1
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai 1 latar belakang, 2 identifikasi masalah, 3 batasan masalah 4, rumusan masalah, 5 tujuan penelitian, 6
manfaat penelitian, 7 spesifikasi produk yang dikembangkan dan 8 definisi operasional.
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002: 263. Pendidikan sebenarnya merupakan suatu
rangkaian peristiwa yang kompleks. Peristiwa tersebut merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia sehingga manusia itu bertumbuh sebagai
pribadi yang utuh Hudojo, 1988: 1. Kebutuhan siswa antara lain adalah memperoleh pendidikan untuk mencapai prestasi tertentu demi mempersiapkan
diri mereka kelak hidup bermasyarakat. Salah satu upaya untuk memberikan pendidikan adalah melalui sekolah. Sekolah memberikan pendidikan untuk
membantu siswa dalam memperoleh prestasi belajar dan pengalaman berharga sebagai bekal hidup bermasyarakat melalui kegiatan belajar Ahmadi, 2014: 82.
Salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di SD adalah pelajaran Matematika. Matematika adalah bahasa numerik yang melambangkan serangkaian
2 hitungan dari pertanyaan yang ingin disampaikan Wahana, 2010: 115. Fungsi
dari mata pelajaran matematika adalah sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Tujuan diberikannya matematika di jenjang sekolah dasar adalah 1
menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung menggunakan bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari, 2 menumbuhkan kemampuan
siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, 3 membentuk sikapp logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. Kemampuan yang dapat
dialihgunakan tidak hanya kemampuan praktis atau kemampuan menerapkan matematika tetapi juga kemampuan berpikir secara matematik dalam menghadapi
masalah Soedjadi, 2000: 43-44. Matematika diajarkan di sekolah karena memang berguna, berguna untuk kepentingan matematika itu sendiri dan
memecahkan persoalan dalam masyarakat. Kegunaan matematika dalam memecahkan persoalan yang ada di dalam masyarakat itu banyak, dengan belajar
matematika siswa dapat berhitung; siswa dapat melakukan pengukuran; siswa dapat mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data;dapat menggunakan
kalkulator dan komputer sehingga perhitungannya lebih cepat dan praktis. Pembelajaran seharusnya tentang matematika yaitu anak dihadapkan pada
kenyataan sehari-hari yang memuat masalah-masalah matematis yang berhubungan dengan hitungan sehingga anak dapat memecahkannya.
Tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget, anak usia sekolah dasar SD kelas I berada pada tahap operasional konkret yaitu usia 7 sampai 11 tahun.
Tahapan operasional konkret ditandai dengan pertumbuhan kognitif yang luar biasa, karena ini masanya bahasa dan penguasaan keterampilan-keterampilan
3 dasar anak-anak bertambah cepat. Cara berpikir anak-anak dalam tahapan ini tidak
lagi didominasi oleh persepsi, tetapi anak-anak dapat menggunakan pengalaman mereka sebagai acuan dan tidak selalu bingung dengan apa yang mereka temui
dan segala hal baru yang mereka pahami. Keabstrakan objek-objek matematika perlu diupayakan agar dapat diwujudkan secara lebih konkret, sehingga akan
mempermudah siswa memahaminya. Oleh sebab itu pendidik harus dapat memilih atau menggunakan metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan tahap
perkembangan anak yaitu konkret. Dengan demikian pembelajaran matematika yang seharusnya dapat sesuai dengan tujuan dari pembelajaran matematika, dan
sesuai dengan tahap perkembangan anak SD yaitu operasional konkret sehingga siswa merasa tertarik dan mampu mengikuti proses kegiatan pembelajaran dengan
aktif. Di samping itu pembelajaran matematika yang konkret juga akan terasa lebih nyata bagi siswa.
Masalah utama dalam pendidikan Matematika adalah “Mengapa murid yang
tidak dapat atau tidak mau belajar matematika meskipun kurikulum yang mereka tempuh menuntut mereka belajar matematika”.
Menurut pengalaman mengajar 3 bulan di SDN Plaosan 1 PPL, ketika pembelajaran matematika berlangsung
tidak jarang ada anak yang asik bermain sendiri, mengantuk bahkan ada yang membuat keributan dengan mengganggu teman-temannya. Pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan buku dan LKS tanpa media konkret. Buku referensi yang digunakan guru selama proses belajar mengajar matematika di
kelas menggunakan buku BSE dan tambahan materi dari sumber lain misalkan internet, dan untuk menambah pemahaman siswa menggunakan LKS. Namun
4 yang terjadi selama di kelas anak-anak masih kurang berminat dalam membaca
buku maupun LKS yang dibagikan oleh guru. Buku pegangan menjadi salah satu daya tarik belajar bagi siswa. Salah satu siswa kelas I SDN Plaosan 1 mengatakan
bahwa, “
Buku yang aku miliki hanya LKS sedangkan buku paket hanya ada di sekolah tidak boleh dibawa pulang, bukunya juga tidak menarik banyak tulisannya, malas
jadinya buat baca buku
” Komunikasi pribadi, 5 November 2016. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan yang telah dilakukan peneliti kepada
empat guru kelas I SD di empat sekolah dasar daerah Sleman Barat yang meliputi SDN Plaosan 1, SDN Plaosan 2, SDN Susukan, dan SDK Jetis Depok, ada
permasalahan mengenai pembelajaran matematika di sekolah dasar. Menurut hasil wawancara analisis kebutuhun di sekolah dasar, salah satu guru mengatakan:
“
Matematika untuk kelas I itu tidak terlalu sulit, kesulitan secara umum sering terjadi jika anak melakukan kegiatan diskusi kelompok, anak cenderung
berbicara di luar konteks diskusi, namun ada hal yang lebih menyenangkan bagi anak ketika belajar matematika yaitu ketika mereka belajar menggunakan benda -
benda konkrit yang membuat anak melakukan banyak aktivitas gerak.” Komunikasi Pribadi, 5 November 2016.
Peneliti juga menanyakan materi yang dianggap sulit bagi siswa terkait penggunaan barang-barang nyata selama pembelajaran berlangsung. Siswa
mengatakan bahwa, “
Matematika itu yang sulit adalah pengurangan, kalau yang membingungkan itu adalah bangun ruang, bedanya balok sama kubus aku bingung kalau tidak
menggunakan barang soalnya bentuknya sama di gambar
”. Selain itu menurut pendapat para guru, tidak semua materi dapat dipelajari
dengan menggunakan benda konkrit. Selain karena keterbatasan alat peraga, para guru harus pandai-pandai memilih benda-benda sekitar untuk dapat digunakan
sebagai media pembelajaran yang tepat. Guru kelas I SDN Plaosan 2 mengatakan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5 “
Alat peraga hanya digunakan beberapa materi saja mbak, tidak semua materi karena keterbatasan waktu di samping itu juga saya kerepotan kalau harus
setiap saat menggunakan benda-benda konkrit, selain itu buku-buku pegangan kami juga belum sepenuhya bersifat kontekstual jadi saya kerepotan untuk
memilih dan menemukan benda-
benda secara nyata yang sesuai dengan materi”. Salah satu cara yang menjanjikan keberhasilan untuk memecahkan masalah
utama yaitu mengubah citra matematika sebagai sekumpulan konsep menjadi matematika sebagai kegiatan murid untuk memecahkan masalah-masalah dari
dunia kehidupan atau alam pikiran murid-murid sendiri Suryanto, 2010: 6. Pendidikan matematika yang berdasarkan paham matematika sebagai
kegiatan manusia adalah
Realistic Mathematics Education
Suryanto, 2010: 6.
Realistic Mathematic Education RME
telah lama dikembangkan di Belanda sejak tahun 1970-an dengan berlandaskan pada filosofi matematika sebagai
aktivitas manusia
mathematics as human activity
yang dicetuskan Hans Freudenthal Wijaya, 2012: 3.
Realistic Mathematic Education RME
mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan
dengan realitas dan matematika merupakan aktivitas manusia, berarti harus dekat dengan anak dan relevan dengan situasi sehari-hari Shoimin, 2014: 147. Bahan
pelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga para siswa berpeluang menemukan kembali matematika atau rumus-rumus matematika. Ini menuntut
inisiatif dan kreativitas dari siswa, membuat siswa menjadi pembelajar yang aktif Suryanto, 2010: 14. Suatu ilmu pengetahuan akan bermakna bagi pembelajar
jika proses belajar melibatkan masalah realistik Freudenthal dalam Wijaya, 2012: 3. Prinsip utama dalam belajar mengajar yang berdasarkan pada pengajaran
realistik adalah
1 Constructing and Concretizing, 2 Levels and Models, 3
6
Reflection and Special Assignment, 4 Social Context and Interaction, 5 Structuring and intertwining.
Berdasarkan situasi realistik siswa didorong untuk mengonstruksi sendiri masalah realistik karena masalah yang dikonstruksi oleh
siswa akan menarik siswa lain untuk memecahkannya Shoimin, 2014: 149. Di Indonesia,
Realistic Mathematic Education RME
sudah mulai diterapkan dengan nama
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI sejak tahun 2001. PMRI dikembangkan oleh Institut Pengembang PMRI yang
diketuai oleh Prof. Dr. R. K Sembiring dengan melibatkan empat universitas di Indonesia yaitu, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Negeri Surabaya,
Universitas Pendidikan Indonesia dan Universitas Sanata Dharma Wijaya, 2012: 3. Gerakan PMRI adalah suatu upaya meningkatkan mutu pembelajaran
matematika di sekolah. Gerakan ini mengadaptasi
Realistic Mathematic Education RME
berdasarkan paham bahwa matematika di sekolah harus diajarkan sebagai kegiatan manusia bukan sebagai produk jadi yang siap pakai.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia merupakan suatu inovasi dalam pembelajaran matematika. Bagi sebagian besar guru matematika di Indonesia teori
pembelajaran yang menekankan pada penggunaan soal-soal kontekstual dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap soal-
soal tersebut untuk mengembangkan pengetahuan mereka Suryanto, 2010: 7-10. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI sesuai dengan
pembelajaran matematika yang seharusnya, karena dalam pendekatan PMRI kegiatan pembelajarannya menggunakan konteks; konteks yang dimaksud adalah
sesuatu yang dapat dibayangkan atau dipikirkan oleh siswa tidak harus nyata, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7 selain itu model yang digunakan dalam pendekatan PMRI adalah benda-benda
yang dekat dengan anak dan bersifat konkret. Berkaitan dengan permasalahan hasil analisis kebutuhan yang telah
dipaparkan tersebut di atas, maka peneliti akan melakukan suatu penelitan terkait pengembangan suatu media pembelajaran yang berbentuk buku ajar kontekstual;
untuk membantu siswa kelas I di sekolah dasar dalam memahami materi bangun ruang agar siswa dapat belajar secara realistik. Penelitian ini menggunakan
metode
Research and Development
RD dengan judul “Pengembangan Buku Guru dan Buku Siswa Mata Pelajaran Matematika Kelas I Sekolah Dasar dengan
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia”. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia selanjutnya akan disingkat menjadi PMRI. Penelitian dibatasi
oleh mata pelajaran matematika materi bangun ruang SK 3. Mengelompokkan benda benda berdasarkan bentuk bangun ruang, KD 3.1 Mengenal bermacam-
macam bangun ruang balok, kubus, tabung, bola dan kerucut untuk kelas I semester 1 tahun ajaran 20162017 di Sekolah Dasar Negeri Plaosan I dengan
menggunakan pendekatan PMRI.
1.2. Identifikasi Masalah