Dampak Bagi Psikologis Anak Dampak Perceraian Terhadap Pola Pengasuhan Orangtua Tunggal

2. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi tanggung jawab pihak bapak, kecuali dalam pelaksanaannya pihak bapak tidak dapat melakukan kewajiban tersebut, maka Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. 3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan danatau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri. Dari ketentuan Pasal 41 diatas dapat diketahui bahwa baik bapak maupun ibu mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap pemeliharaan anak meskipun telah bercerai.

A. Dampak Bagi Psikologis Anak

Adanya keterikatan kuat antara anak dengan orangtua umumnya diperlihatkan dengan munculnya depresi yang hebat pada anak ketika orangtuanya bercerai. Memperlihatkan ada kelompok anak yang tidak memberikan reaksi atas kepergian orang tuanya. Bahkan ketika orang tua kembali, reaksi anak kadang-kadang antusias dan malah menjauhi orang tuanya. B. Dampak Perceraian pada Perilaku Anak Tahun pertama perceraian orangtua adalah masa krisis yang paling sulit bagi anak. Orang tua dari waktu ke waktu memperlihatkan sikap kasar terhadap anaknya. Namun setelah dua tahun situasi mulai pulih kembali. Pada anak-anak keluarga retak, aktivitas fisiknya menjadi lebih agresif untuk tahun pertama. Namun tahun berikutnya anak ini kurang menampilkan kegirangan mereka lebih diselimuti perasaan cemas. Setelah 2 tahun berlalu, anak ini masih memperlihatkan aktivitas fisik yang menurun. Tetapi sebaliknya, aktivitas bahasa lebih agresif. Gejala ini tampak pada pergaulan dengan teman dan teman yang berusia lebih kecil dari dirinya. Meski anak ini agresif dalam berbicara namun ia tidak stabil, goyah. Mereka melakukan sesuatu tanpa suatu motivasi jelas dan efektif, juga emosi tidak terkontrol.

C. Dampak Perceraian Terhadap Pola Pengasuhan Orangtua Tunggal

Pada hakekatnya manusia diciptakan menjadi perempuan dan laki-laki. Keduanya diciptakan agar bisa saling melengkapi guna membangun suatu sinergi baru yang lebih dan bermanfaat bagi umat manusia. Sinergi tersebut terbentuk sempurna ketika terjadi pernikahan antara seorang wanita dengan seorang pria dan hilang ketika terjadi perceraian. Pengasuhan anak akan optimal ketika dilakukan oleh ayah dan ibu bersamaan dalam kondisi sinergi yang sempurna. Dan ketika perceraian terjadi, akan ada penumpukan dua tugas berdasarkan gender yang diemban oleh salah seorang orangtua tunggal. Gender adalah pembagian kategori pria dan wanita yang dikonstruksi secara sosiokultural. Misalnya, wanita secara sosiokultural dianggap lemah lembut, emosional, keibuan, dan sebagainya, sedangkan pria dianggap kuat, rasional, perkasa, dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut tidak kodrati. Karena itu, sifat tersebut tidak abadi dan dapat dipertukarkan. Maka ada pria emosional, lemah lembut, dan sebagainya. Atau kebalikannya ada wanita kuat, rasional, dan sebagainya. Dengan demikian, semua sifat yang dapat dipertukarkan antara wanita dengan pria dan yang dapat berubah dari waktu ke waktu, serta berbeda dari satu kelas sosial ke lain kelas, merupakan gender. Peran orangtua berdasarkan gender ini memungkinkan seorang ibu sekaligus berperan sebagai ayah atau sebaliknya. Pada umumnya, pola pengasuhan orangtua berbeda-beda bergantung kepribadian dan pilihan pola pengasuhan orangtua tersebut. Tetapi, sebagian besar pola pengasuhan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan gender secara umum. Seorang ibu harus menanggung beban ekonomi keluarga sendirian setelah perceraian. Hal ini akan berdampak kepada beban pikiran ibu yang bertambah, waktu untuk kegiatan publik yang lebih banyak, dan waktu untuk kegiatan domestik yang berkurang. Dampak tersebut akan membuat ibu cepat lelah dan mudah emosi. Umumnya, seorang single- mother akan menuntut kemandirian anaknya lebih sering terutama pada anak perempuan. Berbeda dengan seorang ayah yang sudah terbiasa dengan pekerjaan publik yang cukup menyita waktu, tenaga, dan pikiran. Dengan terjadinya perceraian, seorang single-father akan merasakan berkurangnya tanggungan anggota keluarga isteri sehingga meskipun dengan penghasilan yang sama akan terasa lebih berkucukupan disbanding sebelumnya. Hal ini biasanya disalurkan dengan memanjakan dan memberikan kasih sayang yang lebih dari sebelumnya terhadap anaknya. Perubahan-perubahan tersebut sekali lagi bergantung sepenuhnya pada kepribadian orangtua. 43 43 Santrok, John W. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Jakarta, Erlangga, 2002, Edisi 5 Jilid 1. h.130

BAB III IMPLEMENTASI PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI

PENGADILAN AGAMA SURABAYA STUDI KASUS Putusan No. :3022Pdt.g2009PA.Sby.

3.1 Kedudukan Kasus A. Para Pihak

Gugatan harta dengan nomor :3022 Pdt.G PA.Sby. dalam gugatan ini MARSINI binti SUKIRAN, umur 41 tahun, agama islam, pekerjaan SWASTA, bertempat tinggal di Jl. Bumiarjo III23 RT.004 RW.005 Kel. Sawunggaling, Kec. Wonokromo, Surabaya. LAWAN. EKO JUWONO bin SOEPARDI umur 43 tahun, Agama ISLAM, Pekerjaan SWASTA, bertempat tnggal di JL. Bumiarjo III23 RT.004 RW.005 Kel. Sawunggaling, Kec. Wonokromo, Surabaya. Penggugat dan tergugat adalah pasangan suami-istri yang sah, yang telah melangsunkan pernikahan di Mojokerto pada tanggal 28 Januari 1995 berdasarkan kutipan akta nikah No.378118I1995 yang dikeluarkan oleh kantor Urusan Agama KUA Kec. Dlanggu Kab. Mojokerto tertanggal 28 Januari 1995. Selama melangsungkan pernikahan, antara penggugat dan tergugat telah melakukan hubungan suami istri, dan sampai saat ini telah dikaruniai 2 orang putra yang masing-masing diberi nama: 1. Miko Irfan Hadi Juwana Anak laki-laki pertama yang lahir di Surabaya pada tanggal 03 Juni 1996. 61