masa lalu, selektifitas dan penyimpulan. Biasanya ketidakakuratan ini terjadi karena penyimpulan yang terlalu mudah, atau menyamaratakan. Adakalanya persepsi tidak akurat
karena orang menganggap sama, sesuatu yang sebenarnya hanya mirip dan semakin tidak akurat persepsinya.
Kelima, persepsi adalah evaluatif. Persepsi tidak akan pernah objektif, karena kita melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap, nilai dan keyakinan
pribadi yang digunakan untuk memberi makna pada objek persepsi. Karena persepsi merupakan proses kognitif psikologis yang ada di dalam diri kita, maka bersifat subjektif.
Fisher mengemukakan bahwa persepsi bukan hanya merupaka proses intrapribadi tetapi juga sesuatu yang sangat pribadi, dan tidak terhindarkannya keterlibatan pribadi dalam tindak
persepsi menyebabkan persepsi sangat subjektif. Suatu hal yang tidak terpisahkan dari interpretasi subjektif adalah proses evaluasi.
Rasanya hampir tidak mungkin kita mempretasi suatu objek tanpa mempersepsi balik pula baik atau buruknya objek tersebut. Adalah sangat langka kita dapat mempersepsikan sesuatu
secara penuhnya netral.
II.5.2. Beberapa Element Persepsi
Kita telah mengetahui bahwa persepsi mensyaratkan adanya tiga hal: orang yang mempersepsi, objek persepsi dan suatu interpretasi atau makna yang merupakan hasil dari
suatu persepsi. Untuk memahami apa yang disebut tindak persepsi, apa yang terjadi ketika orang mempersepsi dan apa yang mempengaruhi makna yang dipersepsikan, maka kita perlu
mengenal terlebih dahulu elemen-elemen yang terlibat dalam proses persepsi. Elemen pertama adalah sensasipenginderaan dan interpretasi. Ketika orang
menangkap sesuatu melalui inderanya maka secara simultan dia akan menginterpretasikan makna dari hasil penginderaannya. Sebagaimana apa yang terjadi ketika kita mencium
Universitas Sumatera Utara
mawar? Apakah kita pertama kali mendapat sensasi fisik bau baru kemudian persepsi psikis keharuman yang dihubungkan dengan mawar apakah pertama kali membau dan kemudian
membau mawar? Tentunya bukan itu yang terjadi, karena kita mengasosiasikan sensasi kita denga keharuman mawar yang telah kita kenal secara serempaksimultan.
Ada ungkapan yang mengatkan bahwa kita cenderung untuk mendengar apa yang kita harapkan untuk didengar dan apa yang kita harapkan untuk dilihat, terlepas dari apa yang
“sesungguhnya” kita dengar dan lihat. Harapan yang merupakan elemen kedua dari persepsi, dapat menjadi kekuatan yang sangat berarti dalam mengarahkan persepsi, meskipun
adakalanya bertentangan dari rasio. Harapan mempengaruhi persepsi terhadap diri pribadi seperti persepsi terhadap objek
lainnya. Kita berharap untuk mendapatkan simpati dari orang yang baru kita kenal dan kita biasanya akan merasa senang apabila orang tersebut memang bersimpati terhadap kita.
Artinya, kita berharap bahwa harapan kita akan terpenuhi, maka reaksi pertama kita adalah merasionalkan hal tersebut dan meletakkan kesalahan pada hal-hal yang diluar kendali kita.
Misalnya, kita adalah penggemar PSSI dan mengaharapkannya menang dalam kompetisi pra- piala dunia. Ketika ternyata PSSI terus kalah, maka reaksi kita adalah bahwa tim kesayangan
kita sedang sial, wasit tidak fair, permainan yang kasar dan sejumlah alasan lain. Sementara kita seolah-olah lupa bahwa tim lawan bermain lebih baik.
Elemen ketiga adalah bentuk dan latar belakang figure and ground. Salah satu cara untuk memahami proses persepsi terletak dalam kemampuannya membedakan antara
berbagai jenis informasi. Orang yang mempersepsi, membedakan antara berbagai jenis informasi. Orang yang mempersepsi, membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang
penting dari yang tidak penting, yang relevan dari yang tidak relevan. Dengan kata lain, persepsi mencakup pembedaan antara informasi yang menjadi “figure” dan informasi
menjadi “background”.
Universitas Sumatera Utara
Jadi ketika kita mengatakan bahwa persepsi itu selektif, maka bukan hanya berarti bahwa persepsi mengabaikan sejumlah informasi, melainkan juga menunjukkan kemampuan
persepsi untuk membedakan antara berbagai jenis informasi. Melalui seleksi terhadap informasi, orang telah membuat informasi tersebut menjadi lebih penting atau relevan dan ini
yang disebut dengan “figure”. Orang biasanya ingin meyakini kebenaran persepsinya. Persoalannya adalah
bagaimana cara menguji dan menginterpretasikan nilai kebenaran. Cara yang biasa untuk menentukan kevalidan persepsi kita adalah membandingkannya dengan sesuatu. Dengan
demikian, perbandingan merupakan elemen keempat dari persepsi. Jika makna yang dipersepsikan konsisten atau mirip dengan kriteria yang digunakan sebagai pembanding
pengalaman masa lalu dan perangka internal seperti sikap, nilai dan keyakinan, maka kita akan menganggapnya valid. Ketika kita menghampiri yang tidak sesuai dengan kriteria
pembandingan, maka kita akan mengalami ketidaksesuaian kognitif inkonsistensi tadi sebagai upaya untuk mengatasi kesesuaian psikologis kita.
Dari semua pengaruh persepsi kita, konteks kelima dari persepsi mungkin yang paling potensial. Bukan berarti bahwa sistem kognitif kita seperti nilai, sikap dan keyakinan atau
harapan kita akan cukup berpengaruh. Tetapi konteks dimana kita menyiapkan suatu objek.
II.6. Agenda Setting