xvii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Teks Kitab Suci
Seluruh  singkatan  Kitab  Suci  dalam  skripsi  ini  mengikuti  Kitab  Suci Perjanjian  Lama  dan  Perjanjian  Baru:  dengan  pengantar  dan  catatan  singkat.
Dipersembahkan  kepada  Umat  Katolik  Indonesia  oleh  Ditjen  Bimas  Katolik Departemen  Agama  Republik  Indonesia  dalam  rangka  PELITA  IV.
Ende:Arnoldus. 19841985, hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Gereja
CT :Catechesi  Tradendae,  Anjuran  Apostoik  Paus  Paulus  II
kepada  para  uskup,  klerus,  dan  segenap  umat  beriman tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.
GS :  Gaudium  et  Spes,  Konstitusi  Pastoral  dalam  Konsili
Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965
LG :  Lumen  Gentium,  Konstitusi  Dogmatis  dalam  Konsili
Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964 PO
:  Presbyterium  Ordinis,  Dekrit  dalam  Konsili  Vatikan  II tentang Pelayanan dan Kehidupan para  Imam, 7 Desember
1965 SC
:  Sacrosanctum  Concilium,  Konstitusi  dalam  Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci, 4 Desember 1963
C. Singkatan Lain
AYD : Asian Youth Day
EKM : Ekaristi Kaum muda
FX : Fransiscus Xaverius
FGD : Focused Group Discussion
KAS : Keuskupan Agung Semarang
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
xviii Mgr
: Monsinyur MSC
:  Missionari  Sacratissimi  Cordies  Jesu  Misionaris  Hati Kudus Yesus
OMK : Orang Muda Katolik
PIOM : Pembinaan Iman Orang Muda
PKKI : Pertemuan Kateketik Keuskupan se Indonesia
PUMR : Pedoman Umum Misale Romawi
PWI : Panitia Waligereja Indonesia
St. : SantaSanto
SJ : Societas Jesu Serikat Yesus
Pr : Presbiter Imam Diosesan
BAB I PENDAHULUAN
Pada  Bab  I  ini,  penulis  akan  menjelaskan  latar  belakang  penulisan, rumusan  masalah,  tujuan  penelitian,  manfaat  penelitian,  metode  penulisan  dan
sistematika penulisan.
A. Latar Belakang
Konsili Vatikan II yang diselenggarakan pada tahun 1962 dan berakhir tahun  1965,  Paus  Yohanes  XXIII  sebagai  pemarkasa  diadakannya  suatu
konsili,  namun  beliau  wafat  sebelum  konsili  tersebut  selesai,  kemudian  di lanjutkan  oleh  Paus  Paulus  VI.  Paus  Yohanes  XXIII  mempunyai  gagasan-
gagasan baru mengenai konsili yang akan diadakan, jika pada Konsili Vatikan I diselenggarakan guna memecahkan masalah sengketa doktrin dan yurisdiksi
di dalam Gereja, Konsili kedua ini bersifat pastoral Beding, 1997:21. Konsili ini membawa Gereja ke dalam dunia modern dan masalah yang dihadapi. Paus
Yohanes  XXIII  juga meyakini  bahwa Konsili  Vatikan  II ini menjadi  peluang bagi  Gereja  untuk  memahami  dan  menghadapi  dunia  yang  baru  ini  dengan
terang  Injil  Yesus  Kristus,  menyadari  tugas  perutusan  ditengah  dunia  serta kebudayaan semakin disekularisasikan.
Konsili  Vatikan  II  menghasilkan  16  dokumen  yang  terdiri  dari  4 konstitusi, 9 dekrit dan 3 pernyataan yang mencakup berbagai topik yang luas
mengenai ekumene, liturgi, pendidikan imam, misi dan kerasulan awam serta PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
kebebasan  dalam  beragama.  Pada  akhirnya  konsili  yang  dipimpin  oleh  Paus Paulus  VI  sebagai  pengganti  Paus  Yohanes  XXIII  menyadari  apa  yang
menjadi  harapan  dari  Paus  Yohanes  XXIII  yaitu  suatu  arggiornamento  yaitu
suatu pembaharuan Gereja dari segi internal Beding, 1997:21-22.
Sacrosanctum  Concilium  SC  Salah  satu  konstitusi  yang  dihasilkan oleh Konsili Vatikan II yang berbicara mengenai pembaharuan liturgi dengan
tujuan supaya umat senantiasa dapat memahami dan memperoleh berkah dari apa  yang  umat  rayakan  secara  bersama-sama,  pemaharuan  yang  dimaksud
ialah  unsur-unsur  yang  disesuaikan  dengan  keadaan  umat.  Seperti  apa  yang menjadi  keyakinan  Paus  Yohanes  XXIII  bahwa  kebudayaan  semakin
disekurarisasikan,  tidak luput apabila bermula dari Gereja Lokal, yaitu gereja yang  tumbuh  dan  berakar  di  tengah-tengah  rakyat    Madya  Utama,Ig.
2010:26.  Di  Indonesia  perlahan  menjadi  Gereja  Lokal  yang  mandiri  dengan lahirnya  biarawan  biarawati  pribumi,  salah  satunya  yaitu  Soegijapranata  SJ,
beliau merupakan uskup pribumi  yang pertama  Beding, 1997:24. Berbicara Gereja  Lokal  maka  tidak  lepas  dari  inkulturasi  di  mana  Gereja  Lokal  yaitu
Gereja  yang  sungguh-sungguh  bertumbuh  dari  kebudayaan  setempat, menghargai nilai-nilai dan tradisi setempat serta bahasa yang diinkulturasikan
ke dalam tata cara Katolik. Syarat  inkultursi  yang  benar  yaitu  menyadari  dan  mengakui  adanya
interaksi  timbal  balik  antar  agama  dan  kebudayaan  Kirchberger,  1995:92. Salah satu inkulturasi yang diterima dalam Gereja Indonesia ialah penggunaan
bahasa  Jawa  dalam  Perayaan  Ekaristi  yang  dirasa  lebih  mempermudah  dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
dimengerti oleh umat setempat serta sanara pengungkapan iman umat kepada Allah.  Demi  terjalinnya  suatu  komunikasi  dua  arah  antara  manusia  dengan
Tuhan maka harus memperhatikan bahasa, walaupun Tuhan maha mengetahui apapun  bahasa  yang  digunakan  oleh  manusia.  Inkulturasi  bahasa  inilah  yang
terjadi di Stasi Fransiskus Xaverius Kemranggen, Paroki Kutoarjo, Keuskupan Purwokerto  yang  mengunakan  Bahasa  jawa  dalam  setiap  Perayaan  Ekaristi
maupun  ibadat-ibadat  lainnya.  Melihat  kenyataan  yang  terjadi  bahwa kebudayaan  setempat  khususnya  bahasa  yang  semakin  luntur  dengan
kebudayaan  baru,  maka  menimbulkan  masalah  tersendiri  di  dalam  Perayaan Ekaristi.  Orang  tua  dirasa  masih  mahir  dalam  berbahasa  Jawa  dan  dengan
mudah  mengerti  dan  dapat  membantu  menghayati  dalam  Perayaan  Ekaristi tanpa  terkendala  bahasa,  karena  bahasa  jawalah  yang  sejak  dulu  menjadi
bahasa  mereka.  Namun  untuk  anak-anak  jaman  sekarang  ataupun  umat pendatang, mereka cenderung tidak mengerti arti bahasa jawa yang digunakan
dalam Perayaan Ekaristi sehingga tidak sungguh-sungguh memahaminya.
Konsili Vatikan tentang Liturgi yang merangkul budaya setempat telah diterapkan  oleh  Gereja  Indonesia.  Berbagai  inkulturasi  dengan  budaya
setempat  telah  masuk  kedalam  Gereja,  seperti  halnya  penggunaan  Bahasa Jawa dalam perayaan Ekaristi khususnya di daerah Jawa sebagai sarana untuk
mempermudah pengungkapan iman umat. Namun, dengan melihat perubahan- perubahan  manusia  dimasa  modern  ini,  kebudayaaan  setempat  seringkali
tersingkirkan  dan  berganti  dengan  budaya  baru.  Dengan  demikian  apakah kebudayaan  setempat  sungguh-sungguh  masih  dapat  membantu  umat  dalam
4
menghayati imannya di tengah arus budaya modern yang semakin menggerus
kebudayaan setempat.
Untuk dapat mengetahui tanggapan umat terhadap penggunaan Bahasa Jawa  dalam  perayaan  Ekaristi  di  Paroki  Kutoarjo  khususnya  di  Stasi
Kemranggen.  Penulis  mengemukakan  gagasan-gagasan  sesuai  dengan kenyataan  yang  dialami  oleh  umat  setempat,  sehingga  penulis  mengambil
judul:  PENGGUNAAN  BAHASA  JAWA  DALAM  PERAYAAN EKARISTI  DI  STASI  SANTO  FRANSISKUS  KEMRANGGEN,
PAROKI KUTOARJO
B. Rumusan Masalah