li’an Menurut Hukum Perdata

bentuk zhihar adalah hampir sama dengan ila’ maka ketentuan dalam prosedur ila’ bisa kita pergunakan yaitu masa tenggangnya adalah empat bulan. Jadi kalau sebelum empat bulan suami hendak berbaik kembali dengan isterinya maka suami harus membayar denda, kalau tenggang waktu empat bulan sudah habis dan suami tidak membayar kafarah maka mereka telah bercerai dengan talak satu.

h. li’an

Arti li’an ialah laknat yaitu sumpah yang didalamnya terdapat pernyataan bersedia menerima laknat tuhan apabila yang mengucapkan sumpah itu berdusta. Dalam hukum perkawinan sumpah li’an ini dapat mengakibatkan putusnya perkawinan antara suami isteri untuk selama-lamanya. Proses pelaksanaan perceraian karena li’an ini diatur dalam Al-quran surat An-nur ayat 6-9, sebagai berikut : 1. Suami yang menuduh isterinya berzina harus mengajukan saksi yang turut menyaksikan perbuatan penyelewengan. 2. Kalau suami tidak dapat mengajukan sanksi, supaya ia tidak terkena hukuman menuduh zina, ia harus, mengucapkan sumpah lima kali. Empat kali dari sumpah itu menyatakan bahwa tuduhanya benar, dan sumpah kelima menyatakan bahwa ia sanggup menerima laknat Tuhan apabila tuduhannya tidak benar dusta. 3. Untuk membebaskan dari tuduhan si isteri juga harus bersumpah lima kali. Empat kali ia menyatakan tidak bersalah dan yang kelima ia menyatakan sangggup menerima laknat dari Tuhan apabila ia bersalah dan tuduhan suaminya benar. 4. Akibat dari sumpah ini isteri telah terbebas dari tuduhan dan ancaman hukuman, namun hubungan perkawinan menjadi putus untuk selama-lamanya.

i. Kematian

Putusnya perkawinan dapat juga disebabkan karena kematian suami atau isteri. Dengan kematian salah satu pihak, maka pihak lain berhak waris atas harta peninggalan yang meninggal. Walaupun dengan kematian suami tidak dimungkinkan hubungan mereka disambung lagi, namun bagi isteri yang kematian suami tidak boleh segera melaksanakan perkawinan baru dengan laki-laki lain. Si isteri harus menunggu masa iddahnya habis yang lamanya empat bulan sepuluh hari. 14

C. Akibat Perceraian

a. Menurut Hukum Perdata

Akibat putusnya suatu perkawinan, maka semua akibat perkawinan, yaitu semua hak dan kewajiban selama perkawinan, menjadi hapus sejak saat itu. Bekas istri memperoleh kembali 14 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, 2007, Liberty Yogyakarta, h 105. statusnya sebagai sebagai wanita yang tidak kawin. Kebersamaanpersatuan harta perkawinan menjadi terhenti dan tibalah saatnya untuk pemisahan dan pembagianya. Kekuasaan orang tua juga menjadi terhenti dan diganti dengan perwalian. 15 Akan tetapi terbentuknya akibat-akibat perkawinan itu tidak berlaku surut. Akibat-akibat perceraian itu baru timbul pada saat sampai terdaftarnya petusan pengadilan. 16 Hanya ada pengecualian yang diatur dalam pasal 223 KUHPerdata yaitu: “Bahwa terhadap pihak yang dikenai putusan perceraian, maka pihak itu kehilangan semua keuntungan yang disanggupkan pihak yang lain dalam masa perkawinan.”

b. Menurut Hukum Islam.