Pengaruh pembelajaran matematika dengan pendekatan problem centered learning terhadap hasil belajar matematika siswa : quasi eksperimen di SMP Pgri 1 ciputat

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN

PENDEKATAN

PROBLEM CENTERED LEARNING

TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Quasi Eksperimen di SMP PGRI 1 Ciputat)

Oleh:

AHMAD SHOHIBUL WAFA Z.A.

NIM: 103017027180

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H / 2008 M


(2)

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ahmad Shohibul Wafa Z.A.

NIM. : 103017027180

Jurusan : Pendidikan Matematika Angkatan Tahun : 2003 / 2004

Alamat : Kp. Cicarulang RT: 014/006. Ds. Cikunten, Kecamatan Singaparna, Kab. Tasikmalaya–Jawa Barat 46414

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Centered Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”adalah benar hasil karya sendiri dibawah bimbingan dosen :

1 Nama : Dra. Afidah Mas’ud

NIP. : 150 228 775

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2 Nama : Mulyono, M.Pd.

NIP. : 131 974 444

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Maret 2008 Yang Menyatakan


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul: “Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Centered Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 28 Maret 2008 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, Maret 2008

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi) Tanggal Tanda Tangan Maifalinda Fatra, M.Pd

NIP. : 150 277 129 ... ... Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Otong Suhyanto, M.Si

NIP. : 150 293 239 ... ... Penguji I

Otong Suhyanto, M.Si

NIP. : 150 293 239 ... ... Penguji II

Drs. HM. Ali Hamzah

NIP. : 150 210 082 ... ...

Mengetahui: Dekan,

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 150 231 356


(4)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul: “Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Problem Centered LearningTerhadap Hasil Belajar Matematika Siswa” disusun oleh Ahmad Shohibul Wafa Z.A., Nomor Induk Mahasiswa 103017027180, Jurusan Pendidikan Matematika. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Fakultas.

Jakarta, Januari 2008

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Afidah Mas’ud Mulyono, M.Pd.


(5)

ABSTRAK

Ahmad Shohibul Wafa Z.A., Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Centered Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa, skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan pendekatan Problem Centered Learning terhadap hasil belajar matematika siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan rancangan penelitian Two Group Randomized Subject Posttest Only. Penelitian ini dilakukan di SMP PGRI 1 Ciputat – Tangerang dari tanggal 2 November – 5 Desember 2007. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Intrumen penelitian yang diberikan berupa tes 12 soal tipe pilihan ganda sebanyak dan 6 soal bentuk uraian. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji lilliefors untuk menguji normalitas data, uji Fisher untuk menguji homogenitas data dan uji-t untuk menguji hipotesis. Dari hasil perhitungan uji hipotesis diperoleh nilai thitung 2,55565 kemudian dikonsultasikan pada ttabel pada taraf signifikan 0,05 dan derajat kebebasan 70. diperoleh nilai ttabel 1,9967. Karena thitung> ttabel(2,55565 > 1,9967), maka Ha diterima, sehingga terdapat perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran pendekatan Problem Centered Learning dengan yang menggunakan pendekatan konvensional. Dengan demikian pembelajaran dengan pendekatan Problem Centered Learningberpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa. Kata Kunci: Problem Centered Learning, Hasil Belajar


(6)

ABSTRACT

Ahmad Shohibul Wafa Z.A. An Influence of the Problem Centered Learning Approach to the Result in the Study of Mathematic, the paper of Mathematic Education Department, Faculty of Education and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The research aims to understand the influence of the Problem Centered Learning Approach to the Result in the Study of Mathematic. The method used in this research is quasy experiment method with the Two Group Randomized Subject Posttest Only design. The research is conduced in SMP PGRI 1 Ciputat–Tangerang on November 2th –december 5th of 2007. The technique of sampling in the research is uses cluster random sampling. The instrument is 12 multiple choices-type tests and 6 essay-type tests. The analytic technique in the research uses lilliefors test to evaluate normality, fisher test to evaluate homogeneity and the t-test to evaluate hypotesis. Pursuant to result of calculation hypothesis test is obtained value of tcount2,55565 then consulted to ttabel at significant level 0,05 and degree of freedom 70, obtained value of ttable 1,9967. Because tcount> ttable( 2,55565 > 1,9967), hence is Haaccepted, so that there are difference of mean result of learning student mathematics using study of Problem Centered Learning approach with using conventional near byness. Thereby study with Problem Centered Learning approach have an effect on to result learn student mathematics.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan perkenankan-Nya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Memamg masih banyak kekurangan dan saya sadar betapa lemahnya diri saya di hadapan-Nya karenanya saya selalu memohon bantuan dan pertolongan agar selalu diberi kemudahan di dalam segala urusan baik yang bersifat lahiriah maupun batiniyah. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikut sampai akhir zaman.

Selama penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan kendala yang

dialami penulis, namun berkat do’a, kesungguhan hati, kerja kerasa dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Tidak ada kata yang dapat penulis ucapkan lagi, kecuali hanyalah rasa terima kasih yang tidak terkira atas bimbingan, dorongan serta masukan-masukan positif atas penyusunan skripsi ini. lebih khusus lagi penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Rosyada, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika sekaligus dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan masukan dan bimbingan selama berlangsungnya perkuliahan.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika.

4. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, M.Pd., selaku dosen Pembimbing I dan Bapak Mulyono, M.Pd., selaku dosen Pembimbing II . Dengan kesabaran dan keikhlasannya telah membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Seluruh dosen yang telah membimbing, mendidik dan memberikan ilmunya

kepad penulis selama penulis masih melaksanakan perkuliahan. Semoga ilmu yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal ibadah dan pahala di sisi


(8)

Allah SWT. Dan semoga ilmu yang telah diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

6. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Fatah Iskandar dan Ibunda Siti Maemunah yang tidak henti-hentinya terus memberikan dorongan moril maupun materil

serta do’a yang tak henti-hentinya sampai penyusunan skripsi ini. Semoga amal ibadahnya dibalas dengan pahala yang berlipat ganda.

7. Kakak-kakakku tercinta dan Bi Dede yang juga telah memberikan dorongan moril dan materil yang juga tak henti-hentinya mendo’akan penulis.

8. Bapak Cartam, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMP PGRI 1 Ciputat-Tangerang yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian skripsi ini di institusi yang beliau pimpin. Dan Ibu Lilis, S.Pd, selaku guru mata pelajaran matematika kelas VIII yang telah membantu penulis dalam penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan di Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2003, teman-teman BEMJ Pend. Matematika 2005 – 2006, panitia LCCM VII, khususnya Fardiansyah , Zenal, Rizal, Fahmi, Anam, Purnama, Ibnu, Sukron, Ciswandi, Bule, Toni, Endri, Fathul, Irfan, Puji, Sobari, Liya, Nubi, Aan , Ria, Lina, Yuli, Ucha, Eka, Qy….dan semua teman-teman seangkatan dan seperkuliahan yang tak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan motivasi, persahabatan dan kenangan yang tak terlupakan. 10. Semua pihak yang terkait yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu nama,

jabatan serta sumbangsihnya, penulis ucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya.

Hanya do’a yang penulis haturkan semoga semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan dan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang membacanya.Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin

Jakarta, Januari 2008


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

KATA PENGANTAR……….. iii DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL………. vii

DAFTAR GAMBAR………viii

DAFTAR LAMPIRAN………ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….1

B. Identifikasi Masalah………... 7

C. Pembatasan Masalah……….. 8

D. Perumusan Masalah………8

E. Tujuan Penelitian………8

F. Kegunaan Hasil Penelitian………. 8

BAB II PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretik………..10

1. Pembelajaran Matematika………10

2. Hasil Belajar ………13

3. Pendekatan PembelajaranProblem Centered Learning……….. 17

4. Pendekatan Pembelajaran Konvensional………. 27

B. Hasil Penelitian yang Relevan………... 30

C. Kerangka Berpikir………. 31

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian……….. 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian………. 34

B. Metode dan Desain Penelitian………34

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel………. 35


(10)

1. Pengujian Validitas ……….. 36

2. Uji ReliabilitasTingkat ...………... 37

3. Tingkat KesukaranSoal ………... 38

4. Daya Pembeda Soal ………. 38

E. Kontrol Terhadap Validitas Internal……….. 39

F. Analisis Data……….. 40

1. Uji Normalitas ……….. 40

2. Uji Homogenitas ……….. 40

3. Pengujian Hipotesis ……….. 41

G. Hipotesis Statistik………...41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data………42

B. Pengujian Persyaratan Analisis………..46

1. Uji Normalitas ……….. 46

2. Uji Homogenitas ………... 47

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan………48

1. Pengujian Hipotesis ………. 48

2. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 48

D. Keterbatasan Penelitian………..50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………51

B. Saran………..52

DAFTAR PUSTAKA………...53


(11)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Perbedaan Pembelajaran menggunakan pendekatanProblem

Centered Learningdengan Pembelajaran Konvensional ... 27

2. Tabel 2. Rancangan Penelitian……….33

3. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kelas Eksperimen………... 42

4. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kelas Eksperimen………... 44

5. Tabel 5. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………... 45

6. Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……..47


(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Tes Belajar Matematika Kelas Eksperimen………... 43 2. Gambar Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Tes Belajar

Matematika Kelas Eksperimen………... 45 3. Gambar Kurva Distribusi Normal ... 48


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1. RPP Kelas Kontrol………56

2. Lampiran 2. RPP Kelas Eksperimen……… 62

3. Lampiran 3. LKS Penelitian (Eksperimen)……….. 73

4. Lampiran 4. Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Sistem Persamaan Linear Dua variabel………. 80

5. Lampiran 5. Uji Coba Tes Matematika Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel………... 81

6. Lampiran 6. Kunci Jawaban Uji Coba Tes Matematika………87

7. Lampiran 7. Soal Posttest Matematika pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel……….. 94

8. Lampiran 8. Perhitungan Validitas Tes Pilihan Ganda……….98

9. Lampiran 9. Perhitungan Reliabilitas Tes Pilihan Ganda………100

10. Lampiran 10. Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Pilihan Ganda…………..102

11. Lampiran 11. Perhitungan Daya Pembeda Tes Pilihan Ganda……… 104

12. Lampiran 12. Perhitungan Validitas Tes Bentuk Uraian………..106

13. Lampiran 13. Perhitungan Reliabilitas Tes Bentuk Uraian………..108

14. Lampiran 14. Perhitungan Daya Pembeda Tes Bentuk Uraian………110

15. Lampiran 15. Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Bentuk Uraian………….112

16. Lampiran 16. Hasil Perhitungan Validitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Tes………..114

17. Lampiran 17. Nilai Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………….115

18. Lampiran 18. Perhitungan Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians dan Simpangan Baku Kelas Eksperimen………118

19. Lampiran 19. Perhitungan Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians dan Simpangan Baku Kelas Kontrol………. 119

20. Lampiran 20. Persiapan Uji Normalitas, Uji Homogenitas dan Uji-t Kelas Eksperimen………..122

21. Lampiran 21. Persiapan Uji Normalitas, Uji Homogenitas dan Uji-t Kelas Kontrol………123


(14)

22. Lampiran 22. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen……….124

23. Lampiran 23. Uji Normalitas Kelompok Kontrol………125

24. Lampiran 24. Perhitungan Uji Homogenitas………...126

25. Lampiran 25. Perhitungan pengujian Hipotesis………...128

26. Lampiran 26. Hasil Uji Validitas Soal Pilihan Ganda menggunakan SPSS 15.0 for windows………130

27. Lampiran 27. Hasil Uji Validitas Soal Uraian menggunakanSPSS 15.0 for windows……….134

28. Lampiran 28. Hasil Uji Reliabilitas Soal Uraian menggunakanSPSS 15.0 for windows………136

29. Lampiran 29. Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen menggunakan SPSS 15.0 for windows………... 137

30. Lampiran 30. Hasil Uji Normalitas Kelompok Kontrol menggunakan SPSS 15.0 for windows……….. 138

31. Lampiran 31. Hasil Uji Homogenitas dan Uji-t dengan Menggunakan SPSS 15.0 for windows……….. 139

32. Lampiran 32. Lembar PengamatanProblem Centered Learning………141

33. Lampiran 33. Lembar Wawancara Siswa tentang Pembelajaran Matematika denganProblem-Centered Learning………... 143

34. Lampiran 34. Dokumentasi Penelitian ………147

35. Lampiran 35. Harga r Product Moment………...148

36. Lampiran 36. Daftar A Luas di bawah Kurva Normal Baku dari 0 ke z…….149

37. Lampiran 37. Tabel Harga Distribusi F………..150

38. Lampiran 38. Daftar Distribusi t……….153

39. Lampiran 39.Tabel Nilai Kritis L Uji Lilliefors...………...154

40. Lampiran 40. Surat Bimbingan Skripsi………...155

41. Lampiran 41. Surat Permohonan Izin Penelitian……….156

42. Lampiran 42. Surat Riset/Wawancara……….157


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Pendidikan adalah salah satu pilar kehidupan bangsa. Masa depan suatu bangsa bisa diketahui melalui sejauh mana komitmen masyarakat suatu negara dalam menyelenggarakan pendidikan nasional. Tidak berlebihan apabila para pendiri bangsa ini meletakkan cita-cita yang luhur dengan memperhatikan masalah dan kecerdasan bangsanya.

Pendidikan merupakan proses yang berlangsung seumur hidup, baik yang dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal maupun non-formal. Pendidikan juga merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, mulai dari manusia dilahirkan sampai akhir hayatnya.

Tujuan yang ingin dicapai dari proses belajar dan proses pendidikan tersebut adalah pengabdian kepada Allah sejalan dengan tujuan penciptaan manusia yang ditegaskan oleh Al-Quran dalam surat Al-Dzariyat 56:

ﻥﻭﺪﺒﻌﻴﻟ ﱠﻻﹺﺇ ﺲﻧِﻹﺍﻭ ﻦﹺﺠﹾﻟﺍ ﺖﹾﻘﹶﻠﺧ ﺎﻣﻭ

)

ﺕﺎﻳﺭﺍﺬﻟﺍ

:

٥ ٦

(

Artinya: ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”(Q.S. Al-Dzariyat :56)1

Tujuan tersebut sejalan dengan tujuan hidup manusia, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Dalam hal ini pendidikan harus memungkinkan manusia memahami dan menghayati tentang Tuhannya sedemikian rupa,

sehingga semua ibadahnya dilakukan dengan penuh penghayatan dan kekhusu’an

kepada-Nya.

Aktivitas yang dimaksud dalam tujuan pendidikan tersebut untuk mengantarkan manusia sebagai subjek didik menjadi khalifah di muka bumi yang mampu memamkmurkan dan memeliharanya, yang tersimpul dalam kandungan Firman Allah Allah SWT dalam surat Hud, yang berbunyi:

1


(16)

ﻫ ﻩﹺﺮﻴﹶﻏ ﻪﹶﻟﹺﺇ ﻦﻣ ﻢﹸﻜﹶﻟﺎﻣ َﷲﺍ ﺍﻭﺪﺒﻋﺍ ﹺﻡﻮﹶﻗﺎﻳ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﺎﺤﻟﺎﺻ ﻢﻫﺎﺧﹶﺃ ﺩﻮﻤﹶﺛ ﻰﹶﻟﹺﺇﻭ

ﻢﹸﻛﹶﺄﺸﻧﹶﺃ ﻮ

ﺐﻴﹺﺠﻣ ﺐﻳﹺﺮﹶﻗ ﻰﺑﺭ ﱠﻥﹺﺇ ﻪﻴﹶﻟﹺﺇ ﺁﻮﺑﻮﺗ ﻢﹸﺛ ﻩﻭﺮﻔﻐﺘﺳﺎﹶﻓ ﺎﻬﻴﻓ ﻢﹸﻛﺮﻤﻌﺘﺳﺍﻭ ﹺﺽﺭَﻷﺍ ﻦﻣ

)

ﺩﻮﻫ

:

٦١

(

Artinya:” dan kepada kaum Samud(Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia

berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya,karena itu mohonlah ampun kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan

memperkenankan (do’a hamba-Nya).”(Q.S. Hud : 61)2

Menurut Quraish Shihab, manusia yang dijadikan khalifah itu bertugas memakmurkan atau membangun bumi ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh yang menugaskan, yaitu Allah.3Atas dasar hal tersebut, Shihab melanjutkan bahwa tujuan pendidikan Al-Quran adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan

Allah.” Atau dengan kata yang lebih singkat dan sering digunakan oleh

Al-Quran, “untuk bertakwa kepada-Nya.”4 Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia dituntut berpendidikan tujuan akhirnya adalah untuk kebutuhan pribadinya sendiri, yaitu untuk kemakmuran dan kesejahteraan mereka.

Begitu pula dalam Undang-Undang no.20 tahun 2003, tentang tujuan pendidikan nasional, bab II pasal 3 menyatakan bahwa:

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi yang lebih beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.5

2

Depag R.I. ,Alquran dan Terjemahnya…, h. 306

3

M. Quraish Shihab,Membumikan Al-Quran : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), h. 172

4

Shihab,Membumikan Al-Quran…., h. 172

5

Redaksi Sinar Grafika,Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.5


(17)

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, maka diselenggarakanlah rangkaian kependidikan. Diantaranya pendidikan formal seperti sekolah, mulai dari tingkat kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah sampai Perguruan Tinggi. Dan sebenarnya tidak sampai di Perguruan Tinggi saja rangkaian kependidikan manusia tersebut diselenggarakan,. Tetapi dalam konsep Islam, proses pendidikan tersebut dimulai dari manusia lahir sampai dia meninggal dunia.

Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar. Keadaan pendidikan di Indonesia sangat jauh dari harapan bahkan peringkatnya sampai menurun. Hal tersebut didukung oleh hasil laporan dari Badan Dunia PBB mengenai peringkat pendidikan di Indonesia. Menurut laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan atau yang biasa kita sebut badan UNESCO yang dirilis pada tanggal 29 November 2007, bahwa peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari peringkat 58 menjadi 62 diantara 130 negara di dunia. Yang jelas, Education Development Index (EDI) adalah 0,935, di bawah Malaysia (0,945) dan Brunei Darussalam (0,965). Mau tidak mau, hal itu mengilustrasikan bahwa kualitas pendidikan Indonesia semakin menurun.6

Selain itu, Guru besar ilmu pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Muhammmad Ali (dalam Media Indonesia Online 2005) mengatakan, indikator rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari kemampuan lulusan berdasarkan hasil ujian pada jenjang pendidikan dasar yang merupakan sasaran pelaksanaan wajib belajar 9 tahun. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa rata-rata nilai ujian dalam enam mata pelajaran di SLTP negeri dan swasta selama lima tahun terakhir secara nasional hampir tidak pernah mencapai angka rata-rata 6.00. Sementara hasil untuk nilai mata pelajaran IPA selama lima tahun menduduki angka paling rendah dengan nilai di bawah angka lima. Sedangkan

6

Jaringan Inovasi Pendidikan (JIP) Kendal, “Peringkat Pendidikan Turun dari 58 ke 62”, dari: http://jipkendal.blogspot.com/2007/12/peringkat-pendidikan-turun-dari-58-ke.html , 29 Desember 2007, 09:24 WIB.


(18)

untuk mata pelajaran matematika dan bahasa Inggris hanya menempati urutan kedua dan ketiga dalam hal rendahnya perolehan rata-rata nilai.7

Sejalan dengan keadaan pendidikan Indonesia, kualitas bidang studi matematika juga sangat memprihatinkan. Menurut penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS)peringkat mata pelajaran matematika di Indonesia berada pada posisi 34 dari 38 negara (data UNESCO). Padahal kalau kita tilik lebih dalam lagi, berdasarkan penelitian yang juga dilakukan oleh TIMMS yang di publikasikan 26 Desember 2006, jumlah jam pengajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan Malaysia dan Singapura. Dalam satu tahun, siswa kelas 8 di Indonesia rata-rata mendapat 169 jam pelajaran matematika. Sementara di Malaysia hanya mendapat 120 jam dan Singapura 112 jam. Tapi kenyataannya, prestasi Indonesia berada jauh di bawah kedua negara tersebut. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata-rata 411. Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapura 605 (400 = rendah, 475 = menengah, 550 = tinggi, dan 625 = tingkat lanjut). Artinya “Waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak sebanding dengan prestasi yang diraih.8

Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia yang juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru. Guru lebih banyak menempatkan siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru dipandang oleh siswa sebagai mahatahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi.

7Mediaindo.co.id., “Memprihatinkan, Kualitas Peserta Didik di Indonesia”,. dari:

http://www.mediaindo.co.id/newsprint.asp?Id=56029&Jenis=a&cat_name=Pendidikan, 10 Oktober 2006, 15:56 WIB.

8

Zainurie,” Pakar Matematika bicara tentang, Prestasi Pendidikan Matematika Indonesia”, Dari:


(19)

Di sekolah terdapat serangkaian bidang studi yang harus dikuasai oleh siswa salah satunya adalah matematika. Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Matematika merupakan pelajaran yang sangat diperlukan di dalam dunia pendidikan. Dengan matematika, siswa dilatih untuk berfikir logis, sistematis, dan kritis. Sehingga sangat berguna dalam menyelesaikan persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika dari tahun ke tahun berkembang semakin meningkat sesuai dengan tuntutan zaman. Tuntutan zaman mendorong manusia untuk lebih kreatif dalam mengembangkan atau menerapkan matematika sebagai ilmu dasar.

Namun demikian, pengembangan matematika tersebut akan ikut terhambat oleh pandangan masyarakat yang keliru tentang kemudahan dalam proses pembelajaran. Akibatnya, mata pelajaran matematika diampu oleh guru yang tidak profesional , tidak mau kreatif dalam mengembangkan pembelajaran. Semua ini dapat berakibat terhadap rendahnya motivasi dan minat siswa dalam mempelajari matematika. Akibat lebih lanjut adalah rendahnya pencapaian hasil belajar siswa. Selain itu, pendekatan pembelajaran yang disajikan oleh guru yang masih bersifat tradisional dan konvensional juga mempengaruhi rendahnya kualitas hasil belajar matematika siswa.

Apabila diamati, kesalahan seputar rendahnya nilai mata pelajaran matematika dipengaruhi juga sikap masyarakat (khususnya orang tua) itu sendiri yang memandang secara sempit assessmentpembelajaran matematika, yaitu jika rangking anaknya rendah, maka resahlah orang tua atau jika nilai raportnya rendah maka langsung menuding anaknya bodoh. Isu lainnya yang juga tampak mengemuka adalah seputar kapasitas materi yang disampaikan, yaitu hingga saat ini belum banyak guru atau suatu sekolah manyampaikan materi/ soal-soal yang dapat merangsang siswa berpikir kreatif, inovatif, dan alternatif Akibatnya, masih sedikit ditemukan guru maupun sekolah yang memperhatikan kaidah percepatan belajar siswa, yaitu melayani pengayaan pembelajaran pada anak unggul dan berbakat dan memperhatikan perbaikan belajar (remedial) pada anak yang rendah. Selain itu, dari hasil penelitian akhir-akhir ini berkembang pula isu


(20)

seputar rendahnya kompetensi matematika guru dan calon guru. Hal ini menjadi penting mengingat faktor keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh strategi pembelajaran, sistem penilaian, interaksi di kelas, dan faktor guru. Itulah sekelumit problematika pembelajaran matematika di sekolah saat ini.

Kondisi pembelajaran matematika tersebut juga didukung oleh pernyataan dari beberapa pakar, diantaranya Soedjadi dan Marpaung yang dikutip oleh Muhammad A. menyebutkan bahwa:

(1) pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan guru adalah pendekatan konvensional, yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian

tugas atau mendasarkan pada “behaviorist” atau “strukturalist”; (2)

pengajaran matematika secara tradisional mengakibatkan siswa hanya bekerja secara prosedural dan memahami matematika secara mendalam; (3) pembelajaran matematika yang berorientasi pada psikologi perilaku dan strukturalis yang lebih menekankan pada hafalan dan drill merupakan penyiapan yang kurang baik untuk kerja professional bagi para siswa nantinya; (4) kebanyakan guru mengajar dengan

menggunakan buku paket sebagai “resep” mereka mengajar matematika

halaman per halaman sesuai dengan apa yang ditulis; dan (5) strategi pembelajaran lebih didominasi oleh upaya untuk meneyelesaikan materi pembelajaran dan kurang adanya upaya agar terjadi proses dalam diri siswa untuk mencerna materi secara aktif dan konstruktif.9

Upaya perbaikan juga dilakukan dengan lebih mempertimbangkan berbagai pandangan/filsafat pembelajaran yang mutakhir, seperti bergesernya pandangan belajar dariteacher centre kestudent centre atau lebih memfokuskan pada pandangan perkembangan mental (development mental) yang mengutamakan proses dengan tidak mengesampingkan pandangan tingkah laku (behavioristik) yang mengutamakan produk.

Tampaknya, perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru khususnya dalam proses pembelajaran matematika. Sudah seyogianyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa

9N. Setyaningsih, Ariyanto dan Rita P Khotimah, “Aplikasi Pendekatan Model Kooperatif

Dalam Pembelajaran Matematika”, dari:http://eprints.ums.ac.id/386/01/5._NINING_S.pdf, 30 Juli 2007; 11:46 WIB


(21)

diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnya. Selain itu juga, guru harus dapat memilih dan menyajikan strategi dan pendekatan belajar yang lebih efektif. Salah satunya adalah dengan pendekatan Pembelajaran Problem Centered Learning.

Pendekatan Pembelajaran Problem Centered Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada masalah dimana terjadi kegiatan bernegosiasi antar siswa dan siswa dengan guru. Pendekatan ini dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan/pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah. Dalam menyelesaikan masalah, kebenaran penyelesaian tidak hanya bergantung pada hasil akhir, tapi juga bergantung pada proses yang dilaluinya dalam menemukan penyelesaian tersebut.

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis ingin meneliti tentang

“Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem

Centered LearningTerhadap Hasil Belajar Matematika Siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Masih rendahnya kualitas pendidikan Indonesia diantara Negara-negara di dunia.

2. Masih rendahnya kualitas pendidikan matematika di Indonesia.

3. Pemilihan pendekatan atau model pembelajaran matematika yang masih tradisional dan masih bersifat konvensional berpengaruh terhadap tingkat belajar dan hasil belajar matematika siswa.

4. Siswa merasa sulit belajar matematika sehingga hasil belajar matematika siswa masih rendah.


(22)

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah tersebut, penulis membatasi permasalahan sebagai berikut:

a. Pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kelas eksperimen adalah Pendekatan PembelajaranProblem-Centered Learning.

b. Pembelajaran yang digunakan pada kelas kontrol menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional.

c. Hasil belajar matematika yang dimaksud adalah hasil belajar matematika siswa SMP PGRI 1 Ciputat kelas VIII semester I, pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Dan hasil belajar tersebut dilihat dari hasil belajar aspek kognitifnya saja.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut:

“Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa antara yang menggunakan

pembelajaran matematika pendekatan Problem-Centered Learning dengan yang menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional?”

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan Problem-Centered Learning berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi sekolah, diharapkan dapat menjadi informasi maka proses pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan baik dan lebih optimal. 2. Bagi guru mata pelajaran matematika, dengan dilaksanakan penelitian ini

guru diharapkan dapat memvariasikan strategi dalam menyajikan materi pelajaran matematika.


(23)

3. Bagi siswa, diharapkan dapat membantu siswa dalam menyelesaikan persoalan pelajaran matematika dan meningkatkan hasil belajar dan kreatifitas siswa dalam menvariasikan penyelesaian soal-soal matematika tersebut.

4. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan pengalaman serta membantu dalam menyumbangkan dalam memecahkan masalah pembelajaran matematika.

5. Bagi Departemen Pendidikan Nasional, untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan secara nasional dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan-kebijakan lebih lanjut.


(24)

BAB II

PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

B. Deskripsi Teoretik

1. Pembelajaran Matematika

Kata Pembelajaran berasal dari kata belajar. Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Beberapa definisi belajar menurut para ahli yang, diantaranya menurut Skinner, Moh. Surya, Wittig dan M. Arifin.

Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology: The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa ”Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.”10 Menurut Moh. Surya, “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruah, sebagai hasil dari

pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.”11 Wittig dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai : “any relatively permanent change in an organism’s behavioral

repertoire that occurs as a result of experience. Belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/ keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.”12Sedangkan menurut M. Arifin, M.Ed,. “belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar, yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu.”13

Menurut konsep sosiologi, belajar adalah jantungnya dari proses sosialisasi. Pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk memelihara 10

Muhibbin Syah,Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda, 2003). h. 90

11Akhmad Sudrajat,” Hakekat Belajar” , dari:

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/konseling/hakekat-belajar/ , 29 Desember 2007, 10:18 WIB.

12

Syah,Psikologi Pendidikan….. h. 90

13


(25)

kegiatan belajar tersebut sehingga tiap individu yang belajar akan belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik.14 Berdasarkan beberapa definisi belajar yang diutarakan oleh beberapa ahli tersebut, secara umum belajar dapat didefinisikan sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.

Sedangkan pembelajaran menurut Fontana (dalam Suherman), merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembanag secara optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedang proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku.15 Selain itu, pembelajaran menurut Hartono adalah upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan.16

Peristiwa belajar disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan. Dalam proses belajar, jalan terbaik adalah siswa menemukannya sendiri dan guru berperan sebagai fasilitator untuk mempercepat prosesnya.

Fisikawan Jerman, Georg Christoph Litschenberg (dalam Martono) mengatakan bahwa: ”When you have been obliged to discover yourself,

leaves a path in your mind which you can use again when need arises”. Bilamana Anda dapat menemukannya sendiri, akan tertinggal dalam benak Anda suatu jalan yang dapat digunakan kembali bilamana perlu.17

14

Erman Suherman, dkk,Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2003), Edisi Revisi, h.8

15

Suherman, dkk,Strategi Pembelajaran…, h.7

16Hartono, “ Strategi Pembelajaran Active Learning”, Dari:

http://edu-articles.com , 30 Juli 2007, 11:45 WIB

17

Koko Martono, dkk,Standar Kompetensi Matematika dan kecakapan Hidup,(Bandung: Ganeca Exact, 2004). h. 10


(26)

Dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber/fasilitas, dan teman sesama siswa.

Sedangkan istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman), mathematique (Prancis), mathematico (Itali), mathematiceski (Rusia), atau matematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti

relating to learning”.18 Pada awalnya, ilmu yang sekarang dikenal sebagai matematika merupakan hasil perkembangan terdahulu dari konsep bilangan, pengukuran dan bentuk. Perkataan matematika mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitumathaneinyang mengandung arti belajar (berfikir).19

James dan James (dalam Suherman) mengatakan bahwa ”Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep ang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.”20 Menurut Johnson dan Rising (dalam Suherman) ”Matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunkan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.”21 Sedangkan Reys, dkk. (dalam Suherman) mengatakan bahwa ”Matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.”22

18

Suherman, dkk,Strategi Pembelajaran…, h.15

19

Suherman, dkk,Strategi Pembelajaran…, h.15

20

Suherman, dkk,Strategi Pembelajaran…, h.16

21

Suherman, dkk.,Strategi Pembelajaran…, h.17

22


(27)

Di tingkat sekolah, mata pelajaran matematika diharapkan dapat membantu siswa untuk dapat untuk dapat berpikir kritis, logis dan sistematis. Dengan bekal pengetahuan matematika yang baik, para siswa diharapkan dapat memilki keunggulan kompetitif dan komparatif. Karakteristik matematika adalah kedisiplinan di dalam pola berpikirnya yang logis, kritis, sistematis dan konsisten serta menuntut daya kreatif dan inovatif.

Tujuan mata pelajaran matematika adalah agar siswa memiliki:23 1. Kemampuan matematika yang dapat dialih-gunakan untuk

memecahkan masalah matematika, pelajaran lain dan yang berkaitan dengan kehidupan nyata.

2. Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat berkomunikasi.

3. Kemampuan menggunakan matematika sebagai suatu cara bernalar yang dapat dialih-gunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir logis, kritis, sistematis, objektif, jujur serta bersifat disiplin dalam memandang dan menyelesaikan masalah.

Jadi, pembelajaran matematika adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar matematika sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar matematika sesuai dengan apa yang diharapkan. Dari pengertian tersebut jelas bahwa unsur pokok dalam pembelajaran matematika adalah guru sebagai salah satu perancang proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksana kegiatan belajar, dan matematika sebagai objek yang dipelajari siswa.

2. Hasil Belajar

Dalam melakukan kegiatan belajar, terjadi proses berfikir yang melibatkan kegiatan mental, terjadi penyusunan hubungan informasi-informasi yang diterima sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan terhadap materi yang diberikan. Pemahaman dan penguasaan ini disebut 23


(28)

sebagai hasil belajar. Pada hakikatnya hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang diharapkan pada diri siswa setelah mengalami proses belajar

mengajar. Menurut Nana Sudjana, ”hasil belajar adalah kemampuan -kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya.”24

Menurut Benyamin Bloom dkk. bahwa secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah koginitif, afektif dan psikomotoris.25 Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar inteketual seperti pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang berupa kehadiran, keaktifan belajar, pengumpulan tugas, dan lain-lain. Sedangkan ranah psikomotoris berkenaan dengan keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak siswa sehari-hari.

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar, yang mana dari ketiga ranah tersebut, kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 (enam) kelas/tingkat yakni: pengetahuan, pemahaman, penerapan (aplikasi), analisis, sintesis dan evaluasi.

Pengetahuan merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti mempelajari. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Misalnya, hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana menggunkan rumus tersebut.

Pemahaman merupakan kemampuan memahami/ mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran

24

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), Cet. V, 1995 h. 22

25


(29)

lainnya. Dalam pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahawa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep.

Penerapan (aplikasi) adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. Dalam aplikasi, siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih generalisasi/ abstraksi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar.

Analisis merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang menjadi unsur pokok. Dalam analisis, siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar. Bila kecakapan analisis telah dapat berkembang pada seseorang, maka ia akan dapat mengpalikasikannya pada situasi baru secara kreatif.

Sintesis merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru. Dalam sintesis, siswa diminta untuk melakukan generalisasi. Berpikir sintesis merupakan berpikir yang peecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan. Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif.

Evaluasi yaitu kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu. Dalam evaluasi, siswa diminta untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai suatu kasus. Dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi perlu adanya sutu kriteria atau standar tertentu. Misalnya, dalam tes esai kriteria tersebut muncul dalam

bentuk frase ” menurut pendapat saudara” atau ”menurut teori tertentu”.

Menurut Gagne (dalam Sudrajat), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk:26

1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.

26Akhmad Sudrajat,”

Hakekat Belajar” ,

dari:http://akhmadsudrajat.wordpress.com/konseling/hakekat-belajar/ , 29 Desember 2007, 10:18 WIB.


(30)

2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan, memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum.

3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.

4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan.

5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

Hasil belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar.27Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi dua aspek, yaitu aspek fisiologis (bersifat jasmani) dan aspek psikologis (bersifat rohani, seperti: intelegensi siswa, sikap, bakat, minat dan motivasi siswa). Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor ini terdiri dari dua macam yaitu lingkungan sosial (seperti guru, teman-teman belajar, staf sekolah, dan sebagainya) dan lingkungan non-sosial (seperti gedung sekolah, rumah, alat belajar dan sebagainya). Dan yang terakhir yaitu faktor pendekatan belajar yaitu segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.

27


(31)

Dengan demikian jelaslah bahwa seseorang atau siswa yang sudah belajar berbeda keadaannya dengan ketika ia belum belajar. Hasil belajar ini akan ditunjukkan seseorang melalui kemapuan-kemampuan yang telah dimiliki, serta hasil belajar yang dinyatakan dengan nilai yang dilakukan dalam waktu tertentu.

3. Pendekatan PembelajaranProblem Centered Learning

Pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan bagi siswa agar melakukan aktivitas belajar yang berpotensi sehingga membuatnya berpartisipasi dalam belajar adalah pembelajaran Problem Centered Learning.28Pembelajaran yang berpusat pada masalah merupakan terjemahan dari Problem Centered Learning dan berasal dari Problem-Centered Math. Menurut Walber (2005), Problem-Centered math adalah suatu pendekatan pendidikan matematika yang berdasarkan pada pemecahan masalah atau disebut juga pendekatan yang terpusat pada siswa (student-centered approach).29 Pada awalnya pendekatan ini dikembangkan pada tahun 1986 oleh Cobb di sekolah dasar dan pada saat itu model pembelajaran ini disebut Problem Centered Mathematics atau Problem Centered Classroom. Kemudian pada awal tahun 90-an, Wheatley mengembangkan model pembelajaran ini di sekolah menengah dan disebut Problem Centered Learning(PCL).30

Dalam pembelajaran Problem Centered Learning, proses pembelajaran didesain sedemikian rupa untuk menekanakan pentingnya komunikasi dan belajar yang bermakna. Komunikasi dalam pembelajaran ini dapat dari guru kepada siswa, dari siswa ke siswa atau dari siswa ke guru.

28Rika Mustika, “

Penerapan Model Problem Centered Learning (PCL) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik”, Skripsi UPI Bandung, (Bandung: Perpustakaan

UPI Bandung, 2005), h. 7, t.d.

29

Suhendri, ”Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Matematis Siswa SMA melalui Problem-Centered Learning (PCL)”, Tesis Pascasarjana UPI Bandung, (Bandung: Perpustakaan UPI Bandung, 2006), h.23, t.d.

30Rika Mustika, “


(32)

Pendekatan Problem Centered Learning mengikuti teori yang mengatakan bahwa belajar terjadi ketika siswa membangun pengetahuannya sendiri.

Problem Centered Learning memberikan kesempatan kepada siswa melakukan aktifitas belajar yang potensial melalui penyelesaian masalah yang menuntut siswa mencari solusi yang tidak segera ditemui. Karena dengan instruksi yang berpusat pada masalah akan menstimulir usaha siswa belajar, sehingga siswa akan tertantang membangun pemahaman matematikanya sendiri dengan cara memecahkan masalah, menyajikan solusi-solusinya melalui presentasi di depan kelas, dan belajar dari metode-metode yang digunakan oleh siswa lainnya. Menurut Backhouse (Kesner, 2005), instruksi yang berpusat pada masalah memberikan peluang pada siswa untuk menciptakan pemahaman matematika mereka sendiri, melalui proses berfikir, bertanya dan berkomunikasi dalam situasi matematik. Sehingga membuat siswa berpartisipasi dalam belajar matematika.

Kadel dalam bukunya Problem-Centered Learning in Mathematics and Sciencemengatakan bahwa:

“Several components of problem-centered learning differentiate it from traditional methods. A problem-centered learning approach teaches students three important learning skills:

A. to discover concepts and solve problems-instead of simply reading facts and then answering textbook questions or completing workbook exercises,

B. to think-not just to memorize, and

C. to cooperate in small groups-not to compete against each other.”31

Beberapa komponen Problem Centered Learning yang membedakannya dengan model pembelajaran tradisional, bahwa pendekatan Problem Centered Learning membelajarkan siswa tiga kemampuan belajar yang penting, yaitu:

a. Untuk menemukan konsep dan memecahkan masalah termasuk dapat membaca fakta, menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas/ lembar kerja.

31

Stephanie Kadel,Problem-Centered Learning in Mathematics and Science, (North Carolina: 1992) h. 6


(33)

b. Untuk berfikir, tidak hanya mengingat saja.

c. Untuk dapat bekerja sama dengan kelompok kecil, tidak hanya bersaing dengan yang lain.

Tujuan pendekatan Problem Centered Learning adalah memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa melakukan aktivitas belajar potensial. Untuk membangun konsep dan ide matematika mereka sendiri, melalui proses berfikir, bertanya dan berkomunikasi dalam situasi matematik. Dimulai dengan menghadapi suatu situasi berpusat pada masalah yang diberikan untuk menuju pada masalah lain, melalui investigasi, inkuiri dan pemecahan masalah.

Selanjutnya Jakubowski (dalam Suhendri) membuat beberapa ciri khusus pendekatan Problem Centered Learning sebagai aktifitas pembelajaran, yang menekankan belajar melalui penelitian atau pemecahan masalah, yang memilki beberapa keunggulan, diantaranya:32

1. Pendekatan Problem Centered Learning memfokuskan aktivitas pembelajaran pada masalah-masalah yang menarik bagi siswa dan siswa selalu berusaha memecahkan masalah tersebut;

2. Pendekatan Problem Centered Learning mementingkan komunikasi dalam pembelajaran karena semua aktivitas dilakukan oleh siswa yang bekerja dalam kelompok kooperatif dan kolaboratif;

3. Pendekatan Problem Centered Learning memfokuskan pada proses-proses penyelidikan dan penalaran dalam pemecahan masalah dan bukan memfokuskan pada mendapatkan hasil-hasil eksperimen yang benar atau jawaban yang benar terhadap suatu pertanyaan masalah semata;

4. Pendekatan Problem Centered Learning merupakan pengembangan kepercayaan diri siswa dalam menggunakan (menerapkan) matematika ketika mereka menghadapi situasi-situasi kehidupan sehari-hari menjadi logis.

32


(34)

Kadel menjelaskan tentang beberapa keuntungan pembelajaran Problem Centered Learning, dia menjelaskan:

“We have already seen some of the benefits of problem-centered learning for students:

They learn to view mathematics and science as meaningful activities, and are intrinsically motivated to learn these subject.They become more confident in their ability to learn

mathematics and science material.

They learn to work with each other and the teacher to explore and analyze new information.

They learn to apply their problem-solving skills to difficult or new activities within the classroom and outside of scholl.”33

Beberapa keuntungan pendekatan Problem Centered Learning untuk siswa yaitu:

1. Siswa belajar untuk memandang matematika sebagai aktivitas yang bermakna dan juga dapat memotivasi siswa untuk belajar.

2. Siswa menjadi lebih percaya diri dengan kemampuan mereka untuk belajar matematika.

3. Siswa belajar untuk bekerja sama dengan siswa yang lain dan dengn gurunya untuk mengeksplorasi dan menganalisis informasi/ pengetahuan baru.

4. Siswa belajar menerapkan kemampuan untuk memecahkan masalah yang sulit atau hal yang baru di kelas atau di luar sekolah.

Berdasarkan hal di atas, salah satu keunggulan pembelajaran Problem Centered Learning yang membedakannya dengan pembelajaran yang biasa atau bahkan dengan pembelajaran problem solving, yang hanya menekankan prosedur dalam memecahkan masalah, bahwa tujuan akhir yang dicapai melalui pendekatan Problem Centered Learning bukan hanya hasil belajar yang berupa kognitif/intelektual saja, tetapi juga meliputi aspek psikomotorik dan afektif siswa, yang berupa kolaborasi, sharing, kerjasama, sikap dan sebagainya.

Selanjutnya, Kadel juga mengatakan bahwa:

“Wheatly ( 1991) outlines the components of a problem-centered lesson: In preparing for class a teacher selects tasks which have a 33


(35)

high probability of being problematical for students-tasks which may cause students to find a problem. Secondly, the students work on these tasks in small groups. During this time the teacher attempts to convey collaborative work as a goal. Finally, the class in convened as a whole for a time of sharing. Groups presents their solutions to the class, not to the teacher, for discussion. The role of the teacher in these discussions is that of facilitator and every effort is made to be nonjudgmental and encouraging.”34

Wheatly membuat komponen pendekatanProblem Centered Learning menjadi tiga komponen, yaitu: mengerjakan tugas, kegiatan kelompok dan berbagi (sharing). Langkah-langkah dalam proses pembelajaran dengan PendekatanProblem Centered Learning:

a) Menyiapkan kelas agar guru dapat menugaskan siswa untuk mengerjakan tugas yang dapat membuat siswa memecahkan masalah yang menyebabkan siswa-siswa dapat menemukan pemecahan dari masalah tersebut.

b) Siswa-siswa mengerjakan tugas tersebut dengan kelompok kecilnya. Selama diskusi kelompok kecil tersebut, guru terus menekankan siswa untuk berkolaborasi dengan teman diskusinya.

c) Menyatukan semua siswa dalam diskusi kelas. Kelompok kecil-kelompok kecil tersebut mempresentasikan hasilnya kepada forum kelas, bukan kepada guru. Peran guru dalam diskusi ini hanyalah sebagai fasilitator dan setiap usaha dibuat untuk tidak bersifat menilai tetapi hanya bersifat mendorong.

Untuk lebih jelasnya, contoh proses pembelajaran dengan pendekatan Problem Centered Learning di dalam kelas dimulai dengan pemberian permasalahan matematika oleh guru, atau mungkin berasal dari aspirasi dari siswa yang mempunyai permasalahan dari pengalamannya dalam kehidupan sehari-harinya yang berhubungan dengan matematika. Setelah diberikan waktu dalam tugas individu, kemudian kelas dikondisikan dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang. Semua siswa belajar dalam kelompok kecil tersebut untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan 34


(36)

cara negosiasi, kolaborasi dan sharing dengan yang lainnya. Setelah diberikan waktu untuk tahap kedua, lalu pada tahap selanjutnya siswa dikondisikan dalam diskusi kelas untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Setiap kelompok menyajikan solusi-solusi yang mereka temukan di depan kelas kepada kelompok lain. Dari kegiatan diskusi kelas tersebut diusahakan tercapai kesepakatan bersama oleh siswa, untuk menetapkan solusi yang paling benar dengan cara yang mudah. Tujuan dari aktivitas diskusi kelas tersebut adalah menciptakan kesempatan bagi para siswa untuk mempresentasikan metode-metode solusi mereka kepada siswa yang lain dalam menyelesaikan permasalahan matematika tersebut.

Contoh penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Problem Centered Learning, yaitu:

1. Pendahuluan

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, kemudian guru membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa tiap kelompok, lalu guru memberikan motivasi tentang keterkaitan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Dan terakhir, guru melakukan apersepsi dengan cara tanya jawab tentang materi sebelumnya yang menjadi kemampuan prasarat berkenaan dengan materi yang akan dipelajari.

2. Kegiatan Inti

Tahap I: Kerja Individu (10 menit)

a. Guru memberikan lembar kerja yang memuat situasi masalah yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.

b. Siswa melakukan investigasi terhadap masalah untuk dapat menyelesaikannya, mengacu pada apa yang tercantum dalam Lembar kerja.

c. Guru berkeliling memantau pekerjaan siswa, dan melalui negosiasi mengarahkan dan membimbing siswa yang merasa kesulitan.


(37)

d. Siswa menyelesaikan masalah berdasarkan investigasi yang diperolehnya berdasarkan apa yang ada dalam Lembar kerja siswa sampai berakhirnya waktu untuk bekerja secara individu. Tahap II: Diskusi Kelompok Kecil (25 menit)

a. Guru mengarahkan siswa untuk duduk bersama kelompok yang telah ditentukan di awal pembelajaran.

b. Siswa melanjutkan pekerjaannya dengan kelompok kecilnya untuk menyelesaikan masalah dengan cara berbagi atau sharing dalam kegiatan kerja kelompok.

c. Guru berkeliling memantau aktivitas kerja kelompok, dan selalu mengarahkan siswa untuk selalu melakukan kolaborasi dan sharingdalam aktivitas kelompok kecilnya.

d. Setiap kelompok bekerja secara aktif menyelesaiakn masalah dari Lembar kerjanya. Melalui negosiasi siswa melakukan aktivitas berbagi (sharing) sehingga menemukan suatu penyelesaian masalah atas kesepakatan kelompok.

e. Sampai waktu yang telah ditentukan, siswa membuat laporan hasil kerja kelompok dan mengumpulkan kepada guru.

Tahap III: Diskusi Kelas (25 menit)

a. Beberapa orang siswa diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, sedangkan siswa dari kelompok yang bukan penyaji diminta untuk memberikan tanggapan terhadap solusi yang dipresentasikan.

b. Guru berperan sebagai moderator sekaligus fasilitator yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh siswa untuk berpendapat secara terbuka.

3. Penutup (10 menit)

a. Dengan bimbingan guru , siswa merangkum tentang materi pelajaran. b. Guru melakukan refleksi dengan mengajukan pertanyaan secara


(38)

saran siswa mengenai pembelajaran waktu itu dan hal-hal apa yang belum dipahami untuk dipelajari di rumah.

c. Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari materi pertemuan selanjutnya.

Wood dan Sellers (dalam Goliath.ecnext.com) mengatakan bahwa:

Learning occurs as students construct meaning for their experiences, and the learner acts and interacts with the world, actively trying to resolve conflicts while engaging in purposeful activity.”35 Didalam pendekatan Problem Centered Learning, pembelajaran terjadi ketika para siswa membentuk sebuah arti untuk pengalaman mereka, dan siswa bertindak dan berinteraksi dengan dunia, dengan aktif berusaha untuk memecahkan masalah.

Inti dari aktivitas pendekatanProblem Centered Learning adalah agar siswa dapat melakukan negosiasi dengan dirinya sendiri, siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.36 Dalam pembelajaran Problem Centered Learning proses belajar terjadi ketika siswa mengkonstruk pemahaman untuk pengalaman mereka, dan siswa bertindak serta berinteraksi dengan kelompoknya sehingga mereka secara aktif mencoba untuk menyelesaikan permasalahan matematika yang dihadapi dalam aktivitas yang berguna.

Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran PCL

a. Teori Konstruktivisme Piaget

Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu. Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Seperti setiap organisme yang selalu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat mempertahankan dan

35

Goliath.ecnext.com.,”Learning Mathematics In Community Accommodating Learning Styles In A Second-Grade Problem Centered Classroom”, dari:

http://goliath.ecnext.com/coms2/gi_0199-2959324/Learning-mathematics-in-community-accommodating.html , 26 Juni 2007, 11:15 WIB

36Mustika, “


(39)

memperkembangkan hidup, demikian juga stuktur pemikiran manusia.37

Teori belajar tersebut sangat berkaitan dengan pembelajaran Problem Centered Learning yang menekankan pembelajarnya untuk menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan baru yang disajikan dalam bentuk masalah-masalah matematika yang nyata. b. Teori Sosiokulturalisme Vygotsky

Teori ini masih bagian dari teori konstruktivisme yang menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain terlebih yang punya pengetahuan lebih baik dan sistem yang secara kultural telah berkembang dengan baik. Tetapi tidak berarti teori ini mengesampingkan aktivitas individu untuk membentuk pengetahuannya.

Cobb (dalam Suparno) mengatakan bahwa menurut para sosiokulturalis, aktivitas mengerti selalu dipengaruhi oleh partisipasi seseorang dalam praktek-praktek sosial dan kultural yang ada: situasi sekolah, masyarakat, teman dan lain-lain.38 Intinya, teori belajar tersebut menekankan aktivitas individu dan aktivitasnya dengan lingkungan sosial dalam membentuk pengetahuan.

Teori Vygotsky yang lain adalah scaffolding. Scaffolding berarti memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang emungkinkan siswa dapat mandiri.

Dengan pendekatan pembelajaranProblem Centered Learning yang menekankan proses pembelajarannya berpusat pada masalah dan 37

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 42.

38


(40)

terdiri dari penugasan individu, diskusi kelompok kecil dan diskusi kelas membuat teori sosiokulturalisme vigotsky ini sangat berkaitan. Karena dengan diskusi kelompok kecil dan diskusi kelas yang didalamnya terjadi kolaborasi dan sharing antar anggota memberikan kesempatan kepada siswa untuk interaksi sosial dengan yang lain dan interaksi dengan lingkungannya berdasarkan masalah-masalah matematika yang nyata.

c. Teori Ausubel

Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya. Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghafalkannya. Tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, tidak menerima pelajaran begitu saja.39

Kaitannya teori belajar Ausubel dengan pembelajaranProblem Centered Learning adalah bahwa pengetahuan akan lebih bermakna jika pembelajar itu sendiri yang menemukan sendiri pengetahuan tersebut. Dengan pembelajaran Problem Centered Learning yang pembelajarannya memusatkan pada penyajian masalah-masalah matematika dapat memungkinkan siswa untuk menemukan sendiri solusi terhadap masalah tersebut.

d. Teori Gagne

Menurut Gagne, dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep dan aturan.40 Belajar menurut Gagne juga merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki 39

Suherman, dkk.,Strategi Pembelajaran…, h.32

40


(41)

keterampilan, pengetahunan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar.

Kaitannya dengan pendekatan pembelajaran Problem Centered Learning yaitu bahwa pembelajar/ siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah dengan belajar mandiri atau penugasan individu dengan disajikan masalah-masalah matematika. Selain itu juga siswa mendapatkan hasil yang berupa sikap dan nilai-nilai seperti nilai-nilai sosial yang berupa kolaborasi dan sharing dengan yang lainnya, belajar mengemukakan pendapat atau solusinya sendiri baik di dalam diskusi kelompok kecil maupun ketika mempresentasikannya di depan kelas ketika berlangsung diskusi kelas, dan lain-lain.

4. Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Pendekatan pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pendekatan secara klasikal, seperti yang biasa kita lihat sehari-hari di setiap sekolah pada umumnya. Karena pembelajaran tersebut memaksa semua anak mempelajari bahan yang sama menurut kecepatan yang sama dimana para siswa hanya mendengarkan guru menjelaskan dan menyaksikan guru mendemonstrasikan keahliannya. Dalam pendekatan pembelajaran konvensional ini siswa diasumsikan memiliki minat dan kecepatan belajar yang relatif sama. Proses pembelajaran konvensional ini lebih berpusat kepada guru.

Menurut Nasution, ciri-ciri pembelajaran konvensional, yaitu:41 1. Bahan pelajajaran disajikan kepada kelompok sebagai keseluruhan

tanpa memperhatikan siswa secara individual.

41

Nasution,Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar,(Jakarta: Bina Aksara, 1988). h. 209 - 211


(42)

2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru.

3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena terutama harus mendengarkan penjelasan guru.

4. Berorientasi pada kegiatan guru dengan mengutamakan proses belajar mengajar.

5. Siswa semuanya harus belajar menurut kecepatan yang kebanyakan ditentukan oleh kecepatan guru mengajar.

6. Penguatan biasanya baru diberikan setelah diadakannya ulangan atau ujian.

7. Keberhasilan belajar kebanyakan dinilai oleh guru secara subyektif. 8. Diharapkan bahwa hanya sebagaian kecil saja akan menguasai bahan

pelajaran sepenuhnya, sebagian lagi akan menguasainya untuk sebagian saja dan ada lagi yang gagal.

9. Pengajar terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan.

Dalam pembelajaran konvensional biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan pelajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan, yang dikenal dengan istilah metode ceramah. Pembelajaran ini cenderung membuat siswa pasif dalam belajar, karena komunikasi yang digunakan oleh guru dalam interaksinya dengan siswa adalah komunikasi satu arah. Siswa hanya mendengarkan, mencatat dan sekali-sekali bertanya mengenai hal-hal apa yang disampaikan oleh guru.

Menurut Drs. Hartono, M.Pd, proses pembelajaran dengan pendekatan konvensional pada umumnya sebagai berikut:42

1. Berpusat pada guru.

2. Penekanan pada menerima pengetahuan. 3. Pembelajaran kurang menyenangkan. 4. Kurang memberdayakan semua.

42Hartono, “ Strategi Pembelajaran Active Learning”, Dari:

http://edu-articles.com , 30 Juli 2007, 11:45 WIB


(43)

5. Cenderung menggunakan metode yang monoton. 6. Kurang banyak media yang digunakan.

7. Tidak perlu disesuaikan dengan pengetahuan yang ada.

Berdasarkan uraian di atas, pendekatan pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran dengan cara penyampaian pembelajaran yang dilakukan guru dengan lisan secara langsung terhadap siswa.

Berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat dibuat beberapa perbedaan antara PembelajaranProblem-Centered Learningdengan Pembelajaran Konvensional, diantaranya:

Tabel 1

Perbedaan pembelajaran menggunakan Pendekatan Problem Centered Learning dengan Pembelajaran Konvensional

PembelajaranProblem

Centered-Learning Pembelajaran Konvensional

Berpusat pada masalah Berpusat pada guru

Siswa lebih aktif Siswa umumnya bersifat pasif Guru melakukan interaksi melalui proses

negosiasi, dan jika perlu menggunakan teknikscaffolding.

Guru memberikan informasi satu arah dan memiliki otoritas penuh dalam pembelajaran

Penekanan siswa pada menyelidiki dan menemukan pengetahuan

Penekanan siswa menerima pengetahuan

Dapat memberdayakan semua siswa Kurang memberdayakan semua Penekanan bahwa semua siswa dapat

menguasai bahan pelajaran sepenuhnya melalui proses negosiasi, kolaboratif dan sharingdengan yang lain

Kenyataan bahwa hanya sebagian kecil saja menguasai bahan pelajaran

sepenuhnya, sebagian lagi

menguasaianya untuk sebagian saja dan ada lagi yang gagal

Aktivitas kelas lebih interaktif dengan adanya proses negosiasi, kolaborasi, sharingdan yang lainnya

Aktivitas kelas cenderung pasif dan monoton


(44)

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian dari Nunung Nuryanti (2005). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pembelajaran Problem Centered Learning ternyata berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa SMP. Selain itu juga, berdasarkan hasil angket, jurnal harian siswa, dan wawancara pada umumnya siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran Problem Centered Learning.43

Hafriani (2004) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa setelah menggunakan pembelajaran Problem Centered Learning ada peningkatan. Selain itu juga, mahasiswa merespon positif dan menyenangi pembelajaran tersebut.44

Woods dan Sallers (dalam Suhendri), meneliti pembelajaran Problem Centered Learning dalam pembelajaran matematika. Hasil penelitian mereka berdua menunjukkan bahwa kemampuan siswa memahami konsep aritmatika dengan pendekatan pembelajaran Problem Centered Learning lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran teks-book semata.45

Dari beberapa hasil penelitian di atas, terlihat bahwa pendekatan pembelajaran Problem Centered Learning secara kognitif dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mudah mengkonstruksi pengetahuan dan menemukan solusi masalah matematika yang dipelajari.

43

Nuryanti,”Pengaruh Problem Centered Learning (PCL) Terhadap Kemampuan

Komunikasi Matematik Siswa SMP”, dari: http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1230105-090534/, 15 Agustus 2007, 10:07 WIB

44

Hafriani,”Pengembangan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Mahasiswa melalui Problem-Centered Learning”, dari: http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1006106-144424/, 13 Agustus 2007, 11:34 WIB

45


(45)

D. Kerangka Berpikir

Seperti kita ketahui bahwa proses pembelajaran itu adalah upaya penataan lingkungan yang memberikan nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Didalamnya ada peran guru, bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan

Oleh karena itu, harus kita pahami bahwa keberhasilan proses pembelajaran itu bukan hanya bergantung dari salah satu aspek saja. Misalnya seperti yang selama ini masih berkembang dalam dunia pendidikan di Indonesia yang pada umumnya faktor guru-lah yang satu-satunya yang sangat menentukan. Tetapi, mungkin sebenarnya faktor guru / pendidik yang harus kita pahami di sini adalah bagaimana seorang guru tersebut dapat menyajikan sebuah proses pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat dapat diadaptasi oleh siswa dengan efektif. Dan bagaimana guru dapat memanfaatkan karakteristik lingkungan pembelajaran yang beragam dan perbedaan individual siswa yang beragam pula. Sehingga siswa merasa jenuh dan bosan dalam proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran matematika yang selama ini siswa pada umumnya masih menganggap bahwa matematika itu sulit dan menakutkan.

Isu sentral yang kerap kali mewarnai pembelajaran matematika adalah seputar rendahnya kualitas hasil belajar matematika. Penafsiran tentang kualitas ini ada yang melihatnya dari produk yang diperoleh suatu lulusan berupa kemampuan intelektual matematika dan ada pula yang menafsirkannya sebagai suatu kesalahan berantai yang tidak hanya melihat dari hasilnya saja, tetapi meliputi juga prosesnya.

Salah satu pembelajaran yang dapat menyajikan proses pembelajaran matematika lebih aktif dan interaktif yaitu pembelajaran Problem Centered Learning. Sebuah pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa melakukan aktifitas belajar yang potensial melalui penyelesaian masalah yang menuntut siswa mencari solusi yang tidak segera ditemui. Karena dengan instruksi yang berpusat pada masalah akan menstimulir usaha siswa belajar, sehingga siswa akan tertantang membangun pemahaman matematikanya sendiri dengan cara memecahkan masalah, menyajikan solusi-solusinya melalui


(46)

presentasi di depan kelas, dan belajar dari metode-metode yang digunakan oleh siswa lainnya. Selain itu juga, dalam Pembelajaran Problem Centered Learning ini, siswa dapat melakukan interaksi dengan siswa lain dalam bentuk negosiasi dan kolaborasi dalam diskusi kelompok kecil maupun saat diskusi kelas. Hal tersebut dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam aspek hubungan sosial dan sikap siswa selain hasil belajar yang berupa kemampuan kognitifnya saja. Dan masih banyak lagi keuntungan dari proses pembelajaran tersebut yang merupakan salah satu alternatif pembelajaran matematika pada khususnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran Problem Centered Learning memiliki dampak positif terhadap kegiatan belajar mengajar, yakni dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir yang dibangun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagan 1. Kerangka Berpikir

PendekatanProblem

Centered Learning

Teori Belajar yang mendukung PCL:

• Teori Konstruktivisme Piaget

• Teori

Sosiokulturalisme Vygotsky

• Teori Ausubel

• Teori Gagne

Hasil Penelitian terdahulu yang relevan

Hasil Belajar Matematika Siswa

Tahap Diskusi Kelas Tahap Diskusi Kelompok Kecil

Tahap Kerja Individu

Pembelajaran Matematika


(47)

Berdasarkan kerangka berpikir secara teoritis yang dikutip dari pendapat beberapa ahli dan didukung oleh teori-teori belajar yang lain serta secara empiris dari hasil penelitian terdahulu, dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan Problem Centered Learning dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, dalam hal ini kualitas hasil belajar matematika. Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Problem Centered Learning dalam lingkungan pendidikan diharapkan ada pengaruhnya terhadap hasil belajar matematika dan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

E. Pengajuan Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ho = Tidak terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran Problem Centered Learning dengan yang menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional.

Ha = Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran Problem Centered Learning dengan yang menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional.


(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP PGRI 1 Ciputat Tangerang kelas VIII semester I tahun ajaran 2007-2008, tepatnya dari tanggal 2 November – 5 Desember 2007 dengan materi pelajaran Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode Quasi Eksperiment dimana tidak memungkinkan peneliti untuk mengontrol semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari variabel-variabel tersebut. Pelaksanannya melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan pendekatan pembelajaran Problem Centered Learning, dan kelompok kontrol yang diberikan pendekatan pembelajaran konvensional.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian berbentuk Two Group Randomized Subject Post test only. Rancangan ini terdiri atas dua kelompok yang keduanya ditentukan secara acak. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen dan kelompok kedua adalah kelompok kontrol. Pada keduanya diberikan postes. Untuk lebih jelasnya rancangan penelitian tersebut dinyatakan dalam tabel di bawah:

Tabel 2

Rancangan Penelitian

Kelompok Perlakuan Postes

Eksperimen XE O

Kontrol XK O

Keterangan : O : Postes

XE: Perlakuan dengan pendekatan pembelajaranProblem Centered Learning XK: Perlakuan dengan pendekatan pembelajaran Konvensional


(49)

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi target dalam hal ini adalah siswa SMP PGRI 1 Ciputat, sedangkan populasi terjangkau yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP PGRI 1 Ciputat yang terdaftar di sekolah tersebut pada semester ganjil tahun ajaran 2007/2008.

Sedangkan sampel diambil dari populasi dengan teknik cluster random sampling yaitu pengambilan unit siswa sebanyak 2 kelas dari beberapa kelas yang ada, yaitu pengambilan 2 unit kelas dari 10 kelas yang ada. Dari 2 kelas tersebut, diundi kelas mana yang menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dalam penelitian ini, kelompok kontrol yang terpilih adalah kelas VIII-5 dan kelompok eksperimen adalah kelas VIII-4.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, maka penulis menggunakan instrumen berupa tes hasil belajar matematika, lampiran lembar pengamatan, wawancara dan lampiran dokumentasi.

Instrumen tes yang digunakan pada penelitian berupa tes hasil belajar matematika. Tes tersebut terdiri dari 12 buah tes bentuk pilihan ganda dan 6 soal berbentuk uraian. Tes pilihan ganda dengan empat option jawaban, bertujuan untuk mengungkapkan hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Sedangkan soal bentuk uraian untuk mengungkapkan hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan indikator tertentu yang tidak memungkinkan untuk disajikan dalam bentuk soal Pilihan Ganda. Untuk kisi-kisi instrumen tes hasil belajarnya terlampir. Sedangkan, lembar pengamatan memuat aspek-aspek yang penting dalam suatu proses pembelajaran yang dilaksanakan peneliti untuk memperoleh gambaran baik secara umum maupun secara khusus.

Sebelum tes dilakukan, soal tersebut terlebih dahulu harus memenuhi uji persyaratan soal, yaitu valid dan reliabel. Selain itu soal juga memenuhi kriteria tingkat kesulitan soal dan daya pembeda soal.


(1)

Langkah-langkah Perhitungan Uji Reliabilitas Tes bentuk Uraian

• Menentukan nilai varian skor tiap-tiap soal Misal untuk mencari varian skor soal no.1

N N X X 2 2 2 ) (    32 32 ) 111 ( 485 2 ) 1 ( 2   = 3,12402

Untuk varian no 2 sampai 10 perhitungannya sama caranya dengan varian no.1

• Menentukan nilai jumlah varian semua soal (i2). Berdasarkan tabel perhitungan reliabilitas tes uraian di atas, diperoleh i2= 29,375

• Menentukan nilai varian total

32 32 ) 792 ( 21828 2 2   t = 69,5625 • Menentukan n = banyaknya soal, yaitu 10 soal • Menentukan nilai r11= 

              2 2 1 1 t i n n =            

 69,5625 375 , 29 1 1 10 10 = 0,64191


(2)

nilai 0,60–0,80, maka tes bentuk pilihan ganda tersebut memiliki reliabilitas tinggi.


(3)

Langkah-Langkah Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes bentuk Pilihan Ganda

• Menentukan nilai B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar.

Misalnya, untuk soal no.1 banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar ada 20 siswa.

• Menentukan JS = jumlah seluruh siswa peserta tes = 32 siswa

• Menentukan IK = Indeks/ tingkat kesukaran IK =

JS B

= 32 20

= 0,625

• Berdasarkan klasifikasi indeks kesukaran, nilai P = 0,625 berada diantara kisaran nilai 0,30–0,70, maka soal no.1 tersebut memiliki tingkat kesukaran sedang.

• Untuk no.2 dan seterusnya, perhitungan tingkat kesukarannya sama dengan perhitungan tingkat kesukaran soal no.1


(4)

Langkah-Langkah Perhitungan Daya Pembeda Tes Bentuk Pilihan Ganda

• Menentukan nilai BA = banyaknya kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar.

• Menentukan BB = banyaknya kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar.

• Menentukan JA = banyaknya peserta tes kelompok atas. • Menentukan JB = banyaknya peserta tes kelompok bawah.

• Misal, untuk soal no.1 perhitungan Daya Pembedanya sebagai berikut: BA = 14, BB = 6, JA = 16, JB = 16

• Menentukan DP = Daya pembeda DP =

JB BB JA BA


(5)

Langkah-Langkah Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Bentuk Uraian

• Menentukan nilai B = jumlah skor siswa yang menjawab soal itu. • Menentukan JS = jumlah skor maksimum untuk soal itu.

• Misal, untuk no.1 perhitungan Tingkat kesukarannya sebagai berikut: B = 111, JS = 160

• Menentukan IK = Indeks/ tingkat kesukaran IK =

JS B

= 160 111

= 0,69375

• Berdasarkan klasifikasi indeks kesukaran, nilai P = 0,69375 berada diantara kisaran nilai 0,30–0,70, maka soal no.1 tersebut memiliki tingkat kesukaran sedang.

• Untuk no.2 dan seterusnya, perhitungan tingkat kesukarannya sama dengan perhitungan tingkat kesukaran soal no.1


(6)

Langkah-Langkah Perhitungan Daya Pembeda Tes Bentuk Uraian

• Menentukan nilai BA = jumlah skor kelompok atas yang menjawab soal itu. • Menentukan BB = jumlah skor kelompok bawah yang menjawab soal itu. • Menentukan JA = jumlah skor maksimum kelompok atas yang seharusnya. • Menentukan JB = jumlah skor maksimum kelompok bawah yang seharusnya. • Misal, untuk soal no.1 perhitungan Daya Pembedanya sebagai berikut:

BA = 75, BB = 36, JA = 80, JB = 80 • Menentukan DP = Daya pembeda

DP =

JB BB JA BA

 = 7536


Dokumen yang terkait

Pengaruh pendekatan pembelajaran Matematika realistik terhadap kemampuan komunikasi Matematika siswi SMP (penelitian eksperimen di SMP Nusantara Plus Pisangan Ciputat)

1 6 25

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistic Mathematic Education Dan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Ditinjau Dari Motivasi Belajar Pada Kelas XI IPA SMA Muhammad

0 3 16

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP HASIL BELAJAR Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kontekstual dan Pendekatan Saintifik Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Mo

0 2 13

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Problem Based Learning Dan Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Surakarta

0 4 19

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Problem Based Learning Dan Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Surakarta

0 5 17

DAMPAK STRATEGI PEMBELAJARAN TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA SMP Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Strategi Discovery Learning dan Problem Based Introduction Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau da

0 3 15

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Strategi Discovery Learning dan Problem Based Introduction Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Kedisiplinan Belajar Kelas VIII Semester Genap di SMP

0 4 17

DAMPAK STRATEGI PEMBELAJARAN DITINJAU DARIGAYA KOGNITIF TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SMP Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Discovery Learning Dan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Si

0 2 15

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Discovery Learning Dan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa Di SMP Negeri 2 Kartasura.

0 2 16

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI DISCOVERY LEARNING DAN PROBLEM BASED Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Discovery Learning Dan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Awal Pada S

0 3 14