6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Sediaan Pulveres
Pulveres adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang kurang lebih sama, dibungkus  dengan  kertas  perkamen  atau  bahan  pengemas  yang  lain  yang  cocok
Syamsuni,  2005.  Pulveres  adalah  serbuk  yang  diracik  dari  satu  atau  beberapa bahan  aktif,  dicampurkan  menjadi  satu  dan  dihaluskan,  setelah  itu  dibagi  dalam
bagian-bagian  yang  sama  rata  dan  dibungkus  menggunakan  kertas  perkamen, biasanya ditujukan untuk pemakaian oral Wiedyaningsih, 2013.
Bentuk  sediaan  pulveres  memiliki  keuntungan  diantaranya  yaitu  dosis mudah disesuaikan dengan berat badan pasien, obat dapat dikombinasikan sesuai
kebutuhan  pasien,  praktis,  dan  cara  pemberian  yang  mudah  khususnya  untuk pasien  yang  memiliki  kesulitan  menelan  sediaan  padat  seperti  tablet.  Sedangkan
kekurangan  pulveres  yaitu  kemungkinan  efek  samping  dan  interaksi  obat meningkat, waktu untuk menyediakan obat racikan lebih lama, berat tiap bungkus
berbeda  karena  pulveres  tidak  ditimbang  satu  per  satu  untuk  tiap  bungkus, kemungkinan  terdapat  kesalahan  menimbang,  sulit  melakukan  kontrol  kualitas,
menurunnya stabilitas obat,  dapat  meningkatkan toksisitas, efektivitas obat  dapat berkurang  karena  sebagian  obat  akan  menempel  pada  blendermortir  dan  kertas
pembungkus,  tingkat  higienisitasnya  cenderung  lebih  rendah  daripada  obat  yang dibuat di pabrik, serta peresepan obat racik racikan meningkatkan kecenderungan
penggunaan  obat  irasional  karena  penggunaan  obat  polifarmasi  tidak  mudah diketahui oleh pasien Wiedyaningsih, 2013.
Sediaan  racikan  pulveres  dikatakan  memiliki  kualitas  yang  baik  apabila memenuhi  persyaratan  yaitu  kering,  halus,  homogen,  seragam  dalam  bobot,  dan
seragam dalam zat yang terkandung Syamsuni, 2005.
B. Uji Kualitas Pulveres
1. Uji keragaman bobot
Uji  keragaman  bobot  sediaan  dosis  tunggal  dapat  digunakan  untuk penentuan  variasi  bobot  dan  nilai  keseragaman  kandungan  Kupiec,  Vu,  dan
Branscum,  2008.  Persyaratan  keragaman  bobot  dapat  diterapkan  pada  produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50 atau lebih dari
bobot  suatu  sediaan  dan  dapat  diterapkan  pada  sediaan  padat  termasuk  sediaan padat  steril  tanpa  mengandung  zat  aktif  atau  inaktif  yang  ditambahkan  Depkes
RI, 1995. Penyimpangan bobot  masing-masing  bungkus pulveres terhadap  yang lain adalah tidak boleh lebih dari 10 Anief, 1990.
Baik  keragaman  bobot  maupun  keseragaman  kandungan  zat  aktif  akan berpengaruh  pada  keseragaman  dosis  atau  variasi  dosis  Aulton  dan  Taylor,
2013.  Uji  keragaman  bobot  dilakukan  sebagai  tahap  awal  identifikasi  untuk mengetahui  keseragaman  kandungan  dari  sampel  pulveres  Darmawan,  2012.
Bobot  pulveres  yang  bervariasi  dapat  berpengaruh  pada  efikasi  dan  dapat menyebabkan toksisitas pada obat yang memiliki indeks terapi sempit  Tahaineh
dan Gharaibeh, 2012.
2. Uji keseragaman kandungan
Uji  keseragaman  kandungan  adalah  uji  yang  dirancang  USP  untuk menjamin  homogenitas  zat  aktif  tiap  unit  bentuk  sediaan  obat,  yang  mana
kandungan zat aktif tiap unit pengukuran harus berada pada rentang 85-115 dari label  klaim  Banker  dan  Rhodes,  2002.  Persyaratan  keseragaman  kandungan
dapat diterapkan pada semua bentuk sediaan. Persyaratan keseragaman kandungan apabila kandungan zat aktif terdapat dalam jumlah kecil yaitu kurang dari 50 mg
atau kurang dari 50 bobot sediaan Depkes RI, 1995. Keseragaman  kandungan  suatu  sediaan  obat  dapat  dipengaruhi  oleh
beberapa faktor, seperti berat jenis density, ukuran partikel, dan bentuk partikel. Pengujian  keseragaman  kandungan  biasanya  menggunakan  metode  KCKT
Huynh-Ba, 2009. Uji keseragaman kandungan dapat menjamin kualitas, presisi, dan  standar  keselamatan  dari  suatu  bentuk  sediaan  obat  Kupiec  dkk.,  2008.
Menurut  Farmakope  Indonesia  IV  1995,  tablet  hidroklorotiazid  mengandung hidroklorotiazid  C
7
H
8
ClN
3
O
4
S
2
tidak  kurang  dari  90,0  dan  tidak  lebih  dari 110,0 dari jumlah yang tertera pada etiket.
3. Uji kadar air
Baik eksipien maupun zat aktif yang digunakan dalam sediaan obat padat dapat  terpapar  uap  air  yang  terkandung  di  udara  yang  lembab  selama  proses
penyimpanan,  dan  pengaruhnya  terhadap  stabilitas  sediaan  obat  tergantung  pada banyaknya  jumlah  air  yang  terdistribusi  ke  sediaan  padat  tersebut  Sandler,
Reiche, Heinamaki, dan Yliruusi, 2010. Laktosa adalah salah satu eksipien yang paling  sering  digunakan  dalam  tablet  Aulton  dan  Taylor,  2013.  Selain  itu
selulosa  juga  merupakan  contoh  eksipien  yang  paling  sering  digunakan  dalam pembuatan tablet sebagai coating agent, binder, diluents, dan disintegrant Niazi,
2009.  Nilai  kadar  air  dalam  tablet  dengan  eksipien  mikrokristalin  selulosa  dan laktosa tidak boleh lebih dari 7 Lanz, 2006.
Pengujian  kadar  air  dapat  dilakukan  dengan  menggunakan  dua  metode, yaitu metode Loss on Drying dan Karl Fischer Titration. Metode Loss on Drying
sering  digunakan  untuk  pengujian  kadar  air  pada  tablet,  eksipien,  dan  zat  yang sangat  stabil.  Metode  Karl  Fischer  didasarkan  pada  reaksi  kuantitatif  air  dengan
laurtan  anhidrat  belerang  dioksida  dan  iodin  dengan  adanya  dapar  yang  bereaksi dengan ion hidrogen Huynh-Ba, 2009.
C. Hidroklorotiazid
Hidroklorotiazid  HCTZ  adalah  obat  golongan  diuretik  tiazid  yang digunakan  dalam  terapi  edema  dan  hipertensi.  Hidroklorotiazid  sebagai  anti
hipertensi  biasanya  digunakan  sebagai  terapi  awal  baik  sebagai  monoterapi ataupun  dikombinasikan  dengan  antihipertensi  golongan  lain.  Mekanisme  kerja
hidroklorotiazid  adalah  menghambat  co-tansporter  sodium  dan  chloride  di epitelium tubular ginjal, yang menyebabkan ekskresi sodium Na
+
, chloride Cl
-
dan air dari dalam tubuh melalui urin yang menurunkan cardiac output dan cairan tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah Mozayani dan Raymon, 2012.
Hidroklorotiazid  memiliki  rumus  molekul  C
7
H
8
ClN
3
O
4
S
2
.  Struktur kimianya adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Struktur hidroklorotiazid Moffat, Osselton, dan Widdop, 2011
Tabet  hidroklorotiazid  mengandung  hidroklorotiazid  C
7
H
8
ClN
3
O
4
S
2
tidak  kurang  dari  90  dan  tidak  lebih  dari  110  dari  jumlah  yang  tertera  pada etiket. Hidroklorotiazid berupa serbuk hablur putih, tidak berbau, dan tidak berasa
Depkes  RI,  1995.  Kelarutan  hidroklorotiazid  adalah  tidak  larut  dalam  air, kloroform dan eter, mudah larut dalam natrium hidroksida dan dimetilformamida,
dan agak sukar larut dalam metanol Moffat dkk., 2011.
Hidroklorotiazid  memiliki  panjang  gelombang  serapan  maksimum  pada 225 nm,  270 nm,  dan  317 nm,  dan pada panjang  gelombang maksimum  225 nm
hidroklorotiazid  menampilkan  standar  deviasi  yang  paling  kecil  Ferraro, Castelano,  dan  Kaufman,  2002.  Absobansi  hidroklorotiazid  dengan  absortivitas
1  dan  ketebalan  kuvet  1cm  adalah  dengan  pelarut  asam  adalah  644  dan  pada
pelarut  basa  adalah  520  Moffat  dkk.,  2011.  Absortivitas  merupakan  suatu
konstanta  yang  tidak  tergantung  pada  konsentrasi,  tebal  kuvet,  dan  intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absortivitas bergantung pada suhu, pelarut,
struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Gandjar dan Rohman, 2007.
D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT