Pengukur Kepuasan Kerja Pengaruh Faktor Hygiene Terhdap Kepuasan Pegawai

Absensi pegawai akan merugikan perusahaan, karena merusak kelancaran kerja, mengakibatkan penundaan, dan menyebabkan keharusan mengerjakan pegawai cadangan untuk mengganti para pegawai yang tidak masuk bekerja Wexley dan Yukl, 2005

2.6.3 Ketidakpuasan Kerja dan Perilaku Agresif

Frustasi yang menyertai ketidakpuasan kerja dapat mengarah pada perilaku agresif daripada penarikan diri. Tindakan agresif dapat berbentuk sabotasi, segaja melakukan kesalahan, serta kegiatan-kegiatan serikat buruh yang militan seperti pemogokan yang tidak bertanggung jawab, perlambatan kerja, serta protes yang berlebihan Wexley dan Yukl, 2005. Ketidak puasan karena kompensasi yang tidak memadai atau pekerjaan yang menjemukan juga dapat mendukung insiden-insiden pecurian oleh para pegawai, bila tindakan agresif mencampuri jalannya pekerjaan, maka dapat menurunkan kualitas produksi, dan menyebabkan pengeluaran yang besar bagi perusahaan Wexley dan Yukl, 2005.

2.7 Pengukur Kepuasan Kerja

Wexley dan Yulk As’ad, 2004 menyatakan bahwa pengukuran kepuasan kerja sangat bervariasi, baik dari segi analisis statistika maupun pengumpulan datanya. Informasi tentang kepuasan kerja bisa didapat melalui tanya jawab interview secara perorangan, angket, atau dengan pertemuan suatu kelompok Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. kerja. Jika menggunakan tanya jawab sebagai alatnya, maka pegawai diminta untuk merumuskan tentang perasaannya terhadap aspek-aspek pegawai self report. Cara lainnya adalah dengan mengamati sikap dan tingkah laku orang tersebut As’ad, 2004. Menurut Robbins 2006, terdapat dua pendekatan yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kepuasan kerja pegawai, yaitu dengan peringkat global tunggal single global rating dan dengan skor penghitungan summation score yang terdiri dari sejumlah aspek yang dimilili oleh pegawai. Metode peringkat global tunggal, mendapatkan informasi kepuasan kerja pegawai dengan bertanya menggunakan satu kalimat, yaitu “berdasarkan semua hal, seberapa puas Anda dengan pekerjaan Anda”. Para responden kemudian menjawab dengan melingkari angka antar satu sampai dengan lima yang mencerminkan jawaban dari “sangat puas” sampai “sangat tidak puas”, sedangkan pendekatan skor perhitungan, mengidentifikasikan elemen-elemen karyawan tertentu dan menanyakan perasaan pegawai terhadap setiap elemen tersebut. Faktor-faktor yang umumnya disertakan adalah suasana pekerjaan, pengawasan, tingkat upah, peluang promosi, dan hubungan dengan mitra kerja. Faktor-faktor tersebut diperingkatkan berdasarkan skala yang distandarkan untuk mendapatkan skor kepusan kerja secara keseluruhan Robbins, 2006.

2.8 Pengaruh Faktor Hygiene Terhdap Kepuasan Pegawai

Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Faktor hygiene merupakan faktor yang menentukan dalam mempengaruhi kepuasan pegawai, hal ini disebabkan oleh adanya banyak faktor ektrinsik di dalamnya. Jika faktor faktor ekstrinsik seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, pengawasan, gaji, hubungan dengan rekan kerja, kondisi kerja dapat di jaga dengan baik maka kepuasan akan di dapatkan oleh pegawai Noermijati 2008. Menurut Rivai 2004 faktor hygiene diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar pegawai. Jika faktor ini tidak terpenuhi pegawai tidak akan puas, namun jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pegawai tidak akan kecewa. Dalam penelitian Yulianda dan Sri Wulan Harlyanti 2009 menyatakan bahwa faktor hygiene berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. Dengan semua pernyataan di atas peneliti menyimpulkan bahwa faktor Hygiene berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai.

2.9 Pengaruh Faktor Motivator Terhadap Kepuasan Pegawai