Tujuan Penelitian Jenis Penelitian Variabel Penelitian

commit to user 3 3 maka sebaiknya perawatan kaki mendapat perhatian utama. Penderita perlu menyadari bahwa merawat kaki harus menjadi kebiasaan sehari-hari. Pencegahan agar tidak terjadi amputasi sebenarnya sangat sederhana, tetapi sering terabaikan, kunci yang paling penting adalah mencegah terjadinya luka pada kaki. Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan perawatan kaki pada penderita DM Nico. A. L, 2005. Dengan pengalaman yang baik, yaitu kerja sama antara pasien dan petugas kesehatan, diharapkan komplikasi kronik DM akan dapat dicegah. Perawat sebagai orang yang dekat dengan penderita mempunyai peran yang strategis dalam memotivasi dan memberikan konseling kesehatan dalam membantu memberikan perawatan kaki pada penderita DM. Diharapkan dengan pengetahuan yang benar tentang perawatan kaki komplikasi gangrene dapat dikurangi. Berdasarkan penemuan fakta di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh konseling terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku penderita DM tentang perawatan kaki. B. Rumusan Masalah Adakah pengaruh konseling terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku penderita DM tentang perawatan kaki?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Untuk mengetahui adakah pengaruh konseling terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku penderita DM tentang perawatan kaki. commit to user 4 4 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap pengetahuan penderita Diabetes Mellitus tentang perawatan kaki. b. Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap sikap penderita Diabetes Mellitus tentang perawatan kaki. c. Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap perilaku penderita Diabetes Mellitus tentang perawatan kaki.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang pengaruh konseling terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku. 2. Manfaat praktis Bagi responden hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan khususnya tentang perawatan kaki sehingga komplikasi DM gangrene dapat dicegah. Bagi institusi Puskesmas: hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan referensi di Puskesmas dalam upaya pencegahan gangrene sehingga amputasi bisa dihindari. commit to user 5 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI

1. Konsep Diabetes Mellitus

a. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi Brunner dan Suddarth, 2002. Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolic kebanyakan herediter sebagai akibat dari kurangnya insulin efekti baik oleh karena adanya disfungsi sel beta pancreas atau ambilan glukosa di jaringan perifer atau keduanya pada DM Tipe 2 atau kurang nya insulin absolute dengan tanda – tanda hiperglikemi dan glukosuria disertai dengan gejala klinis akut poliuria, polidipsi, penurunan berat badan, dan ataupun gejala kronik atau kadang – kadang tanpa gejala. Gangguan primer terletak pada metabolism karbohidrat dan sekunder pada metabolism lemak dan protein Askandar, 2007 .

b. Tipe Diabetes Mellitus

Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association 1997 sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PERKENI adalah: 1. Diabetes Tipe 1: Akibat destruksi sel beta, biasanya menjurus ke defisiensi insulin absolut commit to user 6 6 2. Diabetes tipe II: Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin, terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin resistensi insulin atau akibat penurunan jumlah produksi insulin 3. Diabetes Mellitus tipe lain a. Defek genetic fungsi sel beta b. Defek genetic kerja insulin c. Penyakit eksokrin pancreas d. Endokrinopati e. Karen obatzat kimia f. Infeksi g. Sebab imunologi yang jarang h. Sindrom genetic yang lain yang berkaitan demngan DM 4. Diabetes Mellitus Gestasional Gestasional Diabetes Mellitus [GDM]

c. Etiologi Diabetes Mellitus

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus NIDDM atau Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin DMTTI disebabkan karena kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa Brunner dan suddarth, 2002. commit to user 7 7

d. Patofisiologi Diabetes Mellitus Brunner dan Suddarth, 2002

1. Diabetes Tipe I Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel- sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial sesudah makan. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin glukosuria. Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih poliuria dan rasa haus polidipsi. 2. Diabetes Tipe II Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. commit to user 8 8 Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur. Pada umumnya DM tipe ini sering ditemukan pada usia dewasa, walaupun dapat juga terjadi pada anak – anak. Pasien dengan DM tipe 2 memiliki dua kelainan dasar yakni : 1. Resistensi terhadap ambilan glukosa yang dimediasi insulin. 2. Disfungsi sel beta Soetarjo, 1991 Abnormalitas metabolik pada DM tipe 2 yang berupa penurunan ambilan glukosa dijaringan perifer, peningkatan produksi glukosa hepar dan kegagalan fungsi sel beta pankreas akan mengakibatkan commit to user 9 9 ketidakseimbangan metabolik berupa penurunan ambilan dan penggunaan glukosa dijaringan perifer, peningkatan lipolisis pada jaringan lemak dan peningkatan produksi glukosa serta sintesis VLDL pada hepar. Keadaan ini akan menyebabkan hiperglikemia dan dislipidemia makrovaskuler maupun mikrovaskuler diabetika Dwi S, 1995. Kelainan Metabolisme Terdapat tiga mekanisme yang telah diketahui memiliki kemampuan untuk mengubah fungsi dan akhirnya perubahan struktural. Mekanisme tersebut adalah : 1 glikasi makromolekul non enzimatik terutama protein 2 peningkatan glucose flux melalui polyol pathway dan 3 peningkatan oxidative stress Glikasi non Enzimatik Glikasi non enzimatik adalah suatu reaksi tanpa bantuan enzim yang terjadi pada glukosa, α-oxoaldehydes, dan turunan sakarida lain dengan protein, nukleotida, dan lipid. Melalui Maillard awalnya terbentuk Schiff base yang reversibel, kemudian secara spontan akan mengalami amadori rearregement. Misal kombinasi glukosa dan kelompok lisin menghasilkan fruktoselisin. Glycated produc ini Fruktoselisin kemudian akan diubah menjadi advanced glycation and products AGEST seperti carboxymetyl lisin CML, Pyrroline atau pentosidine. Polyolpathway Pada Polyolpathway hiperglikemia menimbulkan akumulasi sorbitol pada saraf perifer Karena peningkatan konversi glukosa oleh aldose reduktase. Ini didukung oleh adanya peningkatan pada kadar commit to user 10 10 sorbitol pada saraf diabetik. Pada keadaan euglikemi sintesa sorbitol kurang dari 3 , sedangkan pada keadaan diabetes 30 - 35 glukosa dikonversi menjadi sorbitol. Terdapat satu pendapat menyatakan bahwa glukosa bisa masuk dengan mudah tanpa memerlukan insulin pada sel jaringan saraf. Akibatnya bila terjadi hiperglikemia, banyak glukosa yang masuk kedalam saraf sehingga jumlah sorbitol dan fruktosa akan meningkat. Sifat osmotic yang dimiliki keduanya akan mengakibatkan air banyak tertarik ke dalam sel sehingga schwan sel mengalami edema dan akson menjadi rusak. Hal ini akan mengakibatkan terganggunya sel jaringan saraf terutama penghantar impuls motorik Askandar T, 1995. Oxydative Stress Oxydative Stress pada diabetes diakibatkan oleh kombinasi dari berkurangnya aktifitas superoxide dismutase dan glutathione peroxidase, dan peningkatan glucose flux dimana aldose reductase mengubah glukosa menjadi sorbitol dengan deplesi dari NADPH, glutathione, dan taurine bersamaan dengan glucose auto-oxidation dan atau glikosidasi. 3. Diabetes Gestasional Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal. commit to user 11 11

e. Manifestasi Klinis

Diagnosis DM tipe 2 ditandai dengan adanya gejala berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impoteni pada pria serta pruritus vulva pada wanita.

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua 40 tahun, obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan bayi 4000 gr, riwayat DM pada kehamilan dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa. Kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral TTGO standar. Cara pemeriksaan TTGO WHO, 1985 adalah: 1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa. 2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak. 3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam. 4. Perikasa glukosa darah puasa. 5. Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit. 6. Perikasa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa. 7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. commit to user 12 12 Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mgdl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaaan TTGO diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang alain atau TTGO yang abnormal. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis mgdl Tabel 2.1 Pemeriksaan penunjang pada pasien Diabetes Mellitus DM Bukan DM Belum pasti Kadar glukosa darah sewaktu - Plasma vena 110 110 – 199 200 - Darah kapiler 90 90 – 199 200 Kadar glukosa darah puasa - Plasma vena 110 110 – 125 126 - Darah kapiler 90 90 – 109 110 Kriteria Terbaru Diagnosis Diabetes 2010 Kalbe,2010. 1. A1C 6,5 2. FPG 126 mgdL 7 mmolL, puasa didefinisikan tidak adanya ambilan kalori sedikitnya selama 8 jam commit to user 13 13 3. 2 jam glukosa plasma 200 mgdL 11,1 mmolL selama OGTT dengan asupan glukosa sebanding dengan 75 glukosa anhydrous yang dilarutkan 4. Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan glukosa darah sewaktu 200 mgdL 11,1 mmolL 5. Pemeriksaan diabetes pada pasien asimtomatik 6. Pemeriksaan untuk mendeteksi diabetes tipe 2 pada pasien asimtomatik dilakukan pada setiap usia jika berat badan berlebih atau obesitas BMI 25 kgm2 dan dengan satu atau lebih faktor risiko diabetes lainnya. Jika tanpa risiko pemeriksaan dapat dimulai pada usia 45 tahun. 7. Jika pemeriksaan normal, pemeriksaan kembali dilakukan dalam interval 3 tahun. 8. Pemeriksaan deteksi diabetes asimtomatik adalah A1C, FPG atau OGTT 2 jam 75 g. 9. Deteksi dan Diagnosis Diabetes Gestasional 10. Skrining diabetes gestasional dengan analisa faktor risiko dan OGTT 11. Pasien diabetes gestasional dilakukan skrining diabetes 6-12 minggu pasca kelahiran Monitoring kadar glukosa Monitoring kadar gula darah secara mandiri self monitoring of blood glucose SMBG harus dilakukan 3 atau beberapa kali sehari pada pasien yang menggunakan injeksi suntikan multipel atau pompa terapi insulin. Pada pasien yang menggunakan insulin dengan masa kerja panjang, terapi non insulin atau terapi nutrisi tunggal, SMBG menjadi alat untuk menilai keberhasilan terapi. commit to user 14 14 Untuk mencapai target glukosa darah postprandial, pemeriksaan SMBG postprandial perlu dilakukan. AIC Lakukan pemeriksaan A1C sedikitnya 2 xtahun pada pasien dengan tujuan terapi yang telah dicapai, lakukan pemeriksaan A1C setiap 3 bulan pada pasien yang mengalami perubahan terapi atau tujuan glikemik tidak tercapai. Gunakan hasil pemeriksaan A1C untuk menentukan perubahan terapi yang digunakan CVD cerebrovascular disease, tetapi dalam follow up jangka panjang, mencapai target A1C di bawah atau sekitar 7 segera setelah diagnosis diabetes menurunkan risiko CVD. Hingga didapatkan bukti lebih lanjut, tujuan A1C di bawah 7 menjadi alasan rasional menurunkan risiko komplikasi makrovasular.

g. Penatalaksanaan DM

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penderita DM. tujuan khususnya adalah : 1. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah. 2. Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditasdan mortalitas dini DM. 3. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secar holistik dengan mengajarkan perawatan diri dan perubahan perilaku PERKENI, 2006. commit to user 15 15 Adapun pilar penatalaksanaan DM meliputi : 1. Edukasi 2. Terapi gizi medis 3. Latihan jasmani 4. Intervensi farmakologis Edukasi pada penderita DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk. Keberhasilannya sangat membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai perubahan perilaku dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi Dwi S, 1995. Terapi gizi medis TGM pada prinsipnya adalah pengaturan makan pada diabetes yang hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing – masing individu. Perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penutun glukosa darah atau insulin Dwi S, 1995. Tujuan penatalaksanan diet pada penderita diabetes adalah: 1. Memberikan semua unsur makanan esensial mis. Vitamin dan mineral 2. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai 3. Memenuhi kebutuhan energi 4. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis 5. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat commit to user 16 16 6. Mencegah komplikasi akut dan kronik 7. Meningkatkan kualitas hidup Prinsip dasar diit diabetes PERKENI, 1997 : Prinsip dasar diit diabetes adalah pemberian kalori sesuai dengan kebutuhan. Cara sederhana untuk mengetahui kebutuhan dasar adalah sebagai berikut: Untuk wanita : Berat Badan Ideal x 25 kalori ditambah 20 untuk aktifitas Untuk pria : Berat Badan Ideal x 30 kalori ditambah 20 untuk aktifitas Prinsip kedua adalah menghindari konsumsi gula dan makanan ynag mengandung gula didalamnya. Sebaiknya juga menghindari konsumsi hidrat arang hasil dari pabrik yang berupa tepung dengan segala produknya. Hidrat arang olahan ini akan lebih cepat diubah menjadi gula di dalam darah. Prinsip ketiga adalah mengurangi konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari. Tubuh penderita diabetes akan lebih mengalami kelebihan lemak darah, kelebihan lemak ini berasal dari gula darah yang tidak terpakai sebagai energi. Prinsip keempat adalah memperbanyak konsumsi serat dalam makanan. Yang terbaik adalah serat yang larut air seperti pectin ada dalam buah apel, segala jenis kacang-kacangan dan biji-bijian asal tidak digoreng. serat larut air ini terbukti dapat menurunkan kadar gula darah. Semua jenis serat akan memperbaiki pencernaan, mempercepat masa transit usus, serta memperlambat penyerapan gula dan lemak. Perencanaan makan bagi penderita diabetes sesuai standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi: Karbohidrat 60-70, protein 10-15, lemak 20-25.makanan dengan komposisi KH sampai 70-75 masih memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan 300 mghari. Diusahakan commit to user 17 17 lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid dan membatasi PUFA Poly Unsaturated Fatty Acid dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25 grhari, diutamakan serat larut. Pemanis buatan yang tidak bergizi, yang aman dan dapat diterima untuk digunakan pasien diabetes termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin, aspartame, acesulfame, potassium dan sucralose PERKENI, 2002. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani. Latihan jasmani atau olah raga diberikan secara teratur selain untuk menjaga kebugaran, juga dapat menurunkan berat badandan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akam memperbaiki kendali glukosa darah PERKENI, 2006. Intervensi farmakologis diberikan bila sasaran glukosa darah belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani, meliputi obat hipoglikemik oral OHO, insulin, terapi kombinasi OHO dan Insulin PERKENI, 2006.

h. Komplikasi Diabetes Mellitus

1. Komplikasi acut

Ada tiga komplikasi acut pasda Diebetes yang penting dan berhubuingan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi tersebut adalah : Hipoglikemia, Ketoacidosis Diabetik dan Sindrome HHNK Juga disebut Koma Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik atau KHONK. Hipoglikemia Reaksi Insulin Hipoglikemia kadar glukosa darah yang abnormal rendah terjadi kalau kadar glukosa darah turun dibawah 50 – 60 mgdl 2,7 – 3,3 mmolL. Keadaan commit to user 18 18 ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktifitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini bisa dijumpai sebelum makan khususnya jika waktu makan tertunda atau bila pasien lupa makan camilan. Gejala . Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori : Gejala adrenergic dan gejala system syaraf pusat. Pada hipoglikemia ringan, ketika kadar glukosa darah turun, system syaraf simpatis akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seprti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar. Pada hipoglikjemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel – sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda – tanda gangguan fungsi pada system syaraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan. Kombinasi semua gejala ini disamping gejala adrenergic dapat terjadi pada hipoglikemia sedang. Pada hipoglikemia berat, fungsi system syaraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerluka pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran. commit to user 19 19 Penanganan hipoglikemia berat. Bagi pasien yang tidak sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi, preparat glucagon 1 mg dapat disuntikkan secara subcutan atau intra muskuler. Glucagon adalah hormone yang diproduksi oleh sel alfa pancreas yang menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa melalui pemecahan glikogen, yaitu simpanan glukosa. Diabetes Ketoacidosis Patofisiologi . Diabetes ketoacidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada Diabetes Ketoacidosis : Dehidrasi, Kehilangan elektrolit, acidosis. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula. Disampnig itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidsak terkendali. Kedua factor ini akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama air dan elektrolit seperti natrium dan kalium. Diuresis osmotic yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan Poliuria ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita Ketoacidosis yang berat dapat kehilangan kira kira 6,5 liter air dan sampai 400 – 500 meq natrium, kalium serta klorida selama peride 24 jam. Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak lipolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada Ketoacidosis Diabetic terjadi produksi badan keton commit to user 20 20 yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, keton akan menimbulkan acidosis metabolic. Manifestasi Klinik Ketosis dan acidosis yang merupakan ciri khas Diabetes Ketoacidosis menimbulkan gejala gastrointetital seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala – gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga tampaknya terjadi suatu proses intra abdominal yang memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton. Sebagai akibat dari meningkatkan badan keton. Selain itu, hiperventilasi disertai pernafasan yang sangat dalam tetapi tidak beratsulit dapat terjadi. Pernafasan kusmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi acidosis guna melawan efek badan keton. Koma Hiperosmolar Non Ketotik Patofisiologi dan manifestasi Klinis . Sindrome hiperglikemia hiperosmolar non ketotik KHONK merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Pada saat yang sama tidak ada atau terjadi ketosis ringan. Kelainan dasar biokimia pada syndrome ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan dieresis osmotikum, sehingga kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertimbangkan keseimbangan osmotic cairan akan berpindah dari ruang intrasel kedalam ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas. commit to user 21 21 Gambaran klinis syndrome HHNK terdiri atas gejala hipertensi, dehidrasi berat membrane mukosa kering, turgor kulit jelek takikardi, dan tanda – tanda neurologis yang bervariasi perubahan sensori, kejang, hemiparesis. Keadaan ini makin serius dengan angka mortalitas yang berkisar dari 5 – 30 dan biasanya berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya. Komplikasi Kronis Penyakit Makrovaskuler Penyakit arteri koroner . Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan peningkatan insiden Infark Miocard pada penderita Diabetes lebih sering pada laki – laki dan 3 kali lebih sering pada wanita. Pada penyakit Diabetes terdapat peningkatan kecenderungan untuk mengalami komplikasi akibat Infark Miocard dan kecenderungan untuk mendapatkan serangan Infark yang kedua. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penyakit arteri coroner menyebabkan 50 - 60 dari semua kematian pada pasien Diabetes. Penyakit Cerebro Vaskuler . Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah cerebral atau pembentukan embolus ditempat lain dalam system pembuluh darah yang kemuadian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah cerebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas TIA dan stroke. Penyakit cerebrovaskuler pada pasien Diabetes serupa dengan yang terjadi pada pasien non Diabetes, kecuali dalam hal bahwa pasien Diabetes beresiko 2 kali lipat untuk terkena penyakit cerebro vaskuler. Beberapa penelitain juga menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya kematian akibat penyakit cerebrovaskuler lebih besar pada penderita Diabetes. Disamping itu, kesembuhan commit to user 22 22 dari serangan stroke dapat terhalang pada pasien yang kadar glukosa darahnya sudah tinggi dan segera sesudah diagnosis serebrovaskuler accident dibuat. Penyakit Vaskuler Perifer . Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insiden 2 atau 3 kali lebih tinggi pada pasien non Diabetes. Penyakit oklusi arteri perifer pada pasien Diabetes. Tanda dan gejala penyakit vaskuler perifer dapat mencakup berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudicatio intermitten nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan. Bentuk penyakit oklusif arteri yang parah pada ekstremitas bawah ini merupakan penyebab utama meningkatnya insiden gangrene dan amputasi pada pasien Diabetes. Penyakit Mikrovaskuler Retinopati Diabetic Kelainan petologis mata yang disebut retinopati Diabetic disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina mata. Retina merupakan bagian mata yang menerima bayangan dan mengirimkan informasi tentang bayangan tersebut ke otak. Bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol, venula dan kapiler. Nefropati. Penyakit Diabetes turut menyebabkan 25 dari pasien – pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang memerlukan dialysis atau transplantasi setiap tahunnya. Penyandang diabetes memiliki resiko sebesar 20 – 40 untuk menderita penyakit renal. commit to user 23 23 Penyandang diabetes tipe 1 sering memperlihatkan tanda – tanda permulaan penyakit renal setelah 15 – 20 tahun kemudian, sementara pasien Diabetes tipa 2 dapat terkena penyakit renal dalam waktu 10 tahun sejak penyakit Diabetes ditegakkan. Banyak penyakit Diabetes tipe 2 ini yang sudah menderita Diabetes selama bertahun – tahun sebelum penyakit tersebut didiagnosis dan diobati Suzanne, 2002 . Neuropati Diabetic Pada perjalanan penyakit DM dapat terjadi penyulit akut dan penyulit menahun. Penyulit akut seperti ketoacidosis diabetik, hiperosmolar non ketotik, dan hipoglikemi. Sedangkan penyulit yang menahun seperti makroagiopati dan mikroagiopati serta neuropati. Neuropati merupakan penyulit atau komplikasi yang tersering. Penyebeb pasti dari neuropati diabetik tidak diketahui. Para peneliti mempercayai bahwa proses kerusakan syaraf berhubungan dengan konsentrasi glukosa yang tinggi didalam darah yang dapat menyebabkan perubahan kimia pada saraf, merusak kemampuan saraf menghantarkan pesan secara efektif. Tingginya kadar glukosa dalam darah juga diketahui merusak pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrient lain ke saraf Asakandar T, 1995. Gejala umum dari neuropati perifer difus meliputi : rasa tebal dan rasa kesemutan atau terbakar, insensitivitas terhadap nyeri, nyeri seperti tertusuk jarum, sensitifitas berat terhadap perabaan, hilangya keseimbangan dan koordinasi. Sedangkan gejala umum dari neuropati otonomik difus meliputi : gangguan kencing dan fungsi seksual, infeksi kandung kencing, gangguan commit to user 24 24 lambung, Karena gangguan kemampuan pengosongan lambung statis gastric, mual, muntah dan kembung, hilangnya nafsu makan Hendromartono, 2002. Pada neuropati diabetic berat, hilangnya sensasi dapat menyebabkan cedera yang tidak diketahui, berkembang menjadi infeksi, ulcerasi dan kemungkinan amputasi Soetardjo, 1991. Neuropati diabetic disebabkan oleh factor yang beragam. Menurut Diabetes Control and Complication Trial DCCT dan United Kingdom Prospective Diabetic Study UKPDS glukosa yang terkontrol atau euglikemia mencegah onset atau memperlambat progresifitas neuropati diabetic. Kelainan metabolisme dan vaskuler akan menggangu fungsi neural dan neurotrophic support, yang dalam jangka lama akan menimbulkan apoptosis neuron, sel schwan pada system saraf perifer Askandar T, 1995 . Neuropati dalam Diabetes mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe syaraf, termasuk syaraf perifer, autonom dan spinal. Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel syaraf yang terkena. Prevalensi neuropati meningkat bersamaan dengan usia penderita dan lamanya penyakit tersebut, angka prevalensi dapat mencapai 50 pada pasien – pasien yang sudah menderita Diabetes selama 25 tahun kenaikan kadar glukosa darah selama bertahun – tahun telah membawa implikasi pada etiologi neuropati Suzanne, 2002 . commit to user 25 25 Perawatan kaki Perawatan kaki adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga kebersihan kaki. Perawatan kaki ini salah satu dari tindakan preventif yang paling mendasar dalam mencegah terjadinya gangrene diabetic. Oleh sebab itu, perawatan kaki pada penderita dibetes mellitus sangat dianjurkan guna memperlancar peredaran darah ke perifer khususnya pada tungkai bawah. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penderita DM yang melakukan pemeriksaan dan perawatan kaki dengan baik mengalami masalah gangrene lebih sedikit dan sekaligus menurunkan angka kejadian amputasi. Manfaat perawatan kaki pada penderita diabetic : 1 Mengetahui lebih dini adanya kelainan-kelainan yang muncul pada kaki. 2 Menjaga kelenturan dan elastisitas cartilago sendi dan jaringan kulit. 3 Melancarkan aliran darah ke perifer. 4 Meningkatkan masa otot melalui senam kaki. 5 Menjaga kebersihan kaki guna mencegah terjadinya infeksi bakteri dan jamur. 6 Mencegah kekeringan pada jaringan kulit kaki. Rosdahl : 1999. Tidak ada ketentuan atau aturan yang baku terhadap frekuensi perawatan kaki tetapi dari hasil survai National Health Interview Survey penderita DM yang melakukan perawatan kaki setiap hari secara rutin dapat masalah gangrene diabetic dari 46 menjadi 22 . Luka diabetes merupakan salah satu luka kronis yang sering ditemukan selain luka decubitus. 75 pasien Diabetes Mellitus mengalami masalah pada kaki dan 60-80 diantaranya harus menjalani amputasi. commit to user 26 26 Perawatan kaki diabetes merupakan modalitas utama dalam pencegahan amputasi diabetes Widasari : 2008. Perawatan kaki yang ideal adalah sebagai berikut : 1 Periksa kaki 2 kali sehari dan segera perikasa ke dokter atau petugas kesehatan bila ada perubahan warna kulit atau tanda-tanda infeksi. 2 Cuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan menggunakan sabun yang berlemak serta keringkan kaki dengan kain yang lunak secara cermat dan teliti. 3 Gunakan cream atau lotion, tetapi tidak pada sela-sela jari. 4 Pakai sepatu dan stocking yang benar-benar pas atau cocok dan ganti stocking setiap hari. 5 Periksa sepatu sebelum dipakai, jangan sampai ada terselip kerikil atau paku yang dapat melukai kaki. 6 Gunakan sepatu dari kulit dan jangan dari karet. 7 Potong kuku jari dengan rata atau jangan terlalu dalam, untuk penderita yang mengalami gangguan penglihatan atau mata kabur tidak dianjurkan memotong kuku. 8 Jangan berjalan tanpa alas kaki. 9 Lakukan senam kaki secara rutin guna meningkatkan aliran darah. 10 Jangan memakai bahan kimia untuk menghilangkan callus. 11 Hindari trauma berulang. commit to user 27 27

2. Konsep Konseling

Beberapa definisi konseling yang dipandang cukup penting adalah menurut Sadli, 1988 bahwa konseling adalah suatu bentuk wawancara untuk membantu orang lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya dalam usahanya untuk memahami dan mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya. Sedangkan menurut AVSC, 1995 konseling adalah suatu komunikasi tatap muka untuk membantu penderita menetapkan pilihan atas dasar pemahaman yang lengkap tentang dirinya serta masalah kesehatan yang dihadapai secara mandiri. Dari dua definisi diatas terlihat bahwa konseling meskipun dilaksanakan dalam bentuk komunikasi tatap muka, tetapi konseling bukanlah suatu komunikasi biasa. Komunikasi pada konseling tidak sekedar menyampaikan pesan-pesan yang diperlukan oleh pasien saja, melainkan sekaligus dalam rangka membantu penderita untuk secara mandiri dapat mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Meskipun konseling dilakukan dalam bentuk wawancara, tetapi konseling tidaklah sama dengan wawancara biasa. Wawancara pada konseling tidak hanya sekedar untuk mengetahui keadaan penderita, sepeti biasanya pada waktu anamnesis penderita diruang praktek, melainkan sekaligus dalam rangka membantu penderita untuk lebih memahami keadaan dirinya. Keberhasilan konseling dapat dilihat dari terbentuknya sikap dan perilaku tertentu dalam menghadapi suatu masalah tertentu, tetapi konseling tidak sama dengan motivasi. Terbentuknya sikap dan perilaku tertentu pada konseling adalah atas dasar commit to user 28 28 keputusan yang mandiri, sedangkan pada motivasi diputuskan secara sepihak oleh dokter Mc.Leod, 2003. Kata “konseling” mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungan yang mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah, tugas konseling adalah memberikan kesempatan kepada klien untuk mengeksplorasi, menemukan dan menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dan cerdas dalam menghadapi sesuatu BAC, 1984. Konseling mengindikasikan hubungan professional antara konselor dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individu ke individu, walaupun terkadang melibatkan lebih dari satu orang. Konseling di disain untuk menolong klien dalam menghadapi dan menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan, dan untuk membantu mencapai tujuan penentuan diri self determination mereka melalui pilihan yang telah diinformasikan dengan baik serta bermakna bagi mereka dan melalui pemecahan masalah emosional atau karakter interpersonal Burks dan Steffre, 1979. Hubungan baik yang ditandai dengan pengaplikasian satu atau lebih teori psikologi dan satu set ketrampilan komunikasi yang dikenal, dimodifikasi melalui pengalaman, intuisi dan faktor interpersonal lainnya, terhadap perhatian, problem atau inspirasi klien yang paling pribadi. Etos terpentingnya adalah bersifat memfasilitasi ketimbang memberi saran atau menekan. Konseling dapat terjadi dalam jangka waktu yang pendek atau panjang, mengambil tempat baik di seting organisasional maupun pribadi dan dapat atau tidak dapat tumpang tindih dengan masalah kesehatan pribadi seseorang baik yang bersifat praktis maupun medis. commit to user 29 29 Kedua aktivitas yang berbeda tersebut dilaksanakan oleh individu yang setuju untuk melakoni peran sebagai konselor dan klien, konseling merupakan profesi yang nyata. Konseling adalah sebuah profesi yang dicari oleh orang yang berada dalam tekanan atau dalam kebingungan, yang berhasrat berdiskusi dan memecahkan semua itu dalam sebuah hubungan yang lebih terkontrol dan lebih pribadi dibanding pertemanan dan mungkin lebih simpatik tidak memberikan cap tertentu dibandingkan dengan hubungan pertolongan dalam praktek medis tradisional atau setting psikiatrik Feltham dan Dryden, 1993. Karasu 1986 telah melaporkan adanya 400 model konseling dan psikoterapi. Terdapat pula keragaman dalam praktek konseling, ada yang melakukannya dengan bertatap muka, dalam grup, dengan pasangan dan keluarga, lewat telepon dan bahkan melalui materi tertulis seperti buku dan panduan mandiri. Berikut ini adalah beberapa tujuan konseling yang didukung secara eksplisit maupun implisit oleh para konselor: 1. Pemahaman Adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan emosional, mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional ketimbang perasaan dan tindakan. 2. Berhubungan dengan orang lain Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain misalnya dalam keluarga atau di tempat kerja. commit to user 30 30 3. Kesadaran diri Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini ditahan atau ditolak atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri. 4. Penerimaan diri Pengembangan sikap positif terhadap diri yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subyek kritik diri dan penolakan. 5. Aktualisasi diri Pergerakan kearah pemenuhan potensi atau penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan. 6. Pencerahan Membantu klien mencapai kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi. 7. Pemecahan masalah Menemukan pemecahan masalah problem tertentu yang tak bisa dipecahkan oleh klien seorang diri. 8. Pendidikan psikologi Membuat klien mampu menangkap ide dan tehnik untuk memahami dan mengontrol tingkah laku. 9. Memiliki ketrampilan sosial Mempelajari dan menguasai ketrampilan sosial dan interpersonal seperti mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif atau pengendalian kemarahan. commit to user 31 31 10. Perubahan kognitif Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tak rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancuran diri. 11. Perubahan tingkah laku Modifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang maladaptive atau merusak. 12. Perubahan sistem Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial contoh: keluarga 13. Penguatan Berkenaan dengan ketrampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang akan membuat klien mampu mengontrol kehidupannya. 14. Restitusi Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak. 15. Reproduksi dan aksi sosial Menginspirasikan dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas untuk peduli terhadap orang lain, membagi pengetahuan dan mengkontribusikan kebaikan bersama melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas. Ada empat hal yang perlu ditekankan dalam konseling yaitu: 1 konseling sebagai proses, berarti konseling tidak dapat dilakukan sesaat, 2 konseling sebagai hubungan yang spesifik, hubungan yang dibangun konselor selama proses konseling membutuhkan keterbukaan, pemahaman penghargaan secara positif commit to user 32 32 tanpa syarat dan empati, 3 konseling adalah membantu klien, konselor memotivasi klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam mengatasi masalahnya, 4 konseling untuk mencapai tujuan hidup Latipun, 2003. Dalam konseling menggunakan pola untuk menyelesaikan permasalahan melalui beberapa tahap yaitu: tahap 1 mencari akar permasalahan, tahap 2 mencari potensi sumber yang mungkin dapat digunakan untuk memecahkan masalah, tahap 3 mencari alternatif pemecahan masalah, tahap 4 membuat suatu keputusan, tahap 5 implementasi dari keputusan, dan tahap 6 evaluasi yang membahas tentang bagaimana pelaksanaan solusi yang telah diputuskan, ada 3 kemungkinan yang dapat terjadi yaitu berhasil, sebagian berhasil sebagian tidak berhasil dan gagal. Apabila gagal kembali ketahap awal lagi demikian seterusnya sampai masalah itu terpecahkan Sudyanto, 2007. Menurut Azwar 1995 faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan konseling diantaranya adalah: 1 sarana konseling, 2 suasana konseling, 3 pelaksanaan konseling. Sedangkan sebagai konselor yang baik harus memiliki persyaratan khusus yaitu: a mempunyai minat untuk menolong orang lain, b bersikap terbuka dan bersedia menjadi pendengar yang baik, c mampu menunjukan empati dan menumbuhkan kepercayaan serta peka terhadap keadaan dan kebutuhan klien, d mempunyai daya pengamatan yang tajam serta memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah yang dihadapi klien. Apabila konseling dapat dilaksanakan dengan efektif akan diperoleh beberapa manfaat yang mempunyai peranan yang cukup penting antara lain adalah: 1 dapat lebih meningkatkan pemahaman klien tentang dirinya serta commit to user 33 33 masalah kesehatan yang sedang dihadapinya. Hal ini penting karena klien akan dapat menyesuaikan sikap dan perilakunya terhadap masalah yang dihadapi, 2 dapat lebih meningkatkan kepercayaan diri klien dalam menghadapi suatu masalah, 3 dapat lebih meningkatkan kemandirian klien dalam membuat keputusan terhadap suatu masalah Azwar, 1995.

3. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

Konseling merupakan salah satu cara pendekatan keluarga untuk membantu orang lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya dalam usahanya untuk memahami dan mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya. Dalam hal ini dengan konseling diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih baik tentang pemberantasan demam berdarah. Dengan pengetahuan yang baik akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang tentang perawatan kaki. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang atau individu melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu Notoatmojo, 1997. Pengetahuan merupakan proses kognitif dari seseorang atau individu untuk memberikan arti terhadap lingkungan, sehingga masing-masing individu memberikan arti sendiri - sendiri terhadap stimuli yang diterima walaupun stimuli itu sama Winardi, 1996. Pengetahuan merupakan aspek pokok untuk menentukan perilaku seseorang maupun untuk mengatur perilakunya sendiri Simons et al, 1995. Sikap adalah respon seseorang yang masih tertutup tentang suatu objek atau stimulan dan merupakan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu Notoatmojo, 2003. Sikap seseorang tentang suatu obyek commit to user 34 34 adalah perasaan mendukung maupun perasaan tidak mendukung pada obyek tersebut Rumijati, 2002. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk berperilaku Simon et al, 1995. Sikap bukan dibawa sejak lahir, namun dapat dibentuk dari adanya interaksi sosial. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan sebagai individu maupun anggota kelompok sosial yang saling mempengaruhi. Interaksi sosial ini meliputi hubungan antara individu dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan biologis yang ada di sekitarnya Hasanah, 2006. Struktur sikap terdiri dari 3 tiga komponen yang saling berinteraksi, yaitu komponen kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif meliputi kepercayaan orang yang berlaku dan yang benar dari obyek sikap, komponen afektif merupakan emosional subyektif seseorang terhadap suatu sikap dan komponen konatif meliputi kecenderungan perilaku yang ada pada diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya Azwar, 1997. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif pengetahuan, persepsi dan sikap, maupun bersifat aktif tindakan yang nyata atau practice Notoatmodjo, 2003. Perilaku ditentukan oleh individu yang meliputi motif, nilai-nilai, dan sikap yang saling berinteraksi dengan lingkungan. Perilaku dipengaruhi oleh faktor kognitif dan afektif sikap. Faktor kognitif merupakan pengetahuan commit to user 35 35 seseorang tentang sesuatu dan faktor afektif merupakan sikap seseorang tentang sesuatu Simon et al, 1995. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng Long lasting. Sebaliknya apabila perilaku itu sendiri tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran yang tinggi maka akan tidak berlangsung lama Simon et al, 1995. B. PENELITIAN YANG RELEVAN 1. Penelitian oleh Nugroho 2008 dengan judul Keefektifan konseling keluarga terhadap pemberantasan demam berdarah dengue di kabupaten sragen, dan hasilnya terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku dengan tingkat significan pengetahuan ƿ =0,001, sikap ƿ = 0,000 dan perilaku ƿ = 0,000 2. Penelitian oleh Kurniawan 2008 pengaruh konseling keluarga terhadap peningkatan pengetahuan dan peran keluarga tentang perawatan kaki di Puskesmas Sidayu Gresik, hasil penelitian di dapatkan ada pengaruh konseling keluarga terhadap pengetahuan dan peran keluarga dengan tingkat signifikan pengetahuan 0,001 dan peran ƿ = 0,003. commit to user 36 36 C. KERANGKA PEMIKIRAN D. HIPOTESIS 1. Konseling berpengaruh meningkatkan pengetahuan tentang perawatan kaki. 2. Konseling berpengaruh memperbaiki sikap tentang perawatan kaki . 3. Konseling berpengaruh memperbaiki perilaku tentang perawatan kaki. Sikap thd perawatan kaki Gangrene diabetic ↓ Perubahan Perilaku ↑ Konseling Pendidikan Amputasi ¯ Pengetahuan perawatan kaki Perawatan kaki Keluarga Pelayanan kesehatan Sistem kesehatan commit to user 37 37 BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah True Eksperimen menggunakan pendekatan” Posttest-only Control Design”. B. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Kerja Puskesmas Kabuh dan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2010. C. Populasi penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Diabetes Mellitus di wilayah kerja Puskesmas Kabuh Jombang dengan jumlah 125 orang. D. Sampel dan tekhnik sampling Tekhnik sampling adalah purposive sampling. Sampel dari penelitian ini diambil secara acak sesuai kriteria peneliti. Jumlah sampel dalam penelitian 60 orang 30 orang sebagai kelompok perlakuan dan dan 30 orang sebagai kelompok kontrol. Dalam penentuan jumlah sampel dengan memilih yang sesuai kriteria inklusi dan eklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: 1. Responden yang bersedia menjadi responden 2. Responden yang menderita penyakit diabetes militus Kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah : 1. Responden yang tidak bisa baca dan tulis commit to user 38 38 2. Responden yang menderita komplikasi diabetes mellitus gangren. 3. Responden yang berada di luar wilayah kerja puskesmas Kabuh Jombang

E. Variabel Penelitian

1. Variabel independen: Konseling 2. Variabel dependen : - Pengetahuan tentang perawatan kaki - Sikap terhadap perawatan kaki - Perilaku tentang perawatan kaki F. Definisi Operasional 1. Konseling adalah suatu proses komunikasi interpersonal dua arah untuk membantu orang lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya dalam usahanya untuk memahami dan mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya. Konseling dilakukan pada bulan Oktober sampai Nopember sebanyak 5 kali, setiap pasien selama 30-45 menit dengan jarak waktu 3 hari. 2. a. Pengetahuan tentang perawatan kaki adalah pengetahuan penderita Diabetes Mellitus tentang pengertian Diabetes Mellitus, manfaat perawatan kaki, frekuensi dan cara perawatan kaki pada penderita Diabetes Mellitus. Data tentang pengetahuan dikumpulkan dengan kuisioner yang berisi pertanyaan dengan dua kemungkinan jawaban. Bila jawaban benar dinilai 1 dan bila jawaban salah diberi nilai 0. Kemudian total skor yang didapat dianalisis frequensi dengan SPSS 17 kemudian didapatkan nilai commit to user 39 39 maksimal dan minimal dan didapatkan nilai range sehingga di kelompokkan menjadi skala ordinal dengan rumus sebagai berikut Sutrisno Hadi, 2001. Kategori pengetahuan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu baik, cukup dan rendah, untuk mengelompokan kategori terebut terlebih dahulu dicari kelas interval dengan rumus sebagai berikut Sutrisno Hadi, 2001: i = Nilai tertinggi – nilai terendah Jumlah kelas Selanjutnya distribusi skore pengetahuan adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Distribusi skor pengetahuan Kategori Nilai Baik Cukup 13 – 14 11- 12 Kurang 9 – 10 b. Sikap terhadap perawatan kaki adalah sikap penderita Diabetes Mellitus terhadap perawatan kaki. Data tentang sikap dikumpulkan dengan kuisioner yang berisikan pertanyaan dengan lima kemungkinan jawaban menurut skala likert. - Pada pernyataan positif: nilai 4 bila sangat setuju, nilai 3 bila setuju, nilai 2 bila ragu-ragu, nilai 1 bila tidak setuju dan nilai 0 bila sangat tidak setuju. - Pada penyataan negatif: nilai 4 bila sangat tidak setuju, nilai 3 bila tidak setuju, nilai 2 bila ragu-ragu, nilai 1 bila setuju dan nilai 0 bila sangat setuju. commit to user 40 40 Skala pengukuran dengan dengan penghitungan dengan likert yaitu sikap Positif dan Negatif dengan 5 tingkatan skala yaitu sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju. Kemudian total skor yang didapat dianalisis frequensi dengan SPSS 17 kemudian didapatkan nilai maksimal dan minimal dan di dapatkan nilai range sehingga di kelompokkan menjadi skala ordinal dengan rumus sebagai berikut Sutrisno Hadi, 2001. Kategori siakp dalam penelitian ini dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu baik, positif dan negatif, untuk mengelompokan kategori terebut terlebih dahulu dicari kelas interval dengan rumus sebagai berikut Sutrino Hadi, 2001: i = Nilai tertinggi – nilai terendah Jumlah kelas Kemudian untuk menentukan sikap positif atau negatif tentunya dengan cara total skor yang didapat akan dikategorikan dengan perhitungan sebagai berikut : Tabel. 3.2 Distribusi skor sikap Kategori Nilai Negatif 35 – 44 Positif 45 – 54 c. Perilaku tentang perawatan kaki adalah perilaku penderita Diabetes Mellitus tentang perawatan kaki. Data tentang perilaku dikumpulkan dengan observasi dengan panduan cheklist. Dalam penelitian ini perilaku belajar diukur dengan commit to user 41 41 menggunakan instrument checklist yang berupa 14 pernyataan. Kunjungan dilakukan 5 kali yaitu hari pertama datang dan dilakukan konseling tentang perawatan kaki. Kemudian datang setiap tiga hari sekali sampai hari ke lima belas. Kunjungan ke 2,3,4,5 melakukan konseling. Skore atau hasil observasi pada kunjungan ke 15 dianalisa dan dikategorikan menjadi skala ordinal. Kemudian total skor yang didapat di analisis frequensi dengan SPSS 17 kemudian didapatkan nilai maksimal dan minimal di dan di dapatkan nilai range sehingga di kelompokkan menjadi skala ordinal dengan rumus sebagai berikut Sutrisno Hadi, 2001. Kategori perilaku dalam penelitian ini dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu positif dan negatif, untuk mengelompokan kategori terebut terlebih dahulu dicari kelas interval dengan rumus sebagai berikut Sutrisno Hadi, 2001 : i = Nilai tertinggi – nilai terendah Jumlah kelas Kemudian untuk menentukan perilaku positif atau negatif tentunya dengan cara total skor yang didapat akan dikategorikan dengan perhitungan sebagai berikut : Tabel 3.3 Distribusi skor perilaku Kategori Nilai Negatif 19 – 36 Positif 37 -53 commit to user 42 42

H. Rancangan Penelitian

Dokumen yang terkait

Efektivitas Konseling Kelompok dan Media Promosi Keshatan Video terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Perawatan Kaki Penderita Diabetes Melitus di Klinik Diabetes Puskesmas Sering Medan 2013

3 68 186

Pengetahuan Keluarga Tentang Penatalaksanaan Diet Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara

0 47 72

Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Melitus Tentang Komplikasi Diabetes Mellitus Di Rsup H. Adam Malik, Medan

1 79 67

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

2 27 161

Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Tentang Penatalaksanaan DM pada Pasien DM di Puskesmas Ciputat Timur

9 88 112

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERAWATAN KAKI DIABETIK TERHADAP PENGETAHUAN PERAWATAN Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Perawatan Kaki Diabetik terhadap Pengetahuan Perawatan Kaki pada Diabetes Mellitus di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

0 5 16

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERAWATAN KAKI DIABETIK TERHADAP PENGETAHUAN PERAWATAN Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Perawatan Kaki Diabetik terhadap Pengetahuan Perawatan Kaki pada Diabetes Mellitus di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

0 2 13

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA DIABETES MELLITUS Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Penderita Diabetes Mellitus Dalam Pencegahan Luka Kaki Diabetik Di Desa Mrangge

0 3 16

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA DIABETES MELLITUS Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Penderita Diabetes Mellitus Dalam Pencegahan Luka Kaki Diabetik Di Desa Mrangge

0 2 11

TINGKAT PENGETAHUAN PERAWATAN KAKI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN ULKUS KAKI DIABETIK DI PUSKESMAS JATILAWANG

0 0 15