BAB54 II DAMPAK PERCERAIAN BAGI PARA PIHAK
2.1 Dampak Bagi Para Pihak
Permasalahan yang sering dijumpai bagi perempuan yang bercerai adalah perubahan peranan sebagai ibu rumah tangga menjadi single parent
dan memiliki hak asuh anak lebih besar. Namun bagi sebagian laki-laki perceraian tidaklah sangat menyakitkan. Mereka bisa memiliki hak yang
lebih sedikit atas anak-anaknya, karena hak asuh anak telah diserahkan pada mantan isteri. Hubungan antara keduanya berlaku seperti antara dua orang
yang saling asing. Putusnya perkawinan mengembalikan status halal yang tadinya didapat dari perkawinan melalui akad nikah menjadikan kembali
pada status semula yaitu haram, tidak boleh berpandangan, bersentuhan, apalagi melakukan hubungan suami isteri yang sebutannya menjadi
perbuatan zina. Adanya suatu keharusan bagi suami memberi mut’ah kepada isteri
yang diceraikannya sebagai suatu konpensasi. Namun dalam kewajiban memberi mut’ah ini dikalangan ulama terjadi perbedaan pendapat. golongan
Zahiriyah merpendapat bahwa mut.ah itu hukumnya wajib. Dasar wajibnya adalah terdapat dalam ayat 241 surat Al-Baqarah, yang artinya “ Untuk
isteri-isteri yang diceraikan itu hendaklah ada pemberian dalam bentuk mut’ah secara patut, merupakan hak atas orang yang bertaqwa”. Golongan
ulama Malikiyah berpendapat hukumnya mut’ah itu adakah sunnah dengan alasan karena lafadz “haqqan “alal Muttaqien” itu tidak menunjukan
54
wajib’. Golongan lain mengatakan bahwa kewajiban memberi mut’ah itu berlaku tergantung pada keadaan tertentu, dalam keadan tertentu itupun
terdapat perbedaan pendapat. Ulama Hanafiyah mengatakan hukumnya wajib untuk suami yang akan menceraikan isterinya sebelum digauli dan
maharnya belum ditentukan sebelumnya. Golongan ini mendasarkan pada surat Al-Baqarah ayat 236. Sedangkan Jumhur ulama berpendapat bahwa
mut’ah itu hanya wajib diberikan oleh suami yang menghendaki perceraian, seperti thalak. Mungkin inilah yang mendasari pemberlakuan keharusan
pemberian mut’ah bagi suami yang akan menceraikan isteri, yang berlaku dalam hukum perkawinan di Indonesia, yang tertuang dalam Kompilasi
Hukum Ialam Pasal 158 huruf a dan b sementara hanya sunnah saja bagi suami memberi mut’ah apabila tidak memenuhi syarat seperti yang
tercantum dalam Pasal 158 tersebut. Selain memberikan mut’ah, yaitu melunasi utang yang yang wajib dibayarnya dan belum dibayar ketika
sedang dalam ikatan perkawinan, berupa maskawin atau nafakah. Adanya akibat hukum bagi pemeliharaan anak atau hadlanah.
41
Masalah status harta bersama suami istri tersebut, Pasal 128 KUHPerdata menetapkan bahwa kekayaan-bersama mereka dibagi dua
antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu.
42
Ketentuan pembagian harta bersama separoh bagi suami dan separoh bagi isteri hanya
sesuai dengan rasa keadilan dalam hal baik suami maupun isteri sama-sama
41
Di kutip dari Aam Hamidah, HAK-HAK ISTERI PASCA PERCERAIAN,
Tangerang,Hakim PA Serang, hal.2.
42
Muhamad Isna Wahyudi, op-cit, h. 7.
melakukan peran yang dapat menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup keluarga. Harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan
adalah di dibawah pengawasan masing-masing suami isteri sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Apabila sebelum melakukan perkawinan
kedua belah pihak melakukan perjanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris dan didaftarkan ke pegawai pencatat perkawinan, maka pembagian
harta bersama menganut perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
2.2 Dampak Bagi Anak