Teori Dua Faktor Teori teori Kepuasan Kerja

tentang sistem pengupahan, besarnya upah take home pay yang diterima dibandingkan dengan beban kerja, sistem pemberian tunjangan, serta sistem insentif dan gaji lembur. 4. Perhatian perusahaan pada masalah keamanan kerja berkaitan dengan tingkat risiko karyawan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan sarana yang menunjang K3. Hal ini dapat diukur dari kemampuan atau kemauan pegawai untuk mengatasi segala risiko yang ditimbulkan dari pekerjaan, seperti circadian rhythmic dari sistem kerja rotating shift, pegawai memperoleh jaminan atas kesehatan dan keselamatan kerja dalam bentuk tunjangan atau asuransi kesehatan dan keselamatan kerja, serta dalam proses kerja pegawai memperoleh hak keamanan berupa kelengkapan sarana alat perlindungan diri yang memadai.

2.4 Teori teori Kepuasan Kerja

2.4.1 Teori Dua Faktor

Two factor theory yang dikemukakan oleh Herzberg 1966. Prinsip- prinsip teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan terhadap karyawan itu tidak merupakan variabel yang kontinyu dalam Asad, 2003: 108.  Hygiene Hygiene faktor adalah secara singkatnya menyebutkan sebagai faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan berhubungan dengan job context atau aspek ekstrinsik pegawai dalam Luthans 2006:283. Pimpinan yang menyediakan faktor-faktor hygiene secara memadai belum sepenuhnya merangsang motivasi Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. pegawai tetapi hanya memastikan pegawai tidak merasakan ketidakpuasan atau berada pada titik nol landasan motivasi. Menurut Hezberg Vandeveer dan Menefee, 2006 ketika pegawai merasakan adanya hygiene faktor yang menandai atas pegawaian maka ia tidak merasakan ketidakpuasan kerja, namun bagaimanapun bila hygiene faktor dirasakan kurang, maka menimbulkan ketidak puasan kerja, dan derajat ketidakpuasan kerja tersebut bergantung pada seberapa banyak hygiene faktor tersebut di rasakan. Proses untuk membuat pegawai merasakan puas dalam bekerja, pihak pimpinan perusahaan harus memastikan bahwa faktor hygiene telah terpenuhi. Menurut Hezberg dalam Luthans Yulianda, 2005 indikator faktor hygiene meliputi: a Kebijakan dan administrasi perusahaan, yaitu derajat kesesuaian yang di rasakan pegawai dari shemua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan. b Pengawasan, yaitu derajat ketelitian atasan dalam mengawasi pegawai di waktu bekerja. c Gaji, yaitu derajat kewajaran dari gaji yang di terima sebagai imbalan untuk kerja pegawai. d Hubungan dengan rekan kerja, yaitu kesesuaian yang di rasakan dalam berinterakasi dengan pegawai lain. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. e Kondisi kerja, yaitu derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pegawai. Jika indikator-indikator ini kurang atau tidak di berikan, maka pegawai akan merasa tidak puas dissatisfied. Namun jika, faktor-faktor ini di rasakan ada, maka pegawai akan merasa tidak lagi tidak puas not dissatisfied, namun bukan kepuasan kerja Munandar, 2001. Faktor-faktor ini di sebut hygiene karena faktor-faktor tersebut menggambarkan ligkungan pegawai dan melayani fungsi utama dari pencegahan ketidakpuasan kerja Hersey et al., 1996. Menurut penafsiran Hezberg Winardi, 2001, seorang pegawai tidak akan mengalami perasaan tidak puas dengan karyawan apabila ia tidak memiliki keluhan-keluhan tentang faktor-faktor hygiene tersebut. Fakor-faktor ini di sebut juga maintemance, karena faktor-faktor ini tidak pernah memuaskan secara lengkap, faktor-faktor tersebut harus berlanjut dan terus ada agar pegawai tidak merasa tidak puas Hersey et al,. 1996  Motivator Disebut motivator karena faktor-faktor tersebut nampaknya menjadi efektif dalam memotivasi pegawai untuk menampilkan kinerja yang superior Hersey et al. 1996. Faktor motivator berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung pada karyawan itu sendiri job content atau di sebut juga sebagai aspek intrinsik di dalam suatu karyawan. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Menurut Luthans Yulianda, 2005 indikator-indikator dalam motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan pribadi pegawai, merupakan faktor intrinsik dari pegawai yang meliputi : a Pengakuan recognition, yaitu besar kecilnya pengakuan yang di berikan kepada pegawai atas prestasi kerja pegawai. b Pekerjaan itu sendiri, yaitu besar kecilrnya tantangan yang di rasakan pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. c Tanggung jawab responsibility, yaitu besar kecilnya tanggung jawab yang di rasakan seorang pegawai. d Kemungkinan untuk mengembangkan diri grow, yaitu kemungkinan untuk mendapatkan ilmu pengalaman didalam menjalankan pekerjaan di dalam perusahaan. e Kesempatan untuk maju advancement, yaitu besar kecilnya kemungkinan pegawai dapat maju dalam pekerjaannya. Faktor motivator ini di sebut juga faktor satisfier, job content Mangku negara, 2005. Jumlah motivator yang tidak mencukupi akan merintangi para pegawai dalam mendapatkan kepuasan yang positif yang menyertai pertumbuhan psikologis Wexley dan Yukl, 2005. Menurut Hezberg Munandar, 2001, jika faktor-faktor tersebut tidak dirasakan ada, pegawai merasa not satisfied tidak lagi puas, namun bukan dissatisfied tidak puas, sehubungan dengan hal tersebut, Herzberg Winardi, 2001 mengemukakan sebuah hipotesis yang menyatakan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. bahwa faktor-faktor motivator menyebabkan seseorang beralih dari suatu keadaan tidak puas ke keadaan puas. Oleh sebab itu, teori ini memprediksi bahwa para manajer dapat memotivasi pegawai dengan jalan “memasukkan” motivator tersebut ke dalam diri pegawai, hal tersebut di namakan proses job enrichment pengkayaan pekerjaan. Job enrichment merupakan suatu teknik untuk memotivasi pegawai yang melibatkan upaya pembentukan kelompok kerja natural, pengombinasian tugas-tugas, pembinaan hubungan dengan klien, pembebanan vertikal, dan pembukaan saluran balikan Hasibuan, 2007. Jika di bandingkan dengan teori tata tingkat kebutuhan Maslow, maka didapati bahwa kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan faktor motivasi merupakan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan faktor-faktor motivasi merupakan kebutuhan tingkat tinggi, yaitu kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri, sedangkan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan faktor hygiene merupakan kebutuhan-kebutuhan tingkat yang rendah, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, dan sosial Munandar, 2001 Berdasarkan teori dua faktor Herzberg, maka kategorisasi kepuasan kerja akan di dasarkan pada derajat faktor hygiene dan faktor motivator, seperti yang di tampilkan pada tabel 2.1 berikut ini: Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 2.1 Kategori Kepuasan Kerja Hygiene Motivaror Kriteria Kepuasan Kerja Rendah Rendah Tidak puas Rendah Sedang Tidak puas Rendah Tinggi Tidak puas Sedang Rendah Tidak merasakan ketidak puasan Sedang Sedang Cenderung puas Sedang Tinggi Tidak merasa puas Tinggi Rendah Puas Tinggi Sedang Cederung puas Tinggi Tinggi Sangat puas Sumber: Luthans 2006: 283  Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Selama beberapa tahun berbagai penelitian berusaha mengetahui dimensi- dimensi yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Kesimpulan terbaik yang di dapatkan yaitu meskipun terdapat begitu banyak dimensi spesifik dari pegawai yang berkaitan dengan kepuasan kerja, namun terdapat satu kumpulan dimensi Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. yang berlaku umum pada suatu pekerjaan yang dapat menentukan kepuasan kerja pada seorang pegawai Mc Comic et al., 1985. Locke menyajikan suatu ringkasan dimensi-dimesi pekerjaan yang secara konsisten berkontribusi signifikan pada kepuasan kerja Mc Comic et al., 1985. Dimensi tersebut seperti terlihat pada tabel 2.2 berikut: Tabel 2.2 Dimensi Pekerjaan Yang Berkontribusi Pada Kepuasan Kerja General Categories Spesific Dimension Work Work itself Rewards Pay Promotions Recognitions Events or Conditions Context of Work Working conditions Benfits Self Self Other in company Supervision Co-workers Agents Other outside company Costomers Family mambers Sumber: Mc Cormic, Hasibuan 2005 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Selaras dengan pernyataan Mc Cormic, Hasibuan 2005 menyatakan faktor-faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja yaitu: a Ciri-ciri intrinsik Pegawai Menurut Locke Munandar, 2001, ciri-ciri intrinsik pegawai yang menentukan kepuasan kerja ialah keragaman, kesulitan, jumlah pegawai, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreatifitas. Berdasarkan survei diagostik pegawai, di peroleh hasil tentang lima ciri yang melibatkan kaitannya dengan kepuasan kerja untuk berbagai macam pegawai. Ciri-ciri tersebut adalah Munandar, 2001: 1 Keragaman keterampilan Banyak ragam keterampilan yang di perlakukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang di gunakan, makin berkurang pula tingkat kebosanan pegawai pada pekerjaannya. 2 Jati diri tugas task identity Sejauh mana suatu tugas merupakan suatu kegiatan keseluruhan yang berarti. Tugas yang di rasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang di rasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, pegawai pada bagian perakitan. 3 Keberartian Tugas task significance Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Rasa pentingnya tugas bagi seseorang. Jika tugas di rasakan penting dan berati oleh pegawai, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. 4 Otonomi Pegawai yang memberikan kebebasan, ketidak bergantungan, dan memiliki peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. 5 Pemberian feedback Pemberian feedback atas pegawai akan mampu meningkatkan kepuasan kerja. b GajiUpah Uang memiliki arti yang berbeda pada setiap manusia yang berbeda pula. Di samping memenuhi kebutuhan-kebutuhan tingkat rendah makan, rumah, uang dapat juga sebagai simbul pencapaian achievment, keberhasilan, dan pengakuan atau penghargaan Munandar, 2001. Beberapa hasil studi menemukan bahwa upah merupakan karakteristik pegawai yang menjadi penyebab paling mungkin terhadap adanya ketidak puasan kerja Wexley dan Yukl, 2005. Yang penting ialah sejauh mana gaji yang di terima di rasakan adil. Jika gaji yang dipersepsikan adil atas tuntutan-tuntutan pegawai, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku, maka akan terjadi kepuasan Munandar, 2001. Seperti yang di nyatakan dalam teori Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. keadilan, para pegawai menilai upahnya dengan membuat perbandingan- perbandingan sosial Wexley dan Yukl, 2005. Menurut Lawyer Wexley dan Yukl, 2005, para manajer serta kategori- kategori pegawai non pengawas terterntu, biasanya lebih menyukai upahnya lebih mencerminkan seberapa jauh mereka melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Pegawai yang sangat rajin bekerja akan tidak puas dengan pendapatan yang sama atau lebih rendah di banding pegawai yang malas. Goodman Wexley dan Yukl, 2005 menyatakan, disamping pertimbangan keadilan, kepuasan terhadap upah akan di pengaruhi oleh kebutuhan dan nilai- nilai pegawai. Jika upah pegawai cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan dirinya, ia akan lebih puas jika dibandingkan dengan ia menerima upah lebih rendah dari yang di perlukan untuk memenuhi standar hidup yang memadai. Hulin Wexley dan Yukl, 2005 mengemukakan, bahwa para pegawai dalam masyarakat yang biaya tinggi tidak akan sepuas dengan pegawai yang mendapatkan gaji sama tetapi hidup dalam masyarakat yang biaya hidupnya rendah. Sikap pegawai terhadap upanya akan mencerminkan nilai-nilai yang melatarbelakangi dirinya terhadap uang dan materi. Upah merupakan determinan yang lebih penting bagi kepuasan seseorang yang memiliki nilai penumpukan materi dalam hidupnya, di bandingkan yang tidak mempunyai nilai penumpukan materi. c Penyeliaan Perilaku pengawas terdekat merupakan determinan penting dari kepuasan kerja pegawai Wexley dan Yukl, 2005. Penyeliaan yang di lakukan oleh atasan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. yang transformasional, maka akan meningkatkan motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya Munandar, 2001. Hasil-hasil dari sebagian besar studi menunjukan bahwa para pegawai lebih puas dengan pemimpin yang bijaksana dan tut wuri handayani di bading pemimpin yang berbeda atau bermusuhan dengan bawahannya Wexley dan Yukl, 2005. Menurut House dan Mitchell Wexley dan Yukl, 2005 memiliki pemimpin yang tut wuri handayani mungkin lebih penting bagi pegawai yang harga dirinya rendah atau yang karyawan-karyawannya tidak menyenangkan dan membosankan. Locke menyatakan Wexley dan Yukl, 2005 terdapat dua jenis hubungan antara atasan dan bawahan, yakni hubungan fungsional dan keseluruhan entity. Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu pegawai, untuk memuaskan nilai-nilai pegawai yang penting bagi pegawai, misalnya jika kerja yang menantang penting bagi pegawai, penyelia harus membantu memberikan pekerjaan yang menantang baginya. Hubungan keseluruhan di dasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Misalnya atasan dengan bawahannya saling tertarik karena kedua-duanya senang bermain sepak bola, atau mempunyai pandangan hidup yang sama. Menurut Locke, tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan seorang atasan ialah jika kedua jenis hubungan ini terjalin secar positif. d Rekan Sejawat Menurut Munandar 2001, kepuasan kerja yang ada pada para pegawai timbul karena mereka sendiri, dalam jumlah tertentu, berada pada satu ruangan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara antara satu dengan yang lainnya, dengan demikian kebutuhan sosialnya akan terpenuhi. Di dalam kelompok kerja di mana para pegawai harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dapat terpenuhi, dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka Munandar, 2011. e Kondisi Kerja Kondisi kerja yang tidak mengenakkan unconfortable, ruangan kerja yang sempit, panas, cahaya lampunya menyilaukan mata akan menimbulkan keengganan untuk bekerja, hal tersebut akan menyebabkan pegawai akan mencari alasan untuk sering meninggalkan ruangan kerjanya. Sebaliknya, kondisi kerja yang ergonomis akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik dan akan memuaskan pegawai Munandar, 2001. Harold E. Bruth mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja Anoraga, 2005, sebagai berikut: 1 Faktror hubungan antar pegawai, antara lain: a. Hubungan lansung antara manajer dengan pegawai b. Faktor psikis dan kondisi kerja c. Hubungan sosial di antara pegawai Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. d. Sugesti dari teman kerja 2 Faktor-faktor individual, yaitu yang berhubungan dengan: a. Sikap b. Umur c. Jenis kelamin 3 Faktor-faktor luar, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan: a. Keadaan keluarga pegawai b. Rekreasi c. Pendidikan Sedangkan menurut Chiselli dan Brown Anoraga, 2005, bahwa faktor- faktor berikut ini merupakan faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja: a. Kedudukan b. Pangkat jabatan c. Masalah usia d. Jaminan finansial dan jaminan sosial e. Mutu pengawasan 2.5. Efek Konsekuensi Kepuasan Kerja 2.5.1 Kepuasan Kerja dan Produktivitas