PENGARUH FAKTOR HYGIENE DAN MOTIVATOR TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA PT. GOODYEAR CABANG KEDIRI.

(1)

KERJA PEGAWAI PADA PT. GOODYEAR

CABANG KEDIRI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Manajemen

Oleh:

BAGUS CHO CHO ADY JIANTO 0812010203 / FE /EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

KERJA PEGAWAI PADA PT. GOODYEAR

CABANG KEDIRI

Yang diajukan

BAGUS CHO CHO ADY JIANTO 0812010203 / FE /EM

Disetujui untuk ujian skripsi oleh :

Pembimbing Utama

Dra.Ec.Sulastri Irbayuni, MM Tanggal : …………

NIP. 196206161989032001

Mengetahui

Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur

Drs. Rahman Amrullah Suwaidi, MS


(3)

KERJA PEGAWAI PADA PT. GOODYEAR

CABANG KEDIRI

Disusun Oleh :

BAGUS CHO CHO ADY JIANTO 0812010203/FE/EM

Telah dipertahankan dihadapan Dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal : 25 Mei 2012

Pembimbing : Tim Penguji :

Pembimbing Utama Ketua

Dra.EC. Sulasti Irbayuni, MM Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM

Dra.Ec. Sulastri Irbayuni, MM Sekretaris

Drs.Ec. Pandji Soegiono, MM

Anggota

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM NIP. 196309241989031001


(4)

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “PENGARUH FAKTOR HYGIENE DAN MOTIVATOR

TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA PT.GOODYEAR CABANG KEDIRI (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi S-1 Reguler UPN “Veteran Jawa Timur) ” dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat

penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan

Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.

Dalam penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan

selesai dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Progdi Manajemen Fakultas

Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Dra. Ec. Sulastri Irbayuni, MM, selaku Dosen Pembimbing Utama yang

telah memberikan bimbingan dan dorongan yang tidak ada henti hentinya


(5)

setiawan: Indra, Adri, Tresno, Mustika, Andi, Yosie, Mazhuda, Fredi, Mas

Hisam, Mas Danang, Mas Robbi, Marta, Febri, Novan, Alfian, Pak Yanto,

Eko, Rizky, Fahri, Didik, Nuansa, Mas Antok, Louis, Fathir, Mas Wahyu,

Irsyad, Mbak Icha beserta Ibunya tidak ketinggalan keluarga besar palapa FC:

Mas Robin, Agus, Ulum, Budi, Soleh, Bara, kang Sumpono, Yanuar, Roden,

Hariono, Dedi serta keluarga besar Kos Buatin: mas Bayu, Mukti, Harly, Adi

serta semua teman-teaman jurusan akuntansi: Riska, Kiki, Pipit dan sahabat

karipku Entin Fuji mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan berupa,

dorongan moril doa maupun materiil serta kesabaran yang tidak ternilai

harganya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Pimpinan PT.Goodyear cabang Kediri Khususnya pada manajer produksi

Bapak Pamuji, yang sangat mendukung peneliti dalam menyelesaikan

penelitian dengan mengijinkan dan memberikan data kepada peneliti sehingga

penelitian ini berjalan dengan lancar.

7. Staff Dosen Fakultas Ekonomi (Manajemen) Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan ilmunya kepada

penulis.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah


(6)

bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, 16 April 2012


(7)

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 13

2.2 Landasan Teori... 15

2.2.1 Pengertian Manajemen Sumberdaya Manusia ... 15

2.3 Kepuasan ... ... 16

2.3.1. Pengertian Kepuasan ... 16

2.4. Teori-teori Kepuasan Kerja ... 18

2.4.1. Teori Dua Faktor ... 23

2.5. Efek/Konsekwensi Kepuasan Kerja... 30

2.5.1. Kepuasan Kerja dan Produktivitas ... 30

2.5.2. Kepuasan Kerja dan Kesehatan ... 31

2.6. Efek/Konsekwensi Ketidakpuasan-ketidak puasan Kerja ... 31

2.6.1.Ketidakpuasan Kerja dan Pengunduran Diri ... 31

2.6.2. Ketidakpuasan Kerja dan Absensi ... 32

2.6.3. Ketidakpuasan Kerja dan Perilaku Agresif ... 32


(8)

2.10. Kerangka konseptual ... 35

2.11. Hipotesis ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 37

3.1.1. Pengukuran Variabel ... 40

3.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 40

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 41

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.5 Metode Analisis dan Uji Hipotesis ... 41

3.5.1 Teknik Analisis ... 41

3.5.2 Outliers ... 44

3.5.3 Evaluasi atas Outliers ... 45

3.5.4 Uji Validitas ... ... 45

3.5.5 Uji Reliabilitas ... 46

3.5.6 Ujinormalitas ... 46

3.5.7 Multicollinerity dan Singularity ... 47

3.5.8 Pujian Hipotesis dan Hubungan Kausalitas ... 47

3.5.9 Pengujian Model dengan Two-step Approach ... 47

3.5.10 Evaluasi model ... 48

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Objek Penelitian ... 53

4.1.1 Profil Perusahaan ... 53

4.1.2 Goodyear Indonesia Saat Ini ... 55

4.1.3 Inovasi dalam Segala Bidang ... 56


(9)

4.2.4 Deskripsi Kepuasan Pegawai dan Indikatornya ... 65

4.3 Analisis Data ... ... 67

4.3.1 Evaluasi Outlier ... 67

4.3.2 Evaluasi Reliabilitas ... 69

4.3.3 Evaluasi Validitas ... 70

4.3.4 Evaluasi Construct Reliability Dan Variance Extracted ... 71

4.3.5 Evaluasi Normalitas... 72

4.3.6 Analisis Model SEM ... 74

4.3.7 Uji Kausalitas ... 76

4.4 Pembahasan... 77

4.4.1 Pengaruh Faktor Hygiene Terhadap Kepuasan ... 77

4.4.2 Pengaruh Faktor Motivator Terhadap Kepuasan .... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 81

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

Tabel 1.2       Data Turn Over Pegawai PT. Goodyear Caban Kediri Tahun

2007-2011 ... 7

Tabel 1.3 Hasil Produksi PT. Goodyear cabang Keiri Tahun 2007- 2011 ... 8

Tabel 2.1 Kategori Kepuasan Kerja ... 23

Tabel 2.2 Dimensi Pekerjaan Yang Berkontribusi Pada Kepuasan Kerja …... 24

Tabel 3.1 Goodnes of Fit Indices ... ... 49

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Jenis Kelamin ... 59

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan masa kerja ... 60

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terahir... ... 60

Tabel 4.4 Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Faktor Hygiene ... 61

Tabel 4.5 Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Faktor Motivator ... ... 63

Tabel 4.6 Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kepuasan Pegawai ... 65

Tabel 4.7 Outlier Data ... 68

Tabel 4.8 Reliabilitas Data ... 69

Tabel 4.9 Validitas Data ... 70

Tabel 4.10 Construct Reliability dan Variance Extracted ... 71

Tabel 4.11 Normalitas Data ... 73

Tabel 4.12 Evaluasi Kriteria Goodness Of Fit Indices Model One-Step Approach - Base Model ... 75

Tabel 4.13 Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One- Step Approach – Modifikasi ... 76


(11)

Gambat 3.1 Contoh Model Pengukuran Variabel Kepuasan Pegawai .... 42 Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Goodyear Cabang Kediri ... 58 Gambar 4.2 Model Pengukuran dan Struktural

one step approach - base model ... 74 Gambar 4.3 Model Pengukuran dan Struktural


(12)

Lampiran 2 : Tabulasi Jawaban Responden Lampiran 3 : Hasil Uji Outlier

Lampiran 4 : Hasil Uji Validitas, Reliabilitas dan Normalitas Lampiran 5 : Hasil Uji Structural Equation Modelling (SEM)


(13)

KEDIRI

Oleh:

Bagus Cho Cho Ady Jianto ABSTRAKSI

Perusahaan ban yang mendunia berdiri lebih dari 100 tahun ini selalu memberikan inovasi tiada henti tentusaja bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan keselamatan konsumen, dengan inovasi terbarunya yang terdiri dari ban yang diperkuat dengan sistem TPMS, telah dikembangkan dan diuji, sekarang hadir secara komersial, dengan teknis dan penambahan lainnya agar dapat menyempurnakan kinerjanya. Di cabang Kediri menempatkan sebanyak 90 pegawai dibagian produksi dan seluruhnya diisi pegawai laki-laki. Hal yang menarik perhatian adalah adanya masalah yang tidak seharusnya dimiliki oleh perusahaan berpengalaman seperti PT.Goodyear. Anak cabang PT.Goodyear yang ada di Kediri ini mempunyai kendala dalam hal kurang bisanya perusahaan ini memenuhi target produksi tahunan, hal ini disebabkan oleh kepuasan kerja pegawai yang kurang. Dengan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor hygiene dan motivator terhadap kepuasan kerja pegawai pada PT. Goodyear cabang Kediri.

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada 90 responden dengan menggunakan teknik analisis sampling sensus. Artinya sampel yang diambil adalah semua pulasi, populasi yang dimaksud adalah semua pegawai dibagian produksi pada PT. Goodyear caban Kediri. Teknik analisis yang dipergunakan adalah Structural Equation Modeling untuk mengetahui kausalitas antar variabel yang dianalisis.

Berdasarkan hasil olah data menyimpulkan bahwa faktor motivator berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai, dapat diterima signifikan [positif], sedangkan faktor hygiene berpengaruh positif terhadap kepuasan pegawai, tidak dapat diterima tidak signifikan [negatif]. Artinya jika faktor motivator turun maka kepuasan kerja pegawai juga ikut turun, sebaliknya jika faktor motivator naik maka kepuasan kerja juga akan ikut naik. Dalam penelitian yang dilakukan di PT. Goodyear cabang Kediri ini faktor hygiene tidak terbukti berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai.


(14)

1.1Latar Belakang Masalah

Dewasa ini persaingan dalam dunia usaha menjadi semakin tinggi dan

bervariatif. Untuk dapat bertahan dan berkembang dalam kondisi tersebut, suatu

perusahaan harus bisa mengembangkan dan mengolah sumber daya yang dimiliki

perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu mendapatkan laba maksimal.

Sumber daya yang memperlukan perhatian yang cukup ekstra adalah sumber daya

manusia. Sumber daya manusia harus terus dikembangkan, karena beda dengan

mesin yang selalu melakukan aktivitas yang sama setiap waktu, sumber daya

manusia selalu mengalami perubahan dan perkembangan, karena perubahan yang

terjadi tersebut akan dapat menimbulkan berbagai jenis tantangan yang harus

dihadapi dan diatasi dengan baik oleh perusahaan. Pencapaian tujuan perusahaan

akan terlaksana bila sumber daya manusianya menunjukkan performansi kerja

yang tinggi.

Sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam aktivitas

perusahaan, karena bagaimanapun juga kemajuan dan keberhasilan suatu

perusahaan tidak lepas dari peran dan kemampuan sumber daya manusia yang

baik. Di dalam dunia kerja sering kita jumpai orang-orang dengan hasil produksi

biasa-biasa saja, namun disisi lain, sering juga ditemui tipe manusia yang

menginginkan hasil produksi tinggi, mereka bekerja dengan penuh antusias dan


(15)

status sosial intensif yang tinggi, namun kepuasaan kerja bagi mereka adalah

usaha untuk mencapai hasil produksi itu sendiri.

Pegawai adalah orang-orang yang bekerja pada suatu perusahaan atau pada

instansi pemerintah serta badan usaha yang memperoleh upah atas jasanya

tersebut. Dalam suatu sistem operasional perusahaan, potensi sumber daya

manusia pada hakekatnya merupakan salah satu modal dan memegang suatu peran

yang paling penting dalam mencapai tujuan perusahaan. Oleh karena itu

perusahaan perlu mengelola sumber daya manusia dengan semaksimal mungkin.

Sumberdaya manusia atau sering di sebut pegawai yang di maksud adalah

sebagai modal utama bagi suatu perusahaan yang berharga. Sebagai modal,

pegawai perlu dikelola agar tetap menjadi produktif. Akan tetapi mengelola

pegawai bukanlah hal yang mudah, karena pegawai mempunyai pikiran, status,

serta latar belakang heterogen. Oleh sebab itu perusahaan harus bisa mendorong

sumber daya manusia agar tetap produktif dalam mengerjakan tugasnya

masing-masing yaitu dengan meningkatkan kepuasan kerja para pegawainya, sehingga

perusahaan dapat mempertahankan pegawainya, dan selain itu pegawai juga dapat

dijadikan sebagai mitra utama yang baik dalam penunjang keberhasilan suatu

perusahaan, hal tersebut di harapkan dapat merangsang dan memotivasi pegawai

serta membuat pegawai puas terbadap pekerjaan yang mereka jalani, menjadi

salah satu faktor yang penting (Finck, Timmer & Mennnes, 1998).

Kepuasan kerja pegawai merupakan masalah yang harus dihadapi oleh

perusahaan, dimana organisasi harus lentur dan efisien supaya dapat berkembang


(16)

dipertahankan, meskipun jumlah pekerjaannya sedikit perusahaan di harapkan

mampu menjaga ataupun memotivasi pegawai agar produktifitasnya stabil karena

hal tersebut sangat mendoronng pegawai dalam melaksanakan tugasnya agar

prestasi kerja dan kinerja dalam organisasi bisa terpenuhi. Pegawai akan bekerja

secara optimal apabila dengan bekerja mereka dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya. Artinya perusahaan harus benar-benar memperhatikan tingkat

kebutuhan pegawai. Kepuasan kerja yang tinggi dapat tercipta apabila pegawai

merasa senang dan nyaman dalam bekerja. Dengan demikian pegawai

mendapatkan apa yang diperolehnya dan dengan kepuasan kerja yang tinggi

tersebut perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang diinginkan. Dalam

kehidupan berorganisasi, kepuasan kerja digunakan sebagai dasar ukuran tingkat

kematangan organisasi.

Salah satu gejala yang menyebabkan kurang baiknya kondisi kerja suatu

organisasi adalah rendahnya kepuasan kerja. Sebaliknya kepuasan kerja yang

tinggi merupakan indikasi efektivitas manajemen, yang berarti bahwa organisasi

telah dikelola dengan baik.

Seringkali pihak manajemen berupaya meningkatkan kepuasan kerja

pegawai melalui perbaikan gaji dan upah, hal tersebut mungkin masih bisa

diterima pada taraf tertentu karena dengan gaji tersebut pegawai dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya. Tetapi kenyataannya gaji yang tinggi tidak selalu membuat

seorang pegawai memperoleh kepuasan terhadap pekerjaannya (As’ad, 2005).

Oleh karena itu pihak manajemen perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang


(17)

diharapkan pihak manajemen memperoleh jawaban mengenai faktor-faktor apa

saja yang sekiranya mempengaruhi kepuasan kerja pegawai sehingga perusahaan

dapat meningkatkan kepuasan kerja para pegawainya, yang pada akhirnya dapat

membantu perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuannya yang sudah di targetkan.

Perusahaan Goodyear merupakan perusahaan ban terbesar di dunia yang

berdiri sejak 1898. Agar perusahaan ini tetap menguasai pangsa pasar dunia

strategi yang di lakukan adalah dengan membuka agen di seluruh penjuru kota

hampir di setiap negara, tidak kecuali di wilayah Indonesia. Di Indonesia,

Goodyear telah hadir sejak 1935. Sebagai anak cabang The Goodyear Tire dan

Rubber Company, PT. Goodyear Indonesia Tbk memusatkan operasinya di atas

lahan seluas 172.000 meter persegi di Bogor, Jawa Barat. Produksi ban Goodyear

Indonesia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, sebagai original

equipment beberapa produsen kendaraan roda empat, serta sebagai komoditas

ekspor ke berbagai negara di dunia. Mengacu pada Undang-Undang nomor satu

tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, PT. Goodyear Indonesia Tbk telah

menawarkan 15 persen dari jumlah saham yang ditempatkan kepada masyarakat

dan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.

Sebagai bagian dari perusahaan dengan identitas global PT Goodyear

Indonesia Tbk mendapat dukungan penuh dari pusat teknologi dan inovasi produk

yang terletak di Jepang, Eropa dan Amerika Serikat. Terdapatnya begitu banyak

cabang di Indonesia, tentu saja tidak menutup kemungkinan disetiap cabang

tersebut dihadapkan dengan berbagai masalah. Seperti halnya yang di alami oleh


(18)

cabang PT. Goodyear yang ada di kota Kediri di hadapkan pada masalah

menurunnya tingkat kepuasan kerja pegawai. Kurang puasnya pegawai dalam

bidang produksi berdampak pada kenaikan absensi pegawai seperti yang tertera

pada tabel 1.1 berikut ini:

Tabel 1.1

Tingkat Absensi PT. Goodyear Cabang Kediri Tahun 2011

Keterangan No. Bulan

Sakit Ijin Absen Jumlah

1 Januari 3 2 2 7

2 Februari 4 1 2 7

3 Maret 2 1 1 4

4 April 3 5 1 9

5 Mei 3 2 0 5

6 Juni 2 2 3 7

7 Juli 1 3 1 5

8 Agusus 0 4 1 5

9 September 1 2 0 3

10 Oktober 2 2 0 4

11 November 6 7 3 16

12 Desember 7 6 4 17

Jumlah 34 37 18 89


(19)

Berdasarkan tabel 1.1 diatas diketahui bahwa selama satu tahun jumlah

pegawai yang tidak masuk kerja mencapai 89 pegawai dengan perincian ijin

sebanyak 37 orang, karena sakit sebanyak 34 orang dan absen sebanyak 18 orang.

Berdasarkan hasil wawancara awal dengan pihak manajer PT. Goodyear cabang

Kediri, pihak manajemen menetapkan bahwa untuk jumlah pegawai yang tidak

masuk kerja hanya 50-70 pegawai untuk setiap tahunnya. Selain itu didapat

informasi dari pegawai bahwa adanya ketidak puasan yang terjadi disebabkan

oleh lingkungan kerja yang kurang kondusif. Lingkungan kerja kurang kondusif

yang dimaksud adalah adanya masalah interen antara satu pegawai dengan

pegawai lain dan kurang luasnya tempat produksi, sehingga berdampak langsung

pada komitmen pegawai yang menurun.

Hal ini tentu saja membawa dampak yang sangat tidak menguntungkan

bagi perusahaan, karena pegawai yang mempunyai komitmen yang rendah akan

menghasilkan prestasi kerja dan produktivitas yang rendah pula. Kondisi pegawai

seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena dengan komitmen yang

rendah, pegawai tidak bisa mencurahkan seluruh jiwa, perasaan dan waktu mereka

untuk kemajuan perusahaan yang pada akhirnya perusahaan tersebut akan

kehilangan daya saing.

Pegawai dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif

terhadap kerja itu, sebaliknya pegawai tidak puas dengan pekerjaannya

menunjukkan sikap negatif terhadap kerja itu (Robbins, 1996 : 179). Dampak


(20)

masuknya pegawai (turnover) dan kinerja pegawai. Organisasi dengan pegawai

yang lebih puas cenderung memiliki kinerja dan tingkat kehadiran yang lebih

tinggi serta turnover yang lebih rendah dibandingkan dengan organisasi yang

memiliki pegawai yang kurang puas (Robbins, 2006:102).

Tabel 1.2

Data Turn Over Pegawai PT. Goodyear Caban Kediri Tahun 2007-2011

Sumber: Manajer bagian personalia Goodyear cabang Kediri (diolah) Dari tabel 1.2 diatas diketahui bahwa nilai atau jumlah pegawai yang

mengundurkan diri dengan berbagai alasan berjumlah 51 orang dari 5 tahun

terakhir, secara rinci dari tahun 2007 sampai tahun 2011. Secara rinci jumlah

pegawai yang keluar dengan alasan mengundurkan diri sebanyak 3 orang pada

tahun 2007, dan di tahun 2008 jumlah pegawai yang mengundurkan diri

sebanyak 8 orang dan pada tahun 2009 jumlah pegawai yang keluar karena

mengundurkan diri 7 pegawai. Sedangkan jumlah pegawai yang mengundurkan Jumlah Pegawai Keluar

Tahun

Jumlah

Pegawai Mutasi Di Berhentikan

Mengundurkan

Diri

Jumlah Pegawai

Masuk

2007 123 4 0 3 5

2008 121 1 0 8 7

2009 119 2 1 7 4

2010 113 0 2 15 18

2011 114 4 3 18 11


(21)

diri di dua tahun terakir semakin menunjukkan peningkatan yaitu 15 orang di

tahun 2010 dan 18 orang di tahun 2011. Hal serupa tentu berdampak langsung

pada masuknya pegawai, di dua tahun terakir juga mengalami peningkatan,

sebanyak 18 pegawai masuk pada perusahaan di tahun 2010 dan pada tahun 2011

terdapat 11 lagi pegawai yang masuk ke perusahaan.

Tabel 1.3

Hasil Produksi PT. Goodyear cabang Kediri Tahun 2007 sampai 2011

Sumber: Manajer bagian produksi Goodyear cabang Kediri (diolah) Bedasarkan data di atas pada akhir tahun 2010 hasil produksi perusahaan

mulai mengalami penurunan sekitar 25,55 % dari tahun 2009. Hal ini juga

membuktikan bahwa adanya penurunan kinerja produksi dalam mencapai target

yang sudah di tentukan oleh perusahaan. Hal tersebut juga terjadi pada akhir tahun

2011, meskipun tigkat produksi naik dibandingkan tahun 2010, tapi kenaikan

tersebut masih belum membuktikan jika kinerja pegawai menunjukkan

pemenuhan target produksi. Dari tabel di atas menunjukkan bahwa masalah yang

dihadapi oleh PT. Goodyear cabang Kediri adalah bagaimana cara meningkatkan Tahun Target

(unit)

Realisasi (unit)

Rasio

2007 108.000 109.220 101,12 %

2008 120.000 118.750 98,95 %

2009 120.000 138.750 115,62 %

2010 120.000 108.080 90,07 %


(22)

kepuasan pegawai di bagian produksi agar kinerja mereka meningkat dan target

produksi terealisasi kembali.

Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan

mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan

prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan

kombinasi dalam dan luar pekerjaan (Hasibuan, 2001:202). Seorang pegawai akan

dapat bekerja dengan lebih baik dan prestasi mereka akan meningkat pada saat

mereka puas akan pekerjaan yang mereka lakukan. Menurut (Robbins,)

“Kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap

pekerjaanya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja, atasan, peraturan

dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja dan sebagainya.

Kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya

adalah teori kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg dalam

Luthans (2006:283) mengemukakan Teori Dua Faktor yaitu faktor motivator dan

faktor hygiene. Faktor motivator berhubungan dengan aspek-aspek yang

terkandung dalam pekerjaan itu sendiri (job content) atau disebut juga sebagai

aspek intrinsik dalam pekerjaan sedangkan faktor hygiene yaitu faktor yang

berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan, berhubungan dengan (job context) atau

aspek ekstrinsik pegawai. Proses untuk membuat pegawai merasakan puas dalam

bekerja, pihak pimpinan perusahaan harus memastikan bahwa faktor hygiene telah

memadai seperti gaji, keamanan dan kondisi kerja aman serta hubungan rekan


(23)

Pimpinan yang menyediakan faktor-faktor hygiene secara memadai belum

sepenuhnya merangsang motivasi pegawai tetapi hanya memastikan pegawai

tidak merasakan ketidakpuasan atau berada pada titik nol landasan motivasi.

Untuk itu pihak pimpinan harus menyediakan faktor penggerak motivator kepada

pegawai seperti prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan pengembangan

kesempatan untuk maju. Bila hal ini mendapat perhatian dari perusahaan akan

memberikan tingkat kepuasan yang tinggi (Griffin, 2006:43).

Dari pernyataan Robbins diketahui bahwa kepuasan kerja cenderung bersifat

subjektif karena berkaitan dengan individu masing-masing pegawai. Motivator

menyebabkan beralih dari suatu keadaan tiadanya kepuasan, ke keadaan kepuasan

(Winardi, 2001). Hal ini sesuai dengan pernyataan Yulianda dan Sri Wulan (2009)

bahwa faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi kepuasan kerja adalah

faktor motivator. Shani dan Lau menyatakan bahwa faktor hygiene menimbulkan

kepuasan kerja walau kepuasan yang didapatkan pegawai masih berada pada

tingkatan yang cukup, hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya ketidakpuasan

kerja pada diri pegawai. Seorang individu tidak akan mengalami perasaan

ketidakpuasan dengan pekerjaannya, apabila ia tidak memiliki keluhan- keluhan

tentang faktor hygiene (Winardi, 2001). Dalam penelitian Noermijati (2008)

menyatakan bahwa faktor hygiene mempunyai pengaruh signifikan terhadap

kepuasan kerja. Berdasarkan pernyataan tersebut saya sebagai peneliti tertarik

melakukan penelitian dan kajian yang lebih mendalam dengan judul “Pengaruh

Faktor Hygiene dan Motivator Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada PT.


(24)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan sebelumnya

maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah faktor Hygiene berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai PT.

Goodyear cabang Kediri ?

2. Apakah faktor Motivator berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai PT.

Goodyear cabang Kediri ?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang di

uraikan dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh faktor Hygiene terhadap kepuasan kerja

pegawai PT. Goodyear cabang Kediri.

2. Untuk menganalisis pengaruh faktor Motivator terhadap kepuasan kerja

pegawai PT. Goodyear cabang Kediri.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat ganda, di samping

bermanfaat secara teoritis juga mempunyai manfaat praktis. Adapun manfaat

penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Bagi Perusahaan

Memberikan informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam rangka


(25)

2. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan pertimbangan untuk menindak lanjuti penelitian serupa

sehingga gambaran suatu perusahaan yang ideal dapat di deskripsikan secara

tegas dan jelas.

     


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini telah

dilakukan oleh Yulina dan Sri Wulan, (2009) dengan judul penelitian “

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas Luar Asuransi

Jiwa Bersama Bumi Putera 1912 Cabang Setia Budi Medan”. Rumusan masalah

yang di ajukan adalah “faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepuasan kerja

pegawai pada pegawai dinas luar Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912

Cabang Setiabudi Medan?”. Hasil penelitian menunjukan bahwa Uji F (uji

serempak) adalah untuk melihat variabel bebas yaitu faktor motivator (X1) dan

faktor hygiene (X2) secara bersama-sama (serempak) berpengaruh secara positif

dan signifikan terhadap variabel terikat, kepuasan kerja (Y).

Penelitian sebelumnya yang juga berhubungan dengan penelitian ini telah

di lakukan oleh Noermijati, (2008) dengan menggunakan judul penelitian “

Aktualissi Teori Herzberg Suatu Kajian Terhadap Kepuasan Kerja Manajer

Operasional Di Perusahaan Kecil Rokok Sigaret Kretek Tangan Di Wilayah

Malang”. Rumusan masalah yang di ajukan adalah “apakah faktor hygiene dan

motivator mempengaruhi kepuasan kerja manajer operasional rokok sigaret kretek

di wilayah Malang?”. Hasil uji model Hygiene (uji hipotesis 1b) mengacu pada

hipotesis H.1b: bahwa Variabel Motivator (X1), Hygiene (X2) berpengaruh


(27)

Penelitian sebelumnya yang juga ada hubungannya dengan penelitian ini

adalah penelitian yang di lakukan oleh Tamzil Yusuf, (2009) dengan

menggunakan judul penelitian “ Pengaruh Kualitas Keidupan Kerja, Komitmen

Pegawai, Dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai PDAM

Balikpapan”. Rumusan masalah yang di ajukan adalah untuk membuktikan

adanya pengaruh kualitas kehidupan kerja, motivasi kerja, dan komitmen pegawai

terhadap kepuasan kerja pegawai PDAM Kota Balikpapan. Dalam penelitian ini

penguji menggunakan SEM, model pengukuran dan model struktural

parameter-parameternya diestimasi secara bersama-sama. Penguji juga menetapkan hasil

penilaianya dengan menggunakan kesimpulan sebagai berikut: kualitas kehidupan

kerja berpengruh terhadap kepuasan kerja, komitmen pegawai berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan kerja, motivasi yang di dalamnya terdapat faktor

hygiene dan motivator berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

Persamaan penelitian yang saya lakukan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Yuliana dan Sriwulan Harlyanti (2009) adalah sama-sama memiliki tiga

variabel hygiene, motivator dan kepuasan kerja. Persamaan juga terdapat di

penelitian yang dilakukan oleh Tamzil Yusuf (2011), variabel kepuasan kerja

sama-sama terdapat hubungan baik dengan lingkungan, kemampuan utilitas,

kebijakan kesejahteraan, dan perhatian perusahaan pada masalah keamanan kerja.

Perbedaan penelitian yang saya lakukan dengan penelitian yang di lakukan

Yulinda dan Sri Wulan Harlyanti terdapat di rumusan masalah, jika rumusan

masalah yang saya ingin teliti adalah “apakah faktor hygiene dan motivaror


(28)

dilakukan Yulianda dan Sri Wulan Harlyanti, beliau memiliki rumusan masalah

“faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepuasan pegawai”. Perbedaan

selanjutnya juga terdapat dengan penelitian yang sebelumnya, jika penelitian yang

saya lakukan menggunakan variabel hygiene, motivator dan kepuasan kerja,

berbeda dengan penelitian yang dilakukan Tamzil Yusuf (2010) yang

menggunakan variabel kualitas kehidupan kerja, komitmen karyawan, motivasi

kerja dan kepuasan kerja)

2.2. Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber daya manusia adalah siapapun yang mengelola

organisasi dan mengelola sumber daya manusia untuk meraih tujuan organisasi/

perusahaan (Henry Simamora). Yang dimaksud umber daya manusia itu sendiri

adalah salah satu sumber daya yang dominan dalam organisasi menempati posisi

yang strategis untuk mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini sesuai dengan

pendapat Alef dalam Schuller (1997), bahwa dalam membangun sebuah

keunggulan yang dapat bertahan dalam jangka panjang pada produk, satu-satunya

keunggulan yang dapat bertahan lama hanyalah manusia. Senada dengan hal

tersebut Allee dalam Liebowits (2000) menyatakan bahwa manusia merupakan

satu-satunya sumber daya perusahaan yang tidak terbatas dalam arti nilainya.

Kondisi tersebut akan berpengaruh pada praktik-praktik pengelolaan sumber daya


(29)

2.3 Kepuasan

2.3.1 Pengertian Kepuasan

Orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang ia jalankan,

apabila yang ia jalankan itu dianggapnya telah memenuhi harapan dan sesuai

dengan tujuan ia bekerja (Anoarga, 2005).

Wexley &Yukl dalam As'ad (1999) mengkategorisasikan teori kepuasan

kerja yang lazim dikenal ada tiga macam, yaitu: pertama, descrepuncy theory yang dikembangkan pertama kali oleh Porter dan Locke yang mengukur kepuasan

kerja dari selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan.

Kedua, equily theory dikembangkan oleh Adams, yang menyatakan bahwa orang

akan merasa puas atau tidak puas, bergantung apakah ia merasakan adanya

keadilan atau tidak atas situasi. Ketiga, two factor theory oleh Herzberg yang

membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya

menjadi dua kelompok, yaitu satisfiers atau mativator dan kelompok dissatisfiers

atau hygiens factors.

Kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan

mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan

prestasi kerja. Kepuasan dalam bekerja adalah kepuasan kerja yang dinikmati

dalam suatu pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan,

perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Pegawai yang lebih

suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaannya akan lebih mengutamakan


(30)

Dalam penelitian ini kepuasan kerja diukur melalui parameter yang

dikemukakan Wood, Wallace and Zeffani (2001), bahwa kepuasan kerja pegawai

dapat diukur melalui model Summation score method (SCM) yang mengambil

indikator dari Robbins (2003) yang telah disesuaikan dengan subjek dan area

penelitian, yang meliputi indikator sebagai berikut :

1. Hubungan baik di lingkungan kerja, yaitu adanya hubungan supervisi,

hubungan sosial di antara pegawai, dan kemampuan beradaptasi dengan

sarana yang digunakan oleh pegawai tersebut. Hal ini ditunjukkan melalui

sikap atau perilaku pegawai yang menunjukkan kesanggupan untuk

menyelesaikan tugas kerja meskipun tanpa pengawasan, kemampuan

membina komunikasi dengan relasi kerja, dapat bekerja sama untuk

menyelesaikan tugas tertentu dalam suatu tim kerja atau individual, serta

kemampuan untuk merawat sarana atau peralatan kerja dengan baik.

2. Kemampuan utilitas, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan sikap pegawai

terhadap kebijakan pemimpin, kebijakan pengaturan jam kerja, kesempatan

untuk berkreasi, dan peluang promosi karier. Sikap pegawai ini akan

ditunjukkan melalui penerimaan kebijakan pimpinan, sikap mematuhi

peraturan jam kerja yang sudah ditetapkan, kesempatan mengembangkan

kreativitas kerja, dan hasrat untuk memanfaatkan kesempatan meningkatkan

jenjang karier.

3. Kebijakan kesejahteraan, yaitu kebijakan yang menimbulkan efek kepuasan

pegawai pada sistem pengupahan, pemberian tunjangan/ kompensasi, dan


(31)

tentang sistem pengupahan, besarnya upah (take home pay) yang diterima

dibandingkan dengan beban kerja, sistem pemberian tunjangan, serta sistem

insentif dan gaji lembur.

4. Perhatian perusahaan pada masalah keamanan kerja berkaitan dengan tingkat

risiko karyawan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan sarana yang

menunjang K3. Hal ini dapat diukur dari kemampuan atau kemauan pegawai

untuk mengatasi segala risiko yang ditimbulkan dari pekerjaan, seperti

circadian rhythmic dari sistem kerja rotating shift, pegawai memperoleh

jaminan atas kesehatan dan keselamatan kerja dalam bentuk tunjangan atau

asuransi kesehatan dan keselamatan kerja, serta dalam proses kerja pegawai

memperoleh hak keamanan berupa kelengkapan sarana alat perlindungan diri

yang memadai.

2.4Teori teori Kepuasan Kerja 2.4.1 Teori Dua Faktor

Two factor theory yang dikemukakan oleh Herzberg (1966).

Prinsip-prinsip teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan terhadap karyawan itu

tidak merupakan variabel yang kontinyu (dalam As'ad, 2003: 108).

Hygiene

Hygiene faktor adalah secara singkatnya menyebutkan sebagai faktor yang

berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan berhubungan dengan job context atau

aspek ekstrinsik pegawai dalam Luthans (2006:283). Pimpinan yang menyediakan


(32)

pegawai tetapi hanya memastikan pegawai tidak merasakan ketidakpuasan atau

berada pada titik nol landasan motivasi.

Menurut Hezberg (Vandeveer dan Menefee, 2006) ketika pegawai

merasakan adanya hygiene faktor yang menandai atas pegawaian maka ia tidak

merasakan ketidakpuasan kerja, namun bagaimanapun bila hygiene faktor

dirasakan kurang, maka menimbulkan ketidak puasan kerja, dan derajat

ketidakpuasan kerja tersebut bergantung pada seberapa banyak hygiene faktor

tersebut di rasakan.

Proses untuk membuat pegawai merasakan puas dalam bekerja, pihak

pimpinan perusahaan harus memastikan bahwa faktor hygiene telah terpenuhi.

Menurut Hezberg dalam Luthans (Yulianda, 2005) indikator faktor hygiene

meliputi:

a) Kebijakan dan administrasi perusahaan, yaitu derajat kesesuaian yang

di rasakan pegawai dari shemua kebijakan dan peraturan yang berlaku

dalam perusahaan.

b) Pengawasan, yaitu derajat ketelitian atasan dalam mengawasi pegawai

di waktu bekerja.

c) Gaji, yaitu derajat kewajaran dari gaji yang di terima sebagai imbalan

untuk kerja pegawai.

d) Hubungan dengan rekan kerja, yaitu kesesuaian yang di rasakan dalam


(33)

e) Kondisi kerja, yaitu derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses

pelaksanaan tugas pegawai.

Jika indikator-indikator ini kurang atau tidak di berikan, maka pegawai

akan merasa tidak puas (dissatisfied). Namun jika, faktor-faktor ini di rasakan ada,

maka pegawai akan merasa tidak lagi tidak puas (not dissatisfied), namun bukan

kepuasan kerja (Munandar, 2001). Faktor-faktor ini di sebut hygiene karena

faktor-faktor tersebut menggambarkan ligkungan pegawai dan melayani fungsi

utama dari pencegahan ketidakpuasan kerja (Hersey et al., 1996). Menurut

penafsiran Hezberg (Winardi, 2001), seorang pegawai tidak akan mengalami

perasaan tidak puas dengan karyawan apabila ia tidak memiliki keluhan-keluhan

tentang faktor-faktor hygiene tersebut.

Fakor-faktor ini di sebut juga maintemance, karena faktor-faktor ini tidak

pernah memuaskan secara lengkap, faktor-faktor tersebut harus berlanjut dan terus

ada agar pegawai tidak merasa tidak puas (Hersey et al,. 1996)

Motivator

Disebut motivator karena faktor-faktor tersebut nampaknya menjadi

efektif dalam memotivasi pegawai untuk menampilkan kinerja yang superior

(Hersey et al. 1996). Faktor motivator berhubungan dengan aspek-aspek yang

terkandung pada karyawan itu sendiri (job content) atau di sebut juga sebagai


(34)

Menurut Luthans (Yulianda, 2005) indikator-indikator dalam motivator,

mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan pribadi pegawai, merupakan faktor

intrinsik dari pegawai yang meliputi :

a) Pengakuan (recognition), yaitu besar kecilnya pengakuan yang di berikan

kepada pegawai atas prestasi kerja pegawai.

b) Pekerjaan itu sendiri, yaitu besar kecilrnya tantangan yang di rasakan

pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.

c) Tanggung jawab (responsibility), yaitu besar kecilnya tanggung jawab

yang di rasakan seorang pegawai.

d) Kemungkinan untuk mengembangkan diri (grow), yaitu kemungkinan

untuk mendapatkan ilmu/ pengalaman didalam menjalankan pekerjaan di

dalam perusahaan.

e) Kesempatan untuk maju (advancement), yaitu besar kecilnya

kemungkinan pegawai dapat maju dalam pekerjaannya.

Faktor motivator ini di sebut juga faktor satisfier, job content (Mangku

negara, 2005). Jumlah motivator yang tidak mencukupi akan merintangi para

pegawai dalam mendapatkan kepuasan yang positif yang menyertai pertumbuhan

psikologis (Wexley dan Yukl, 2005). Menurut Hezberg (Munandar, 2001), jika

faktor-faktor tersebut tidak dirasakan ada, pegawai merasa not satisfied (tidak lagi

puas), namun bukan dissatisfied (tidak puas), sehubungan dengan hal tersebut,


(35)

bahwa faktor-faktor motivator menyebabkan seseorang beralih dari suatu keadaan

tidak puas ke keadaan puas. Oleh sebab itu, teori ini memprediksi bahwa para

manajer dapat memotivasi pegawai dengan jalan “memasukkan” motivator

tersebut ke dalam diri pegawai, hal tersebut di namakan proses job enrichment

(pengkayaan pekerjaan). Job enrichment merupakan suatu teknik untuk

memotivasi pegawai yang melibatkan upaya pembentukan kelompok kerja

natural, pengombinasian tugas-tugas, pembinaan hubungan dengan klien,

pembebanan vertikal, dan pembukaan saluran balikan (Hasibuan, 2007).

Jika di bandingkan dengan teori tata tingkat kebutuhan Maslow, maka

didapati bahwa kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan faktor motivasi

merupakan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan faktor-faktor motivasi

merupakan kebutuhan tingkat tinggi, yaitu kebutuhan harga diri dan aktualisasi

diri, sedangkan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan faktor hygiene

merupakan kebutuhan-kebutuhan tingkat yang rendah, yaitu kebutuhan fisiologis,

rasa aman, dan sosial (Munandar, 2001)

Berdasarkan teori dua faktor Herzberg, maka kategorisasi kepuasan kerja

akan di dasarkan pada derajat faktor hygiene dan faktor motivator, seperti yang di


(36)

Tabel 2.1

Kategori Kepuasan Kerja

Hygiene Motivaror Kriteria Kepuasan Kerja

Rendah Rendah Tidak puas

Rendah Sedang Tidak puas

Rendah Tinggi Tidak puas

Sedang Rendah Tidak merasakan ketidak puasan

Sedang Sedang Cenderung puas

Sedang Tinggi Tidak merasa puas

Tinggi Rendah Puas

Tinggi Sedang Cederung puas

Tinggi Tinggi Sangat puas

Sumber: Luthans (2006: 283)

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Selama beberapa tahun berbagai penelitian berusaha mengetahui

dimensi-dimensi yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Kesimpulan terbaik yang di

dapatkan yaitu meskipun terdapat begitu banyak dimensi spesifik dari pegawai


(37)

yang berlaku umum pada suatu pekerjaan yang dapat menentukan kepuasan kerja

pada seorang pegawai (Mc Comic et al., 1985).

Locke menyajikan suatu ringkasan dimensi-dimesi pekerjaan yang secara

konsisten berkontribusi signifikan pada kepuasan kerja ( Mc Comic et al., 1985).

Dimensi tersebut seperti terlihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2

Dimensi Pekerjaan Yang Berkontribusi Pada Kepuasan Kerja General Categories Spesific Dimension

Work Work itself

Rewards Pay

Promotions

Recognitions Events or Conditions

Context of Work Working conditions

Benfits

Self Self

Other (in company) Supervision

Co-workers Agents

Other (outside company) Costomers

Family mambers


(38)

Selaras dengan pernyataan Mc Cormic, Hasibuan (2005) menyatakan

faktor-faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja yaitu:

a) Ciri-ciri intrinsik Pegawai

Menurut Locke (Munandar, 2001), ciri-ciri intrinsik pegawai yang

menentukan kepuasan kerja ialah keragaman, kesulitan, jumlah pegawai,

tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan

kreatifitas.

Berdasarkan survei diagostik pegawai, di peroleh hasil tentang lima ciri

yang melibatkan kaitannya dengan kepuasan kerja untuk berbagai macam

pegawai. Ciri-ciri tersebut adalah (Munandar, 2001):

1) Keragaman keterampilan

Banyak ragam keterampilan yang di perlakukan untuk melakukan

pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang di gunakan, makin berkurang

pula tingkat kebosanan pegawai pada pekerjaannya.

2) Jati diri tugas (task identity)

Sejauh mana suatu tugas merupakan suatu kegiatan keseluruhan yang

berarti. Tugas yang di rasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan

yang di rasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan

rasa tidak puas. Misalnya, pegawai pada bagian perakitan.


(39)

Rasa pentingnya tugas bagi seseorang. Jika tugas di rasakan penting dan

berati oleh pegawai, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.

4) Otonomi

Pegawai yang memberikan kebebasan, ketidak bergantungan, dan

memiliki peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan

kerja.

5) Pemberian feedback

Pemberian feedback atas pegawai akan mampu meningkatkan kepuasan

kerja.

b) Gaji/Upah

Uang memiliki arti yang berbeda pada setiap manusia yang berbeda pula.

Di samping memenuhi kebutuhan-kebutuhan tingkat rendah (makan, rumah,

uang) dapat juga sebagai simbul pencapaian (achievment), keberhasilan, dan

pengakuan atau penghargaan (Munandar, 2001).

Beberapa hasil studi menemukan bahwa upah merupakan karakteristik

pegawai yang menjadi penyebab paling mungkin terhadap adanya ketidak puasan

kerja (Wexley dan Yukl, 2005). Yang penting ialah sejauh mana gaji yang di

terima di rasakan adil. Jika gaji yang dipersepsikan adil atas tuntutan-tuntutan

pegawai, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku, maka akan


(40)

keadilan, para pegawai menilai upahnya dengan membuat

perbandingan-perbandingan sosial (Wexley dan Yukl, 2005).

Menurut Lawyer (Wexley dan Yukl, 2005), para manajer serta

kategori-kategori pegawai non pengawas terterntu, biasanya lebih menyukai upahnya lebih

mencerminkan seberapa jauh mereka melaksanakan pekerjaannya dengan baik.

Pegawai yang sangat rajin bekerja akan tidak puas dengan pendapatan yang sama

atau lebih rendah di banding pegawai yang malas.

Goodman (Wexley dan Yukl, 2005) menyatakan, disamping pertimbangan

keadilan, kepuasan terhadap upah akan di pengaruhi oleh kebutuhan dan

nilai-nilai pegawai. Jika upah pegawai cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan

dirinya, ia akan lebih puas jika dibandingkan dengan ia menerima upah lebih

rendah dari yang di perlukan untuk memenuhi standar hidup yang memadai. Hulin

(Wexley dan Yukl, 2005) mengemukakan, bahwa para pegawai dalam masyarakat

yang biaya tinggi tidak akan sepuas dengan pegawai yang mendapatkan gaji sama

tetapi hidup dalam masyarakat yang biaya hidupnya rendah. Sikap pegawai

terhadap upanya akan mencerminkan nilai-nilai yang melatarbelakangi dirinya

terhadap uang dan materi. Upah merupakan determinan yang lebih penting bagi

kepuasan seseorang yang memiliki nilai penumpukan materi dalam hidupnya, di

bandingkan yang tidak mempunyai nilai penumpukan materi.

c) Penyeliaan

Perilaku pengawas terdekat merupakan determinan penting dari kepuasan


(41)

yang transformasional, maka akan meningkatkan motivasinya dan sekaligus dapat

merasa puas dengan pekerjaannya (Munandar, 2001). Hasil-hasil dari sebagian

besar studi menunjukan bahwa para pegawai lebih puas dengan pemimpin yang

bijaksana dan tut wuri handayani di bading pemimpin yang berbeda atau

bermusuhan dengan bawahannya (Wexley dan Yukl, 2005). Menurut House dan

Mitchell (Wexley dan Yukl, 2005) memiliki pemimpin yang tut wuri handayani

mungkin lebih penting bagi pegawai yang harga dirinya rendah atau yang

karyawan-karyawannya tidak menyenangkan dan membosankan.

Locke menyatakan (Wexley dan Yukl, 2005) terdapat dua jenis hubungan

antara atasan dan bawahan, yakni hubungan fungsional dan keseluruhan (entity).

Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu pegawai,

untuk memuaskan nilai-nilai pegawai yang penting bagi pegawai, misalnya jika

kerja yang menantang penting bagi pegawai, penyelia harus membantu

memberikan pekerjaan yang menantang baginya. Hubungan keseluruhan di

dasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan

nilai-nilai yang serupa. Misalnya atasan dengan bawahannya saling tertarik karena

kedua-duanya senang bermain sepak bola, atau mempunyai pandangan hidup

yang sama. Menurut Locke, tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan

seorang atasan ialah jika kedua jenis hubungan ini terjalin secar positif.

d ) Rekan Sejawat

Menurut Munandar (2001), kepuasan kerja yang ada pada para pegawai


(42)

kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara antara satu dengan yang lainnya,

dengan demikian kebutuhan sosialnya akan terpenuhi.

Di dalam kelompok kerja di mana para pegawai harus bekerja sebagai satu

tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat

tinggi mereka (kebutuhan harga diri, aktualisasi diri) dapat terpenuhi, dan

mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka (Munandar, 2011).

e) Kondisi Kerja

Kondisi kerja yang tidak mengenakkan (unconfortable), ruangan kerja

yang sempit, panas, cahaya lampunya menyilaukan mata akan menimbulkan

keengganan untuk bekerja, hal tersebut akan menyebabkan pegawai akan mencari

alasan untuk sering meninggalkan ruangan kerjanya. Sebaliknya, kondisi kerja

yang ergonomis akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik dan akan memuaskan

pegawai (Munandar, 2001).

Harold E. Bruth mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang

ikut menentukan kepuasan kerja (Anoraga, 2005), sebagai berikut:

1) Faktror hubungan antar pegawai, antara lain:

a. Hubungan lansung antara manajer dengan pegawai

b. Faktor psikis dan kondisi kerja


(43)

d. Sugesti dari teman kerja

2) Faktor-faktor individual, yaitu yang berhubungan dengan:

a. Sikap

b. Umur

c. Jenis kelamin

3) Faktor-faktor luar, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan:

a. Keadaan keluarga pegawai

b. Rekreasi

c. Pendidikan

Sedangkan menurut Chiselli dan Brown (Anoraga, 2005), bahwa

faktor-faktor berikut ini merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja:

a. Kedudukan

b. Pangkat jabatan

c. Masalah usia

d. Jaminan finansial dan jaminan sosial

e. Mutu pengawasan

2.5. Efek/ Konsekuensi Kepuasan Kerja


(44)

Dalam model Poter-Lawler, kepuasan kerja menentukan tinggi rendahnya

prestasi kerja (performance). Prestasi kerja menghasilkan imbalan (dinilai adil

atau tidak) yang akan menentukan tinggi rendahnya kepuasan kerja (Munandar,

2001).

Dalam penelitian Bambang Hardoyo Wicaksono (As’ad, 2006), di

dapatkan kesimpulan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara

kepuasan kerja dengan produktivitas pegawai. Ketika data kepuasan kerja dan

produktivitas di kumpulkan pada level organisasi secara keseluruhan, di temukan

bahwa sebagian besar perusahaan-perusahaan di dalamnya terdapat banyak

pegawai yang memiliki tingkat kepuasan yang rendah, data tersebut lebih efektif

dari pada perusahaan-perusahaan yang mempunyai pegawai yang puas dalam

jumlahnya juga relatif lebih sedikit (Robbins, 2006).

2.5.2 Kepuasan Kerja Dan Kesehatan

Ada beberapa bukti tentang adanya hubungan antara kepuasan kerja

dengan kesehatan fisik dan mental. Dari suatu kajian longitudinal disimpulkan

bahwa ukuran-ukuran dari kepuasan kerja merupakan peramal yang baik bagi

longeviti atau rentang kehidupan (Munandar, 2001).

2.6. Efek/ Konsekwensi Ketidakpuasan-ketidakpuasan Kerja


(45)

Kepuasan kerja berkorelasi negatif dengan pengunduran diri (Robbins,

2006). Para pegawai yang tidak puas dengan pekerjaannya lebih mungkin

menyingkir dari kerja atau pindah dibanding para pegawai yang puas (Wexley dan

Yukl, 2005). Perilaku pegunduran diri pada pegawai biasanya mempunyai

akibat-akibat yang tidak di inginkan bagi perusahaannya. Perpindahan kerja juga

merusak kelancaran pekerjaan, selain itu juga menambah pengeluaran untuk biaya

seleksi, dan pelatihan (Wexley dan Yukl, 2005), namun faktor-faktor lain seperti

kondisi bursa kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, panjangnya

masa kerja di perusahaan tersebut, juga turut mempengaruhi kepuasan untuk

mengundurkan diri atau tidak (Robbins, 2006).

Level kepuasan kerja kurang penting dalam memperkirakan pengunduran

diri bagi pegawai yang berkinerja tinggi. Hal ini dikarenakan umumnya

perusahaan menepuh banyak upaya untuk mempertahankan pegawai tersebut,

misalnya dengan menaikkan gajinya, memberi pujian, pengakuan, peningkatan

peluang promosi, dan seterusnya (Robbins, 2006)

2.6.2 Ketidakpuasan Kerja dan Absensi

Ketidakpuasan dapat menyebabkan tingkat absensi meningkat (Hisbuan,

2007). Steers dan Rhoders melihat ada dua faktor pada perilaku kehadiran bekerja,

yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk tidak hadir. Steers dan Rhoders

percaya bahwa motivasi untuk hadir di pengaruhi oleh kepuasan kerja dalam

kombinasi dengan tekanan-tekanan internal dan eksternal untuk datang bekerja


(46)

Absensi pegawai akan merugikan perusahaan, karena merusak kelancaran

kerja, mengakibatkan penundaan, dan menyebabkan keharusan mengerjakan

pegawai cadangan untuk mengganti para pegawai yang tidak masuk bekerja

(Wexley dan Yukl, 2005)

2.6.3 Ketidakpuasan Kerja dan Perilaku Agresif

Frustasi yang menyertai ketidakpuasan kerja dapat mengarah pada

perilaku agresif daripada penarikan diri. Tindakan agresif dapat berbentuk

sabotasi, segaja melakukan kesalahan, serta kegiatan-kegiatan serikat buruh yang

militan seperti pemogokan yang tidak bertanggung jawab, perlambatan kerja,

serta protes yang berlebihan (Wexley dan Yukl, 2005).

Ketidak puasan karena kompensasi yang tidak memadai atau pekerjaan

yang menjemukan juga dapat mendukung insiden-insiden pecurian oleh para

pegawai, bila tindakan agresif mencampuri jalannya pekerjaan, maka dapat

menurunkan kualitas produksi, dan menyebabkan pengeluaran yang besar bagi

perusahaan (Wexley dan Yukl, 2005).

2.7 Pengukur Kepuasan Kerja

Wexley dan Yulk (As’ad, 2004) menyatakan bahwa pengukuran kepuasan

kerja sangat bervariasi, baik dari segi analisis statistika maupun pengumpulan

datanya.

Informasi tentang kepuasan kerja bisa didapat melalui tanya jawab


(47)

kerja. Jika menggunakan tanya jawab sebagai alatnya, maka pegawai diminta

untuk merumuskan tentang perasaannya terhadap aspek-aspek pegawai (self

report). Cara lainnya adalah dengan mengamati sikap dan tingkah laku orang tersebut (As’ad, 2004).

Menurut Robbins (2006), terdapat dua pendekatan yang paling banyak

digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kepuasan kerja pegawai, yaitu

dengan peringkat global tunggal (single global rating) dan dengan skor

penghitungan (summation score) yang terdiri dari sejumlah aspek yang dimilili

oleh pegawai.

Metode peringkat global tunggal, mendapatkan informasi kepuasan kerja

pegawai dengan bertanya menggunakan satu kalimat, yaitu “berdasarkan semua

hal, seberapa puas Anda dengan pekerjaan Anda”. Para responden kemudian

menjawab dengan melingkari angka antar satu sampai dengan lima yang

mencerminkan jawaban dari “sangat puas” sampai “sangat tidak puas”, sedangkan

pendekatan skor perhitungan, mengidentifikasikan elemen-elemen karyawan

tertentu dan menanyakan perasaan pegawai terhadap setiap elemen tersebut.

Faktor-faktor yang umumnya disertakan adalah suasana pekerjaan, pengawasan,

tingkat upah, peluang promosi, dan hubungan dengan mitra kerja. Faktor-faktor

tersebut diperingkatkan berdasarkan skala yang distandarkan untuk mendapatkan

skor kepusan kerja secara keseluruhan (Robbins, 2006).


(48)

Faktor hygiene merupakan faktor yang menentukan dalam mempengaruhi

kepuasan pegawai, hal ini disebabkan oleh adanya banyak faktor ektrinsik di

dalamnya. Jika faktor faktor ekstrinsik seperti kebijakan dan administrasi

perusahaan, pengawasan, gaji, hubungan dengan rekan kerja, kondisi kerja dapat

di jaga dengan baik maka kepuasan akan di dapatkan oleh pegawai (Noermijati

2008). Menurut Rivai (2004) faktor hygiene diperlukan untuk memenuhi

dorongan biologis serta kebutuhan dasar pegawai. Jika faktor ini tidak terpenuhi

pegawai tidak akan puas, namun jika besarnya faktor ini memadai untuk

memenuhi kebutuhan tersebut, pegawai tidak akan kecewa. Dalam penelitian

Yulianda dan Sri Wulan Harlyanti (2009) menyatakan bahwa faktor hygiene

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. Dengan

semua pernyataan di atas peneliti menyimpulkan bahwa faktor Hygiene

berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai.

2.9 Pengaruh Faktor Motivator Terhadap Kepuasan Pegawai

Faktor motivator merupakan faktor penggerak paling penting yang harus

ditanamkan oleh manajer ke dalam diri pegawai agar pegawai dapat bekerja

dengan maksimal dan mendapatkan kepuasan yang maksimal pula. Hezberg

dalam (Winardi, 2001:88) mengemukakan hipotesis yang menyatakan bahwa

motivator-motivator menyebabkan seseorang beralih dari suatu keadaan tiadanya

kepuasan, ke keadaan kepuasan. Maka oleh karenanya teori ini memprediksikan

bahwa para manajer dapat memberikan motivasi seorang indvidu, proses ini di

namakan perkayaan karyawan. Yulinda dan Sri Wulan Harlyanti (2009) faktor


(49)

Baroon dan Greenberg menyatakan bahwa faktor motivator memiliki pengaruh

terhadap kepuasan. Ia menyatakan juga bahwa faktor motivator berperan penting

bagi timbulnya kepuasan kerja yang terdapat dalam diri pegawai seperti

pengakuan, tantangan dalam bekerja, tanggung jawab, kemungkinan untuk

mengembangkan diri, serta kesempatan untuk maju. Dengan semua pernyataan di

atas peneliti menyimpulkan bahwa faktor motivator berpengaruh positif terhadap

kepuasan kerja pegawai.

2.10 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

2.11 Hipotesis:

a. Diduga faktor Hygiene berpengaruh positif terhadap

Kepuasan Kerja Pegawai PT. Goodyear cabang Kediri.

b. Diduga faktor Motivator berpengaruh positif terhadap

Kepuasan Kerja Pegawai PT. Goodyear cabang Kediri.

Kepuasan Kerja (Y) Hygiene

( X1 )

Motivator


(50)

(51)

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan pada suatu variabel dengan memberi arti atau menspesifikasikan kegiatan atau membenarkan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Sugiyono, 2004: 75). Satuan pengukuran variabel, variabel yang dimaksud sebagai berikut: Faktor Hygiene (X1)

Dalam penelitian ini yang di maksud Hygiene faktor adalah faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kepuasan dalam menjalankan pekerjaan dalam PT. Goodyear cabang Kediri, yang memiliki suatu sikap terhadap faktor-faktor dari luar diri seseorang (ektrinsik) yang dapat secara langsung mempengaruhi pekerjaan pegawai. Jika faktor ini dipelihara dengan baik, maka akan dapat menghindarkan pegawai dari rasa ketidakpuasan. Di dalam Yulianda dan Sri Wulan Harlyanti (2009), mengemukakan bahwa faktor hygiene memiliki indikator yang mempegaruhi sebagai berikut:

a) Kebijakan dan administrasi perusahaan, derajat kesesuaian yang di rasakan pegawai pada PT. Goodyear cabang Kediri.

b) Pengawasan, ketelitian atasan dalam mengawasi pegawai di waktu bekerja pada PT. Goodyear cabang Kediri.


(52)

c) Gaji, upah yang di terima pegawai PT. Goodyear cabang Kediri sebagai imbalan untuk kerjanya.

d) Hubungan dengan rekan kerja, cara pegawai berinteraksi dengan rekan kerja yang lain di PT. Goodyear cabang Kediri.

e) Kondisi kerja, kenyamanan pegawai dalam proses pelaksanaan tugas pekerjaan di PT. Goodyear cabang Kediri.

Faktor Motivator (X2)

Yang dimaksud faktor motivator (intrinsik) dalam penelitian ini adalah suatu faktor pendorong yang membuat atau dapat meningkatkan motivasi dalam diri pegawai, faktor ini memiliki fungsi yang besar dalam proses mobilitas pegawai, faktor ini sering disalahartikan pembaca sebagai orang yang memberikan motivasi, tapi di dalam teori dua faktor motivator berfungsi sebagai sumber kepuasan kerja yang dimiliki pegawai, hal ini di nyatakan Herzberg (dalam As’ad, 2005). Di dalam Yulianda dan Sri Wulan Harlyanti (2009), indikator yang mempunyai andil atau pengaruh besar terhadap kepuasan kerja adalah sebagai berikut:

a) Pengakuan (recognition), ada tidaknya pujian yang di berikan kepada pegawai atas keberhasilannya bekerja di PT. Goodyear cabang Kediri.

b) Pekerjaan itu sendiri, seberapa besar tantangan yang di rasakan pegawai dalam bekerja di PT. Goodyear cabang Kediri.


(53)

c) Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab seorang pegawai saat bekerja di PT. Goodyear cabang Kediri. .

d) Kemungkinan untuk mengembangkan diri (grow), kemungkinan untuk mendapatkan ilmu/ pengalaman didalam menjalankan pekerjaan di PT. Goodyear cabang Kediri.

e) Kesempatan untuk maju (advancement), adanya jenjang karier di PT. Goodyear cabang Kediri.

Kepuasan Kerja Pegawai (Y)

Dalam penelitian ini yang dimaksud kepuasan pegawai adalah tingkat kewajaran atau rasa nyaman yang dirasakan pegawai dalam menjalankan pekerjaannya, dan hal yang di harapkan perusahaan adalah jika kepuasan yang di rasakan pegawai naik maka produktivitas juga diharapkan ikut naik. Kepuasan pegawai merupakan sikap umum yang menilai perbedaan antara jumlah imbalan yang diterima dengan yang diharapkan (Robbins, 2006), adapun indikator yang telah disesuaikan dan dengan area penelitian sebagai berikut:

1. Hubungan baik di lingkungan kerja, hubungan sosial dengan pegawai lain dan kemampuan beradaptasi dengan sarana yang digunakan untuk bekerja pada PT. Goodyear cabang Kediri.

2. Kemampuan utilitas, sikap pegawai dalam menerima kebijakan yang di berikan PT. Goodyear cabang Kediri.


(54)

3. Kebijakan kesejahteraan, kebijakan kompensasi yang di berikan PT. Goodyear cabang Kediri kepada pegawai.

4. Perhatian perusahaan, kebijakan PT. Goodyear cabang Kediri pada masalah keamanan dan kenyamanan pegawai .

3.1.1 Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval dengan menggunakan teknik pembobotan skala (semantic differential scale). Analisis ini dilakukan dengan meminta responden untuk menyatakan pendapatnya tentang serangkaian pernyataan yang berkaitan dengan obyek yang diteliti dalam bentuk nilai yang berada dalam rentang dua sisi. Dalam penelitian ini, setiap pertanyaan masing-masing diukur dalam 5 skala dan ujung-ujung ditetapkan dengan kata sifat yang tidak secara kontras berlawanan. sebagai berikut:

1 5

Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju

3.2 Teknik Pengambilan Sampel

a. Populasi

Populasi merupakan objek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Riduwan, 2009, 5). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai bagian produksi yang bekerja di PT. Goodyear cabang Kediri sejumlah 90 orang.


(55)

Sampel adalah bagian dari jumlah dan katekteristik yang dimiliki oleh populasi. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sensus populasi, yakni teknik penarikan sampel apabila seluruh anggota populasi yang ada di area penelitian digunakan. Jadi sampel yang digunakan pada PT. Goodyear cabang Kediri sebanyak 90 orang. Sesuai dengan jumlah pegawai dibagian produksi.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data yang diperoleh secara langsung dari sumber manajer produksi dan personalia PT. Goodyer cabang Kediri (tidak melalui perantara). Data primer secara khusus dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Menurut Husein Umar (2009, 43) menyatakan bawa data primer merupakan data yang diperoleh secara khusus dari sumber pertama baik individu ataupun perseorangan. Data primer dapat berupa opini subyek secara individu atau kelompok dan hasil pengujian.

3.4 Metode Pengumpulan data

Dengan data primer peneliti dapat mengumpulkan data berupa wawancara serta hasil kuesioner sesuai yang diinginkan.

3.5 Metode Analisis dan Uji Hipotesis 3.5.1 Teknik Analisis

Model yang digunakan dalam menganalisis penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM). Merupakan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit. Model pengukuran hygiene faktor dan motivator terhadap kepusan pegawai menggunakan


(56)

Confirmatory factor analyses. Penaksiran masing-masing variabel bebas untuk mengevaluasi variabel terikatnya dengan menggunakan koefisien jalur. Contoh faktor variabel kepuasan pegawai dilakaukan sebagai berikut:

Y1 =1Kepuasan kerja pegawai + er_1

Y2 =2 Kepuasan kerja pegawai + er_2

Y3 =3 Kepuasan kerja pegawai + er_3

Y4 =4 Kepuasan kerja pegawai + er_4

Bila persamaaan di atas dinyatakan dalam sebuah pengukuran model untuk diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor analysis, maka model pengukuran dengan contoh variabel kepuasan pegawai akan nampak sebagai berikut:

Gambar 3.1 : Contoh Model Pengukuran Variabel Kepuasan Pegawai

Kepuasan Kerja 

Pegawai 

 (Y) 

(Y1)

(Y2)

(Y3)

Er_1 

Er_2 

Er_3 

Er_4  (Y4) 


(57)

Keterangan :

Y1 = Hubungan baik di lingkungan kerja

Y2 = Kemampuan utilitas

Y3 = Kebijakan kesejahteraan

Y4= Perhatian perusahaan pada masalah keamanan

er_j = error term X1 j

Adapun beberapa istilah yang sering digunakan dalam analisis SEM adalah sebagai berikut:

 Variabel laten atau konstruk atau unobserved variabel merupakan variabel yang tidak dapat diukur secara langsung kecuali diukur dengan satu atau lebih variabel manifes.

Variabel laten dilambangkan dengan elips atau bulat oval.

 Variabel manifes atau observed variabel atau indikator merupakan variabel yang dapat diukur secara langsung dan digunakan untuk menjelaskan atau mengukur variabel laten. Variabel manifes dilambangkan dengan kotak.


(58)

Variabel manives untuk membentuk konstruk eksogen diberi simbol x1

sedangkan variabel manifes yang membentuk konstruk endogen diberi simbol y2.

 Variabel eksogen adalah variabel independen yang diduga mempengaruhi variabel dependen. Pada model SEM variabel eksogen ditunjukkan dengan adanya anak panah yang berasal dari variabel tersebut menuju variabel endogen.

 Variabel endogen tidak mungkin dapat diprediksikan dengan sempurna,oleh karena itu terdapat struktural error term yang ditulis dengan karakter Greek “zeta” untuk mencapai konsistensi estimasi parameter.  Error term diasumsikan tidak berkorelasi dengan konstruk eksogen model.

Namun demikian struktur error term dapat dikorelasikan dengan struktur error term yang lain dalam model.

3.5.2 Outliers

Outlier adalah obsevasi yang muncul dengan nilai-nilai eksterim baik secara univariat maupun multivariate yang muncul karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainya. Dapat diadakan treatment khusus pada outliers ini asal diketahui

munculnya outlier itu. Outliers pada dasarnya dapat muncul dalam empat kategori.

 Pertama, Outlier muncul karena kesalahan prosedur seperti kesalahan dalam memasukkan data atau kesalahan dalam mengkoding data.


(59)

Misalnya 8 diketik 80 sehingga jauh berbeda dengan nilai-nilai lainnya dalam rentang jawaban responden antara 1-10 jika hal semacam ini lolos maka akan menjadi sebuah nilai ekstrim.

 Kedua, outlier dapat muncul karena keadaan yang benar-benar khusus yang memungkinkan profil datanya lain daripada yang lain daripada tetapi peneliti mempunyai penjelasan mengenai penyebab munculnya nilai ekstrim itu.

 Ketiga, outlier dapat muncul karena adanya sesuatu alasan tetapi peneliti tidak dapat mengetahui apa penyebabnya atau tidak ada penjelasan mengenai nilai ekstrim itu.

 Keempat, outlier dapat muncul dalam range nilai yang ada, tetapi bila dikombinasi dengan varibel lainnya, kombinasinya menjadi tidak lazim atau sangat ekstrim. Inilah yang disebut multivariate outlier.

3.5.3. Evaluasi atas outliers

Menagamati atas z-score variabel: ketentuan diantara +_ 3,0 non outlier Multivariate outlier diukur dengan kriteria jarak mahalanobis pada tingkat p < 0,001.Jarak diuji dengan Chi-Square (X2

) pada df (degrees of Freedom) sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : Mahalanobis > dari nilai X2

adalah multivariate outlier.


(60)

Uji validitas adalah suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi sebenarnya yang diukur. Analisis validitas item bertujuan untuk menguji apakah tiap butir pertanyaan benar-benar sudah sahih, paling tidak kita dapat menetapkan derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa yang diyakini dalam pengukuran. Sebagai alat ukur yang digunakan, analisis ini dilakukan dengan cara mengkorelasiakn antar skor item dengan skor total item. Dalam hal ini koefisien korelasi yang nilai signifikasinya lebih kecil dari 5 % (level of significance) menunjukkan bahwa item-item tersebut sudah sahih sebagai pembentukan indikator.

3.5.5. Uji Reliabilitas

Yang dimaksud dengan reabilitas ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukan derajat sampai dimana masing-masing indikator itu menghasilakan sebuah konstruk/faktor laten yang umum. Secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima adalah ≥ 0,70 dan variance extracted≥ 0,5 ( Hair et. al., 1998 ).

3.5.6. Uji Normalitas

Untuk menguji normalitas distribusi data-data yang digunakan dalam analisis, peneliti dapat menggunakan uji-uji statistik. Uji yang paling mudah adalah dengan mengamati skewness value dari data yang digunakan, yang biasanya disajikan dalam statistik diskriptif dari hampir semua program statistik. Nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut z-value yang dihasilkan melalui rumus berikut ini :


(61)

Bila nilai –z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signifikasi yag dikehendaki. Misalnya, bila nilai yang dihitung lebih besar dari 2,58 berarti kita dapat menolak asumsi mengenai normalitas dari distribusi pada tingkat 0,01 (1%). Nilai kritis lainnya yang umum digunakan adalah nilai kritis sebesar 1,96 yang berarti bahwa asumsi normalitas ditolak pada tingkat signifikasi 0.05 (5%) Sumber (Augusty 2002: 95 )

3.5.7. Multicollinearity dan Singularity

Untuk melihat apakah pada data penelitian terdapat multikolinieritas dan singularitas dalam kombinasi-komninasi variabel, maka perlu mengamati determinan dari variabel kovarian sampelnya. Determinan yang benar-benar kecil mengindikasikan adanya multikolinieritas dan singularitas, sehingga data tidak dapat digunakan untuk analisis yang sedang dilakukan. (Augusty 2002 : 108).

3.5.8. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausalitas

Pengaruh langsung [koefisien jalur] diamati dari bobot regresi terstandar, dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR [Critical Ratio] atau p [probability] yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t hitung lebih besar daripada t table berarti pengujian hipotesis kausal berarti signifikan.

3.5.9. Pengujian model dengan Two-Step Approach

Two-Step Approach digunakan untuk mengatasi masalah sampel data yang kecil jika dibandingkan dengan jumlah butir instrumentasi yang digunakan


(62)

[Hartline & Ferrell,1996], dan keakuratan reliabilitas indikator-indikator terbaik dapat dicapai dalam two-step approach ini. Cara yang dilakukan dalam menganalisis SEM dengan Two step approach adalah sebagai berikut:

a. Menjumlahkan skala butir-butir setiap konstrak menjadi sebuah indikator summed-scale bagi setiap konstrak. Jika terdapat skala yang berbeda setiap indikator tersebut distandardisasi [Z-scores] dengan mean = 0, deviasi standar = 1, yang tujuannya adalah untuk mengeliminasi pengaruh-pengaruh skala yang berbeda-beda tersebut [Hair et.al.,1998].

b. Menetapkan error [] dan lambda [] terms, error terms dapat dihitung dengan rumus 0,1 kali 2 dan lamda terms dengan rumus 0,95 kali  [Anderson dan Gerbing,1988]. Perhitungan construct reliability [] telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dan deviasi standar [] dapat dihitung dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Setelah error [] dan lambda [] terms diketahui, skor-skor tersebut dimasukkan sebagai parameter fix pada analisis model pengukuran SEM.

3.5.10. Evaluasi Model

Hair et.al., 1998 menjelaskan bahwa pola “confirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teotitis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model


(63)

“good fit” atau “poor fit”. Jadi, “good fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation modelling.

Tabel 3.1. Goodness of Fit Indices GOODNESS OF FIT

INDEX KETERANGAN CUT-OFF VALUE

X2 - Chi-square

Menguji apakah covariance populasi yang destimasi sama dengan covariance sample [apakah model sesuai dengan data].

Diharapkan Kecil, 1 s.d 5. atau paling baik diantara 1 dan 2.

Probability Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks covariace data dan matriks covariance yang diestimasi.

Minimum 0,1 atau 0,2, atau  0,05

RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-Square pada sample

besar.  0,08

GFI

Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matrtiks sample yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi [analog dengan R2 dalam regresi berganda].

 0,90

AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF.  0,90 CMIND/DF Kesesuaian antara data dan model  2,00

TLI Pembandingan antara model yang diuji terhadap baseline

model.  0,95

CFI Uji kelayakan model yang tidak sensitive terhadap

besarnya sample dan kerumitan model.  0,95 Sumber : Hair et.al., [1998]


(64)

1. X² CHI SQUARE STATISTIK

Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likelihood ratio chi-square ini bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Karenanya bila jumlah sampel cukup besar (lebih dari 200), statistik chi-square ini harus didampingi oleh alat uji lain. Model yang diuji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai chi-squarenya rendah. Semakin kecil nilai X² semakin baik model itu. Karena tujuan analisis adalah mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan data atau yang fit terhadap data, maka yang dibutuhkan justru sebuah nilai X² yang kecil dan signifikan. X² bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yaitu terhadap sampel yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar.

2. RMSEA-THE ROOT MEAN SQUARE ERROR Of APPROXIMATION

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan mengkompensasi chi-square statistik dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan goodness-of-fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi alam populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya degress of freedom.

3. GFI – GOODNES of FIT INDEKS

GFI adalah analog dari R dalam regresi berganda. Indeks kesesuaian ini akan menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sampel yang dijelaskan oleh kovarians matriks populasi yang terestimasi. GFI


(65)

adalah sebuah ukuran non- statistika yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1,0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better fit”.

4. AGFI – ADJUST GOODNES of FIT INDEX

AGFI = GFI/df Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai yang sama dengan atau lebih besar dari 0.90. GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians dalam sebuah matriks kovarians sampel. Nilai sebesar 0,95 dapat diinterprestasikan sebagai tingkatan yang baik (good overall model fit) sedangkan besaran nilai antara 0,90-0,95 menunjukkan tingkatan cukup (adequate fit).

5. CMIN/DF

Sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model. Dalam hal ini CMNI/DF tidak lain adalah statistik chi-square, X² dibagi Dfnya sehingga disebut X² relatif. Nilai X² relatif kurang dari 2,0 atau bahkan kurang dari 3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X² relatif yang tinggi menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians yang diobservasikan dan diestimasi.

6. TLI – TUCKER LEWIS INDEKS

TLI adalah sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah penerimaan ≥0,95 nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan a verry good fit.


(66)

7. CFI – COMPERATIF FIT INDEX

Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0-1, dimana semakin mendekati 1, mendidentifikasikan tingkat fit yang paling tinggi ( a very good fit). Nilai yang direkomendasikan adalah CFI > 0.95. Keunggulan dari indeks ini besarnya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model. Indeks CFI adalah identik dengan Relatif Non certrality Indeks (RNI).


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM untuk menguji pengaruh beberapa variabel terhadap Kepuasan Pegawai Pada PT. Goodyear cabang Kediri, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Faktor hygiene yang tinggi tidak dapat meningkatkan Kepuasan pegawai. Ini berarti para pegawai memiliki atau menunjukan sikap yang positif (memandang baik) terhadap faktor hygiene tetapi kurang bisa menimbulkan kepuasan kerja.

b. Motivator atau motivasi didalam diri yang tinggi dapat meningkatkan Kepuasan Pegawai. Ini berarti semakin tinggi faktor Motivator Pegawai PT.

Goodyear Cabang Kediri maka semakin tinggi Kepuasan yang dihasilkan, begitu pula sebaliknya jika faktor motivator rendah maka kepuasan pegawai pun akan menurun.

5.2 Saran

Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan atau dimanfaatkan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan, antara lain PT. Goodyear cabang Kediri harus memperhatikan hal-hal


(2)

82   

a. Pemberian pengawasan terhadap pegawai yang sudah sangat baik, perlu dipertahankan untuk menjaga agar kepuasan bisa tetap terjaga. Pengarahan dan pengawasan tersebut sangat bermanfaat bagi pegawai itu sendiri dan juga bagi perusahaan. Pengawasan sama artinya dengan perhatian hal tersebut dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi pegawai. Fungsi pengawasan bagi perusahaan adalah untuk meningkatkan kualitas produksi

b. Kondisi lingkungan harus lebih diperhatikan dan di tingkatkan lagi oleh PT.Goodyear cabang Kediri karena kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kenyamanan dan kesehatan pegawai, lingkungan yang nyaman akan lebih mendukung pegawai merasakan ketenangan dalam bekerja, jika kenyamanan bekerja tercapai kepuasan pegawaipun akan meningkat, meskipun faktor lingkungan bukan satu-satunya indikator kepuasan pegawai.

c. Hubungan dengan rekan kerja sebaiknya lebih ditingkatkan keharmonisannya, untuk melepas kejenuhan dan mempererat hubungan dengan rekan kerja hendaknya perusahaan memngadakan acara refreshing ke tempat wisata, hal terebut dapat menumbuhkan rasa kekeluargaan antara pegawai, sehingga mengurangi resiko perselisihan antara rekan kerja.


(3)

DAFTAR PUSTAKA Anderson, J.C. and D.W. Gerbing, 2002. Structural Equation Modeling in Practice

: A Review and Recommended Two-Step Approach, Psycological Bulletin. 103 (3) : 411-23.

Anoarga, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.

As'ad, Muhaammad, (2005). Psikologi Industri. Edisi Keempat, Cetakaan Kedua Liberty, Yogyakarta.

Davis, J. Keith & Wer ther, (2006). Human Resources and Personal Management, Mc Graw Hill, USA.

Ferdinand, Augusty [2002], Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen, Penerbit BP Undip, Semarang.

Finck, G. 1998. Satisfaction Vs Motivation. Across The BoardJournal Vo135:55-56.

Ghazali, Imam, 2001, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Cetakan Keempat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Gibson, I., Donnely. 2005. Metode penelitian. Jilid I. Terjemahan Oieh Djoerban

Wodeahid. Jakarta: BinaRupaAksara.

Griffin, Ricky W, 2006. Manajemen, Jilid 2, edisi tujuh, Erlangga, Jakarta. Hadi, (2000) Metode Pengumpulan Data, Penerbit Erlangga. Jakarta.

Hair, J.F. et. al. [1998], Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.

Hartline, Michael D. and O.C. Ferrell [1996], “The Management of Customer-Contact Service Employees : An Empirical Investigation”, Journal of Marketing. 60 (4) : 52-70.

Hasibuan, Malayu S.P, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.

Hasibuan, Malayu, (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia , Penerbit Haji Masagung, Jakarta.

Hersey, (1996). Perilaku dalam Organisasi (terjemahan oleh Dharma), Jilid I, Edisi Ketujuh, Penerbit Erlangga, Jakarta.


(4)

Hezberg, F. 2006. The Motivtor-Hygiene Theory, dari Work and The Nature of Man, dalam Vandeveer dan Menefee,World Publishing Co.,

Istanto,2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Cetakan keempat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Luthans, Fred, 2006. Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh, Penerbit Andy, Yogyakarta.

Luthans, Red, 2002. Organization Behavior, Nine Edition, Irwin McGraw Hill, New York.

Mangku Negara, Abdurrahmat, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan pertama, Rineka Cipta, Jakarta.

Munandar, A. S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI Press. Munandar, AS. (2002). Psikologi Industri dan Organisasi. Lembaga

Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) , Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta.

Nurgiyantoro Burhan, Gunawan dan Marzuki, tanpa tahun. Statistik Terapan, Jakarta:Indeks Gramedia.

Purwanto, BM, 2003. Does Gender Moderate the Effect of Role Stress on Salesperson's Internal States and Performance An Application of Multigroup Structural Equation Modeling [MSEM], Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Buletin Ekonomi FE UPN "Veteran" Yogyakarta. 6 (8) : 1-20

Riduwan, (2009).Teknik pengambilan Sampel, jakarta: Penerbit Erlangga.

Robbins, S. P. (2006). Perilaku organisasi. (Edisi ke-10). (Benyamin Molan& Ahmad Fauzi, Trans.) Jakarta:Indeks Gramedia.

Robbins. S.P, (2003), Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi dan Aplikasi , Jilid I, PT. Prehalindo Persada , Jakarta.

Schuller, R., & Jackson, S.F. Tanpa tahun. Manajemen Sumber Daya Manusia, MenyongsongAbad21. Edisi 6. Jilid2. Terjemahan oleh Abdul Rasyid. 1999. Jakarta: Penerbit Erlangga.


(5)

Siagian, Sondang. Tanpa tahun. Teori Motivasi dan Aplikasinya, Penerbit Erlangga.

Simamora, H., 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi III, Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN.

Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.

Tabachnick B.G. and Fidel, L.S., 1996, Using Multivariate Statistics, Third Edition, Harper Collins College Publisher, New York.

Wexley danYukl, G. (2006). Leadership in organizations. (6th ed.). New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Wood, W. 2001. Organizational Behaviour an Asia Pasific Perspective. California: John Willey and Sons.

Jurnal :

Anwar Prabu, 2005. Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Muara Enim. Vol. 3 No.6

Endo Wijaya Kartika, Thomas S. Kaihatu, 2010. Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Kasus pada Karyawan Restoran di Pakuwon Food Festival Surabaya). Vol. 12 No. 1

Noermijati, 2008. Aktualisasi Teori Herzberg, Suatu Kajian Terhadap Kepuasan Kerja Manajer Operasional di Perusahaan Kecil Rokok Sigaret Kretek Wilayah Malang

Petrina Winoto dan Indarwahyanti Graito, 2008. Analisis Interaksi Motivasi Kerja Karyawan PerusahaanKeluarga X Dan Kepemimpinan Generasi Penerus Yang Dipersepsikan Karyawan.

Tamzil Yusuf, 2009. Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja, Komitmen Karyawan, Dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PDAM Balikpapan


(6)

Yulinda dan Sri Wulan Harlyanti, 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan KerjaPegawai Pada Pegawai Dinas Luar Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi Medan.