terjangkau yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis
kefarmasian di rumah sakit, seperti pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi dan bahan habis pakai yang dilakukan dengan cara sistem satu pintu. Adapun yang
dimaksud dengan sistem satu pintu adalah rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium pengadaan dan pendistribusian alat
kesehatan, sediaan farmasi dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien.
Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit dipimpin oleh seorang apoteker yang memiliki tugas melaksanakan
kegiatan kefarmasian, seperti mengawasi pembuatan obat, pengadaan obat, pendistribusian obatperbekalan farmasi, berperan dalam program pendidikan dan
penelitian, pembinaan kesehatan masyarakat melalui pemantauan keamanan, efektifitas, efisiensi biaya dan ketepatan penggunaan obat oleh pasien. Dengan
demikian apoteker di rumah sakit dapat membantu tercapainya suatu pengobatan yang aman dan rasional yang berorientasi pada pasien dan bukan hanya berorientasi
pada produk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004.
2.2.2 Tugas dan Tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit, menyatakan bahwa instalasi farmasi rumah sakit
mempunyai tugas yaitu melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
, menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional
berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi
, melaksanakan KIE Komunikasi, Informasi dan
Universitas Sumatera Utara
Edukasi, memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi
, melakukan pengawasan berdasarkan aturan-
aturan yang berlaku ,
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi ,
mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi ,
memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit. Adapun tanggung jawab instalasi farmasi rumah sakit adalah mengembangkan
suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagianunit diagnosis dan terapi, unit pelayanan
keperawatan, staf medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik Amalia, 2004.
2.2.3 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Menurut Siregar 2004, instalasi farmasi rumah sakit mempunyai fungsi nonklinik dan fungsi klinik. Fungsi nonklinik adalah fungsi yang dilakukan tidak
secara langsung, merupakan bagian terpadu yang berasal dari pelayanan penderita, menjadi tanggung jawab apoteker rumah sakit dan tidak memerlukan interaksi dengan
profesional kesehatan lain, walaupun semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh
staf medik melalui panitia farmasi dan terapi.
Adapun yang termasuk lingkup fungsi farmasi nonklinik adalah perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi,
penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar serta digunakan di rumah sakit secara
keseluruhan. Apabila dalam sistem distribusi rumah sakit apoteker berinteraksi
Universitas Sumatera Utara
dengan dokter, perawat dan penderita, maka distribusi obat yang ada di dalam lingkup
fungsi nonklinik ini menjadi fungsi farmasi klinik Siregar, 2004.
Fungsi klinik adalah fungsi yang dilakukan secara langsung merupakan bagian terpadu dari perawatan penderita, memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan
lain dan secara langsung terlibat dalam pelayanan penderita. Adapun yang termasuk lingkup fungsi farmasi klinik adalah mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam
program rumah sakit, seperti: 1 pemantauan terapi obat; 2 evaluasi penggunaan obat; 3 penanganan bahan sitotoksik; 4 pelayanan di unit perawatan kritis; 5
pemeliharaan formularium; 6 penelitian; 7 pengendalian infeksi di rumah sakit; 8 sentra informasi obat; 9 pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan; 10
sistem formularium; 11 panitia farmasi dan terapi; 12 sistem pemantauan kesalahan obat; 13 buletin terapi obat; 14 program edukasi bagi apoteker, dokter
dan perawat serta; 15 investigasi obat dan unit gawat darurat Siregar, 2004.
2.3 Manajemen 2.3.1 Pengertian Manajemen