Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sungai Guntung adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Indragiri hilir Provinsi Riau, yang berada di Riau Daratan, dan terletak di antara perbatasan Riau dan Kepulauan Riau.Di daerah Sungai Guntung ini terkenal dengan penghasilan kelapa dan perikanannya.Selain itu masyarakat di sini juga terkenal dengan sikap keramah tamahannya, hal ini dapat di buktikan dengan mudahnya menerima pendatang untuk menetap di sini.Daerah ini juga berkembang pesat di sektor pertanianya, dan dalam hal ini juga dapat di buktikan karena sebagian besar masyarkat di Sungai Guntung ini bekerja sabagai petani kelapa. Masyarakat yang ada di daerah Pulau Sambu berjarak sekitar 10 km dari tempat penelitian yang penulis lakukan, berdiri sebuah pabrik pengolahan kelapa yang megolah kelapa menjadi Santan Kara dan minuman Fatigon Hydro. Masyarakat di daerah ini menjual hasil pertanian kelapa mereka ke pabrik yang ada di pulau sambu ada juga masyarakat di sini sebagai pembeli atau penampung kelapa, kemudian kelapa yang telah di beli akan di jual kembali ke negeri jiran Malaysia. Berdasar hasil survei dan pengamatan di lapangan, ada beberapa suku yang menetap dan tinggal di daerah ini antara lain: Melayu suku asli, Cina, Bugis, Jawa, Minang, Batak, dan Tamil. Suku tersebut hidup dengan filsafat bangsa Indonesia bhinneka tunggal ika yaitu walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu juga. 2 Suku Melayu merupakan suku yang menjadikan Islam sebagai agamanya, sehingga dalam adat istiadat Melayu dikenal istilah ”Adat bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah”. Segala macam adat istiadat harus sejalan dengan Syarak yang berlaku yang akhirnya bermuara pada ketetapan yang ada dalam Kitabullah harus sesuai dengan ajaran agama Islam Al- Qur’an. Di samping ketaatan menjalankan ibadah, masyarakat Melayu Sungai Guntung Kecamatan Kateman juga termasuk masyarakat yang menerima kemajuan dan teknologi yang datang dari luar. Masyarakat Melayu di sini merupakan masyarakat terbuka yang menjadikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta globalisasi sebagai bagian yang dapat diterima dan dikembangkan dalam kehidupan sehari- hari. Infra struktur dan pembangunan industri serta modernisasi sudah menjadi bagian dari nafas perekonomian di sini. Suku Melayu yang berada di daerah Sungai Guntung Kecamatan Kateman, memiliki keunikan tersendiri dalam melakukan tradisi adat dalam perkawinan. Salah satu keunikan yang dapat ditemui adalah ”Tradisi Kompang”. Masyarakat Suku Melayu di daerah Sungai Guntung ini, masih melakukan tradisi musik kompang dalam upacara perkawinan. Bahkan ada ungkapan “kalau buat keje nikah kawen, kalau belum melaksanakan acara musik kompang dalam bahasa melayu :kompang belum sah atau afdhal acara yang dilaksanakan”.kalau mengadakan pesta perkawinan maka belum sah perkawinan tersebut jika pengantin laki-laki tidak diiringi dengan musik kompang. Selain itu juga seiring dengan perkembangan zaman pelaksanaan tradisi musik kompang yang dilakukan oleh masyarakat Melayu di daerah Sungai Guntung ini, juga mengalami 3 perkembangan dan perubahan fungsi pada pertunjukan musik kompang itu sendiri. Hal ini tentu saja menimbulkan perubahan makna pada tradisi yang bersangkutan. Dalam kehidupan sehari-hari, suku Melayu di daerah ini juga hampir sama dengan suku Melayu di daerah Sumatera Utara banyak kesamaan dan perbedaan tradisi atau adat, mereka juga memiliki berbagai jenis genre atau aliran kesenian antaralain: pantun, gurindam, syair, tari persembahan, tari inai, beredah, silat, barzanji marhaban, dan kompang.Dari berbagai jenis genre atau aliran tersebut di atas hanya beberapa genre atau aliran kesenian saja yang di gunakan dalam upacara perkawinanpernikahan oleh masyarakat di daerah Sungai Guntung ini diantaranya adalah: silat, tari inai dan kompang. Upacara perkawinan yang di laksanakan oleh masyarakat Melayu daerah Sungai Guntung ini juga merupakan gabungan antara dua faktor yang saling melengkapi, yaitu aspek syari’at sebagai mana yang di ajarkan dalam agama Islam dan aspek adat.Peraturan tersebut melibatkan tata cara komunikasi yang di gunakan di dalam proses upacara, ketika upacara perkawinan tersebut berlangsung, budaya Melayu dalam setiap upacara perkawinannya melibatkan adat istiadat dan agama yang selalu dilakukan secara berurutan dari awal sampai akhir dengan tertib. Saat pesta upacara perkawinan adat masyarakat Melayu disini di laksanakan, mempelai pria atau pengantin laki-laki berada di satu rumah atau tempat tinggal, sebelum di pertemukan dengan mempelai perempuan tersebut 4 pengantin wanita. Ketika proses pengantaran mempelai laki-laki ini kekediaman mempelai perempuan atau di mana pun tempat perkawinan mereka akan di langsungkan. Selama perjalanan dari kediaman pengantin laki-laki menuju ke kediaman pengantin perempuan, perjalanana pengantin laki-laki akan di iringi dengan kompang. Kompang adalah alat musik yang berbentuk frame drum terbuat dari kulit kambing betina, batang pohon kelapa, kayu nangka dan paku. Berukuran 30cm, 32,5cm, 35cm, 37,5cm dan 40cm, klasifikasi kompang adalah membranofon.Alat musik kompang ini dimainkan dalam berbagai macam kegiatan upacara adat. Kompang dimainkan untuk mengiringi aktivitas vokal seperti nyanyian solo atau nasyid, mengantar pengantin, Barzanji, Khatam Al-Qur’an dan acara-acara resmi penyambutan para petinggi-petinggi daerah. Awalnya, kompang dibawa oleh Pedagang Arab yang datang berdagang ke Nusantara.Kompang dimainkan untuk menarik perhatian pembeli terhadap barang dagangan mereka.Permainan ini dipercaya menjadi ikut-ikutan masyarakat setempat dan seterusnya berkembang hingga kini dan permainan kompang berkembang sampai ke tanah Melayu di daerah Sungai Guntung ini. Kompang berasal dari kebudayaan Arab di Asia Barat yang berunsur Timur Tengah, hal ini di perkuat dengan adanya pendapat yang mengatakan bahwa bentuk kompang sama seperti Hadrah yang terdapat di negara Arab dan lirik lagu yang dimainkan selalu dalam Bahasa Arab. Contohnya Selawat memuji nabi Rasullullah S.A.W.http:ms.wikipedia.orgwikiKompang 5 Dalam penelitian ini, penulis mengkaji dua aspek dari kompang yaitu bagaimana guna dan fungsi kompang dalam pertunjukan budaya masyarakat Melayu di daerah ini. Guna kompang akan di lihat secara umum karena tujuan akhir penulis adalah melihat perkembangan fungsi kompang di sini. Guna dan Fungsi adalah dua hal yang berbeda namun agar penelitian ini lebih terarah penulis melihat perkembangan fungsi kompang agar penelitian ini mendapatkan hasil seperti yang di harapkan penulis. Perkembangan kompang ini akan di fokuskan pada perkembangan fungsi, penyebab dan akibat dari perkembangan kompang pada masyarakat Melayu di daerah Sungai Guntung ini. Kompang yang di mainkan pada saat mengantar mempelai laki-laki ke kediaman mempelai perempuan merupakan adat masyarakat Melayu di sini.Kompang yang di mainkan pada saat mengantar mempelai laki-laki ini mempunyai makna simbolis dan juga mengangkat derajat keluarga yang melaksanakan kompang ini di mata masyarakat Sungai Guntung itu sendiri. Penelitian ini juga akan memperhatikan pertunjukan kompang dalam konteks upacara perkawinan masyarakat Melayu di daerah Sungai Guntung. Adapun aspek pertama yang akan penulis diskusikan di dalam penulisan ini adalah bagaimana pola permainan kompang, Guna dan fungsi kompang dalam pertunjukan kompang pada upacara perkawinan masyarakat Melayu di daerah ini. Kemudian bagaimana gerakan-gerakan yang diekspresikan parapemain kompang di daerah Sungai Guntung, apa saja istilah istilahnya menurut para petua atau 6 petinggi adat Melayu di sini, termasuk kedalam klasifikasi apakah alat musik kompang ini. Kemudian jika fungsi juga di anggap penting, bagaimana proses pertunjukan kompang tersebut agar dapat memenuhi fungsi yang di maksud. Jika musik kompang ini mengalami perkembangan, apakah ada pengaruhnya terhadap masyarakat Melayu di sini dan berdasar pertanyaan di atas saya memilih judul penelitian ini dengan judul: “AnalisisStruktur Musik Kompang Dalam Upacara Mengantar Pengantin Di Sungai Guntung, Kecamatan Kateman, Riau”.

1.2 Pokok Permasalah