Teori Siklus Hidup Destinasi Wisata

52

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan tiga Teori sebagai landasan, yaitu Teori Siklus Hidup Destinasi Wisata Destination Life Cycle, Teori Sistem, dan Teori Perencanaan. Teori Siklus Hidup Destinasi Wisata Destination Life Cycle dalam penelitian ini dipergunakan untuk mengetahui dan memahami perkembangan Agrowisata Desa Kerta sebagai produk pariwisata dan destinasi pariwisata. Teori Sistem dalam penelitian ini dipergunakan untuk mengetahui faktor internal dan eksternal, hubungan antara unsur-unsur yang terkait dan unsur-unsur yang tidak terkait, yang mempengaruhi pengembangan Agrowisata Desa Kerta sebagai pariwisata berkelanjutan di Kawasan Agropolitan Payangan Kabupaten Gianyar. Sedangkan Teori Perencanaan dipergunakan untuk merumuskan strategi pengembangan Agrowisata Desa Kerta sebagai pariwisata berkelanjutan di Kawasan Agropolitan Payangan Kabupaten Gianyar. Strategi yang dirumuskan, dijabarkan menjadi program, untuk menciptakan daya tarik agrowisata yang berkualitas, bermanfaat ganda dan berkelanjutan.

2.3.1 Teori Siklus Hidup Destinasi Wisata

Dalam pengembangan pariwisata, baik pengembangan destinasi pariwisata, kawasan pariwisata ataupun daya tarik wisata pada umumnya mengikuti alur siklus hidup destinasi wisata destination lifecycle. Dalam pengembangan destinasi wisata, perlu diketahui posisi atau fase dari destinasi wisata tersebut, hal ini karena pada setiap fase destinasi wisata memerlukan strategi pengembangan yang berbeda. Menurut Pitana dan Surya Diarta 2013:131, tujuan utama penggunaan model siklus hidup destinasi destination 53 lifecycle model adalah sebagai alat untuk memahami evolusi dari produk dan destinasi pariwisata. Destinasi pariwisata berjalan menurut siklus evolusi yang terdiri dari tahap pengenalan introduction, pertumbuhan growth, pendewasaan maturity, penurunan decline, danatau peremajaan rejuvenation. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ada beberapa keterbatasan penggunaan model siklus hidup destinasi wisata, yaitu 1 kesulitan dalam mengidentifikasi kapan satu tahapan siklus berakhir dan kapan tahapan berikutnya dimulai; 2 model tersebut tidak dapat dilihat sebagai alat perencanaan yang reliabel; dan 3 model in tidak dapat berjalan secara mandiri dan independen, tanpa terpengaruh faktor luar sehingga tidak boleh menjadi pegangan satu-satunya dalam pengambilan keputusan. Model siklus hidup destinasi destination lifecycle yang mengacu pada pendapat Butler 1980 yang dikutip dari Richardson dan Fluker, 2004:53, ada tujuh fase pengembangan pariwisata, yang membawa dampak implikasi yang berbeda, yakni sebagai berikut. 1. Fase exploration penemuan. Daerah pariwisata baru mulai ditemukan, dikunjungi secara terbatas dan sporadis, khususnya bagi wisatawan petualang. Intensitas kontak antara wisatawan dengan masyarakat lokal sangat tinggi serta dampak sosial, budaya dan ekonomi masih sangat kecil. 2. Fase involvement keterlibatan. Fase ini, sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan fasilitas pariwisata untuk wisatawan, seiring meningkatnya jumlah kunjungan dan mulai adanya promosi. Kontak antara wisatawan dengan masyarakat lokal masih rendah dan masyarakat mulai mengubah pola-pola sosial yang ada, untuk merespon perubahan ekonomi yang terjadi. 54 3. Fase development pembangunan. Investasi dari luar mulai masuk, mulai munculnya pasar wisata secara sistematis, daerah semakin terbuka secara fisik, dan promosi semakin intensif. Fasilitas lokal sudah tersisih dan digantikan oleh fasilitas yang berstandar internasional, dan atraksi buatan dikembangkan untuk menambahkan atraksi yang asli dan alami. Berbagai barang dan jasa impor termasuk tenaga kerja asing, untuk mendukung perkembangan pariwisata yang pesat. 4. Fase consolidation konsolidasi. Pariwisata sudah dominan dalam struktur ekonomi daerah, dan dominasi ekonomi ini dipegang oleh jaringan internasional atau major chains and franchises. Jumlah kunjungan wisatawan masih naik, tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Pemasaran semakin gencar dan diperluas untuk mengisi fasilitas yang sudah dibangun. Fasilitas lama sudah mulai ditinggalkan. 5. Fase stagnation kestabilan. Kapasitas berbagai faktor sudah terlampaui, sehingga menimbulkan masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Kalangan industri sudah mulai bekerja keras untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki, khususnya dengan mengharapkan repeaterguest dan wisata konvensibisnis. Pada fase ini, atraksi buatan sudah mendominasi atraksi asli alami baik budaya maupun alam, citra awal sudah mulai luntur, dan destinasi sudah tidak lagi populer. 6. Post-stagnation, yang terdiri dari dua fase, yaitu fase decline penurunan dan fase rejuvenation peremajaan. Fase decline, wisatawan tertarik dengan destinasi lain yang baru. Fasilitas pariwisata digantikan oleh fasilitas non 55 pariwisata. Atraksi wisata menjadi kurang menarik dan fasilitas pariwisata menjadi kurang bermanfaat. Keterlibatan masyarakat mungkin meningkat seiring penurunan harga fasilitas pariwisata dan pasar wisatawan. Kualitas destinasi mengalami degradasi, kumuh dan fasilitasnya tidak berfungsi sebagai penunjang aktivitas pariwisata. Fase rejuvenation, merupakan inovasi dan pengembangan produk baru, atau menggali atau memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang sebelumnya. Teori Siklus hidup destinasi wisata destination lifecycle, dipergunakan untuk mengetahui posisi atau fase perkembangan Agrowisata Desa Kerta saat ini, agar dapat dirumuskan strategi pengembangan yang tepat, terpadu dan komprehensif. Siklus hidup destinasi wisata destination lifecycle dapat dilihat pada Gambar 2.1. Rejuvenation Immediate decline Reduced growth Decline Stabilization Stagnation Consolidation Involvement Development Gambar 2.1 Model Siklus Hidup Destinasi Butler, 1980 Time Exploration Number of Tourists 56

2.3.2 Teori Sistem