Rintangan-Rintangan Impor yang Bersifat Teknis.

3. Menjual dengan harga yang lebih murah daripada produk impor. Kebijakan subsidi ini merupakan proteksi terhadap industri dalam negeri yang tentunya mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan cara proteksi lainnya, yaitu: 1. Subsidi biasanya diberikan untuk barang kebutuhan pokok masyarakat banyak. 2. Subsidi biasanya bersifat transparan dan dapat dikontrol oleh masyarakat.

2.2.3 Rintangan-Rintangan Impor yang Bersifat Teknis.

Walaupun sekarang ini sudah banyak dilakukan penurunan tariff proteksi oleh banyak Negara yang terkait dengan penerapan era perdagangan bebas, termasuk dalam perdagangan antarnegara ASEAN AFTA, namun sebenarnya apakah perdagangan yang betul-betul bebas akan terwujud masih merupakan suatu pertanyaan. Masalahnya adalah bahwa sekarang ini semakin banyak negara atau kelompok negara Uni Eropa yang menghalangi kelancaran impor yang disebut rintangan-rintangan non-tarif. Misalnya, baru-baru ini suatu peraturan di dalam perdagangan internasional yang dikaitkan dengan keamanan adalah undang-undang antiterorisme biologi oleh pemerintah AS. Dengan ketentuan ini, produk-produk makanan dan minuman yang akan masuk ke AS harus diseleksi dulu oleh pemrintah AS. Tujuannya adalah untuk memastikan apakah produk-produk tersebut membawa virus yang dapat mengakibatkan wabah penyakit tertentu. UU tersebut dikeluarkan pada tanggal 12 Juni 2002. ketentuan ini tentu akan menghambat kelancaran atau bahkan mengurangi volume ekspor produk-produk makanan dan minuman atau komoditas-komoditas pertanian ke AS, termasuk dari Indonesia. Universitas Sumatera Utara Sebenarnya, hambatan terhadap impor dengan alasan keselamatan konsumen di negara pengimpor akan semakin banyak, selain UU tersebut, termasuk baru-baru ini flu burung. Hal ini akan mengahmbat perdagangan internasional untuk ayam dan bahkan produk-produk turunannya. Juga ekspor udang dari Indonesia mengalami NTB, khususnya ke pasar Jepang dan UE. Pemerintah Jepang dan UE menerapkan kebijakan yang mengharuskan udang yang diimpor dari Asia terbebas dari kandungan antibiotic chlorampenicol, oxytetracylin, chlortetracycline, nitrofuransi dan furazolidon . Bahkan pemerintah Jepang mulai 1 Januari 2004 semakin memperketat impor udang dari Indonesia. Kandungan antibiotic oxytetracylin dan chlortetracycline pada komoditas itu yang biasanya hanya 0.05 part per million ppm akan ditekan lebih rendah menjadi 0.01 ppm guna melindungi konsumen udang di negara tersebut. Masalah yang sama juga dialami oleh ekspor kayu dari Indonesia untuk keperluan konstruksi ke pasar Eropa. Para eksportir diwajibkan mencantumkan EC Marking mulai 1 April 2004. EC Marking merupakan pernyataan bahwa produk manufaktur yang diproduksi telah memenuhi persyaratan fundamental mengenai kesehatang, kemanan serta proteksi lingkungan. NTB lainnya yang muncul sejak tahun lalu adalah peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah AS mengenai penggunaan bahan kemasan dari kayu bagi produk-produk yang masuk ke pasar Negara tersebut, walaupun sebagian produsen telah menggunakan kemasan bukan kayu. Peraturan baru yang telah dinotifikasi ke WTO pada Mei 2003 itu mewajibkan setiap produk kayu untuk kemasan yang tidak diproses atau dimanufaktur harus mendapat pemanasan dan fumigasi dengan methyl bromide. Hal ini dilakukan Universitas Sumatera Utara untuk mencegah wabah kumbang jenis pine shoot beetle dan longhorned beetle, yang memilih kayu sebagai wadah untuk berkembang biak. AS dan Kanada serta Meksiko menerapkan peraturan ini secara serentak sejak 1 Januari 2004. bahkan UE berencana menerapkan pertauran tersebut sebelum akhir tahun 2003 lalu. Berdasarkan data dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, tabel di bawah ini memberikan informasi mengeani produk-produk yang dilarang impornya karena isu lingkungan, termasuk kayu lapis dari Indonesia. Hal ini sangat merugikan Indonesia karena kayu lapis merupakan salah satu produk ekspor unggulan dari Indonesia dari kategori nonmigas selama ini. UE menganggap bahwa hutan di Indonesia nyaris hilang, dan oleh sebab itu negara-negara anggota UE dilarang membeli kayu dan produk- produknya dari Indonesia. Tabel 2.1: Produk-Produk yang Dilarang Impornya oleh Negara-Negara yang Terkait dengan Kebijakan Pelestarian Lingkungan Produk Larangan Negara yang Melarang Negara Produsen Ikan tuna dan produknya Impordibatasi AS Kanada, Meksiko Udang dan produknya Impor AS - Ikan herring dan salmon yang belum diproses Ekspor Kanada - Rokok dan tembakau Impor Thailand - Daging dan produknya yang telah Impor UE - Universitas Sumatera Utara disuntik hormon pertumbuhan Ikan salmon Impor Australia - Produk pertanian Impor Jepang - Kayu Impor UE Indonesia Kayu lapis Impor Jepang Indonesia Sumber: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Walupun belum ada suatu studi yang komprehensif hingga saat ini mengenai ekstra biaya yang muncul dari penerapan NTBs seperti di atas bagi eksportir, namun dapat diduga sebagai suatu hipotesis bahwa biaya ekonomi tersebut sangat besar, bahkan pada tingkat makro bisa melebihi kerugian akibat pengenaan tarif impor. Alasannya dalam sistem tarif ada kepastian sehingga si eksportir dari awal sudah bisa menyesuaikan dengan harga jualnya. Dalam kata lain, selama barabgnya tetap laku walaupun harga jualnya di negara importir meningkat akibat dikenakan bea masuk, tidak ada masalah bagi eksportir, ekspornya jalan terus. Sedangkan dalam sistem NTBs yang sangat bervariasi, bisa sangat menyulitkan si penjual, dan bahkan akibat terlalu ketatnya peraturan di negara pembeli bisa membuat ekspornya terhenti atau ditolak sama sekali.

2.2.4 Tren Perkembangan Tarif dan NTBs Belakangan Ini.