Verifikasi metode KCKT Uji Keragaman Bobot

ini bobot yang masuk rentang adalah bobot pengukuran yang berada pada rentang 248,94-304,26 mg. Berdasarkan hasil pengujian yang dapat dilihat pada tabel III, pada pengambilan hari ke-1 terdapat tiga bungkus pulveres yang berada di luar tentang yang dipersyaratkan, hari ke-2 terdapat empat bungkus pulveres yang berada di luar rentang, dan pada hari ke-3 terdapat empat bungkus pulveres yang berada di luar rentang yang dipersyaratkan, maka dapat dikatakan bahwa pulveres yang diracik pada apotek X tidak memenuhi persyaratan uji keragaman bobot. B. Uji Keseragaman Kandungan Tujuan dilakukan pengujian keseragaman kandungan adalah untuk melihat parameter kualitas pulveres yaitu seragam dalam kandungan zat aktif. Uji keseragaman kandungan dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik.

1. Verifikasi metode KCKT

Penelitian ini mengacu pada penelitiaan Yadav dan Rao 2013 mengenai optimasi penetapan kadar campuran hidroklorotiazid, losartan, dan atenolol dengan metode KCKT fase terbalik yang memiliki linieritas, akurasi, presisi dan selektivitas yang baik. Linieritasnya dilihat dari nilai koefisien korelasinya sebesar 0,9993, parameter akurasi dilihat dari nilai recovery sebesar 99, presisi ditunjukan dengan nilai RSD ≤ 2 dan selektivitas yang ditunjukkan dengan nilai resolusi sebesar 6,5. Sistem KCKT fase terbalik tersebut adalah: Instrumen : KCKT Jasco PU 1580 Kolom : Hypersil Gold C18 column 250 mm x 4,6 mm Fase gerak : Metanol : air 95:5 vv Kecepatan alir : 0,8 mLmenit Detektor : UVVis pada 235 nm Sistem kromatografi ini adalah kromatografi partisi fase terbalik. Pemilihan sistem ini karena analit yang digunakan dalam penelitian bersifat polar dan larut dalam pelarut polar seperti metanol dan air. Maka dari itu fase gerak yang digunakan lebih polar dibandingkan fase diam, sehingga cocok jika dinalisis menggunakan KCKT fase terbalik. Hal ini juga yang menjadi pertimbangan peneliti menggunakan fase gerak dengan campuran metanol dan air dengan komposisi 95 metanol dan 5 air. Sedangkan fase diam yang digunakan lebih nonpolar dibanding fase geraknya, yaitu berupa kolom oktadesil silika C 18 . Terdapat hasil yang berbeda dengan pustaka acuan yang digunakan oleh peneliti, misalnya dalam hal penentuan kecepatan alir flow rate. Penelitian yang dilakukan Yadav dan Rao 2013, kecepatan alir yang digunakan sebesar 0,8 mLmenit, namun peneliti menggunakan kecepatan alir sebesar 1 mLmenit karena kecepatan alir tersebut merupakan kondisi optimum yang mampu menghasilkan waktu retensi lebih pendek dengan adanya tekanan yang besar pada kolom. Waktu retensi time retention yang lebih pendek ini penting dalam efisiensi waktu dan bahan yang digunakan saat analisis. a. Penentuan panjang gelombang pengamatan. Penentuan panjang gelombang pengamatan bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang larutan diltiazem yang dapat memberikan serapan atau absorbansi maksimum. pada panjang gelombang maksimal kepekaan suatu instrument akan maksimal karena pada panjang gelombang tersebut perubahan absorbansi pada setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Panjang gelombang maksimal yang diperoleh kemudian digunakan pada sistem KCKT untuk mengukur kadar hidroklorotiazid. Pengukuran panjang gelombang maksimum pada hidroklorotiazid dilakukan pada tiga konsentrasi yang berbeda yaitu 12, 14, dan 16 µgmL. Pengukuran dengan menggunakan tiga konsentrasi yang berbeda bertujuan untuk melihat apakah dengan adanya perbedaan konsentrasi akan memberikan hasil panjang gelombang maksimum yang sama atau berbeda. Pengukuran panjang gelombang maksimal dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer merk Shimadzu ® tipe UVmini-1240. Scanning dilakukan menggunakan mode overlay pada daerah panjang gelombang 200-400 nm. Hasil scanning panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Spektra larutan baku hidroklorotiazid Menurut Ferraro, Castellano, dan Kaufman 2002, panjang gelombang maksimal teoritis hidroklorotiazid dalam pelarut metanol-air adalah 225 nm. Menurut Chan dkk. 2004, toleransi yang diperkenankan ±1 nm untuk jangkauan 200-380 nm terhadap panjang gelombang teoritis. Berdasarkan hasil penelitian, data hasil pengukuran panjang gelombang maksimal hidroklorotiazid adalah 224 nm. Hasil panjang gelombang tersebut tidak menyimpang lebih dari 1 nm dari panjang gelombang teoritis 225 nm. Bergesernya panjang gelombang maksimum yang didapatkan dari hasil percobaan dibandingkan dengan panjang gelombang teoritis disebabkan karena kondisi penelitian, serta spesifikasi dari alat dan bahan yang digunakan berbeda. b. Pembuatan kurva baku hidroklorotiazid. Persamaan kurva baku menyatakan hubungan linier antara konsentrasi larutan seri baku hidroklorotiazid dengan area under cur ve AUC. Persamaan kurva baku yang diperoleh dan memenuhi syarat kemudian digunakan untuk menetapkan kadar sampel. Kurva baku dibuat dalam 8 seri konsentrasi, yaitu 0,002; 0,004; 0,006; 0,008; 0,01; 0,012; 0,014 dan 0,016 mgmL. Seri baku tersebut dipilih berdasarkan rentang di mana konsentrasi hidroklorotiazid dan AUC yang menunjukkan linieritas yang baik, dinyatakan dalam koefisien relasi r. Menurut Chan dkk. 2005, syarat suatu metode memiliki linieritas yang baik adalah jika nilai koefisien korelasinya r ≥ 0,99, terutama jika digunakan untuk menetapkan kadar senyawa utama. Persamaan kurva baku hidroklorotiazid dapat dilihat pada tabel IV, di mana hasil pengukuran yng diperoleh adalah y = 74294 x+14010, dengan r = 0,9995 yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi hidroklorotiazid dengan AUC adalah proporsional dan selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung kadar. Tabel IV. Data kurva baku hidroklorotiazid Konsentrasi seri baku mgmL AUC 0,002 160310 0,004 317439 0,006 466429 0,008 611383 0,010 744524 0,012 889754 0,014 1056133 0,016 1215285 A 14010 B 74294 R 0,999 Persamaan kurva baku y=74294x + 14010 Kromatogram baku dan sampel hidroklorotiazid dapat dilihat pada gambar 4 dan gambar 5. Berdasarkan gambar 5 peak sampel hidroklorotiazid muncul pada menit ke 2,8, karena memiliki waktu retensi yang sama dengan peak pada baku hidroklorotiazid gambar 4 dan menunjukkan bahwa sistem KCKT yang digunakan sudah sangat baik karena nilai resolusi baku maupun sampel sudah memenuhi persyaratan yaitu ≥ 1,5 serta memiliki nilai tailing factor 1,3. Menurut Snyder dkk. 2010, nilai tailing factor suatu peak dalam pemisahan secara rutin untuk semua peak adalah 2. Gambar 4. Kromatogram larutan baku hidroklorotiazid 4 µgmL Gambar 5. Kromatogram sampel hidroklorotiazid

2. Validasi metode analisis