Agenda Setting Persepsi Khalayak terhadap Surat Kabar Tribun Medan (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Khalayak terhadap Surat Kabar Tribun Medan di Kalangan Mahasiswa USU)

Jadi ketika kita mengatakan bahwa persepsi itu selektif, maka bukan hanya berarti bahwa persepsi mengabaikan sejumlah informasi, melainkan juga menunjukkan kemampuan persepsi untuk membedakan antara berbagai jenis informasi. Melalui seleksi terhadap informasi, orang telah membuat informasi tersebut menjadi lebih penting atau relevan dan ini yang disebut dengan “figure”. Orang biasanya ingin meyakini kebenaran persepsinya. Persoalannya adalah bagaimana cara menguji dan menginterpretasikan nilai kebenaran. Cara yang biasa untuk menentukan kevalidan persepsi kita adalah membandingkannya dengan sesuatu. Dengan demikian, perbandingan merupakan elemen keempat dari persepsi. Jika makna yang dipersepsikan konsisten atau mirip dengan kriteria yang digunakan sebagai pembanding pengalaman masa lalu dan perangka internal seperti sikap, nilai dan keyakinan, maka kita akan menganggapnya valid. Ketika kita menghampiri yang tidak sesuai dengan kriteria pembandingan, maka kita akan mengalami ketidaksesuaian kognitif inkonsistensi tadi sebagai upaya untuk mengatasi kesesuaian psikologis kita. Dari semua pengaruh persepsi kita, konteks kelima dari persepsi mungkin yang paling potensial. Bukan berarti bahwa sistem kognitif kita seperti nilai, sikap dan keyakinan atau harapan kita akan cukup berpengaruh. Tetapi konteks dimana kita menyiapkan suatu objek.

II.6. Agenda Setting

Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw adalah orang yang pertama kali memperkenalkan teori agenda setting ini. Teori ini muncul sekitar tahun 1973 dengan publikasi pertamanya berjudul “The Agenda Setting Function of The Mass Media” Public Opinion Quarterly Nurudin, 2003:184-188. Ketika diadakan penelitian tentang pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 1968 ditemukan hubungan yang tinggi antara penekanan berita dan bagaimana berita itu Universitas Sumatera Utara dinilai tingkatannya oleh pemilih. Meningkatnya nilai penting suatu topik berita pada media massa menyebabkan meningkatnya nilai penting topik tersebut bagi khalayaknya. Asumsi ini berhasil lolos dari keraguan para peneliti komunikasi massa karena asumsi ini menyangkut pemahaman learning, bukan perubahan sikap atau perubahan opini. Secara singkat teori penyusunan agenda ini mengatakan media khususnya media berita tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita pikir, tetapi media tersebut benar- benar berhasil memberitahu kita berpikir tentang apa. Media massa selalu mengarahkan pada kita apa yang harus kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda lewat pemberitaannya, sedangkan masyarakat akan mengikutinya. Menurut asumsi teori ini media punya kemampuan untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting. Media pun mengatur apa yang harus kita lihat atau tokoh siapa yang harus kita dukung. Dengan kata lain, agenda media akan menjadi agenda masyarakatnya. Jika agenda media adalah pemberitaan tentang operasi pemulihan keamanan di Aceh untuk menumpas Gerakan Aceh Merdeka GAM, maka agenda atau pembicaraan masyrakat juga sama seperti yang diagendakan oleh media tersebut. Ini berarti, jika pemberitaan media massa tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM yang kontroversial, yang menjadi bahan pembicaraan masyarakat juga tentang kenaikan harga BBM itu. Jika media selalu mengarahkan untuk mendukung tokoh politik tertentu, bukan tidak mustahil khalayak akan ikut terpengaruh mendukung tokoh tertentu yang didukung media massa tersebut. Jika media mendukung kemerdekaan Timor-Timur lepas dari Indonesia, sangat mungkin masyarakat akan mendukung gerakan kemerdekaan Timor-Timur. Coba Anda perhatikan hal-hal yang kita anggap penting untuk dibicarakan dalam pertemmuan antar pribadi. Hal-hal itu pulalah yang juga menjadi pusat perhatian media. Memang, kita dapat mengatakan bahwa tidak ada peristiwa penting dapat terjadi tanpa Universitas Sumatera Utara liputan media. Jika memang media tidak meliputnya, maka itu berarti tidak penting. Tetapi apakah media memusatkan perhatian hanya pada suatu peristiwa karena itu memang benar- benar penting atauperhatiana medialah yang membuat peristiwa itu penting? Sebenarnya, media mengarahkan kita untuk memusatkan perhatian pada subjek tertentu yang diberitakan media. Ini artinya, media menentukan agenda kita. Mengikuti pendapat Chaffe dan Berger 1997 ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan untuk memperjelas teori ini: 1. Teori itu mempunyai kekuatan penjelas untuk menerangkan mengapa orang-orang sama- sama menganggap penting suatu isu. 2. Teori itu mempunyai kekuatan mempredikasikan bahwa jika orang-orang mengekspos pada satu media yang sama, mereka akan merasa isu yang sama tersebut penting. 3. Teori itu dapat dibuktikan salah jika orang-orang tidak mengekspos media yang sama maka mereka tidak akan punya kesamaan bahwa isu media itu penting. Sedangkan Stephen W. Littlejohn 1992 mengatakan, agenda setting ini beroperasi dalam 3 bagian: 1. Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini akan memunculkan masalah bagaimana agenda media itu terjadi pada waktu pertama kali. 2. Agenda media dalam banyak hal mempengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu mempengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu melakukannya? 3. Agenda publik mempengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting bagi individu. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian, agenda setting ini memprediksikan bahwa agenda media mempengaruhi agenda publik, sementara agenda publik itu sendiri akhirnya mempengaruhi agenda kebijakan. Untuk lebih memperjelas tentang tiga agenda agenda media, agenda khalayak dan agenda kebijakan dalam teori agenda setting ini ada beberapa dimensi yang berkaitan seperti yang dikemukakan oleh Mannheim Severin dan Tankard, Jr:1992 sebagai berikut: 1. Untuk Agenda Media, dimensi-dimensi: d visibility visibilitas yaitu jumlah dan tingkat menonjolnya berita. e audience salience tingkat menonjol bagi khalayak yaitu relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak. f valence valensi yaitu menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa. 2. Untuk Agenda Khalayak, dimensi-dimensi: d familiarity keakraban yaitu derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu. e personal salience penonjolan pribadi yaitu relevansi kepentingan dengan ciri pribadi. f favorability kesenangan yaitu pertimbangan senang atau tidak senang terhadap topik berita. 3. Agenda Kebijaksanaan, dimensi-dimensi: d support dukungan yaitu kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu. e likekihood of action kemungkinan kegiatan yaitu kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan. Universitas Sumatera Utara f freedom of action kebebasan bertindak yaitu nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah Nurudin, 2003: 184. Universitas Sumatera Utara BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian III.1.1 Univesitas Sumatera Utara III.1.1.1 Sejarah Universitas Sumatera Utara Sejarah Universitas Sumatera Utara USU dimulai dengan berdirinya Yayasan Universitet Sumatera Utara pada tanggal 4 Juni 1952. Pendirian yayasan ini dipelopori oleh Gubernur Sumatera Utara untuk memenuhi keinginan masyarakat Sumatera Utara khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. Yayasan ini diurus oleh suatu Dewan Pimpinan yang diketuai langsung oleh Gubernur Sumatera Utara, dengan susunan sebagai berikut: Abdul Hakim Ketua; Dr. T. Mansoer Wakil Ketua; Dr. Soemarsono SekretarisBendahara; Ir. R. S. Danunagoro, Drh. Sahar, Drg. Oh Tjie Lien, Anwar Abubakar, Madong Lubis, Dr. Maas, J. Pohan, Drg. Barlan, dan Soetan Pane Paruhum Anggota. Sebenarnya hasrat untuk mendirikan perguruan tinggi di Medan telah mulai sejak sebelum Perang Dunia-II, tetapi tidak disetujui oleh pemerintah Belanda pada waktu itu. Pada zaman pendudukan Jepang, beberapa orang terkemuka di Medan termasuk Dr. Pirngadi dan Dr. T. Mansoer membuat rancangan perguruan tinggi Kedokteran. Setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah mengangkat Dr. Mohd. Djamil di Bukit Tinggi sebagai ketua panitia. Setelah pemulihan kedaulatan akibat clash pada tahun 1947, Gubernur Abdul Hakim mengambil inisiatif menganjurkan kepada rakyat di seluruh Sumatera Utara mengumpulkan uang untuk pendirian sebuah universitas di daerah ini. Universitas Sumatera Utara Pada tanggal 31 Desember 1951 dibentuk panitia persiapan pendirian perguruan tinggi yang diketuai oleh Dr. Soemarsono yang anggotanya terdiri dari Dr. Ahmad Sofian, Ir. Danunagoro, dan sekretaris Mr. Djaidin Purba. Selain Dewan Pimpinan Yayasan, Organisasi USU pada awal berdirinya terdiri dari: Dewan Kurator, Presiden Universitas, Majelis Presiden dan Asesor, Senat Universitas, dan Dewan Fakultet. Sebagai hasil kerja sama dan bantuan moril dan material dari seluruh masyarakat Sumatera Utara yang pada waktu itu meliputi juga Daerah Istimewa Aceh, pada tanggal 20 Agustus 1952 berhasil didirikan Fakultas Kedokteran di Jalan Seram dengan dua puluh tujuh orang mahasiswa diantaranya dua orang wanita. Tanggal 20 Agustus 1952 telah ditetapkan sebagai hari jadi atau Dies Natalis USU yang diperingati setiap tahun. Kemudian disusul dengan berdirinya Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat 1954, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan 1956, dan Fakultas Pertanian 1956. Pada tanggal 20 November 1957, USU diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Dr. Ir. Soekarno menjadi universitas negeri yang ketujuh di Indonesia. Pada tahun 1959, dibuka Fakultas Teknik di Medan dan Fakultas Ekonomi di Kutaradja Banda Aceh yang diresmikan secara meriah oleh Presiden R.I. Kemudian disusul berdirinya Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan 1960 di Banda Aceh. Sehingga pada waktu itu, USU terdiri dari lima fakultas di Medan dan dua fakultas di Banda Aceh. Selanjutnya menyusul berdirinya Fakultas Kedokteran Gigi 1961, Fakultas Sastra 1965, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 1965, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik 1982, Sekolah Pascasarjana 1992, Fakultas Kesehatan Masyarakat 1993, Fakultas Farmasi 2007, Fakultas Psikologi 2008, dan Fakultas Keperawatan 2009. Pada tahun 2003, USU berubah status dari suatu perguruan tinggi negeri PTN menjadi suatu perguruan tinggi Badan Hukum Milik Negara BHMN. Perubahan status USU Universitas Sumatera Utara dari PTN menjadi BMHN merupakan yang kelima di Indonesia. Sebelumnya telah berubah status UI, UGM, ITB dan IPB pada tahun 2000. Setelah USU disusul perubahan status UPI 2004 dan UNAIR 2006. Dalam perkembangannya, beberapa fakultas di lingkungan USU telah menjadi embrio berdirinya tiga perguruan tinggi negeri baru, yaitu Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh, yang embrionya adalah Fakultas Ekonomi dan Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan USU di Banda Aceh. Kemudian disusul berdirinya Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan IKIP Negeri Medan 1964, yang sekarang berubah menjadi Universitas Negeri Medan UNIMED yang embrionya adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan USU. Setelah itu, berdiri Politeknik Negeri Medan 1999, yang semula adalah Politeknik USU. Pimpinan Universitas 1957-1958 1958-1962 1962-1964 1964-1965 1965-1966 1966 Mei-Nov 1966-1970 1970-1978 1978 Mei-Juli 1978-1986 1986-1994 1994-2010 2010-2015 Z. A. Soetan Koemala Pontas, Ketua Presidium Prof. Dr. Ahmad Sofian, Presidium Prof. Mr. Mahadi, Ketua Presidium Ulung Sitepu, Presidium Drg. Nazir Alwi, Rektor Prof. Dr. S. Hadibroto, M.A., Pejabat Rektor Dr. S. Harnopidjati, Rektor Harry Suwondo, SH, Rektor O. K. Harmaini, SE, Ketua Rektorium Dr. A. P. Parlindungan, SH, Rektor Prof. M. Jusuf Hanafiah, Rektor Prof. Chairuddin P. Lubis, D.T.M.H., Sp.A.K, Rektor Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, M.Sc.CTM, Sp.A.K Universitas Sumatera Utara III.1.1.2 Visi, Misi, Tujuan USU a. Visi