Analisis Pertumbuhan Investasi Enam Provinsi Di Pulau Jawa Periode 2001-2005

(1)

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI ENAM PROVINSI

DI PULAU JAWA PERIODE 2001-2005

OLEH

SAYYIDAH MAJANINGTIAS H14102067

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(2)

RINGKASAN

SAYYIDAH MAJANINGTIAS. Analisis Pertumbuhan Investasi Enam Propinsi di Pulau Jawa (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Penanaman modal atau investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Selain itu investasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja. Investasi atau penanaman modal dapat masuk apabila di wilayah tersebut para pelaku ekonomi merasa aman dalam melakukan aktivitas. Oleh karenanya, stabilitas ekonomi merupakan salah satu prasyarat untuk membangun dan menggerakan roda perekonomian.

Sebagai salah satu pulau yang memiliki pertumbuhan investasi yang tinggi dibandingkan pulau lain, Pulau Jawa merupakan salah satu sasaran penanaman modal bagi para investor asing maupun dalam negeri. Untuk itu peneliti memfokuskan penelitian pada pertumbuhan investasi di Pulau Jawa. Alasan pemilihan tersebut adalah karena tingginya tingkat investasi di Pulau Jawa, yang ternyata tidak diimbangi dengan pemerataan pertumbuhan investasi di enam provinsi tersebut, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis laju pertumbuhan investasi enam propinsi di Pulau Jawa, jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan investasi nasional dan menganalisis pertumbuhan investasi sektor-sektor perekonomian yang ada di enam propinsi di Pulau Jawa pada periode tahun 2001-2005.

Penelitian ini menggunakan metode analisis Shift Share. Berdasarkan analisis Shift Share maka akan diketahui provinsi-provinsi yang memberikan sumbangan terbesar pada perekonomian nasional, provinsi-provinsi yang pertumbuhannya cepat atau lambat dan provinsi-provinsi yang mampu berdaya saing dengan propinsi lainnya. Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa data realisasi investai PMA dan PMDN tahun 2001-2005 yang diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Pusat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi provinsi di Pulau Jawa pada kurun waktu 2001 dan 2005 dari segi nilai realisasi PMA dan PMDN mengalami peningkatan lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan investasi PMA dan PMDN nasional pada kurun waktu yang sama, kecuali untuk Provinsi DI Yogyakarta yang mengalami pertumbuhan PMDN lebih kecil dibandingkan pertumbuhan PMDN nasional, dan Provinsi Jawa Tengah yang juga mengalami pertumbuhan PMA lebih kecil dibandingkan pertumbuhan PMA nasional.

Laju pertumbuhan investasi enam provinsi dan sektor-sektor ekonomi yang diinvestasikan di Pulau Jawa periode 2001-2005 menunjukkan. Berdasarkan nilai pergeseran bersih provinsi di Pulau Jawa termasuk kedalam kelompok provinsi yang mengalami pertumbuhan investasi yang progresif (maju), kecuali


(3)

Provinsi DI Yogyakarta dan DKI Jakarta yang mengalami pertumbuhan PMDN lamban, dan Provinsi Jawa Tengah yang mengalami pertumbuhan PMA yang lamban.

Pertumbuhan wilayah yang terjadi di enam provinsi Pulau Jawa secara sektoral menunjukkan, bahwa sektor PMDN di Pulau Jawa yang paling cepat pertumbuhannya adalah sektor industri di Jawa Tengah, sedangkan sektor ekonomi PMDN yang memiliki pertumbuhan paling lambat adalah sektor konstruksi di Jawa Tengah, sektor perdagangan, hotel dan restoran di Jawa Tengah dan sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi di DI Yogyakarta. Untuk sektor ekonomi PMA di Pulau Jawa menunjukkan bahwa sektor yang memiliki pertumbuhan paling cepat adalah sektor konstruksi di Jawa Barat. Sektor ekonomi PMA yang memiliki pertumbuhan paling lamban adalah sektor listrik, air dan gas di DKI Jakarta, sektor perdagangan, hotel dan restoran di Provinsi Jawa Tengah dan Banten.

Melihat dari kondisi yang ada, maka saran yang dapat diajukan adalah Sektor Industri merupakan sektor yang banyak menarik investor baik asing maupun dalam negeri di Pulau Jawa, untuk itu peningkatan kualitas produk, dan kebijakan pemerintah yang menguntungkan investor dapat dijadikan suatu acuan untuk meningkatkan pertumbuhan PMA dan PMDN di sektor industri.

Untuk meningkatkan pertumbuhan PMDN Provinsi DI Yogyakarta, maka provinsi ini diharapkan dapat meningkatkan investasi di sektor industri. Untuk Provinsi Jawa Tengah yang memiliki penurunan dalam pertumbuhan investasi PMA, diharapkan provinsi ini dapat meningkatkan investasinya di sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi.


(4)

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI ENAM PROVINSI

DI PULAU JAWA PERIODE 2001-2005

Oleh

SAYYIDAH MAJANINGTIAS H14102067

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Sayyidah Majaningtias Nomor Registrasi Pokok : H14102067

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Petumbuhan Investasi Enam Provinsi di Pulau Jawa Periode 2001-2005

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Alla Asmara, S.Pt, M.Si NIP. 132 159 707

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Maret 2007

Sayyidah Majaningtias


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sayyidah Majaningtias lahir tanggal 8 Januari 1985 di Cikampek, Karawang. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bpk. Aa Hidayat Husen dan Ibu Siti Qomariyah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada tahun 1996 di SDN Sarimulya III, kemudian melanjutkan ke MTs As-salam Solo dan lulus di tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri I Cikampek lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif diberbagai kegiatan kampus seperti anggota pencinta alam KAREMATA, HMI komisariat FEM sebagai anggota bidang kewirausahaan, dan pernah mengikuti Program Cooperative Education di Usaha Kecil Menengah yang diselenggarakan Kantor Jasa Ketenagakerjaan IPB.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pertumbuhan Investasi Enam Provinsi di Pulau Jawa Periode 2001-2005”. Judul ini dipilih karena investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi wilayah khususnya enam provinsi di Pulau Jawa. Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Adapun dalam proses penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materi. Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Alla Asmara, S.Pt, M.Si yang telah memberikan bimbingan secara teknis maupun teoritis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2. Ibu Sahara, SP, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini

3. Ibu Fifi Diana Thamrin SP, M.Si selaku komisi penidikan yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini

4. Kedua orang tua penulis Bapak Aa Hidayat Husen, Ibu Siti Qomariyah dan adik Nuralita Ahadiyah serta keluarga besar penulis, terima kasih atas kasih sayang, perhatian dorongan, semangat dan doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis.

5. Staf Badan Koordinasi Penanaman Modal Pusat khususnya Bu Maya dan Pak Ucok, staf Badan Pusat Statistik serta para staf perpustakaan LSI IPB yang telah membantu penulis dalam pengambilan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.


(9)

6. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi serta staf akademik FEM IPB yang telah membantu penulis selama menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB.

7. Sahabat penulis, Mila Karmila, Puput Malahayati, Sri Nuraenidah, Nani Saidah, Nur Aini, Setio Rini, Rusniar, Rika, Ulan, Nitta, Diyah Ratna, Diana, Imas dan dianka serta Keluarga besar Az-zuhruf dan Gardenia terima kasih atas saran, kritik, semangat, serta dorongannya selama ini.

8. Rekan-rekan Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 39 serta sahabat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Dan kepada pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2007

Sayyidah Majaningtias H14102067


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 5

1.3. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 10

2.1. Tinjauan Teori ... 10

2.1.1.Definisi Investasi... 10

2.1.2.Peran Investasi dalam Pertumbuhan Ekonomi... 12

2.2. Penelitian Terdahulu... 15

2.3. Kerangka Pemikiran... 18

2.3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis... 18

2.3.2.Kerangka Pemikiran Konseptual... 22

III. METODE PENELITIAN... 25

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 25

3.2. Jenis dan Sumber Data... 25

3.3. Metode AnalisisShift Share... 25

3.3.1. Analisis Investasi Enam Propinsi di Pulau Jawa dan Investasi Nasional... 26

3.3.2. Analisis Rasio Investasi Enam Provinsi di Pulau Jawa dan Investasi Nasional... ... 28

3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah... 30

3.3.4. Analisis Pergeseran Bersih... 34

3.3.5. Analisis Profil Pertumbuhan. Investasi... 35


(11)

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI ENAM PROVINSI

DI PULAU JAWA PERIODE 2001-2005

OLEH

SAYYIDAH MAJANINGTIAS H14102067

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(12)

RINGKASAN

SAYYIDAH MAJANINGTIAS. Analisis Pertumbuhan Investasi Enam Propinsi di Pulau Jawa (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Penanaman modal atau investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Selain itu investasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja. Investasi atau penanaman modal dapat masuk apabila di wilayah tersebut para pelaku ekonomi merasa aman dalam melakukan aktivitas. Oleh karenanya, stabilitas ekonomi merupakan salah satu prasyarat untuk membangun dan menggerakan roda perekonomian.

Sebagai salah satu pulau yang memiliki pertumbuhan investasi yang tinggi dibandingkan pulau lain, Pulau Jawa merupakan salah satu sasaran penanaman modal bagi para investor asing maupun dalam negeri. Untuk itu peneliti memfokuskan penelitian pada pertumbuhan investasi di Pulau Jawa. Alasan pemilihan tersebut adalah karena tingginya tingkat investasi di Pulau Jawa, yang ternyata tidak diimbangi dengan pemerataan pertumbuhan investasi di enam provinsi tersebut, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis laju pertumbuhan investasi enam propinsi di Pulau Jawa, jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan investasi nasional dan menganalisis pertumbuhan investasi sektor-sektor perekonomian yang ada di enam propinsi di Pulau Jawa pada periode tahun 2001-2005.

Penelitian ini menggunakan metode analisis Shift Share. Berdasarkan analisis Shift Share maka akan diketahui provinsi-provinsi yang memberikan sumbangan terbesar pada perekonomian nasional, provinsi-provinsi yang pertumbuhannya cepat atau lambat dan provinsi-provinsi yang mampu berdaya saing dengan propinsi lainnya. Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa data realisasi investai PMA dan PMDN tahun 2001-2005 yang diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Pusat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi provinsi di Pulau Jawa pada kurun waktu 2001 dan 2005 dari segi nilai realisasi PMA dan PMDN mengalami peningkatan lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan investasi PMA dan PMDN nasional pada kurun waktu yang sama, kecuali untuk Provinsi DI Yogyakarta yang mengalami pertumbuhan PMDN lebih kecil dibandingkan pertumbuhan PMDN nasional, dan Provinsi Jawa Tengah yang juga mengalami pertumbuhan PMA lebih kecil dibandingkan pertumbuhan PMA nasional.

Laju pertumbuhan investasi enam provinsi dan sektor-sektor ekonomi yang diinvestasikan di Pulau Jawa periode 2001-2005 menunjukkan. Berdasarkan nilai pergeseran bersih provinsi di Pulau Jawa termasuk kedalam kelompok provinsi yang mengalami pertumbuhan investasi yang progresif (maju), kecuali


(13)

Provinsi DI Yogyakarta dan DKI Jakarta yang mengalami pertumbuhan PMDN lamban, dan Provinsi Jawa Tengah yang mengalami pertumbuhan PMA yang lamban.

Pertumbuhan wilayah yang terjadi di enam provinsi Pulau Jawa secara sektoral menunjukkan, bahwa sektor PMDN di Pulau Jawa yang paling cepat pertumbuhannya adalah sektor industri di Jawa Tengah, sedangkan sektor ekonomi PMDN yang memiliki pertumbuhan paling lambat adalah sektor konstruksi di Jawa Tengah, sektor perdagangan, hotel dan restoran di Jawa Tengah dan sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi di DI Yogyakarta. Untuk sektor ekonomi PMA di Pulau Jawa menunjukkan bahwa sektor yang memiliki pertumbuhan paling cepat adalah sektor konstruksi di Jawa Barat. Sektor ekonomi PMA yang memiliki pertumbuhan paling lamban adalah sektor listrik, air dan gas di DKI Jakarta, sektor perdagangan, hotel dan restoran di Provinsi Jawa Tengah dan Banten.

Melihat dari kondisi yang ada, maka saran yang dapat diajukan adalah Sektor Industri merupakan sektor yang banyak menarik investor baik asing maupun dalam negeri di Pulau Jawa, untuk itu peningkatan kualitas produk, dan kebijakan pemerintah yang menguntungkan investor dapat dijadikan suatu acuan untuk meningkatkan pertumbuhan PMA dan PMDN di sektor industri.

Untuk meningkatkan pertumbuhan PMDN Provinsi DI Yogyakarta, maka provinsi ini diharapkan dapat meningkatkan investasi di sektor industri. Untuk Provinsi Jawa Tengah yang memiliki penurunan dalam pertumbuhan investasi PMA, diharapkan provinsi ini dapat meningkatkan investasinya di sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi.


(14)

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI ENAM PROVINSI

DI PULAU JAWA PERIODE 2001-2005

Oleh

SAYYIDAH MAJANINGTIAS H14102067

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Sayyidah Majaningtias Nomor Registrasi Pokok : H14102067

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Petumbuhan Investasi Enam Provinsi di Pulau Jawa Periode 2001-2005

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Alla Asmara, S.Pt, M.Si NIP. 132 159 707

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Maret 2007

Sayyidah Majaningtias


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sayyidah Majaningtias lahir tanggal 8 Januari 1985 di Cikampek, Karawang. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bpk. Aa Hidayat Husen dan Ibu Siti Qomariyah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada tahun 1996 di SDN Sarimulya III, kemudian melanjutkan ke MTs As-salam Solo dan lulus di tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri I Cikampek lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif diberbagai kegiatan kampus seperti anggota pencinta alam KAREMATA, HMI komisariat FEM sebagai anggota bidang kewirausahaan, dan pernah mengikuti Program Cooperative Education di Usaha Kecil Menengah yang diselenggarakan Kantor Jasa Ketenagakerjaan IPB.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pertumbuhan Investasi Enam Provinsi di Pulau Jawa Periode 2001-2005”. Judul ini dipilih karena investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi wilayah khususnya enam provinsi di Pulau Jawa. Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Adapun dalam proses penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materi. Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Alla Asmara, S.Pt, M.Si yang telah memberikan bimbingan secara teknis maupun teoritis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2. Ibu Sahara, SP, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini

3. Ibu Fifi Diana Thamrin SP, M.Si selaku komisi penidikan yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini

4. Kedua orang tua penulis Bapak Aa Hidayat Husen, Ibu Siti Qomariyah dan adik Nuralita Ahadiyah serta keluarga besar penulis, terima kasih atas kasih sayang, perhatian dorongan, semangat dan doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis.

5. Staf Badan Koordinasi Penanaman Modal Pusat khususnya Bu Maya dan Pak Ucok, staf Badan Pusat Statistik serta para staf perpustakaan LSI IPB yang telah membantu penulis dalam pengambilan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.


(19)

6. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi serta staf akademik FEM IPB yang telah membantu penulis selama menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB.

7. Sahabat penulis, Mila Karmila, Puput Malahayati, Sri Nuraenidah, Nani Saidah, Nur Aini, Setio Rini, Rusniar, Rika, Ulan, Nitta, Diyah Ratna, Diana, Imas dan dianka serta Keluarga besar Az-zuhruf dan Gardenia terima kasih atas saran, kritik, semangat, serta dorongannya selama ini.

8. Rekan-rekan Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 39 serta sahabat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Dan kepada pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2007

Sayyidah Majaningtias H14102067


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 5

1.3. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 10

2.1. Tinjauan Teori ... 10

2.1.1.Definisi Investasi... 10

2.1.2.Peran Investasi dalam Pertumbuhan Ekonomi... 12

2.2. Penelitian Terdahulu... 15

2.3. Kerangka Pemikiran... 18

2.3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis... 18

2.3.2.Kerangka Pemikiran Konseptual... 22

III. METODE PENELITIAN... 25

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 25

3.2. Jenis dan Sumber Data... 25

3.3. Metode AnalisisShift Share... 25

3.3.1. Analisis Investasi Enam Propinsi di Pulau Jawa dan Investasi Nasional... 26

3.3.2. Analisis Rasio Investasi Enam Provinsi di Pulau Jawa dan Investasi Nasional... ... 28

3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah... 30

3.3.4. Analisis Pergeseran Bersih... 34

3.3.5. Analisis Profil Pertumbuhan. Investasi... 35


(21)

IV. GAMBARAN UMUM... 39

4.1. Letak Geografis Pulau Jawa... 39

4.2. Potensi Wilayah Enam Provinsi Di Pulau Jawa... 39

4.3. Kelngkapan Sarana dan Prasarana Infrastruktur di Pulau Jawa... 41

4.4. Kondisi Sumber Daya Manusia Di Pulau Jawa... 44

4.5. Pertumbuhan Ekonomi Enam Provinsi di Pulau Jawa... 46

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 49

5.1. Analisis Pertumbuhan PMDN Enam Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional pada Kurun Waktu 2001 dan 2005... 47

5.2. Analisis Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi PMDN Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001 dan 2005……….. 48

5.2.1. Analisis Rasio pertumbuhan PMDN Enam Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Kurun Waktu 2001 dan 2005 ... 51

5.2.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah……….. 54

5.2.3. Profil Pertumbuhan Wilayah………. 59

5.3. Analisis Pertumbuhan PMA Enam Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional pada Kurun Waktu 2001 dan 2005... 62

5.4. Analisis Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi PMA Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2001 dan 2005……….. 64

5.4.1. Analisis Rasio Pertumbuhan PMA Enam Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional pada Kurun Waktu 2001 dan 2005...…. 65

5.4.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah………... 68

5.4.3. Profil Pertumbuhan Wilayah………. 73

5.5. Perbandingan Pertumbuhan PMA dan PMDN Dengan Penelitian Terdahulu……… 77

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 79

5.1. Kesimpulan... 79

5.2. Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA... 83


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1.1. Perkembangan Persetujuan PMA dan PMDN Indonesia Tahun

1997-2005... 2 1.2. Distribusi Realisasi PMA dan PMDN Menurut Pulau di Indonesia

Tahun 2004 (persen)... 3 1.3. Nilai Realisasi PMA dan PMDN Enam Provinsi di Pulau Jawa

Tahun 2005 ... 5 1.4. Perkembangan Nilai Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Pulau

Jawa Tahun 1997-2005... 6 1.5. Perkembangan Nilai Investasi PMA dan PMDN yang Direlisasikan

Menurut Sektor Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2005... 7 4.1. Hasil Produksi Sumber Daya Alam Enam Provinsi di Pulau Jawa... 40 4.2. Sarana Jalan Darat Enam Provinsi di Pulau Jawa tahun 2004 (km)... 39 5.1. Pertumbuhan Nilai Realisasi PMDN Enam Provinsi di Pulau Jawa

pada Kurun Waktu 2001 dan 2005.………... 48 5.2. Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi PMDN Enam Provinsi di

Pulau Jawa Tahun 2001-2005……… 49 5.3. Nilai ri da rw PMDN Enam Propvinsi di Pulau Jawa pada Kurun

Waktu 2001 dan 2005………. 52 5.4. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) PMDN Enam Provinsi

di Pulau Jawa pada Kurun Waktu 2001 dan 2005... 54 5.5. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) PMDN Enam Provinsi

Di Pulau Jawa pada Kurun Waktu 2001 dan 2005... 56 5.6. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) PMDN

Enam Provinsi di Pulau Jawa... 58 5.7. Pertumbuhan Pergeseran Bersih PMDN Enam Provinsi di Pulau


(23)

5.8. Pertumbuhan Nilai Realisasi PMA Enam Provinsi di Pulau Jawa pada Kurun Waktu 2001 dan 2005.……… 63 5.9. Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi PMA Enam Provinsi di

Pulau Jawa Tahun 2001-2005………. 64 5.10. Nilai ri da rw PMA Enam Provinsi di Pulau Jawa pada Kurun

Waktu 2001 dan 2005………. 67 5.11. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) PMA Enam Provinsi

di Pulau Jawa pada Kurun Waktu 2001 dan 2005... 69 5.12. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) PMA Enam Provinsi

Di Pulau Jawa pada Kurun Waktu 2001 dan 2005... 70 5.13. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) PMA Enam

Provinsi di Pulau Jawa... 72 5.14. Pertumbuhan Pergeseran Bersih PMA Enam Provinsi di Pulau


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 2.1. Hubungan Pendapatan, Investasi dan Konsumsi... 14

2.2. Investasi Perpotongan Keynesian dan Kurva IS... 15 2.3. Model Analisis Shift Share... 19 2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 24 4.1. Statistik Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Pulau Jawa... 40 4.2. Jumlah Tenaga Kerja di Pulau Jawa (a), Jumlah Angkatan Kerja

di Pulau Jawa dan Jumlah Pengangguran di Pulau Jawa (c)... 41 4.3. Nilai PDRB Enam Provinsi di Pulau Jawa tahun 2005

(dalam milyar Rp)... 45 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian... 34 5.1. Profil Pertumbuhan PMDN Enam Provinsi di Pulau Jawa pada

Kurun Waktu 2001 dan 2005... 61 5.2. Profil Pertumbuhan PMA Enam Provinsi di Pulau Jawa pada Kurun


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Realisasi Investasi PMDN Nasional Tahun 2001 dan 2005 (juta

Rupiah)... 85 2. Realisasi Investasi PMDN Tahun 2001-2005 DKI Jakarta (juta

Rupiah)... 86 3. Realisasi Investasi PMDN tahun 2001-2005 Jawa Barat (juta

Rupiah)... . 87 4. Realisasi Investasi PMDN Tahun 2001-2005 Jawa Timur (juta

Rupiah)... 88 5. Realisasi Investasi PMDN Tahun 2001-2005 Jawa Tengah (juta

Rupiah)... 89 6. Realisasi Investasi PMDN Tahun 2001-2005 DI Yogyakarta (juta

Rupiah)... 90 7. Realisasi Investasi PMDN Tahun 2001-2005 Banten (juta Rupiah)... 91 8. Realisasi Investasi PMA Nasional Tahun 2001-2005 (Ribu US$) ... 92 9. Realisasi Investasi PMA Tahun 2001-2005 DKI Jakarta (Ribu US$)... 93 10.Realisasi Investasi PMA Tahun 2001-2005 Jawa Barat (Ribu US$)... 94 11.Realisasi Investasi PMA Tahun 2001-2005 Jawa Timur (Ribu US$)... 95 12.Realisasi Investasi PMA Tahun 2001-2005 Jawa Tengah (Ribu US$).... 96 13.Realisasi Investasi PMA Tahun 2001-2005 DI Yogyakarta (Ribu US$).. 97 14.Realisasi Investasi PMA Tahun 2001-2005 Banten (Ribu US$)... 98 15.Nilai Realisasi PMA Persektor Pulau Jawa Tahun 2001-2005... 99


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penanaman modal atau investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Selain itu investasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja. Investasi atau penanaman modal dapat masuk apabila di wilayah tersebut para pelaku ekonomi merasa aman dalam melakukan aktivitas. Oleh karenanya, stabilitas ekonomi merupakan salah satu prasyarat untuk membangun dan menggerakan roda perekonomian (BPS, 2003).

Penanaman modal atau investasi dapat dibagi menjadi dua yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Di Indonesia, perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal asing (PMA) memiliki kencenderungan berfluktuasi dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2005 sesuai dengan data yang disajikan pada Tabel 1.1. Nilai realisasi PMA pada tahun 1997 mengalami peningkatan, yaitu mencapai US$ 33,66 milyar, berbeda dengan perkembangan setelahnya yaitu pada tahun 1998 nilai persetujuan investasi mengalami penurunan menjadi US$ 13,63 milyar. Nilai tersebut turun drastis akibat krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Perkembangan perekonomian dunia juga tidak mendukung peningkatan arus investasi asing, karena secara umum krisis ekonomi melanda hampir di seluruh negara-negara di dunia. Pada masa pasca krisis sebenarnya Indonesia mulai mendapatkan kepercayaan memulihkan perekonomian seiring dengan membaiknya perekonomian dunia. Namun, bangkitnya perekonomian dunia dari


(27)

kelesuan akibat krisis multidimensi ini tidak dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dengan baik. Kestabilan keamanan, hukum dan politik pada dunia usaha masih sulit untuk dicapai. Berbagai aksi bom dan isu politik akibat adanya proses transisi menuju demokrasi masih menjadi pemicu goncangan ekonomi, yang meyebabkan sulitnya pemulihan kepercayaan dunia luar untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Tabel 1.1. Perkembangan Persetujuan PMA dan PMDN Indonesia Tahun 1997-2005

Sumber: Data Base BKPM (diolah), 2005

Karakteristik PMDN tidak jauh berbeda dengan PMA, secara umum pertumbuhan investasi PMDN di Indonesia selama kurun waktu 1997-2005 memiliki kencenderungan semakin menurun. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa pada tahun 1997 nilai persetujuan PMDN naik pesat sebesar Rp. 119,32 milyar dan semakin menurun sepanjang tahunnya, sampai pada tahun 2005 nilai persetujuan PMDN semakin mengalami penurunan, walaupun di tahun 2003 dan 2004 sempat mengalami peningkatan walaupun sedikit. Seharusnya sekitar tahun 2000 ke atas nilai investasi mengalami pertumbuhan yang signifikan seperti pada tahun sebelum krisis ekonomi. Namun adanya Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang kewenang setiap provinsi dalam mengatur penanaman

Persetujuan

TAHUN PMA (ribu US$) PMDN (juta rupiah)

1997 33.665.223,70 119.320.456,50 1998 13.635.114,00 57.999.234,20

1999 10.894.002,30 53.930.389,80 2000 16.020.000,80 95.400.111,30 2001 10.185.121,50 58.856.590,60 2002 9.928.334,90 25.111.876,30 2003 14.045.331,90 50.406.195,90 2004 10.432.009,70 9.580.445,30 2005 9.914.665,70 27.443.367,30


(28)

modalnya baik PMA dan PMDN, tidak mampu mempermudah jalur birokrasi investasi. Nilai investasi PMA dan PMDN sejak tahun 2000 justru semakin mengalami penurunan nilai yang semakin besar. Nilai investasi PMA terendah terjadi pada tahun 2005 dan nilai investasi PMDN terendah terjadi pada tahun 2004.

Karakteristik dan potensi sektor-sektor investasi wilayah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan investasi nasional. Petumbuhan sektor-sektor ekonomi yang cepat pada gilirannya akan berdampak pada cepatnya pertumbuhan wilayah, demikian pula sebaliknya. Pada kenyataannya, pertumbuhan investasi di wilayah Indonesia tidak merata, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Distribusi Realisasi PMA dan PMDN Menurut Pulau di Indonesia Tahun 2004 (persen)

Pulau PMA PMDN

Sumatera 3,6 2,6

Jawa 91,4 89,1

Bali 0,0 2,8

Nusa Tenggara 0,0 0,0

Kalimantan 0,0 5,2

Sulawesi 5,0 0,3

Maluku 0,0 0,0

Papua 0,0 0,0

TOTAL 100 100 Sumber : Data Base BKPM, 2004 (diolah)

Berdasarkan Tabel 1.2 Pulau Jawa mendominasi nilai investasi baik PMA maupun PMDN, dapat dilihat dari nilai distribusi PMA dan PMDN yang hampir bernilai 100 persen, Pulau Jawa menempati peringkat pertama dalam realisasi PMA yaitu sebesar 91,4 persen, sedangkan untuk distribusi realisasi PMDN Pulau Jawa juga menempati peringkat pertama sebesar 89,1 persen. Perbedaan yang


(29)

sangat nyata antara nilai realisasi di Pulau Jawa dengan nilai realisasi di luar Pulau Jawa, berdasarkan data diatas terbukti bahwa Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang memberikan kontribusi PMA dan PMDN terbesar untuk Indonesia. Salah satu faktor yang menjadikan pertumbuhan investasi antar wilayah di Indonesia tidak merata adalah kinerja pemerintah daerah. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor perbedaan potensi, karakteristik wilayah, infrastruktur, kondisi keamanan, distribusi pemasaran produk dan sumber daya baik alam maupun manusia yang termasuk penghambat pemerataan penanaman modal antar propinsi di Indonesia.

Pulau Jawa sebagai salah satu pulau yang memiliki pertumbuhan investasi tinggi dibandingkan pulau lain dan merupakan salah satu sasaran penanaman modal bagi para investor asing maupun dalam negeri. Hal inilah yang menjadi daya tarik penelitian, sehingga fokus penelitian dilakukan pada pertumbuhan investasi di Pulau jawa. Tingginya tingkat investasi di Pulau Jawa yang ternyata tidak diimbangi dengan kemerataan pertumbuhan investasi di enam provinsi tersebut, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta. Tabel 1.3 akan menunjukkan ketidakmerataan pertumbuhan investasi enam provinsi di Pulau Jawa.

Tabel 1.3. Nilai Realisasi PMA dan PMDN Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2005

Provinsi PMA (ribu US$) PMDN (juta Rp)

DKI Jakarta 3.269.824,50 1.653.869,40

Jawa Barat 2.379.793,80 2.996.439,20

Jawa Timur 2.436,30 2.276.806,70

Jawa Tengah 20.540,00 903.900,50

DI Yogyakarta 6.860,00 18.525,50

Banten 1.050,00 29.500,00


(30)

Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat, investasi PMA dan PMDN hanya terfokus di tiga provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur, dengan nilai realisasi lebih tinggi dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa. Ketiga provinsi tersebut merupakan penyumbang investasi terbesar di Pulau Jawa. Metode analisis shift share akan menunjukkan seberapa besar pertumbuhan investasi yang ada di enam provinsi Pulau Jawa, serta penentuan kebijakan yang dapat meningkatkan nilai investasi di masing-masing provinsi tersebut. Kebijakan investasi yang akurat diharapkan dapat menyebabkan investasi atau penanaman modal baik di dalam negeri maupun luar negri meningkat dan kesenjangan pertumbuhan investasi antar provinsi di Pulau Jawa menurun.

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan suatu wilayah dapat dilihat dari pertumbuhan investasinya. Laju pertumbuhan investasi enam provinsi di Pulau Jawa terus mengalami penurunan seiring dengan krisis ekonomi yang dialami perekonomian nasional. Pada tahun 1998, jika dilihat berdasarkan perkembangan investasi PMA dan PMDN yang direalisasikan di Pulau Jawa, tahun 1997-2005 nilai investasi mengalami penurunan (Tabel 1.4). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perkembangan realisasi PMDN di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat di tahun 1997 dan sejak krisis ekonomi tahun 1998 perkembangan investasi Indonesia mengalami penurunam. Demikian pula keadaan investasi di Pulau Jawa tahun 1997, pertumbuhan investasi bernilai positif, namun setelah tahun 1997 pertumbuhan investasi Pulau Jawa menurun.


(31)

Keadaan investasi mulai normal kembali pada tahun 2003, Pulau Jawa mengalami peningkatan PMA sebesar US$ 2,44 milyar, meskipun nilainya tidak sebesar penanaman modal tahun sebelumnya, setidaknya dapat membuktikan bahwa investor asing kembali percaya pada kondisi perekonomian, politik serta keamanan di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, peningkatan PMA tidak selalu diikuti dengan peningkatan nilai PMDN yang cenderung menurun sampai semenjak terjadinya krisis dari kisaran nilai Rp 3,56 triliun di tahun 2000 dan kembali menurun tajam di angka Rp 690,57 milyar pada tahun 2002, hai ini menurun secara signifikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya di tahun 1997 dengan nilai investasi sebesar Rp14,20 triliun, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4. Perkembangan Nilai Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Pulau Jawa Tahun 1997-2005

Tahun PMA (ribu US$) PMDN(juta Rp)

1997 10.453.656,40 14.201.901,20 1998 1.291.410,30 1.730.367,70 1999 1.829.425,90 2.566.361,90 2000 2.101.462,70 3.560.804,70 2001 1.086.517,50 4.555.663,40 2002 529.881,00 690.575,10

2003 2.440.259,30 1.537.478,80 2004 567.998,70 745.456,10

2005 5.680.503,50 8.283.668,70 Sumber : BKPM Pusat, 2005

Sektor yang mendominasi investasi di pulau jawa dari ketiga sektor yang ada adalah sektor sekunder. Industri yang mengelola barang mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi seperti industri makanan, tekstil, alat angkutan, alat kedokteran, industri non logam dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.5 baik PMA maupun PMDN. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa


(32)

hanya Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta yang memiliki nilai realisasi di ketiga sektor tersebut. Hal ini membuktikan adanya ketidakmerataan sektor ekonomi yang akan berdampak pada laju pertumbuhan investasi.

Tabel 1.5. Perkembangan Nilai Investasi PMA dan PMDN yang Direlisasikan Menurut Sektor Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2005

PMA (ribu US$)

Provinsi Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier Jawa Barat 15.185,50 1.784.178,00 580.430,30 DKI Jakarta 24.544,00 62.900,20 3.088.315,20 Banten - 1.250,00 - Jawa Timur 915,00 1.521,30 - Jawa Tengah 283,00 20.257,00 - DI Yogyakarta - 510,00 16.250,00

PMDN (juta Rp)

Provinsi Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier Jawa Barat 22.504,70 2.762.140,70 211.793,80

DKI Jakarta 1.324.648,20 1.268.353,00 385.516,50 Banten - 29.500,00 - Jawa Timur - 2.276.806,70 - Jawa Tengah - 903.900,50 - DI Yogyakarta - 18.525,50 - Sumber : BKPM Pusat, 2005

Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana laju pertumbuhan investasi enam provinsi di Pulau Jawa jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan investasi nasional, pada periode 2001-2005?

2. Bagaimana pertumbuhan investasi enam provinsi dan sektor-sektor ekonomi yang diinvestasikan di Pulau Jawa pada periode 2001-2005?


(33)

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan, yaitu : 1. Menganalisis laju pertumbuhan investasi enam provinsi di Pulau Jawa,

jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan investasi nasional pada periode 2001-2005.

2. Menganalisis pertumbuhan investasi enam provinsi serta sektor-sektor ekonomi yang diinvestasikan di Pulau Jawa pada periode 2001-2005. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam merumuskan serta merencanakan arah kebijakan pembangunan perinvestasiaan di enam provinsi di Pulau Jawa, khususnya pada semua sektor investasi. Selain itu, dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan atau literatur mengenai pengaplikasian analisis shift share dalam rangka melihat pertumbuhan sektor ekonomi yang diinvestasikan di wilayah Indonesia. Akhirnya hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memperkaya pustaka yang berkaitan dengan kajian terhadap perubahan investasi di enam provinsi di Pulau Jawa, sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi bagi mahasiswa untuk penelitian selanjutnya.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terbatas pada enam provinsi yang ada di Pulau Jawa pada tahun 2001 dan 2005. Alasan pemilihan dua titik tahun tersebut, karena pada tahun tersebut Indonesia berada pada proses pemulihan ekonomi akibat krisis multidimensional atau kondisi setelah krisis ekonomi. Selain itu gap antara tahun


(34)

2001 dan 2005 tidak terlalu jauh, sehingga peneliti dapat melihat kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi pertumbuhan investasi dalan jangka pendek. Adanya perubahan laju pertumbuhan investasi antar sektor-sektor perekonomian pada enam provinsi di Pulau Jawa telah mengakibatkan kontribusi masing-masing sektor-sektor perekonomian mengalami pergeseran pada struktur perekonomian nasional.

Alat analisis yang digunakan adalah Metode Analisis Shift Share yang menganalisis data pada dua titik waktu tertentu di suatu wilayah dengan bantuan Software Microsoft Excell. Berdasarkan hasil analisis Shift Share akan dapat diketahui pertumbuhan investasi pada sektor-sektor perekonomian disuatu wilayah, baik dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya maupun wilayah diatasnya. Selain itu, analisis Shift Share juga dapat membandingkan pertumbuhan suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Analisis pada penelitian ini menggunakan data realisasi PMA dan PMDN per sektor enam provinsi di Pulau Jawa tahun 2001-2005.


(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan teori 2.1.1. Definisi Investasi

Investasi didefinisikan sebagai pengeluaran dalam produksi barang yang tidak untuk dikonsumsi sekarang (Lipsey,1995). Sedangkan menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal tahun 1997 mendefinisikan investasi sebagai kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan (produksi) dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit) di masa akan datang.

Pembentukkan modal melalui investasi merupakan faktor yang paling penting dan strategis di dalam proses pembangunan ekonomi. Pembentukkan modal bahkan disebut sebagai kunci utama menuju pembangunan ekonomi. Sekali proses ini berjalan ia akan senantiasa mengumpul dan menghidupi dirinya sendiri. Proses ini berjalan melalui tiga tingkatan. Pertama, kenaikan volume tabungan akibat meningkatnya kemauan dan kemampuan menabung. Kedua, keberadaan lembaga kredit dan keuangan untuk menggalakkan dan menyalurkan tabungan agar dapat diinvestasikan. Ketiga, penggunaan tabungan untuk tujuan investasi dalam barang-barang modal pada perusahaan. Pembentukkan modal juga berarti pembentukkan keahlian karena keahlian sering berkembang sebagai pembentukkan modal (Jhingan, 2002).

Menurut jenisnya investasi dibedakan menjadi dua, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Pengertian Penanaman Modal Asing adalah salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah modal untuk pembangunan ekonomi yang bersumber dari luar negeri. Menurut


(36)

Wenda (2003) dasar pertimbangan pihak asing dapat menanamkan modalnya di Indonesia menurut UU No.1 Tahun 1967 adalah:

1) Ketiadaan modal, pengalaman dan teknologi untuk mengembangkan sumber daya potensial yang dimiliki Negara Indonesia dan kebijakan ekonomi yang harus berlandaskan Pancasila.

2) Perlunya mengolah sumber daya alam menjadi kekuatan ekonomi riil (pembangunan ekonomi) dan perlunya peningkatan pengetahuan, keterampilan serta kemampuan manajerial.

3) Penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia dan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia dan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap pihak asing (luar negeri).

Investasi asing merupakan investasi yang dilaksanakan oleh pemilik-pemilik modal asing di dalam negara Indonesia untuk mendapatkan suatu keuntungan dari adanya modal asing bagi negara kita adalah berupa diolahnya sumber daya alam yang kita miliki, meningkatkan lapangan pekerjaan, terjadinya nilai tambah (added value), dan meningkatnya penerimaan negara dari sumber pajak, serta adanya alih teknologi. Bagi pemilik modal asing, keuntungan yang didapatkannya adalah berupa deviden dari hasil usaha negara dimana modal tersebut ditanamkan ke negara modal itu berasal (Irawan dan Suparmoko, 1992).

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimilki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia,


(37)

yang disisihkan atau disediakan guna menjalankan suatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam ketentuan pasal 21 UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Menurut Wenda (2003) dasar pertimbangan dikeluarkannya UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN adalah sebagai berikut:

1. Modal merupakan faktor paling penting dalam penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional yang berdasarkan kemampuan dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri.

2. Perlunya dilakukan pemupukan dan pemanfaatan modal dalam negeri dan membuka kesempatan bagi pengusaha swasta seluas-luasnya.

3. Perlunya memanfaatkan modal dalam negeri yang dimiliki pihak asing dan menetapkan batas waktu usaha bagi perusahaan asing di Indonesia yang menggunakan modal dalam negeri.

2.1.2. Peran Investasi dalam Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Wiranata (2004), motif utama suatu negara mengundang investasi asing dan dalam negeri adalah untuk menggali potensi kekayaan alam dan sumberdaya lainnya dalam upaya mempercepat pembangunan ekonomi. Kenyataan ini disebabkan karena investasi, baik asing maupun domestik akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, melalui proses industrialisasi, guna meningkatkan ekspor barang manifaktur dan kebutuhan pasar domestik (substitusi impor). Proses industrialisasi diharapkan mampu berkembang bersama dengan proses alih ekonomi, alih kepemilikan, perluasan tenaga kerja yang disertai


(38)

dengan peningkatan keahlian dan keterampilan, Namun, dalam proses tersebut harus dihindari dominasi perekonomian nasional oleh modal asing.

Di negara berkembang seperti Indonesia investasi sangat dibutuhkan untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan yang ada. Hal ini dikarenakan investasi dapat meningkatkan pendapatan nasional suatu negara. Sesuai dengan teori yang dicetuskan oleh Mankiw (2000) yaitu setiap kenaikan jumlah pendapatan sebagai akibat dari pertambahan investasi akan menaikkan pendapatan dengan jumlah yang berlipat ganda (multiplied effect). Peningkatan pendapatan khususnya dalam bentuk uang akan meningkatkan permintaan barang secara keseluruhan (Agregrate Demand). Dengan demikian terdapat sebuah tuntutan untuk memenuhi permintaan sehingga mempengaruhi kebutuhan peralatan maupuan uang dalam bentuk modal sebagai akibat kenaikan produksi , sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan investasi. Kenaikan tabungan masyarakat karena peningkatan pendapatan merupakan investasi secara langsung melalui lembaga keuangan dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = C + S (2.1)

Dimana :

Y = Pendapatan masyarakat C = Konsumsi

I = Investasi

dengan asumsi keseimbangan yaitu S=I, maka akan didapatkan :


(39)

Secara keseluruhan gambaran mengenai peningkatan pendapatan masyarakat yang disebabkan oleh kenaikan investasi dan tingkat konsumsi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Harga (P)

AD2

AD1 Pendapatan Nasional (Y) Y1 Y2

Gambar 2.1 Hubungan Pendapatan, Investasi dan Konsumsi Sumber : Mankiw (2000)

Gambar 2.1 diatas dapat menjelaskan bahwa adanya investasi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita di suatu wilayah (Y1 ke Y2). Menurut Mankiw (2000) faktor yang mempengaruhi

peningkatan investasi adalah tingkat suku bunga. Hal ini dapat dijelaskan melalui Gambar 2.2.

Pada Gambar 2.2 menunjukkan bahwa penurunan tingkat bunga dari r1 ke

r2 akan mengakibatkan jumlah investasi yang ditanamkan di suatu sektor produksi

meningkat dari I1 ke I2. Hal tersebut dapat menyebabkan pengeluaran yang

direncanakan meningkat dari AE1 ke AE2. Peningkatan pengeluaran yang

direncanakan ini akan mengakibatkan peningkatan pendapatan nasional (Y1 ke


(40)

meningkatan pendapatan wilayah dengan meningkatkan jumlah investasi pada wilayah tersebut sehingga akan terjadi pertumbuhan ekonomi.

b) Perpotngan Keynesian AE=Y

Pengeluaran (E) AE2

AE1

Pendapatan 450 Nasional

Y1 Y2 suku

bunga a) Fungsi Investasi c) Kurva IS

r1 r1

r2 r2

IS

I(r2) I(r1) Y1 Y2

Investasi Pendapatan Nasional

Gambar 2.2. Investasi Perpotongan Keynesian dan Kurva IS Sumber : Mankiw (2000)

2.2. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nurlaela (2003) yang menganalisis dampak investasi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut, bahwa berdasarkan analisis keterkaitan, secara umum sektor pertanian di Provinsi Jawa Barat memiliki kemampuan yang besar terhadap pertumbuhan industri hilir. Berdasarkan analisis multiplier maka subsektor pertanian memiliki nilai penggandaan output, pendapatan, tenaga kerja tertinggi adalah sektor perikanan, sehimgga sektor perikanan dapat diandalkan untuk mendorong peningkatan


(41)

output, pendapatan dan penciptaan lapangan kerja. Dampak langsung investasi subsektor pertanian terhadap pembentukkan output, nilai tambah bruto, peningkatan pendapatan yaitu subsektor padi. Besarnya dampak langsung subsektor padi disebabkan oleh besarnya investasi di subsektor padi. Sedangkan dampak langsung terbesar dalam menciptakan lapangan kerja terbesar yaitu sektor perkebunan.

Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2004) yang menganalisis tahapan industrialisasi sektor pertanian serta dampak investasi dan peranannya dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Tengah pada sektor pertanian memiliki hubungan erat dengan sektor-sektor lainnya, terutama dengan industri pengolahan, upaya pembangunan sektor industri yang terjadi selama ini, akan berjalan dengan lebih baik jika ditunjang oleh sektor pertanian, dengan menciptakan sektor pertanian yang tangguh sebagai dasar ekonomi Provinsi Jawa Tengah. Pengembangan sektor pertanian di provinsi ini dilakukan dengan memfokuskan investasi di subsektor peternakan, karena memberikan dampak terbesar dalam pembentukkan output, pendapatan dan tenaga kerja. Pengembangan investasi di subsektor peternakan perlu peran serta pemerintah dalam mendorong investor untuk menanamkan modalnya.

Menurut Ferdiyan (2006) yang menganalisis pengaruh otonomi terhadap pertumbuhan investasi di Provinsi Jawa Barat, menunjukkan bahwa sebelum otonomi daerah terjadi pertumbuhan investasi yang negatif pada sektor-sektor perekonomian Jawa Barat. Sedangkan pada saat otonomi daerah, terjadi pertumbuhan investasi yang positif hampir diseluruh sektor perekonomian di Jawa


(42)

Barat. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan investasi nasional, pertumbuhan investasi sektor-sektor perekonomian di Jawa Barat sebelum otonomi daerah (1995-2000) dari segi nilai investasi PMDN, jumlah proyek PMDN, nilai investasi PMA dan jumlah proyek PMA memiliki pertumbuhan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan nasional pada kurun waktu yang sama yaitu 1995-2000. Pada saat otonomi daerah tahun 2001-2005, pertumbuhan investasi tiap tahunnya lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan investasi secara nasional.

Berdasarkan penelitian Kumalasari (2006) terhadap pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta periode 1995-2005, menggunakan analisis shift share. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut bahwa pertumbuhan PMA di Provinsi DKI Jakarta menurut data persetujuan investasi sebelum otonomi daerah menunjukkan pertumbuhan investasi yang menurun, sedangkan pada masa otonomi daerah pertumbuhan PMA di provinsi ini mengalami peningkatan. Untuk pertumbuhan PMDN sebelum masa otonomi daerah dan setelah otonomi daerah di Provinsi DKI Jakarta mengalami penurunan.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu tersebut, dijelaskan bahwa metode analisis Shift Share dapat digunakan untuk menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian yang diinvestasikan dari bagian terkecil wilayah sampai tingkat nasional dengan melakukan perbandingan laju pertumbuhan. Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini berbeda dalam hal sasaran penelitian dan tahun waktu penelitian. Penelitian ini


(43)

dilakukan terhadap pertumbuhan realisasi investasi pada enam provinsi di Pulau Jawa pada tahun waktu 2001 dan 2005.

2.3. Kerangka Pemikiran

2.3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis ini mencakup model analisis Shift Share, kelebihan dan kelemahan analisis Shift Share, analisis komponen pertumbuhan wilayah, analisis PMA dan PMDN serta profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Masing-masing kerangka pemikiran ini akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Model analisis Shift Share

Model analisis Shift Share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et al pada tahun 1960. Menurut Budiharsono (2001) analisis Shift Share ini menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi, kesempatan kerja dan lain-lain, pada dua titik waktu di suatu wilayah. Analisis Shift Share memiliki kemampuan untuk menunjukkan:

1. Perkembangan sektor perekonomian disuatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas.

2. Perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya.

3. Perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah.


(44)

4. Perbandingan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya.

Gambar 2.3. Model Analisis Shift Share Sumber : Budiharsono, 2001

Pada Gambar 2.3. analisis Shift Share menunjukkan bahwa perubahan sektor i pada wilayah j dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen pertumbuhan wilayah yang dimaksud adalah komponen pertumbuhan nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut dapat ditentukan dan diidentifikasikan perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu wilayah melalui pergeseran bersih. Pergeseran besih merupakan hasil penjumlahan dari simulasi persentase pertumbuhan proporsional dengan pertumbuhan pangsa wilayah. Apabila PP + PPW ≥ 0, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk dalam kelompok

Komponen Pertumbuhan Nasional

Wilayah ke j

Maju PP+PPW ≥ 0

Komponen Pertumbuhan Proporsional

Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah

Wilayah ke j

Lamban PP+PPW < 0


(45)

progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor i pada wilayah ke j tergolong pada wilayah yang pertumbuhannya lamban.

2. Kegunaan-kegunaan Analisis Shift Share

Teknik perhitungan Shift Share memiliki kegunaan-kegunaan tertentu pada proses analisisnya. Menurut Soepono (1993), kegunaan-kegunaan dari analisis Shift Share adalah :

1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan kerja di suatu wilayah hanya pada dua titik tertentu, yang mana satu titik waktu dijadikan sebagai dasar analisis, sedangkan satu titik waktu lainnya dijadikan sebagai tahun akhir analisis.

2. Perubahan investasi di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis dapat dilihat melalui tiga komponen pertumbuhan wilayah, yakni komponen pertumbuhan nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

3. Berdasarkan komponen PN, dapat diketahui laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dibandingkan laju pertumbuhan nasional.

4. Komponen PP dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor itu.


(46)

5. Komponen PPW dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi pada wilayah lainnya.

6. Jika persentase PP dan PPW dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya Shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah.

3. Kelemahan-kelemahan Analisis Shift Share

Kemampuan teknik analisa Shift Share untuk memberikan dua indikator positif yang berarti bahwa suatu wilayah mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional, dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor itu, tidaklah lepas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan analisis Shift Share menurut Soepono (1993) adalah:

1. Metode Shift Share tidak untuk menjelaskan mengapa, misalnya pengaruh keunggulan kompetitif adalah positif dibeberapa wilayah, tetapi negatif di daerah-daerah lain. Metode Shift Share juga merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik. 2. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa laju

pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah.

3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) memiliki keterkaitan dengan hal-hal yang sama seperti perubahan penawaran dan permintaan, perubahan teknologi dan perubahan lokasi, sehingga tidak dapat berkembang dengan baik.


(47)

4. Teknik analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu wilayah bersifat lokal, maka barang itu tidak dapat bersaing dengan wilayah-wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak mempengaruhi permintaan agregat.

5. Analisis Shift Share tidak mampu menganalisis keterkaitan kedepan dan kebelakang antar sektor yang disebabkan oleh adanya pergeseran pertumbuhan seperti yang dilakukan pada analisis Input Output.

2.3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual

Pencapaian tujuan investasi dalam pembangunan nasional adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki kesejahteraan serta taraf hidup masyarakatnya. Realisasi investasi haruslah benar-benar sesuai dengan karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Pada kasus Pulau Jawa karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh provinsi-provinsi di pulau ini dapat dijadikan kekuatan utama dalam pelaksanaan pembangunan. Potensi yang ada diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi dalam penanaman modal baik asing maupun dalam negeri sebagai upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa, umumnya untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebagai satu pulau yang memiliki tingkat investasi cukup tinggi, pertumbuhan investasi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan investasi di setiap provinsi-provinsi yang ada.


(48)

Analisis shift share dapat menganalisis pertumbuhan investasi enam provinsi di Pulau Jawa secara umum dan pertumbuhan sektor-sektor investasi enam provinsi di Pulau Jawa yang dianalisis di dua titik tahun yaitu tahun 2001 dan 2005. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui provinsi yang memiliki pertumbuhan yang cepat serta provinsi yang memiliki pertumbuhan yang lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan nasional, menganalisis pertumbuhan investasi pada sektor-sektor perekonomian di enam provinsi di Pulau Jawa, dapat juga dianalisis daya saing antar provinsi yaitu provinsi mana yang mampu bersaing, serta provinsi yang tidak mampu bersaing.

Hasil analisis mengenai tingkat pertumbuhan investasi enam provinsi di Pulau Jawa yang ada, dapat menjadi suatu pemikiran dan masukan bagi para pengambil keputusan, khususnya pemerintah daerah provinsi-provinsi di Pulau Jawa, dalam mengambil dan menentukan arah kebijakan pembangunan investasi Indonesia pada umumnya dan di setiap provinsi di Pulau Jawa pada khususnya. Secara sistematis kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada Gambar 2.4 berikut ini :


(49)

Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual Pertumbuhan investasi

Mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan wilayah

Analisis shift share

Pertumbuhan investasi enam provinsi di Pulau Jawa

Pertumbuhan investasi enam provinsi di Pulau Jawa dibandingkan

nasional

Daya saing antar provinsi di Pulau

Jawa

Rekomendasi

Pertumbuhan investasi

sektor-sektor ekonomi


(50)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Daerah atau wilayah yang menjadi sasaran penelitian pertumbuhan investasi ini adalah enam provinsi di Pulau Jawa yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Banten. Adapun alasan dipilihnya Pulau Jawa sebagai tempat atau lokasi penelitian, karena pertumbuhan investasi baik PMA ataupun PMDN di Pulau Jawa mempunyai nilai investasi paling tinggi dibandingkan dengan pulau–pulau yang lain di Indonesia. Pada kenyataannya terdapat ketidakseimbangan investasi antar provinsi di Pulau Jawa, dimana sebagian besar investor lebih banyak menanamkan modalnya di Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut berupa data investasi Indonesia dan data investasi enam provinsi di Pulau Jawa seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Banten, yang disajikan persektor oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanama Modal) dan data pendukung lainnya yang diperoleh dari BPS dan perpustakaan IPB.

3.3. Metode Analisis Shift Share

Alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan sektor investasi pada suatu wilayah tertentu adalah metode analisis shift share


(51)

dengan menggunakan software Microsoft Excel. Berdasarkan analisis shift share, dapat diketahui perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya dan menunjukkan perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lain.

3.3.1. Analisis Investasi Enam Provinsi di Pulau Jawa dan Investasi Nasional.

Analisis investasi enam provinsi di Pulau Jawa dan investasi nasional digunakan untuk mengetahui pertumbuhan investasi nasional dan Investasi enam provinsi di Pulau Jawa baik PMA maupun PMDN dan perubahan investasi di enam provinsi baik PMA maupun PMDN sektor i pada wilayah j. Pada analisis shift share, apabila dalam suatu negara terdapat m daerah/wilayah/provinsi (j=1,2,3...,m) dan n sektor ekonomi (i=1,2,3,...,n) maka investasi nasional baik PMDN maupun PMA (nasional) dari sektor i pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Investasi nasional dari sektor i pada tahun dasar analisis m

Ii. =

Σ

Iij (3.1) j=1

dimana : Ii. = investasi nasional dari sektor i pada tahun 2001,

Iij = investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i pada tahun 2001.


(52)

b. Investasi nasional dari sektor i pada tahun akhir analisis m

I’i. =

Σ

I’i j (3.2)

j=1

dimana : I’i. = investasi nasional dari sektor i pada tahun 2005,

I’ij = investasi enam Provinsi di Pulau Jawa dari sektor i pada tahun 2005.

Sedangkan investasi nasional pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis dirumuskan sebagai berikut :

a.Investasi nasional pada tahun dasar analisis n m

Ii.. =

Σ

Σ

Iij (3.3) i=1 j=1

dimana : Ii.. = investasi nasional dari sektor i pada tahun 2001,

Iij = investasi enam Provinsi di Pulau Jawa dari sektor i pada tahun 2001.

b.Investasi provinsi pada tahun akhir analisis n m

I’i.. =

Σ

Σ

I’ij (3.4) i=1 j=1

dimana : I’i.. = investasi nasional dari sektor i pada tahun 2005,

I’ij = investasi enam Provinsi di Pulau Jawa dari sektor i pada tahun 2005.


(53)

Perubahan investasi enam provinsi di pulau jawa sektor i pada wilayah j dapat dirumuskan sebagai berikut :

Iij = I’ij – Iij

(3.5)

dimana :

Iij = perubahan investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i, Iij = investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i di tahun

2001,

I’ij = investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i di tahun 2005.

Sedangkan rumus persentase perubahan investasi enam provinsi di pulau jawa adalah sebagai berikut :

I’ij - Iij

%

Iij = X 100% (3.6) Iij

3.3.2. Analisis Rasio Investasi Enam Provinsi di Pulau Jawa dan Investasi Nasional (nilai ri, Ri dan Ra)

Rasio investasi enam provinsi di Pulau Jawa dan investasi nasional digunakan untuk melihat perbandingan investasi enam provinsi di Pulau Jawa dengan investasi nasional sektor ekonomi di suatu wilayah tertentu. Rasio ini terbagi atas ri, Ri dan Ra.

a. ri

ri menunjukkan selisih antara investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis dengan investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis


(54)

dibagi investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. Nilai ri dapat dirumuskan sebagai berikut:

Iij Iij ij I

ri = ' −

(3.7)

Dimana : I’ij = investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i di tahun

2005,

Iij = investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i di tahun

2001. b. Ri

Ri menunjukkan selisih antara investasi nasional dari sektor i pada tahun akhir analisis dengan investasi nasional dari sektor i pada tahun dasar analisis dibagi investasi nasional dari sektor i pada tahun dasar analisis. Adapun nilai rumus Ri adalah sebagai berikut:

. . . ' Ii Ii i I

Ri = − (3.8)

dimana : I’i. = investasi nasional dari sektor i pada tahun 2005, Ii. = investasi nasional dari sektor i pada tahun 2001.

c. Ra

Ra menunjukkan selisih antar investasi nasional pada tahun akhir analisis dengan investasi nasional pada tahun dasar analisis dibagi dengan investasi nasional pada tahun dasar analisis. Nilai Ra dirumuskan sebagai berikut:

.. .. '.. I I I

Ra = − (3.9)

dimana : I’.. = investasi nasional pada tahun 2005, I.. = investasi nasional pada tahun 2001.


(55)

d. rw

rw menunjukkan selisih antara investasi provinsi pada tahun akhir analisis dengan investasi provinsi pada tahun dasar analisis di bagi dengan investasi provinsi pada tahun dasar analisis. Nilai Rw dirumuskan sebagai berikut:

j I

j I j I rw

* * '* −

= (3.10)

dimana : I’*j = Investasi provinsi ke j di Pulau Jawa pada tahun 2005, I*j = Investasi provinsi ke j di Pulau Jawa pada tahun 2001.

3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah

Analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan Investasi enam provinsi di pulau jawa baik PMA maupun PMDN antar tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis, yang terbagi atas tiga komponen pertumbuhan, yaitu : komponen pertumbuhan nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut, apabila dijumlahkan akan didapatkan perubahan nilai investasi di sektor i pada wilayah j. a. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN)

PN merupakan perubahan investasi enam provinsi di Pulau Jawa baik PMA maupun PMDN suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan investasi enam provinsi di Pulau Jawa secara menyeluruh, perubahan kebijakan ekonomi nasional / perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Adapun komponen investasi dirumuskan sebagai berikut:


(56)

PNij = ( Ra)

Iij

(3.11)

dimana : PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i untuk wilayah j Iij = investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i pada

tahun 2001,

Ra = persentase perubahan investasi enam provinsi di Pulau Jawa yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan nasional.

b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP).

PP tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (misalnya : kebijakan perpajakan dan subsidi) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Adapun PP dapat dirumuskan sebagai berikut:

PPij = (Ri-Ra) . Iij (3.12) dimana : PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk

wilayah j,

Iij = Investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i pada tahun 2001,

(Ri-Ra) = persentase perubahan investasi enam provinsi di Pulau Jawa yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional.

Apabila:

PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya lambat. PPij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya cepat.


(57)

c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

PPW timbul karena peningkatan / penurunan investasi di enam provinsi di Pulau Jawa baik PMDN atau PMA dalam suatu sektor / wilayah lainnya. Menurut Budiharsono (2001) cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komperatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. Rumus PPW adalah sebagai berikut :

PPWij = (ri – Ri). Iij (3.13) dimana :PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk

wilayah j,

Iij = investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i pada tahun 2001,

(ri-Ri) = persentase perubahan investasi enam provinsi di Pulau Jawa yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa wilayah.

Apabila :

PPWij > 0, berarti sektor i/wilayah j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor i /wilayah j lainnya untuk sektor i.

PPWij < 0, berarti sektor i pada wilayah jtidak dapat bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Adapun perubahan investasi provinsi di Pulau Jawa sektor i pada wilayah ke-j dirumuskan sebagai berikut:


(58)

Δ Iij = PNij + PPij + PPWij (3.14) Sedangkan,

Δ Iij = I’ij – Iij (3.15)

Rumus ketiga komponen pertumbuhan wilayah adalah:

PNij = Iij (Ra) (3.16)

PPij = Iij (Ri-Ra) (3.17)

PPWij = Iij (ri – Ri) (3.18)

Apabila persamaan (3.14), (3.15), (3.16), dan (3.17), disubstitusikan ke persamaan (3.14), maka didapatkan :

Δ Iij = PNij + PPij + PPWij (3.19) I’ij – Iij = Iij (Ra) + Iij (Ri-Ra) + Iij (ri – Ri) (3.20) dimana : Δ Iij = perubahan investasi sektor i pada wilayah j

Iij = investasi enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i pada tahun 2001,

I’ij = investasi enam propinsi di pulau jawa dari sektor i pada tahun 2005,

(Ra) = persentase perubahan investasi enam provinsi di Pulau Jawa yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan nasional

(Ri-Ra) = persentase perubahan investasi enam provinsi di Pulau Jawa yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional


(59)

(ri-Ri) = persentase perubahan investasi enam provinsi di Pulau Jawa yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa wilayah.

3.3.4. Analisis Pergeseran Bersih

Apabila komponen pertumbuhan proporsional dan pangsa wilayah dijumlahkan, maka akan diperoleh pergeseran bersih yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan pertumbuhan suatu sektor perekonomian. Pergeseran bersih sektor i pada wilayah j dapat dirumuskan sebagai berikut:

PBij = PPij + PPWij (3.21) dimana : PBij = pergeseran bersih sektor i pada wilayah j

PPij = komponen pertumbuhan proporsional enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i

PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah enam provinsi di Pulau Jawa dari sektor i.

Apabila :

PBij > 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju)

PBij < 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk lamban

Pada Gambar 3.1, dapat dilihat garis yang memotong kuadran II dan kuadran IV melalui sumbu yang membentuk sudut 45º. Garis tersebut merupakan nilai PB.j = 0. Bagian atas garis tersebut menunjukkan PB.j > 0 yang mengindikasikan bahwa wilayah-wilayah / sektor-sektor tersebut pertumbuhannya


(60)

progresif (maju). Sebaliknya di bawah garis 45 º berarti PB.j < 0, menunjukkan wilayah-wilayah / sektor-sektor yang lamban.

Untuk memudahkan pengolahan data investasi enam provinsi di Pulau Jawa, maka dalam analisisnya dibantu dengan menggunakan perangkat lunak komputer, yakni program Microsoft Excell. Kemudian hasil-hasil analisis dengan model analisis Shift Share tersebut digunakan sebagai dasar untuk merumuskan secara deskripsi pertumbuhan investasi di enam provinsi di pulau jawa periode tahun 1997-2005.

3.3.5. Analisis Profil Pertumbuhan Investasi

Profil pertumbuhan sektor perekonomian digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan investasi pada sektor perekonomian di wilayah yang bersangkutan pada kurun waktu yang telah ditentukan, dengan cara mengekspresikan persen perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PPij) dan pertumbuhan pangsa

wilayah (PPWij). Pada sumbu horizontal, terdapat PP sebagai absis, sedangkan

pada sumbu vertikal terdapat PPW sebagai ordinat.

Kuadran IV Kuadran I

PP

45 o

Kuadran III Kuadran II

PPW

Gambar 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian


(61)

Berdasarkan Gambar 3.1 maka sistematika pengklasifikasian analisis Shift Share dibagi atas:

1. Kuadran I menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang cepat, demikian juga daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut, baik apabila dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor/wilayah yang bersangkutan merupakan wilayah progresif (maju).

2. Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah yang bersangkutan pertumbuhannya cepat, tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor terssebut dibandingkan dengan wilayah lainnya tidak baik. 3. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah

tersebut pertumbuhannya lamban dan daya saingnya kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah yang paling lamban pertumbuhannya.

4. Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor-ssektor ekonomi pada wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat, tetapi daya saing sektor-sektor pada wilayah tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.

5. Garis 450 yang memotong pada kuadran II dan kuadran IV merupakan garis pemisah yang membatasi wilayah bagian atas dan wilayah bagian bawah. Garis miring tersebut nantinya akan menunjukkan wilayah yang berada di bagian atas garis tersebut merupakan wilayah yang progresif (maju),


(62)

sedangkan wilayah di bagian bawah garis tersebut merupakan daerah yang lambat tingkat pertumbuhannya.

3.4. Definisi Operasional Data

Operasional data merupakan variabel-variabel pendukung yang digunakan dalam analisis. Varibel-variabel operasional data tersebut akan didefinisikan sebagai berikut.

1. PMA dan PMDN

PMA atau Penanaman Modal Asing merupakan upaya untuk meningkatkan jumlah modal yang berguna dalam pembangunan ekonomi, sumber modal tersebut berasal dari luar negeri (salvatore, 1997). Sedangkan PMDN adalah bentuk upaya penambahan modal untuk pembangunan melalui investor dalam negeri, modal dalam negeri ini bisa didapat dari pihak swasta maupun pemerintah.

Dalam data PMA dan PMDN, terdapat dua data operasional yaitu data persetujuan investasi dan data realisasi investasi, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data realisasi investasi. Alasan pemakaian data tersebut, karena data realisasi merupakan data akhir dari tahapan birokrasi investasi, didalam data ini perusahaan, individu atau negara yang menanamkan modal, merealisasikan modalnya dalam bentuk perusahaan, dan organisasi tersebut telah menjalani fungsi produksi serta memiliki tenaga kerja. Sedangkan definisi data persetujuan adalah penanam modal atau investor yang tertarik dengan sektor ekonomi wilayah tersebut atau sektor yang ditawarkan pemerintah, tetapi belum


(63)

merealisasikan atau menjalankan fungsi produksi, alasannya jika faktor-faktor yang mempengaruhi investasi, seperti tingkat keuntungan investasi, tingkat bunga, ramalan mngenai keadaan ekonomi di masa depan, kemajuan teknologi, tingkat pendapatan nasional, keuntungan yang diperoleh perusahaan dan tingkat inflasi, akan berakibat buruk terhadap penanam modal atau investor, maka investor akan membatalkan semua perjanjian investasi.

2. Tahun dasar dan tahun akhir analisis

Tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis yang digunakan, dianggap sebagai patokan dan dasar untuk menganalisis serta melakukan pengolahan data. Tahun dasar analisis merupakan patokan yang digunakan sebagai titik awal dalam menganalisis data untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, dalam penelitian ini tahun awal analisis yang digunakan adalah tahun 2001. Tahun akhir analisis digunakan sebagai titik akhir tahun data yang akan dianalisis, dalam penelitian ini tahun dasar analisis dilakukan pada tahun 2005 (Budiharsono, 2001).

3. Sektor indikator kegiatan ekonomi

Pertumbuhan investasi wilayah dapat dipacu melalui pertumbuhan pada sektor-sektor ekonomi yang diinvestasikan di wilayah tersebut. Adapun sektor ekonomi yang diinvestasikan terdiri dari sembilan sektor diantaranya: 1) sektor pertanian, kehutanan, peternakan dan perikanan. 2) sektor pertambangan. 3) sektor perindustrian. 4) sektor listrik, gas dan air. 5) sektor konstruksi. 6) sektor perdagangan, hotel dan restoran. 7) sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi. 8) sektor real estate, kawasan industri dan perkantoran. 9) sektor jasa.


(64)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Letak Geografis Pulau Jawa

Pulau Jawa adalah salah satu pulau di Indonesia yang memiliki kepadatan penduduk terbesar, pulau ini juga merupakan pulau ketigabelas terbesar di dunia. Luas Pulau Jawa adalah 129.306,48 km2 dengan penduduk sekitar 130 juta (kepadatan 1.895,9 jiwa per km2). Pulau Jawa dibagi menjadi enam provinsi yaitu: Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sebelum melakukan analisis mengenai pertumbuhan investasi enam provinsi di Pulau Jawa, dalam penelitian ini akan diuraikan mengenai karakteristik, potensi wilayah, kelengkapan infrastruktur, keberadaan sumber daya manusia dan lain-lain. Faktor-faktor yang telah disebutkan tadi akan dibandingkan dengan pertumbuhan investasi di masing-masing wilayah Pulau Jawa, agar dapat terjawab fenomena yang menyebutkan bahwa semakin lengkap infrastruktur, sumber daya alam, sumber daya manusia akan meningkatkan pertumbuhan investasi.

4.2. Potensi Wilayah Enam Provinsi di Pulau Jawa

Potensi wilayah dapat dilihat dari seberapa banyak produksi sumber daya alam yang dimiliki tiap wilayah, keunggulan sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing wilayah merupakan daya tarik bagi para investor asing maupun dalam negeri untuk menanamkan modalnya di salah satu sektor tersebut. Sebagian besar sumber daya alam yang dimiliki enam provinsi Pulau Jawa meliputi


(1)

Lampiran 13. Realisasi Investasi PMA Tahun 2001-2005 Provinsi DI Yogyakarta (dalam ribu US$)

no Sektor

2001 2005

Perubahan

investasi (US$.000)

Persen

1

Pertanian, kehutanan, peternakan dan

perikanan (Rf)

200,60

0,00

-200,60

-100,00

2 Pertambangan

(Rm)

-

-

-

-3 Perindustrian

(Ri)

1.386,00

510,00

-876,00

-63,20

4 Listrik, gas dan air (Re)

-

-

-5 Konstruksi

(Rc)

-

-

-6 Perdagangan, hotel dan restoran (Rt)

400,00

6.250,00

5.850,00

1.462,50

7

Pengangkutan, gudang & komunikasi

(Rtr) -

-

-8

Real estate, kawasan industri &

perkantoran (Rr)

-

-

-9 Jasa

(Rs)

0,00

100,00

100,00

0,00

TOTAL 1.986,60

6.860,00

4.873,40

245,31


(2)

Lampiran 14. Realisasi Investasi PMA Tahun 2001&2005 Provinsi Banten (dalam ribu US$)

no Sektor

2001 2005

Perubahan

investasi (US$.000)

Persen

1

Pertanian, kehutanan, peternakan dan

perikanan (Rf)

-

-

-2 Pertambangan

(Rm)

-

-

-

-3 Perindustrian

(Ri)

51,80

1.050,00

998,20

1.927,03

4 Listrik, gas dan air (Re)

-

-

-

-5 Konstruksi

(Rc)

-

-

-

-6 Perdagangan, hotel dan restoran (Rt)

200,00

0,00

-200,00

-100,00

7

Pengangkutan, gudang & komunikasi

(Rtr) -

-

-

-8

Real estate, kawasan industri &

perkantoran (Rr)

-

-

-

-9 Jasa

(Rs)

-

-

-

TOTAL

251,80

1.050,00

798,20

317,00


(3)

Lampiran 15 . Nilai R

a

dan R

i

PMDN Nasional pada Kurun Waktu 2001 dan 2005

Nilai R

a

dan R

i

DKI

Jakarta

Jawa

Barat

Jawa

Timur

Jawa

Tengah

DI

Yogyakarta

Banten

nilai R

a

0,34

0,34

0,34

0,34

0,34

0,34

R

pertanian

0,06

0,06

0,06

0,06

0,06

0,06

R

pertambangan

1,19

1,19

1,19

1,19

1,19

1,19

R

perindustrian

0,37

0,37

0,37

0,37

0,37

0,37

R

listrik, gas dan air

0,07

0,07

0,07

0,07

0,07

0,07

R

konstruksi

0,57

0,57

0,57

0,57

0,57

0,57

R

perdagangan, hotel

dan restoran

-0,31

-0,31

-0,31

-0,31

-0,31

-0,31

R

pengangkutan, gudang

&komunikasi

0,42

0,42

0,42

0,42

0,42

0,42

R

real estate, kawasan

industri &perkantoran

-0,11

-0,11

-0,11

-0,11 -0,11 -0,11

R

jasa

0,87

0,87

0,87

0,87

0,87

0,87


(4)

Lampiran 16. Nilai R

a

dan R

i

PMA Nasional pada Kurun Waktu 2001 dan 2005

nilai Ra dan Ri

Dki Jakarta

Jawa Barat

Jawa Timur

Jawa Tengah

DI

Yogyakarta Banten

nilai Ra 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64

R pertanian 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 R pertambangan 0,84 0,84 0,84 0,84 0,84 0,84 R perindustrian 0,86 0,86 0,86 0,86 0,86 0,86 R listrik, gas dan air -0,10 -0,10 -0,10 -0,10 -0,10 -0,10 R konstruksi 7,64 7,64 7,64 7,64 7,64 7,64 R perdagangan, hotel dan

restoran 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 R pengangkutan, gudang &

komunikasi 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 R real estate, kawasan industri &

perkantoran 277,77 277,77 277,77 277,70 277,70 277,77 R jasa 2,86 2,86 2,86 2,86 2,86 2,86

Sumber : BKPM Pusat (diolah), 2005


(5)

Lampiran 17. Nilai Realisasi PMA dan PMDN Persektor Pulau Jawa Tahun 2001-2005

Nilai Realisasi PMA Persektor Pulau Jawa Tahun 2001-2005 (dalam ribu US$)

Sektor 2001 2005 perubahan PMA Persen

Sektor pertanian 4.000,60 11.802,50 7.801,90 195,02

Sektor pertambangan 7.917,30 4.581,00 -3.336,30 -42,14

Sektor perindustrian 110.332,80 1.963.476,50 853.143,70 773,25

Sektor listrik, air dan gas 76.700,00 - -76.700,00 -100,00

Sektor konstruksi 104.447,90 730.311,40 625.863,50 599,21

Sektor perdagangan, hotel dan restoran 366.310,40 371.311,40 5.283,80 1,44

Sektor pengangkutan 100.803,90 2.104.468,30 2.003.664,40 1.987,69

Sektor real estate 219,90 204.805,00 204.585,10 93.035,52

Sektor jasa 63.345,20 264.921,70 201.576,50 318,22

Sumber : BKPM Pusat, 2001-2005 (diolah)

Nilai Realisasi PMDN persektor Pulau Jawa Tahun 2001-2005 (dalam juta rupiah)

Sektor 2001 2005 Perubahan PMDN Persen

Sektor pertanian 920.907,30 1.347.152,90 426.245,60 46,29

Sektor pertambangan 7.610,00 - -7.610,00 -100,00

Sektor perindustrian 3.568.008,00 7.259.226,40 3.691.218,40 103,45

Sektor listrik, air dan gas - - - -

Sektor konstruksi 96.649,20 275.539,80 178.890,60 185,09

Sektor perdagangan, hotel dan restoran 103.571,10 81.967,50 -21.603,60 -20,86

Sektor pengangkutan 157.293,30 167.975,70 10.682,40 6,79

Sektor real estate - - - -

Sektor jasa 32.456,20 71.830,20 39.374,00 121,31


(6)