komputer merek hp
®
, moisture analyzer merek Kern
®
tipe MLS 50-3C, ultrasonikator merek Retsch
®
tipe T460, vakum merek Gast
®
model DOA-P504- BN, membrane filter holder merek Whatman
®
kapasitas 300mL Cat. No. 1960- 004, organic solvent membrane filter merek Whatman
®
ukuran pori 0.5 µm, diameter 47 mm; inorganic solvent membrane filter merek Whatman
®
ukuran pori 0,45 µm, diameter 47 mm, penyaring Milipore, mikropipet Socorex
®
ukuran 20-200 µl, 100-1000 µl, dan 500-5000 µl, mortir dan stamper, dan seperangkat
alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.
F. Tata Cara Penelitian
1. Pengambilan sampel
Sampel yang dipilih dan digunakan dalam penelitian ini adalah sediaan racikan pulveres dengan zat aktif hidroklorotiazid dan captopril yang diracik di
apotek X dengan resep sebagai berikut : R Captopril 12,5 mg
Hidroklorotiazid 25 mg Mfla. Pulv. d.td. no IX
Berdasarkan resep diketahui kadar teoritis hidroklorotiazid adalah 25 mg dan captopril adalah 12,5 mg. Selanjutnya ketika dilakukan penimbangan tablet
captopril dan hidroklorotiazid yang digunakan apotek X untuk membuat sediaan racikan pulveres didapatkan bobot teoritis adalah 276,6 mg dengan
anggapan bahwa tablet produk industri sudah seragam bobotnya.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda-beda, dan setiap pengambilan didapatkan 9 bungkus pulveres. Seluruh
sampel pulveres yang diperoleh diuji terlebih dahulu keragaman bobotnya, kemudian dari total sembilan bungkus pulveres diambil tiga bungkus untuk uji
keseragaman kandungan dan enam bungkus untuk dilakukan pengujian kadar air. Total sampel pulveres yang digunakan dalam penelitian ini adalah 27
bungkus.
2. Uji keragaman bobot pulveres
Sembilan bungkus pulveres ditimbang satu persatu menggunakan neraca analitik. Proses penimbangan adalah ditimbang terlebih dahulu isi pulveres
dengan bungkusnya, kemudian isi pulveres dikeluarkan dan bungkus pulveres
ditimbang kembali. Bobot isi tiap bungkus pulveres didapatkan dari hasil selisih antara nilai bobot pulveres dan bungkusnya dengan nilai bobot bungkus
pulveres dengan sisanya.
Uji kadar air Uji keragaman
bobot Uji keseragaman
kandungan 3x
3x 6 Bungkus
3 Bungkus 9 Bungkus
Ran d
o m
3x
3. Uji keseragaman kandungan
a. Verifikasi metode KCKT.
1 Pembuatan fase gerak dan pelarut. Fase gerak dan pelarut yang
digunakan dalam penelitian ini adalah campuran metanol dan air dengan perbandingan 95:5 vv. Metanol grade KCKT dan air aquabidestilata
masing-masing disaring menggunakan organic solvent membrane filter untuk metanol, dan anorganic solvent membrane filter untuk
aquabidestilata dengan bantuan pompa vaccum. Kemudian diletakkan pada wadah fase gerak KCKT, di mana metanol di wadah fase gerak B
sedangkan aquabidestilata di wadah fase gerak A, lalu fase gerak tadi di- degassing
menggunakan ultrasonikator selama 15 menit sebelum digunakan. Fase gerak dan pelarut pada penelitian ini menggunakan
komposisi dan senyawa yang sama, dengan tujuan untuk meminimalisir gangguan pelarut pada detektor KCKT seperti jika komposisi fase gerak
dan pelarut berbeda. 2
Pembuatan larutan baku hidroklorotiazid. a
Pembuatan larutan stok baku hidroklorotiazid. Hidroklorotiazid ditimbang lebih kurang 100 mg secara seksama, dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 mL kemudian dilarutkan dengan pelarut berupa campuran metanol dan air 95:5 sampai batas tanda hingga diperoleh
larutan stok hidroklorotiazid dengan konsentrasi 2 mgmL. b
Pembuatan larutan intermediet baku hidroklorotiazid. Sebanyak 5 mL larutan stok 2 mgmL hidroklorotiazid diambil dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 10 mL. Kemudian diencerkan dengan pelarut sampai batas tanda hingga diperoleh larutan intermediet hidroklorotiazid
dengan konsentrasi 1 mgmL. c
Pembuatan seri kurva baku hidroklorotiazid. Larutan intermediet hidroklorotiazid diambil sebanyak 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140 dan
160 µl. Masing-masing larutan tersebut kemudian diencerkan dengan pelarut dalam labu takar 10 mL hingga batas tanda dan didapatkan 8
seri baku yaitu 0,002; 0,004; 0,006; 0,008; 0,01; 0,012; 0,014 dan 0,016 mgmL. Seri baku hidroklorotiazid disaring dengan milipore
dan di-degassing selama 5 menit. 3
Penentuan panjang gelombang pengamatan hidroklorotiazid. Tiga seri konsentrasi baku 0,012; 0,014; dan 0,016 mgmL diambil kemudian
larutan di-scanning pada panjang gelombang 200-400 nm dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
Panjang gelombang
pengamatan ditentukan berdasarkan spektra serapan maksimum yang dihasilkan sehingga diperoleh panjang gelombang maksimum yang akan
diaplikasikan pada pengukuran dengan KCKT. 4
Pembuatan persamaan kurva baku. Larutan 8 seri baku hidroklorotiazid yaitu 0,002; 0,004; 0,006; 0,008; 0,01; 0,012; 0,014 dan 0,016 mgmL
disaring dengan milipore dan di-degassing 5 menit, kemudian disuntikkan ke dalam sistem KCKT fase terbalik dengan fase diam
oktadesil silika C
18
dan fase gerak metanol : air 95:5, dengan kecepatan alir 1,0 mLmenit. Hasil yang didapat berupa AUC pada
masing-masing konsentrasi seri baku dibuat kurva regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi seri baku hidroklorotiazid
dengan AUC untuk memperoleh regresi linier dengan persamaan y = bx + a dan nilai koefisien korelasinya r.
5 Preparasi sampel.
a Pembuatan larutan stok sampel. Satu bungkus pulveres digerus dan
dihomogenkan menggunakan mortir dan steamper. Sampel yang telah dihomogenkan ditimbang seksama lebih kurang 50 mg, kemudian
dilarutkan dengan pelarut. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, dan ditambahkan pelarut sampai tanda, sehingga diperoleh
larutan stok sampel. b
Pembuatan larutan intermediet sampel. Sebanyak 5 mL larutan stok sampel diambil, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan
diencerkan dengan pelarut hingga tanda. c
Pembuatan larutan sampel. Sebanyak 500 µL larutan intermediet sampel diambil, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan
diencerkan dengan pelarut hingga tanda. Larutan tersebut disaring dengan milipore dan dimasukkan ke dalam vial KCKT, kemudian di-
degassing selama 5 menit.
b.
Validasi metode analisis.
1 Penentuan resolusi sampel. Larutan sampel dibuat dari 3 bungkus
pulveres yang masing-masing bungkus direplikasi sebanyak 3 kali
dengan konsentrasi 10 µL, kemudian disaring, di-degassing, dan diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi.
2 Penentuan akurasi dan presisi. Penentuan akurasi dan presisi berdasar
pada persen perolehan kembali recovery dan nilai koefisien variasi KV. Sebanyak 500 µL larutan intermediet sampel diambil sebanyak 4
kali. Masing-masing larutan dimasukkan kedalam labu ukur 10,0 mL dan diberi label a, b, c, dan d. Larutan a diencerkan dengan pelarut hingga
tanda sehingga diperoleh larutan sampel tanpa adisi. Larutan b, c, dan d ditambahkan baku hidroklorotiazid masing-masing sebanyak 40µL,
60µL, dan 80 µL. Kemudian masing-masing diencerkan dengan pelarut hingga tanda, sehingga diperoleh larutan sampel adisi 4 µgmL, 6 µgmL,
8 µgmL. Replikasi dilakukan 3 kali. Kedua macam sampel ini digunakan untuk memperoleh nilai persen perolehan kembali dan nilai koefisien
variasi. 3
Pembuatan kurva baku dan penentuan linieritas. Sebanyak 8 seri larutan baku hidroklorotiazid yaitu 0,002 mgmL; 0,004 mgmL; 0,006 mgmL;
0,008 mgmL; 0,01 mgmL; 0,012 mgmL; 0,014 dan 0,016 mgmL disaring dengan milipore dan di-degassing 5 menit, kemudian
disuntikkan ke dalam sistem KCKT fase terbalik dengan fase diam oktadesil silika C
18
dan fase gerak metanol : air 95:5, dengan kecepatan alir 1,0 mLmenit. Hasil yang didapat berupa AUC pada
masing-masing konsentrasi seri baku dibuat kurva regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi seri baku hidroklorotiazid
dengan AUC untuk memperoleh regresi linier dengan persamaan y = bx + a dan nilai koefisien korelasinya r yang akan digunakan untuk
menentukan parameter validasi linearitas. c.
Penetapan kadar hidroklorotiazid dalam pulveres. Sebanyak tiga bungkus pulveres dalam setiap pengambilan sampel ditimbang secara seksama,
masing-masing bungkus direplikasi tiga kali. Setiap replikasi ditimbang secara seksama sampel sejumlah 50 mg, dimasukkan ke dalam labu ukur
25,0 mL, kemudian dilarutkan dengan pelarut sampai tanda hingga didapatkan larutan stok sampel. Larutan stok sampel yang sudah dibuat
kemudian disaring menggunakan kertas saring selanjutnya dilakukan penyaringan menggunakan milipore untuk menghilangkan partikel-partikel
kecil yang dapat mengganggu proses elusi di KCKT. Sebanyak 5 mL larutan stok sampel diambil dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL untuk
selanjutnya diencerkan dengan pelarut sampai tanda sehingga diperoleh larutan intermediet sampel. Selanjutnya diambil 500 µL larutan intermediet
dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL, diencerkan dengan pelarut hingga batas tanda dan di-degassing selama 15 menit. Sebanyak 10 µL
larutan sampel diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan kolom oktadesil silika C
18
250 x 4,6 mm, menggunakan perbandingan fase gerak metanol : air 95:5 dan kecepatan alir 1,0 mLmenit.
4. Uji kadar air