Hingga saat ini belum ada antibiotik yang didesain khusus untuk mengatasi penyakit pada hewan perairan sehingga penggunaan antibiotik di perairan harus hati-
hati. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan adalah keamanan produk, integritas lingkungan, keamanan target, dan keamanan bagi pengelola komponen.
Adapun beberapa jenis antibiotik yang diizinkan penggunaannya di perairan adalah oksitetrasiklin, florfenikol, sarafloksasin, eritromisin, dan sulfanamid sedangkan yang
dilarang penggunaannya di perairan antara lain; kloramfenikol, enrofloksasin, spectinomisin, dan rimfapim Serrano 2005.
2.5 Pengaruh Penggunaan Antibiotik Pada Budidaya Perairan
Secara umum setelah panen, lahan tambak yang telah digunakan memiliki limbah yang tidak habis terbuang yaitu berupa sisa pakan dan antibiotik. Kehadiran antibiotik
dalam air dan sedimen lingkungan potensial mempengaruhi flora normal, plankton, dan hewan sekitarnya, menyebabkan perubahan diversitas mikrobiota dan
keseimbangan ekologi Cabello 2006. Hal ini disebabkan karena jumlah substansi antibiotik yang masuk atau dideposit pada suatu lingkungan dapat terdistribusi pada
lingkungan yang berbeda dan dapat mengawali terjadinya resistensi Serrano 2005.
Residu antibiotik pada produk hewan yang menggunakan antibiotik dalam kurun waktu yang lama dapat menyebabkan alergi dan toksisitas yang sulit di
diagnosa Cabello 2006, mempengaruhi flora normal saluran pencernaan menekan pertumbuhan flora normal, tumbuhnya mikroorganisme yang tidak diinginkan,
pengembangan gen resisten pada bakteri enteric yang patogen, kolonisasi resisten mengganggu atau merubah aktivitas enzim metabolisme dari flora normal pencernaan
Serrano 2005.
2.6 Mekanisme Bakteri Resisten Terhadap Antibiotik
Bakteri yang resisten terhadap antibiotik memiliki mekanisme yang bervariasi. Beberapa bakteri menunjukkan resisten terhadap
≥ 1 klas antibiotik dan pada kasus
Universitas Sumatera Utara
lain ada strain bakteri yang resisten pada beberapa klas agens antibiotik yang disebut dengan multidrug resistance didefenisikan sebagai resisten terhadap
≥ 3 klas antibiotik Jawetz et al. 1996.
Bakteri yang peka terhadap agen antimikrobial dapat memperoleh resistensi melalui mutasi spontan yang menyebabkan antara lain 1 perubahan protein target
yang berikatan pada antibakterial dengan memodifikasi atau mengeliminasi binding site contohnya: merubah protein 2b penicillin-binding dalam pneumococci yang
menghasilkan penisillin resisten, 2 upregulating produksi enzim yang menonaktifkan agen antimikrobial contohnya: eritromisin ribosomal metilase dalam
staphyloccus, 3 down regulating atau merubah saluran protein membran luar yang diperlukan obat-obatan untuk masuk ke dalam sel, 4 upregulating pump yang
memaksa obat-obatan keluar dari sel contohnya: effluxs fluoroquinolons dalam Staphylococcus aureus Tenover 2006.
Acquired resistance yang berkembang melalui mutasi kromosom dan proses seleksi disebut sebagai vertical evolution. Sedangkan bakteri yang mengembangkan
resistensi dengan memperoleh material genetik baru dari organisme resisten lain yang disebut horizontal evolution yang dapat terjadi antara spesies yang sama atau
berbeda. Mekanisme perolehan material genetik baru atau plasmid yang mengkode gen resisten dapat melalui proses konjugasi, transduksi, transformasi, dan translokasi
Jawetz et al. 1996. Untuk masing-masing proses ini, transposon memfasilitasi proses transfer dan menyatukan gen resisten yang diperoleh kedalam genome inang
atau plasmid Tenover 2006.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Nopember 2010 di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara dan Pusat Pembibitan Udang hatchery Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Penyiapan preparat untuk Scanning Microscopy Electron SEM dilakukan di
Laboratorium Bidang Zoologi Puslit Biologi, LIPI Cibinong.
3.2 Alat dan Bahan