  dan menengadahkan tangan memuji dan memuliakan Allah.
Adapun  inti  dari  harapan  manusia  ialah  kepenuhan  makna  seluruh alam  ciptaan  dalam  Kerajaan  Allah.  Dimana  Allah  telah  memulai  pekerjaan
dalam  penciptaan  alam  raya  ini  dengan  sungguh  amat  baik  selanjutnya diharapkan  manusia  yang  akan  melanjutkannya  dengan  baik  pula.  Dalam
harapan umat tidak hanya dijanjikan oleh janji kosong melainkan suatu yang nyata  dan  sedang  terjadi,  walaupun  tidak  semua  yang  diharapkan  akan
terlaksana dan nyata namun hal ini menjadikan manusia semakin menghayati dan  memberikan  kesaksian  tentang  keutamaan  harapan  Suharyo,  2011:59-
87. Di  dalam  doa  persiapan  persembahan  manusia  menyatakan  harapan
akan  daya  ilahi  yang  menyempurnakan  ciptaan  dan  kerja  manusia.  Roti  dan anggur  yang  dipersiapkan  sebagai  hasil  dari  bumi  dengan  usaha  manusia.
Menerima  dengan  penuh  rasa  syukur  buah  karya  penyelamatan  Allah  maka manusia  terdorong  untuk  membagikan  anugerah  penyelamatan  kepada
sesama.   Dengan kuasa Roh Kudus dan kuasa ilahi kemudian roti dan anggur PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
diubah  menjadi  roti  kehidupan  dan  minuman  rohani  dimana  Yesus  sendiri yang  menjadi  korban  keselamatan  bagi  manusia.  Dengan  demikian  roti  dan
anggur  semakin  menyadarkan  manusia  akan  kekayaan  alam  dan  pentingnya memelihara  alam  raya.  Selain  dengan  menggunakan  roti  dan  anggur,  masih
ada pencampuran air ke dalam anggur dengan maksud bahwa manusia boleh mengambil keilahian Kristus.
Doa  Syukur  Agung  sebagai  puncak  dari  seluruh  perjamuan, didalamnya  terdapat  suatu  kenangan  akan  malam  perjamuan  terakhir  Yesus
dengan  para  muridnya.  Yang  dikenangkan  ialah  sengsara  dan  kematian Kristus, yang cenderung menyakitkan, namun melalui Ekaristi manusia diajak
untuk  berani  menghadapi  dengan  tabah  kenangan-kenangan  yang menyakitkan.  Karena  dengan  kenangan  yang  menyakitkan  manusia
diharapkan  bisa  melihat  Allah  dalam  kegelapan  dan  mendatangkan perdamaian.  Membuat  manusia  lebih  berani  dalam  menghadapi  kegelapan
masa lampau yang berlandaskan pada karya keselamatan akan Yesus Kristus yang bangkit dari wafatNya. Melalui tindakan Yesus dalam perjamuan malam
terakhir,  membantu  siapa  saja  untuk  hidup  dalam  harapan,  terutama  mereka yang  hidupnya  tertekan  oleh  kenangan-kenangan  yang  menyakitkan  ataupun
menjadi korban penghianatan. Dalam  Ekaristi  kata  Roh  Kudus  diucapkan  dua  kali  dengan  maksud
bahwa  Gereja  menyadarkan  diri  pada  karya  Roh  Kudus  yang  mencurahkan berbagai  anugerah  kepada  setuluh  umat  bukan  hanya  umat  setempat  saja.
Kerana  Roh  adalah  satu  masa  semua  umat  dipersatukan  dalam  suatu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
persekutuan. Kemudian bagian yang tidak kalah pentingnya ialah penerimaan Tubuh dan Darah  Kristus  yang dilambangkan dengan roti  dan anggur dalam
komuni yang juga sebagai suatu persekutuan dengan Allah. Yesus menyebut Allah sebagai Bapa seluruh umat, sebagai Bapa tentu
saja  akan  selalu  mendampingi  dan  memberi  kebutuhan  kepada  anak-anak- Nya. Oleh karena itu dalam doa Bapa Kami seluruh umat memuji, bersyukur
dan  memohon  kepada  Allah  Bapa.  Kemudian  dilanjutkan  dengan  salam damai  sebagai  ungkapan  kepercayaan  seluruh  umat  akan  cinta  kasih  dari
Bapa yang mengikat seluruh umat.
d Ritus Penutup
Setelah  doa  sesudah  komuni,  itu  berarti  bahwa  Liturgi  Ekaristi  telah selesai  dirayakan  bersama-sama.  Ditutup  dengan  ritus  penutup  yang
merupakan  berkat  dan  perutusan,  seperti  halnya  Yesus  yang  mengutus  para murid  untuk  memberikan  kesaksian  kepada  setiap  orang  begitu  juga  dengan
umat yang telah selesai mengikuti Perayaan Ekaristi. Ekaristi dengan Bahasa Jawa dianggap sungguh menyentuh umat setempat dalam aklamasi dan umat
yang  menjawab  salam  dari  Allah  seperti  yang  terdapat  dalam  ritus  penutup, sebelum  berkat  imam  menyampaika
n  salam  “Gusti  manunggala”  dan  umat menjawab  “kalian  kula  sedaya”  ungkapan  salam  menyentuh  dan
memfosukkan  umat  untuk  mengarah  dan  menjawab  salam  yang  berasal  dari Allah,  dengan  Bahasa  Jawa  maka  umat  merasa  lebih  dekat  dengan  Allah
karena  bahasa  yang  digunakan  ialah  bahasa  umat.  dari  Bahasa  Latin  diganti PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dengan Bahasa
Jawa supaya
liturgi lebih
mendekati rakyat
Boelaars,2005:426. Dengan  menerima  berkat,  umat  Allah  yang  berhimpun  dianugerahi
kesatuan hidup dengan persekutuan dengan Allah.  Apa yang telah diperoleh dan  dialami  selama  mengikuti  Perayaan  Ekaristi  juga  senantiasa  dibagikan
kepada  sesama.  Dengan  perutusan  membawa  umat  untuk  secara  terus menerus  meneruskan,  meneguhkan  dan  membagikan  kasaksian  tentang  apa
yang  telah  dialaminya.  Perayaan  Ekaristi  telah  selesai  namun  anugerah kehadiran  Yesus  terus  berlangsung  yang  menjadi  kekuatan  dalam  menjalani
beratnya kehidupan sehari-hari Suharyo, 2011:97-101. Dengan  demikian  Gereja  merupakan  sang  penerima  dan  pengemban
kabar Gembira, walaupun dalam lingkup kecil namun gereja harus senantiasa membagikan tugas pewartaan kepada semua orang. Karena tidak ada satupun
yang  dapat  menghambat  penyebaran  Sabda  Allah.  Seperti  yang  telah diketahui  bahwa  sejak  awal  hidup  Gereja,  murid  Kristus  telah  mengalami
penindasan  namun  mereka  tetap  menyebarkan  pewartaan.  Dalam  Kis  4:29 dikatakan  bahwa  para  murid  tidak  meminta  supaya  mereka  tidak  dianiaya
melainkan  meminta  keberanian  untuk  tetap  menyebarkan  kabar  gembira keselamatan.
Dengan  demikian  melalui  perutusan  akan  mendorong  setiap  manusia untuk  ikut  terlibat  dalam  melaksanakan  tugas  Gereja.  Berhimpun  dalam
persekutuan, memberikan harapan baru, memperbaharui iman dan yang tidak kalah  penting  ialah  memurnikan  kasih  dan  melanjutkan  kesaksian,  seperti
36
yang  telah  dilakukan  oleh  Para  Rasul,  walaupun  ditindas  namun  semangat pewartaannya tidak akan pudar.
3. Partisipasi umat dalam Ekaristi Bahasa Jawa
Penggunaan  Bahasa  Jawa  dalam  Ekaristi  membuat  umat  setempat untuk  lebih  aktif  dalam  Ekaristi,  dengan  penggunaan  bahasa  sendiri
dipandang  akan  jauh  lebih  memudahkan  umat  dalam  mengikuti  dan menghayati Perayaan Ekaristi. Umat diharapkan akan lebih aktif menggambil
bagian dalam liturgi.   Segi partisipatif umat menunjuk kepada suatu Ekaristi yang  berarti  sebuah  perayaan  bersama.  Berikut  dijabarkan  mengenai  peran
serta umat dalam Perayaan Ekaristi:
Umat diharapkan mengikuti Perayaan Ekaristi secara aktif dan sadar. Mulai  dari  persiapan,  pelaksanaan  dan  sampai  akhirnya  penerapan  kedalam
hidup  bermasyarakat.  Partisipasi  dimaksudkan  pada  keikutsertaan  umat  dari awal  Perayaan  sampai  pada  akhir  karena  Ekaristi  merupakan  satu  kesatuan
Perayaan Liturgi yang tidak bisa dipisahkan.
Partisipasi  umat  dilaksanakan  dalam  tingkatan,  tugas  serta  keaktifan umat,  yang  senantiasa  menjalankan  tugas  dengan  sepenuh  hati  menurut
kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan. Masing-masing tugas yang diembannya perlulah suatu koordinasi dan pengetahuan serta keterampilan masing-masing
umat  menurut  tugas  masing-masing  umat.  Selain  imam  sebagai  pemimpin Ekaristi,  dibutuhkan  partisipasi  yang  menjadi  tugas  umat  dalam  pelayanan
37
liturgi antara lain, lektor, pemazmur, paduan suara, pelayan komuni, pemusik, koster, misdinar, kolektan Martasudjita, 2009:108.
E. Tantangan  Penggunaan  Bahasa  Jawa  dalam  Perayaan  Ekaristi  Pada