M elly Lydea, 2014 PENGARUH PENERAPAN MODEL PARTICIPANT CENTERED LEARNING TERHADAP
PRES TAS I BELAJAR AKUNTANS I S IS WA S tudi Quasi Eksperimen Di Kelas XI IPS S MAN 5 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia |repository.upi.edu perpustakaa..upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Setiap individu dituntut mengembangkan kapasitasnya secara optimal
untuk menghadapi
berbagai tantangan
yang muncul dan
mengadaptasikan diri ke dalam situasi yang amat bervariasi dan cepat berubah. Selain itu juga, setiap individu dituntut memiliki daya nalar
kreatif dan ketrampilan tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui peningkatan kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan
aspek universal yang selalu ada dalam kehidupan manusia karena pendidikan merupakan suatu tonggak peradaban. Di dalamnya terdapat
suatu ilmu pengetahuan yang sangat penting untuk dijadikan sebagai pedoman dalam hidup manusia.
Hal ini berarti sejalan dengan apa yang menjadi harapan dari sistem pendidikan nasional terhadap generasi-generasi penerus bangsa di masa
yang akan datang, seperti dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dikemukakan:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan
akhlaq
mulia, serta
keterampilan yang
diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Dari pengertian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
pendidikan di Indonesia diharapkan mampu mengarahkan peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya. Potensi diri dapat dilihat
dari segi kepribadianmaupun skill. Dalam hal ini siswa diarahkan mampu
memiliki skill yang profesional sesuai dengan ilmu yang didapatnya di sekolah.
Melihat berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia saat ini, kita
dihadapkan dengan
berbagai permasalahan
yang kompleks
diantaranya yaitu mutu pendidikan. Dalam laporan The United Nations for Education, Science and CultureOrganizationUNESCO pada tahun 2012
Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 berdasarkan penilaian Education
Development Index EDI atau Indeks Pembangunan
Pendidikan. Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek
huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan gender, angka bertahan siswa hingga kelas V Sekolah Dasar. 14 Maret
2013 dilaporkan Indonesia berada diperingkat ke-121 dari 185 negara. Peringkat Indonesia masih dibawah Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand
dan Filipina dimana Singapura berada diperingkat ke-18 dan Malaysia peringkat ke-64. Thailand dan Filipina termasuk dalam peringkat medium
namun memiliki peringkat yang lebih baik dari Indonesia dimana secara berurutan Thailand berada diperingkat ke-103 dan Filipina berada
diperingkat ke-114. Data ini meliputi aspek tenaga kerja, kesehatan, dan pendidikan. Dilihat dari kedudukan peringkat memang menunjukkan
kenaikan, tetapi jika dilihat dari jumlah negara partisipan, hasilnya tetap saja Indonesia tidak naik peringkat.
Gambar 1.1 Data Indeks Peringkat Pendidikan di Dunia
Sumber:www.edukasi.kompasiana.com
50 100
150 Singapura
Malaysia Thailand
Filipina Indonesia
Peringkat
Hal ini
menunjukkan bahwa
mutu pendidikan
masyarakat Indonesia masih rendah. Mutu pendidikan sering dinilai berdasarkan
kualitas prestasi keluarannya output pendidikan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan atau tidak. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
menilai kualitas outputpendidikan adalah melalui pengukuran prestasi belajar siswa yang diperoleh setelah melalui proses belajar dan
pembelajaran. Pengukuran tersebut dilakukan terhadap semua aspek yaitu dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Upaya pembelajaran yang dilakukan khususnya pada mata pelajaran Akuntansi seharusnya mampu membantu siswa agar mampu
meningkatkan prestasi belajarnya. Pembelajaran Akuntansi di dalamnya lebih banyak melatih siswa untuk terampil, cermat dan teliti dalam
menghitung angka-angka yang berkaitan dengan kegiatan Akuntansi sehingga membuat siswa merasa kesulitan dalam mempelajarinya. Seperti
halnya di SMAN 5 Bandung yang menjadi SMA negeri unggulan di kota Bandung, serta prestasi di bidang akademik yang cukup banyak diraih.
SMAN 5 Bandung juga mendapatkan nilai akreditasi yang tinggi termasuk pada mata pelajaran Akuntansi. Namun, pada kenyataannya masih terdapat
rendahnya prestasi belajar khususnya mata pelajaran Akuntansi. Seperti data yang diperoleh peneliti pada saat melakukan pra penelitian berikut ini:
Tabel 1.1 Persentase Siswa yang Belum MemenuhiKKMPada Nilai UTS
Mata Pelajaran AkuntansiKelas XI A XI B SMAN 5 Bandung 2014 Kelas
Jumlah siswa
Persentase siswa yang belum memenuhi KKM
XI A 40
3440x100= 85 XI B
40 3240x100= 80
Sumber: SMAN 5 Bandung diolah Berdasarkan tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan
siswa XI IPS yang berjumlah 74, siswa masih belum memenuhi KKM yang ditentukan yaitu 75.Kasus rendahnya prestasi belajar siswa ini sangat
penting untuk diperhatikan khususnya oleh guru sebagai bahan evaluasi
karena akan berakibat pada tidak tercapainya tujuan –tujuan pendidikan
yang ditetapkan serta pada penilaian terhadap mutu pendidikan. Hal ini merupakan tantangan bagi pihak sekolah dan juga peneliti untuk
mengetahui faktor apa yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Akuntansi di sekolah tersebut.
Tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik jika adanya interaksi dalam proses belajar mengajar. Interaksi selama proses belajar
mengajar terjadi antara kedua belah pihak, yaitu antara guru dan siswa. Guru dituntut untuk menciptakan suasana belajar yang efektif. Mengacu
juga kepada anjuran agar guru berpegang pada empat pilar pendidikan universal seperti yang dirumuskan UNESCO United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization, yaitu 1 learning to know yang berarti learning to learn; 2 learning to do; 3 learning to be; 4
learning to live together.
Gambar 1.2 4 Pilar Pendidikan UNESCO
Sumber:www.unescobkk.org Salah satu pendekatan pembelajaran yang mencakup keempat pilar
tersebut dan sekaligus dapat digunakan untuk mengembangkan suasana pembelajaran yangefektif adalah pendekatan pembelajaran menggunakan
modelParticipantCentered Learning,
yaitu pembelajaran
melalui
pendekatan yang
lebih berpusat pada siswa Student Centered
Learning.Participant Centered Learning PCL sangat membantu terjadinya perubahan terhadap peningkatan kemampuan siswa. Dalam
sistem ini, siswa dituntut untuk lebih proaktif dalam proses belajar dan menjadikan kebiasaan membaca sebagai sesuatu yang esensial.
Model PCL ini sebagai upaya meningkatkan suasana belajar yang kondusif
dan aplikatif,
membangun budaya
membaca, dan
menyelenggarakan program mentoring. Dengan model PCL, siswa menjadi pusat pembelajaran, sedangkan tugas utama guru adalah sebagai
fasilitator diskusi dalam kelas, menyimpulkan prestasi diskusi, dan mengaitkannya dengan teori-teori yang relevan.
Selama ini akademisi Asia cenderung membiarkan siswa larut dalam obrolan tidak terarah, pasif tanpa kesiapan membaca, bahkan
cenderung teoretik-complicated hafalan. Dengan model PCL, gairah mengeksplorasi pengetahuan di negara-negara yang siswanya cenderung
pasif dapat
ditingkatkan sehingga
memicu kegembiraan
dalam berpartisipasi dan menumbuhkan kecerdasan sosial-emosional.
ModelParticipant Centered Learningini dapat digunakan dalam pembelajaran Akuntansi karena di dalamnya terdapat beberapa bahasan
pokok yang relevan yang dapat mendukung pelaksanaan dan penerapan modelParticipant Centered Learningini. Bahasan-bahasan pokok tersebut
diantaranya harus memiliki karakteristik yang dapat dibagi ke dalam sub bab terkecil sehingga sesuai dengan karakteristik Participant Centered
Learning. Beberapa para pengajar Indonesia yang telah menerapkan
Participant Centered Learning adalahRhenald Kasali danSumardianta. Rhenald Kasalimenerapkan model PCL di Kampus UI dan akhirnya pada
tahun 2013, UI menerima akreditasi internasional dari ABEST 21 Alliance on Business Education and Scholarship for Tomorrow di
Tokyo, Jepang. Satu pesan untuk guru Indonesia dalam tulisan Guru dan PerubahanRhenald Kasali 2013:
Guru berpikir jauh ke depan, bukan terbelenggu ilmu masa lalu. Sebab tak banyak orang yang melihat anak-anak telah hidup di
sebuah peradaban yang berbeda dengannya. Sementara kurikulum baru yang belum tentu sempurna sudah dihujat, kaum muda
mengatakan kurikulum lama sudah tidak relevan mengisi masa depan mereka.
Sama halnya dengan Sumardianta seorang guru SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang telah menerapkan modelParticipant Centered
Learning PCL beberapa tahun silam sebelum kurikulum 2013 terbentuk. Menurut Sumardianta2013:96:
Pembelajaran Participant Centered Learning PCL berpusat pada peserta didik. Bukan lagi Fasilitator Centered Learning FCL.
Konsekuensinya gurusedikit mengalokasikan waktu buat mengajar. Siswa yang lebih banyak belajar. Jika guru terlalu banyak
memboroskan waktu untuk mengajar, belum tentu murid mau belajar. Bisa jadi murid hanya melamun, mengantuk, dan ribut.
Beberapa penelitian mengenai penerapan PCL Carlos, 2006 menemukan bahwa “PCL berpengaruh terhadap pengalaman belajar siswa
di bidang simulasi bisnis manajemen dan Akuntansi ”. Sedangkan
penelitian lainnya Lyu, Shieh dan Cheng 2007 menunjukkan bahwa “penerapan modelParticipant Centered Learning memiliki dampak positif
terhadap peningkatan keaktifan belajar siswa di Taiwan”.
Berdasarkan pendapat
peneliti terdahulu
diatas, peneliti
menyimpulkan penelitian ini merupakan penelitian yang sejalan dengan hasil-prestasi penelitian di atas dengan mencoba pada objek dan materi
yang berbeda dan membandingkannya dengan model pembelajaran yang sudah digunakan oleh sekolah tersebut untuk mengetahui pengaruh
penerapan model yang dilakukan. Adapun peneliti memberi judul penelitian adalah “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Participant
Centered Learning terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Akuntansi Studi Quasi Eksperimendi Kelas XI IPS SMAN 5 Bandung
”.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian