orang-orang tua mengalami well being karena pengalaman kerja di masa lalu serta pendidikan yang telah ia jalani.
D.
Adversity Intelligence
1. Pengertian
Adversity Intelligence
Surekha dalam Wijaya, 2007 menyatakan bahwa
adversity
adalah kemampuan berpikir, mengelola dan mengarahkan tindakan yang
membentuk suatu pola –pola tanggapan kognitif dan perilaku atas stimulus
peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang merupakan tantangan atau kesulitan. Di tambahkan pula bahwa kesulitan yang dihadapi itu mempunyai
beragam variasi bentuk dan kekuatan dari sebuah tragedi yang besar sampai kelalaian kecil. Dalam kamus Inggris
–Indonesia disebutkan bahwa
adversity
mempunyai arti kesengsaraan atau kemalangan, istilah kesengsaraan atau kemalangan dijelaskan dalam kamus besar bahasa Indonesia sebagai
penderitaan atau kesusahan. Menurut Stoltz dalam Pranandari, 2008
adversity intelligence
adalah suatu pengukuran tentang bagaimana seseorang berespon terhadap kesulitan.
Elkin dalam Wijaya, 2007 menyebutkan bahwa
adversity intelligence
merupakan suatu pengukuran kemampuan individu dalam menghadapi permasalahan, musibah, atau bencana, sedangkan Shureka dalam Wijaya,
2007 mendefinisikan
adversity intelligence
sebagai suatu pengukuran kesuksesan yang dapat digunakan untuk mengetahui siapa yang akan
bertahan dalam situasi yang sulit.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
adversity intelligence
adalah suatu pengukuran mengenai kemampuan individu dalam mengatasi beragam masalah, kesulitan, ataupun musibah dalam berbagai
aspek kehidupannya Stoltz, 2000.
2. Dimensi
Adversity Intelligence
Menurut Stoltz dalam Pranandari, 2008 dimensi-dimensi
adversity intelligence
adalah sebagai berikut: a. C =
Control
Kendali Dimensi
control
kendali mempertanyakan seberapa banyak kendali yang dirasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan
kesulitan. Individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi
control
, cenderung lebih mampu bertahan dalam menghadapi kesulitan dan tetap
konsisten pada tujuan yang ingin dicapainya. Ia pun lebih lihai dalam mencari pemecahan dari masalah yang dihadapinya serta akan
mengambil tindakan yang akan menghasilkan lebih banyak kendali lagi. Sedangkan individu yang memiliki skor
control
rendah akan merasa bahwa kesulitan atau peristiwa buruk yang dialaminya berada di luar
kontrolnya dan hanya sedikit yang dapat ia lakukan untuk mencegah ataupun membatasi akibat yang ditimbulkannya menyerah pada nasib.
Semakin rendah skor
control
yang dimiliki individu, maka semakin besar
kemungkinannya ia merasa kelelahan akibat perubahan hidup sehari-hari, padahal tidak seharusnya demikian.
b. O2 =
Origin
dan
Ownership
Asal Usul dan Pengakuan
Origin
dan
Ownership
mempertanyakan dua hal, yaitu apa atau siapa yang menjadi penyebab kesulitan dan sejauh mana individu merasa
turut bertanggung jawab atas suatu kesulitan yang terjadi, apapun penyebabnya. Kondisi ideal pada saat dihadapkan pada situasi sulit atau
kemalangan adalah individu tidak terlalu menyalahkan diri sendiri sekaligus tetap merasa bertanggung jawab untuk mengatasi kesulitan
yang dialami. Individu dengan skor O2 yang tinggi akan mencerminkan
kemampuan untuk menghindari perilaku menyalahkan diri sendiri yang tidak perlu sambil menempatkan tanggung jawab pada tempatnya yang
tepat. Sedangkan individu dengan skor O2 yang rendah merespon kesulitan sebagai sesuatu yang terutama merupakan kesalahannya dan
menganggap peristiwa yang baik sebagai keberuntungan yang berasal dari luar. Menolak pengakuan dengan menghindarkan diri dari tanggung
jawab. c. R =
Reach
Jangkauan Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana kesulitan akan
menjangkau bagian-bagian lain dalam kehidupan.
Reach
menentukan seberapa besar individu mempersepsikan masalah yang ada akan
berkembang atau tidak.
Individu dengan skor
reach
yang tinggi akan merespon kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas. Individu dengan skor
reach
yang rendah akan memandang kesulitan sebagai sesuatu yang merasuki wilayah-wilayah lain dalam kehidupannya.
d. E =
Endurance
Daya Tahan Dimensi ini mempertanyakan dua hal, yaitu seberapa lama suatu
kesulitan akan berlangsung dan seberapa lama pula penyebab kesulitan itu akan terus ada. Semakin rendah skor
endurance
, semakin besar pula individu mempersepsikan kesulitan danatau penyebabnya akan
berlangsung lama. Individu dengan skor
endurance
yang tinggi akan memandang kesuksesan sebagai sesuatu yang berlangsung lama dan permanen,
sebaliknya kesulitan sekaligus penyebabnya akan dipandang sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat berlalu, dan sangat kecil
kemungkinannya untuk terulang lagi. Sedangkan individu dengan skor
endurance
rendah cenderung
mempersepsikan kesulitan
dan penyebabnya sebagai sesuatu yang bersifat permanen dan di sisi lain,
kesuksesan ataupun keberhasilan yang ia capai hanyalah sesuatu yang sifatnya sementara waktu saja.
3.
Adversity Intelligence
pada Pensiunan
Masa pensiun merupakan masa yang sering ditakuti oleh banyak orang. Hal ini dikarenakan masa pensiun dapat menimbulkan masalah
karena tidak semua orang siap menghadapinya. Pensiun akan memutuskan seseorang dari aktivitas rutin yang telah dilakukan selama bertahun-tahun,
selain itu akan memutuskan rantai sosial yang sudah terbina dengan rekan kerja, dan yang paling vital adalah menghilangkan identitas seseorang yang
sudah melekat begitu lama Warr dalam Eliana, 2003. Tidak heran masa pensiun ini menimbulkan masalah psikologis baru bagi yang menjalaninya,
karena banyak dari mereka yang tidak siap menghadapi masa ini. Ketidak –
siapan menghadapi masa pensiun pada umumnya timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan
–kebutuhan tertentu. Werner dalam Stoltz, 2000 menyatakan bahwa orang yang optimis
adalah para perencana yang mampu menyelesaikan masalah dan orang yang dapat memanfaatkan masalah sebagai peluang. Hal ini didukung oleh
penelitian Seligman dalam Stoltz, 2000 menyatakan perbedaan individu yang pesimis dan optimis sebagai perbandingan seseorang yang memiliki
Adversity intelligence
yang tinggi atau rendah. Individu pesimis akan memandang kesulitan sebagai situasi yang menetap, pribadi dan berdampak
ke semua aspek hidup lain, sedangkan individu optimis akan memandang kesulitan sebagai kondisi sementara, eksternal dan terbatas pada persoalan
saat itu saja.
E. Dinamika