59
internasional, sangat fleksibel dan memungkinkan mewakili beragam bentuk pariwisata dengan kemampuanya memilah dan menganalisis elemen-elemen
utama dari
beragam bentuk
pariwisata, dan
memiliki kemampuan
menggambarkan prinsip-prinsip dalam studi pariwisata, di mana semua elemen dari pariwisata saling berhubungan dan berinteraksi.
Pernyataan Mathieson dan Wall 1982 yang dikutip Pitana dan Surya Diarta 2009:61, menyatakan bahwa sistem pariwisata secara sederhana
dibedakan menjadi tiga elemen, yaitu 1 elemen dinamik, yaitu perjalanan wisatawan, 2 elemen statik, yaitu keberadaan destinasi, dan 3 elemen
konsekuensial, yaitu berbagai dampak yang timbul, seperti dampak ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan. Menurut Mill dan Morrison 1985, sebuah sistem
pariwisata terdiri dari empat komponen utama, yakni 1 market reaching teh marketplace, 2 travel the purchase of travel products, 3 destination the
shape of travel demand, dan 4 marketing the selling of travel.
2.3.3 Teori Perencanaan
Perencanaan merupakan terjemahan dari kata planning, secara umum pengertianya adalah pengorganisasian masa depan untuk mencapai tujuan tertentu
Inskeep, 1991:25. Sedangkan Paturusi 2008:8, menyatakan bahwa perencanaan planning merupakan suatu kegiatan berpikir yang lingkupnya
menyeluruh dan mencakup bidang yang sangat luas, komplek, dan berbagai komponennya saling kait mengkait. Dalam proyeksi ke masa depan, perencanaan
mengandung pengertian upaya peningkatan atau penurunan suatu kondisi yang ada pada saat ini. Peningkatanpenurunan ini harus dilandasi oleh pertimbangan
60
ilmiah untuk mencapai hasil yang berhasil guna dan berdaya guna. Lebih lanjut dinyatakan tentang syarat-syarat perencanaan, yaitu logis, bisa dimengerti dan
sesuai dengan kenyataan yang berlaku; luwes fleksibel dan tanggap mengikuti dinamika perkembangan; obyektif, didasari tujuan dan sasaran yang dilandasi
pertimbangan bersistem dan ilmiah; realistis, dapat dilaksanakan, memiliki rentang rencana jangka panjang, menengah, dan pendek.
Dalam rangka mengembangkan sebuah destinasi pariwisata, seorang perencana tourism planner paling tidak harus memperhatikan dua lingkup
pengembangan yang saling melengkapi, yaitu lingkup pengembangan spasial dan tingkatan pengembangan dari destinasi tersebut. Lingkup pengembangan spasial
adalah keharusan seorang perencana pengembangan destinasi untuk memahami dan memperhatikan latar belakang kontekstual atau lingkungan makro dari
destinasi yang akan dikembangkan tersebut. Strategi pengembangan keseluruhan komponen destinasi harus sesuai dengan konteks lingkungan makronya Sunaryo,
2013:168. Suatu destinasi yang terletak pada wilayah pertanian atau perkebunan akan membutuhkan pengembangan, thema daya tarik wisata yang berbasis pada
pertanian agro tourism, pengembangan akomodasi yang bercirikan masyarakat pedesaan serta pengembangan masyarakat yang berbasis nilai budaya pertanian.
Sedangkan yang dimaksud dengan strategi Tingkatan Pengembangan Destinasi adalah suatu cara pandang atau perspektif perencanaan pengembangan
destinasi yang harus berpandangan secara holistik dan menyeluruh, mulai dari tingkatan strategi perencanaan makro dalam dimensi kerangka waktu jangka
panjang, ke lingkup perencanaan jangka menengah, sampai dengan lingkup
61
perencanaan tingkap operasional, yang meliputi program-program aksi jangka pendek, termasuk business plan dan pengendalianya, yang harus dilakukan oleh
organisasi atau lembaga yang diberi kewenangan untuk mengelola destinasi Destination Management Organization.
Menurut Richardson Fluker 2004:241 yang dikutip Pitana dan Surya Diarta 2009:108-111, menyatakan bahwa untuk tercapainya sebuah perencanaan
yang sistematis diperlukan sebuah proses perencanaan strategis the strategic planning process. Perencanaan strategis merupakan
“...the managerial process of matching an organisation’s resources and abilities with its business opportunities
over the long term. It consists of defining t he organisation’s mission and
determining an overall goal, acquiring relevant knowledge and analysing it, then setting objectives and the strategies to achieve them”. Umumnya perencanaan
strategis dalam pariwisata terdiri dari beberapa tahapan, yaitu menentukan bisnisusaha apa yang akan dimasuki, yang biasanya dicirikan oleh misi organisasi
yang tergantung pada jenis usaha yang dimasuki, menentukan tujuan organisasi yang akan dicapai, yang merupakan tujuan utama organisasi, mengumpulkan
informasi dan pengetahuan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan, menganalisis informasi, terutama yang berkaitan dengan kekuatan, kelemahan,
peluang, dan tantangan dari organisasi, menentukan tujuan khusus yang menentuakan aktivitas yang diperlukan dalam rangka mewujudkan tujuan
organisasi secara keseluruhan, menentukan strategi dalam mewujudkan tujuan yang telah ditentukan, mendidtribusikan sumber daya ke masing-masing program
aksi untuk
memberikan dampak
pada strategi
yang diambil,
62
mengimplementasikan rencana, mengontrol serta memonitor hasil dan membuat perbaikan jika diperlukan.
Untuk mengoptimalkan keuntungan dari pengembangan pariwisata, diperlukan suatu perencanaan yang baik dan matang. Tujuan ini hanya dapat
dicapai jika direncanakan dengan baik dan terintegrasi dengan perencanaan pembangunan nasional secara keseluruhan. Inskeep 1991:29, menyatakan bahwa
dalam perencanaan pariwisata ada delapan model pendekatan, yang dapat dilakukan,
yaitu pendekatan
berkesinambungan, incremental,
fleksibel continuous, incremental, flexibel approach, pendekatan sistem system
approach, pendekatan menyeluruh comprehensive approach, sering disebut sebagai pendekatan holistik, seperti pada pendekatan sistem seluruh aspek yang
terkait dalam perencanaan pariwisata mencakup institusi, lingkungan dan implikasi sosial ekonominya dianalisis dan direncanakan secara menyeluruh,
pendekatan terintegrasi integrated approach, pendekatan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan environmental and sustainable
development approach, pendekatan swadaya masyarakat community approach, pendekatan
inplementasi implemenable
approach, penerapan
proses perencanaan yang sistematik application of systematic planning proses.
2.4 Model Penelitian