Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005

(1)

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI DKI

JAKARTA PERIODE 1995-2005

OLEH

RIKA DEWI KUMALASARI H14102057

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

RINGKASAN

RIKA DEWI KUMALASARI. Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005 (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Penanaman modal atau investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional khususnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Penanaman modal baik yang berasal dari dalam negeri (PMDN) maupun dari luar negeri (PMA) sangat diperlukan untuk mengembangkan sektor perekonomian di suatu wilayah (BKPM, 2004).

Otonomi daerah yang mulai diberlakukan pada Januari 2001 telah mengubah struktur pemerintahan yang semula sentralistik menjadi desentralistik di semua bidang termasuk keuangan yang berubah menjadi sistem desentralisasi fiskal. Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang juga telah direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bahwa dengan pemberlakuan undang-undang tersebut pemerintah pusat memberikan wewenang penuh kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan di daerahnya masing-masing dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di dalamnya kewenangan dalam bidang penanaman modal.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan investasi pada sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah. Menganalisis pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta dibandingkan dengan investasi Nasional pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Shift Share, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis perubahan investasi pada dua titik waktu di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan data sebelum otonomi daerah dan data pada masa otonomi daerah. Jenis data yang digunakan dalam analisis ini adalah data investasi berupa nilai persetujuan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional. Tahun sebelum otonomi daerah adalah antara tahun 1995-2000 dengan tahun dasar analisis tahun 1995 dan tahun akhir analisis tahun 2000. Data yang digunakan pada masa otonomi daerah adalah data tahun 2001-2005 dengan tahun dasar analisis tahun 2001 dan tahun akhir analisis tahun 2005.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masa sebelum otonomi daerah terjadi penurunan laju pertumbuhan persetujuan PMA di Provinsi DKI Jakarta sebesar US $ 144 juta atau 3,75 persen per tahun. Pada masa otonomi daerah laju pertumbuhan persetujuan PMA di Provinsi DKI Jakarta mengalami kenaikan rata-rata sebesar US $ 801 juta atau 66,37 persen. Laju pertumbuhan persetujuan PMDN di Provinsi DKI Jakarta sebelum otonomi daerah mengalami penurunan sebesar Rp. 1,3 trilyun atau 12,90 persen per tahunnya, sedangkan pada masa


(3)

otonomi daerah laju pertumbuhan persetujuan PMDN di Provinsi DKI Jakarta tetap mengalami penurunan, yaitu rata-rata sebesar Rp. 766 milyar atau 9,69 persen. Tetapi, penurunan persetujuan PMDN pada masa otonomi daerah lebih kecil dibandingkan dengan pada masa sebelum otonomi daerah. Pada masa otonomi daerah sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi merupakan sektor yang mengalami kenaikan pertumbuhan PMA yang terbesar, yaitu sebesar US $ 572 juta, sedangkan sektor jasa lainnya merupakan sektor yang mengalami penurunan PMA yang terbesar, yaitu sebesar US $ 59 juta. Sektor hotel dan restoran merupakan sektor yang memiliki kenaikan pertumbuhan PMDN yang terbesar, yaitu sebesar Rp. 105 milyar, sedangkan sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran merupakan sektor yang mengalami penurunan PMDN yang terbesar, yaitu sebesar Rp. 597 milyar.

Laju pertumbuhan PMA Nasional sebelum otonomi mengalami penurunan rata-rata sebesar US $ 4,7 milyar atau 11,92persen. Pada masa otonomi daerah laju pertumbuhan PMA Nasional juga mengalami penurunan sebesar US $ 325 juta atau 2,14 persen per tahun. Laju pertumbuhan PMDN Nasional pada masa sebelum otonomi daerah mengalami kenaikan sebesar Rp. 5,4 trilyun atau 7,95 persen per tahun, sedangkan pada masa otonomi daerah laju pertumbuhan PMDN Nasional mengalami penurunan sebesar Rp. 1,6 trilyun atau 2,82 persen per tahun.

Akibat kenaikan pertumbuhan PMA dan penurunan pertumbuhan PMDN di Provinsi DKI Jakarta pada masa otonomi daerah, maka disarankan kepada pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memberikan keringanan pajak pada sektor-sektor yang memiliki laju pertumbuhan investasi yang lambat agar lebih diminati oleh investor. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan investasi yang maju juga perlu terus dikembangkan dengan cara memperbaiki infrastruktur serta menciptakan kondisi keamanan dan ketertiban yang lebih kondusif di Provinsi DKI Jakarta.


(4)

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI DKI

JAKARTA PERIODE 1995-2005

Oleh

RIKA DEWI KUMALASARI H14102057

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Rika Dewi Kumalasari

Nomor Registrasi Pokok : H14102057

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Alla Asmara, S.Pt, M.Si NIP. 132 159 707

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, November 2006

Rika Dewi Kumalasari H14102057


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rika Dewi Kumalasari lahir pada tanggal 22 Juli 1984 di Bogor. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan H. Suroto dan Hj. Djuminten. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada tahun 1996 di SDN Empang II, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri IV Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU PLUS Yayasan Persaudaraan Haji Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005”. Judul ini dipilih karena rasa ketertarikan penulis terhadap peran investasi dalam pembangunan di suatu wilayah, khususnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Adapun dalam proses penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Dalam hal ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis dan saudara-saudara penulis yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dorongan dan do’a yang tak henti-hentinya kepada penulis.

2. Bapak Alla Asmara, S.Pt, M.Si yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak M. P. Hutagaol, Ph.D selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Wiwiek Rindayanti, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah

memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini. 5. Staf Badan Koordinasi Penanaman Modal, staf Badan Pusat Statistik serta para staf Perpustakaan LSI IPB yang telah membantu penulis dalam pengambilan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. 6. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi serta staf

akademik FEM IPB yang telah membantu penulis selama menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB.


(9)

7. Teman-teman penulis di Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 39 serta sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, November 2006

Rika Dewi Kumalasari H14102057


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 10

2.1. Tinjauan Teori... 10

2.1.1. Investasi ... 10

2.1.1.1. Penanaman Modal Asing (PMA) ... 12

2.1.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ... 13

2.1.2. Pengertian dan Konsep Otonomi Daerah... 14

2.1.3 Implementasi Pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah Terhadap Investasi... 17

2.2. Penelitian Terdahulu ... 19

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

2.3.1. Analisis Shift Share... 21

2.3.2. Kelebihan Analisis Shift Share... 23

2.3.3. Kelemahan Analisis Shift Share... 24

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 26

III. METODE PENELITIAN... 29

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 29

3.3. Metode Analisis ... 30

3.3.1. Analisis Investasi Provinsi DKI Jakarta dan Investasi Nasional ... 30


(11)

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI DKI

JAKARTA PERIODE 1995-2005

OLEH

RIKA DEWI KUMALASARI H14102057

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(12)

RINGKASAN

RIKA DEWI KUMALASARI. Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005 (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Penanaman modal atau investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional khususnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Penanaman modal baik yang berasal dari dalam negeri (PMDN) maupun dari luar negeri (PMA) sangat diperlukan untuk mengembangkan sektor perekonomian di suatu wilayah (BKPM, 2004).

Otonomi daerah yang mulai diberlakukan pada Januari 2001 telah mengubah struktur pemerintahan yang semula sentralistik menjadi desentralistik di semua bidang termasuk keuangan yang berubah menjadi sistem desentralisasi fiskal. Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang juga telah direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bahwa dengan pemberlakuan undang-undang tersebut pemerintah pusat memberikan wewenang penuh kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan di daerahnya masing-masing dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di dalamnya kewenangan dalam bidang penanaman modal.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan investasi pada sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah. Menganalisis pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta dibandingkan dengan investasi Nasional pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Shift Share, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis perubahan investasi pada dua titik waktu di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan data sebelum otonomi daerah dan data pada masa otonomi daerah. Jenis data yang digunakan dalam analisis ini adalah data investasi berupa nilai persetujuan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional. Tahun sebelum otonomi daerah adalah antara tahun 1995-2000 dengan tahun dasar analisis tahun 1995 dan tahun akhir analisis tahun 2000. Data yang digunakan pada masa otonomi daerah adalah data tahun 2001-2005 dengan tahun dasar analisis tahun 2001 dan tahun akhir analisis tahun 2005.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masa sebelum otonomi daerah terjadi penurunan laju pertumbuhan persetujuan PMA di Provinsi DKI Jakarta sebesar US $ 144 juta atau 3,75 persen per tahun. Pada masa otonomi daerah laju pertumbuhan persetujuan PMA di Provinsi DKI Jakarta mengalami kenaikan rata-rata sebesar US $ 801 juta atau 66,37 persen. Laju pertumbuhan persetujuan PMDN di Provinsi DKI Jakarta sebelum otonomi daerah mengalami penurunan sebesar Rp. 1,3 trilyun atau 12,90 persen per tahunnya, sedangkan pada masa


(13)

otonomi daerah laju pertumbuhan persetujuan PMDN di Provinsi DKI Jakarta tetap mengalami penurunan, yaitu rata-rata sebesar Rp. 766 milyar atau 9,69 persen. Tetapi, penurunan persetujuan PMDN pada masa otonomi daerah lebih kecil dibandingkan dengan pada masa sebelum otonomi daerah. Pada masa otonomi daerah sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi merupakan sektor yang mengalami kenaikan pertumbuhan PMA yang terbesar, yaitu sebesar US $ 572 juta, sedangkan sektor jasa lainnya merupakan sektor yang mengalami penurunan PMA yang terbesar, yaitu sebesar US $ 59 juta. Sektor hotel dan restoran merupakan sektor yang memiliki kenaikan pertumbuhan PMDN yang terbesar, yaitu sebesar Rp. 105 milyar, sedangkan sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran merupakan sektor yang mengalami penurunan PMDN yang terbesar, yaitu sebesar Rp. 597 milyar.

Laju pertumbuhan PMA Nasional sebelum otonomi mengalami penurunan rata-rata sebesar US $ 4,7 milyar atau 11,92persen. Pada masa otonomi daerah laju pertumbuhan PMA Nasional juga mengalami penurunan sebesar US $ 325 juta atau 2,14 persen per tahun. Laju pertumbuhan PMDN Nasional pada masa sebelum otonomi daerah mengalami kenaikan sebesar Rp. 5,4 trilyun atau 7,95 persen per tahun, sedangkan pada masa otonomi daerah laju pertumbuhan PMDN Nasional mengalami penurunan sebesar Rp. 1,6 trilyun atau 2,82 persen per tahun.

Akibat kenaikan pertumbuhan PMA dan penurunan pertumbuhan PMDN di Provinsi DKI Jakarta pada masa otonomi daerah, maka disarankan kepada pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memberikan keringanan pajak pada sektor-sektor yang memiliki laju pertumbuhan investasi yang lambat agar lebih diminati oleh investor. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan investasi yang maju juga perlu terus dikembangkan dengan cara memperbaiki infrastruktur serta menciptakan kondisi keamanan dan ketertiban yang lebih kondusif di Provinsi DKI Jakarta.


(14)

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI DI PROVINSI DKI

JAKARTA PERIODE 1995-2005

Oleh

RIKA DEWI KUMALASARI H14102057

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Rika Dewi Kumalasari

Nomor Registrasi Pokok : H14102057

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Alla Asmara, S.Pt, M.Si NIP. 132 159 707

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, November 2006

Rika Dewi Kumalasari H14102057


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rika Dewi Kumalasari lahir pada tanggal 22 Juli 1984 di Bogor. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan H. Suroto dan Hj. Djuminten. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada tahun 1996 di SDN Empang II, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri IV Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU PLUS Yayasan Persaudaraan Haji Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Periode 1995-2005”. Judul ini dipilih karena rasa ketertarikan penulis terhadap peran investasi dalam pembangunan di suatu wilayah, khususnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Adapun dalam proses penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Dalam hal ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis dan saudara-saudara penulis yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dorongan dan do’a yang tak henti-hentinya kepada penulis.

2. Bapak Alla Asmara, S.Pt, M.Si yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak M. P. Hutagaol, Ph.D selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Wiwiek Rindayanti, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah

memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini. 5. Staf Badan Koordinasi Penanaman Modal, staf Badan Pusat Statistik serta para staf Perpustakaan LSI IPB yang telah membantu penulis dalam pengambilan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. 6. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi serta staf

akademik FEM IPB yang telah membantu penulis selama menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB.


(19)

7. Teman-teman penulis di Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 39 serta sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, November 2006

Rika Dewi Kumalasari H14102057


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 10

2.1. Tinjauan Teori... 10

2.1.1. Investasi ... 10

2.1.1.1. Penanaman Modal Asing (PMA) ... 12

2.1.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ... 13

2.1.2. Pengertian dan Konsep Otonomi Daerah... 14

2.1.3 Implementasi Pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah Terhadap Investasi... 17

2.2. Penelitian Terdahulu ... 19

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

2.3.1. Analisis Shift Share... 21

2.3.2. Kelebihan Analisis Shift Share... 23

2.3.3. Kelemahan Analisis Shift Share... 24

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 26

III. METODE PENELITIAN... 29

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 29

3.3. Metode Analisis ... 30

3.3.1. Analisis Investasi Provinsi DKI Jakarta dan Investasi Nasional ... 30


(21)

3.3.2. Analisis Rasio Investasi Provinsi DKI Jakarta dan

Investasi Nasional (Nilai Ra, Ri dan ri) ... 33

3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 34

3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Investasi ... 38

3.3.5. Analisis Pergeseran Bersih... 40

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA ... 42

4.1. Letak Geografis... 42

4.2. Keadaan Iklim ... 43

4.3. Kependudukan ... 43

4.4. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta Triwulan III Tahun 2005 ... 44

4.5. Perkembangan Persetujuan Investasi di Provinsi DKI Jakarta .. 46

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

5.1. Analisis Pertumbuhan Investasi Pada Sektor dan Sub Sektor Ekonomi di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah... 49

5.2. Analisis Rasio Investasi Provinsi DKI Jakarta dan Investasi Nasional Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah (Nilai Ra, Ri, dan ri )... 55

5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah ... 61

5.4. Analisis Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah... 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Persetujuan PMA dan PMDN Provinsi DKI Jakarta Tahun

1995-2005 ... 3 1.2. Perkembangan Persetujuan Rencana Penyerapan Tenaga Kerja PMA

dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2001-2005 ... 4 4.1. Pembagian Wilayah di Provinsi DKI Jakarta ... 42 4.2. Penyebaran Penduduk di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003 ... 44 4.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta Menurut

Lapangan Usaha Triwulan III Tahun 2005 (Persen)... 45 4.4. Persetujuan PMA di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-2005

(Ribu US $) ... 47 4.5 Persetujuan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-2005

(Juta Rupiah) ... 48 5.1. Perubahan Nilai Persetujuan PMA di Provinsi DKI Jakarta

Menurut Sektor Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah dan Pada

Masa Otonomi Daerah ... 51 5.2. Perubahan Nilai Persetujuan PMDN di Provinsi DKI Jakarta

Menurut Sektor Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah dan Pada

Masa Otonomi Daerah ... 54 5.3. Rasio Indikator Kegiatan PMA (Nilai Ra, Ri, dan ri) Sebelum

Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah ... 58 5.4. Rasio Indikator Kegiatan PMDN (Nilai Ra, Ri dan ri) Sebelum

Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah ... 60 5.5. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) PMA di Provinsi DKI Jakarta

Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah... 62 5.6. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) PMDN di Provinsi DKI

Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah... 64 5.7. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) PMA di Provinsi DKI

Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah ... 66 5.8. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) PMDN di Provinsi DKI

Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah ... 68 5.9. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) PMA di Provinsi

DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi

Daerah... 70 5.10. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) PMDN di Provinsi


(23)

DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi

Daerah... 72 5.11. Pergeseran Bersih (PB) PMA di Provinsi DKI

Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah ... 75 5.12. Pergeseran Bersih (PB) PMDN di Provinsi DKI


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 2.1. Hubungan Investasi dan Suku Bunga ... 11 2.2. Hubungan Investasi dan PDRB... 11 2.3. Model Analisis Shift Share... 23 2.4. Bagan Kerangka Pemikiran... 28 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian... 39 5.1. Profil Pertumbuhan PMA di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor

Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah (1995-2000) ... 80 5.2. Profil Pertumbuhan PMA di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor

Ekonomi Pada Masa Otonomi Daerah (2001-2005) ... 82 5.3. Profil Pertumbuhan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah (1995-2000) ... 84 5.4. Profil Pertumbuhan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Perubahan Nilai Persetujuan PMA Nasional Menurut Sektor

Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi

Daerah... 93 2. Perubahan Nilai Persetujuan PMDN Nasional Menurut Sektor

Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi

Daerah ... 94 3. Data Nilai Persetujuan PMA Provinsi DKI Jakarta Tahun

1995-2000 (Ribu US $)... 95 4. Data Nilai Persetujuan PMA Provinsi DKI Jakarta Tahun

2001-2005 (Ribu US $) ... 96 5. Data Nilai Persetujuan PMDN Provinsi DKI Jakarta Tahun

1995-2000 (Juta Rupiah) ... 97 6. Data Nilai Persetujuan PMDN Provinsi DKI Jakarta Tahun

2001-2005 (Juta Rupiah)... 98 7. Data Nilai Persetujuan PMA Nasional Tahun 1995-2000

(Ribu US $) ... 99 8. Data Nilai Persetujuan PMA Nasional Tahun 2001-2005

(Ribu US $) ... 100 9. Data Nilai Persetujuan PMDN Nasional Tahun 1995-2000

(Juta Rupiah) ... 101 10. Data Nilai Persetujuan PMDN Nasional Tahun 2001-2005


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penanaman modal atau investasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional khususnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan salah satu komponen dari pembentukan pendapatan nasional, sehingga pertumbuhan investasi akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan nasional (BKPM, 2004).

Pada perekonomian modern penanaman modal dari pihak swasta memiliki peranan yang sangat penting. Berdasarkan metode ICOR (Incremental Capital Output Ratio), Indonesia membutuhkan penanaman modal dalam jumlah yang besar agar bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang telah digariskan pemerintah. Atas dasar itu, pemerintah Indonesia senantiasa berupaya memberikan iklim yang kondusif bagi penanaman modal, baik dalam hal regulasi dan kebijakan investasi maupun dalam penyediaan sarana dan prasarana investasi (BKPM, 1997).

Otonomi daerah yang mulai diberlakukan pada Januari 2001, telah mengubah struktur pemerintahan yang semula sentralistik menjadi desentralistik di semua bidang termasuk keuangan yang berubah menjadi sistem desentralisasi fiskal. Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang juga telah direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bahwa dengan


(27)

pemberlakuan undang-undang tersebut pemerintah pusat memberikan wewenang penuh kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan di daerahnya masing-masing dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada masa otonomi daerah setiap daerah memiliki hak, kewenangan, dan kewajiban daerah yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut prakarsanya sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakatnya sendiri sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dengan berlakunya otonomi daerah, maka untuk melaksanakan pembangunan tentunya diperlukan kemandirian dan kemampuan dari pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan dana pembangunan yang diperlukan dengan menggali sumber-sumber ekonomi dan mengolah potensi yang ada di daerahnya sehingga pembangunan di daerah tersebut dapat terus terlaksana.

Selain dengan cara menggali sumber-sumber ekonomi daerah sebagai sumber pendanaan pembangunan, tentunya diperlukan penanaman modal baik yang berasal dari dalam negeri (PMDN) maupun dari luar negeri (PMA) untuk mengembangkan sektor perekonomian di suatu wilayah. Investasi merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam pembangunan ekonomi sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia memiliki daya tarik perekonomian yang kuat sehingga menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Provinsi DKI Jakarta. Ditambah lagi dengan perputaran roda ekonomi yang cepat, membuat para investor yakin bahwa tingkat pengembalian modal yang mereka tanamkan di Provinsi DKI Jakarta akan sangat


(28)

menguntungkan, walaupun resiko dari investasi tersebut juga cukup besar. Perkembangan persetujuan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, terutama pada masa sebelum otonomi daerah maupun pada masa otonomi daerah.

Tabel 1.1. Persetujuan PMA dan PMDN Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-2005

PMA PMDN Tahun

Proyek Nilai (Ribu US $) Proyek Nilai (Juta Rupiah)

1995 203 4.046.441 167 10.760.943 1996 333 4.399.299 190 14.177.787

1997 246 6.122.951 147 8.457.448

1998 329 1.721.367 58 3.991.251

1999 434 788.185 30 1.129.547

2000 774 3.323.997 93 3.822.562

2001 604 1.200.620 56 7.911.308

2002 603 3.456.015 54 3.784.071

2003 582 5.938.845 40 2.749.976

2004 564 1.733.498 38 3.710.793

2005 722 5.206.190 29 4.079.855

Sumber : BKPM, (1995-2005).

Keterangan : Proyek = Proyek Baru + Alih Status

Nilai = Proyek Baru + Perluasan + Alih Status

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa nilai persetujuan PMA di Provinsi DKI Jakarta mulai mengalami penurunan yang cukup besar pada tahun 1998, penurunan nilai PMA yang semula US $ 6,12 milyar pada tahun 1997 turun menjadi US $ 1,7 milyar pada tahun 1998. Begitupun pada tahun 1999, nilai PMA kembali turun menjadi hanya US $ 788 juta. Hal serupa juga terjadi pada nilai persetujuan PMDN di Provinsi DKI Jakarta yang mengalami penurunan pada tahun 1998, yang semula Rp. 8,4 trilyun pada tahun 1997 turun menjadi Rp. 3,9 trilyun pada tahun 1998. Penurunan tersebut terjadi karena pada tahun 1997-1998


(29)

Indonesia dilanda krisis ekonomi yang menyebabkan tingkat suku bunga meningkat drastis sehingga berdampak langsung pada penurunan nilai investasi.

Jumlah proyek dan nilai persetujuan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta mengalami kenaikan yang cukup tinggi pada tahun 2000 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan mulai pulihnya kepercayaan investor asing maupun investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya di Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 2000 nilai PMA di Provinsi DKI Jakarta naik dari US $ 788 juta pada tahun 1999 menjadi US $ 3,3 milyar. Nilai PMDN juga mengalami kenaikan dari Rp. 1,1 trilyun pada tahun 1999 menjadi Rp. 3,8 trilyun pada tahun 2000.

Perkembangan persetujuan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta ini juga akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja di Provinsi DKI Jakarta. Dengan adanya proyek PMA dan PMDN ini akan menambah jumlah lapangan pekerjaan di Provinsi DKI Jakarta dan akan mengurangi angka pengangguran di Provinsi DKI Jakarta.

Tabel 1.2. Perkembangan Persetujuan Rencana Penyerapan Tenaga Kerja PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2001-2005

PMA PMDN Tahun

Proyek Tenaga Kerja (Jiwa) Proyek Tenaga Kerja (Jiwa)

2001 604 40.842 56 7.382

2002 603 48.090 54 5.668

2003 582 52.148 40 9.881

2004 564 48.953 38 9.925

2005 722 46.409 29 7.854

Sumber : BKPM, (2001-2005).

Keterangan : Proyek = Proyek Baru + Alih Status


(30)

Berdasarkan Tabel 1.2 jumlah persetujuan rencana penyerapan tenaga kerja PMA di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2003 merupakan yang paling tinggi pada masa otonomi daerah. Jumlah persetujuan rencana penyerapan tenaga kerja dari 582 proyek PMA pada tahun 2003 adalah sebesar 52.148 jiwa. Jumlah persetujuan rencana penyerapan tenaga PMDN yang tertinggi terjadi di tahun 2004. Penyerapan tenaga kerja dari 38 proyek PMDN pada tahun 2004 adalah sebesar 9.925 jiwa. Namun, setelah tahun 2003 dan 2004 jumlah penyerapan tenaga kerja PMA dan PMDN mengalami penurunan. Hal ini merupakan tantangan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta masyarakat untuk menarik minat investor sebanyak-banyaknya melalui peningkatan stabilitas ekonomi, sosial, politik dan keamanan, sehingga pada masa otonomi daerah diharapkan investasi di Provinsi DKI Jakarta akan meningkat dan penyerapan tenaga kerja pun akan meningkat. Sehingga akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta.

1.2. Perumusan Masalah

Kondisi iklim investasi secara keseluruhan di Indonesia ternyata masih belum kondusif dan cenderung suram. Hal ini disebabkan masih banyaknya peristiwa yang menstimulus iklim investasi menjadi tidak mendukung, seperti situasi keamanan dan situasi sosial politik yang tidak aman. Kalaupun ada proyek baru dalam investasi, kerakteristiknya hanyalah pengembangan investasi yang telah ada (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2004).


(31)

Sebagai upaya untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif di Provinsi DKI Jakarta tentunya diperlukan peran serta dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan masyarakat dalam menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Provinsi DKI Jakarta. Peran serta tersebut dapat berupa promosi mengenai sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta yang memiliki keunggulan, daya saing dan tingkat pengembalian modal yang cepat, sehingga dapat menarik minat dan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Provinsi DKI Jakarta.

Sebelum adanya otonomi daerah kebijakan mengenai penanaman modal di Provinsi DKI Jakarta diatur dalam Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 2 Tahun 1999 tentang petunjuk pelaksanaan pemberian persetujuan penanaman modal, pemberian fasilitas dan perizinan pelaksanaan penanaman modal bagi perusahaan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri di Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang pada intinya mengatur izin penanaman modal di tingkat pusat dan di tingkat daerah. Izin di tingkat pusat diajukan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sedangkan izin di tingkat daerah diajukan kepada Badan Penanaman Modal dan Pendayagunaan Kekayaan dan Usaha Daerah (BPM dan PKUD) Provinsi DKI Jakarta dan instansi terkait di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.

Setelah diberlakukannya otonomi daerah diadakan beberapa revisi terhadap Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 2 Tahun 1999 tersebut, yang kemudian diubah menjadi Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 26 Tahun 2003 tentang petunjuk pelaksanaan pemberian


(32)

persetujuan penanaman modal, pemberian fasilitas dan perizinan pelaksanaan penanaman modal bagi perusahaan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Revisi yang dilakukan terutama terkait dengan izin di tingkat daerah, yaitu seperti rekomendasi izin lokasi, izin gangguan, dan rekomendasi izin usaha tetap. Revisi tersebut memiliki tujuan yang baik yang disesuaikan dengan kebijakan desentralisasi. Dengan adanya otonomi daerah apakah pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta pada masa otonomi daerah termasuk dalam pertumbuhan yang cepat atau pertumbuhan yang lambat? Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana pertumbuhan investasi pada sektor-sektor perekonomian di

Provinsi DKI Jakarta pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah?

2. Bagaimana pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta dibandingkan dengan investasi Nasional pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai pada pelitian ini adalah:

1. Menganalisis pertumbuhan investasi pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah.


(33)

2. Menganalisis pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta dibandingkan dengan investasi Nasional pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai media untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dicapai penulis di perguruan tinggi dan sebagai proses belajar yang akan memberikan tambahan ilmu dan pengetahuan bagi penulis.

2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan sebagai bahan masukan bagi instansi terkait seperti BKPM, BPM dan PKUD Provinsi DKI Jakarta serta instansi terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengambil langkah kebijakan investasi yang tepat untuk meningkatkan minat investor agar berinvestasi di Indonesia, khususnya di Provinsi DKI Jakarta.

3. Akhirnya diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta sehingga dapat berguna sebagai bahan informasi bagi pembaca dan dapat menjadi bahan literatur untuk penelitian selanjutnya.


(34)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Investasi yang dibahas dalam penelitian ini adalah investasi langsung berupa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan data persetujuan PMA dan PMDN Provinsi DKI Jakarta dan Nasional. Data untuk tahun sebelum otonomi daerah yaitu antara tahun 1995-2000 dengan tahun dasar analisis tahun 1995 dan tahun akhir analisis tahun 2000, sedangkan pada masa otonomi daerah data yang digunakan adalah data tahun 2001-2005 dengan tahun dasar analisis tahun 2001 dan tahun akhir analisis tahun 2005. Perubahan investasi yang dianalisis mencakup 24 sektor perekonomian yang ada di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional, dimana dari 24 sektor tersebut dikelompokkan menjadi 3 sektor utama, yaitu sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier.

Jenis data invetasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data nilai persetujuan PMA dan PMDN di DKI Jakarta dan Nasional. Nilai persetujuan PMA dan PMDN di DKI Jakarta dan Nasional merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan dan alih status. Penulis memakai data nilai persetujuan karena data realisasi PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional sebelum dan pada masa otonomi daerah sulit diperoleh. Oleh karena itu hasil penelitian ini belum dapat sepenuhnya menggambarkan kondisi investasi sesungguhnya di Provinsi DKI Jakarta sehingga diperlukan penelitian lanjutan.


(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Investasi

Investasi adalah kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan ekonomi (produksi) dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit) di masa yang akan datang. Ada tujuh pokok tujuan penanaman modal di Indonesia, yaitu peningkatan produksi, penyempurnaan struktur industri, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pemanfaatan sumber daya alam dan manusia, mendorong ekspor, dan memelihara lingkungan. Ketujuh tujuan pokok tersebut diharapkan bekerja secara simultan dan efektif sehingga kegiatan penanaman modal dapat terus mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (BKPM, 1997).

Menurut J. M. Keynes dalam bukunya General Theory of Money, Interest and Unemployment yang terbit pada tahun 1936 berpendapat bahwa tingkat investasi ditentukan oleh efisiensi marginal dari investasi modal. Efisiensi marginal dari investasi modal itu dipengaruhi oleh ekspektasi (dugaan) dari pihak investor tentang imbalan-jasa (laba) yang akan diperolehnya di masa yang akan datang dari investasi modal yang ditanamkannya. Nilai dugaan investor mengenai laba yang akan diperolehnya nanti tentunya harus melebihi tingkat bunga yang diperhitungkan dalam penggunaan modal (Djojohadikusumo, 1991).

Dilihat dari sudut pandang ekonomi makro, investasi (I) memiliki peranan yang cukup penting dalam menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu negara/ daerah disamping belanja masyarakat (C), pengeluaran pemerintah (G), dan


(36)

ekspor bersih (X-M). Selain itu, investasi juga memiliki dampak terhadap peningkatan produksi barang dan jasa serta penciptaan lapangan kerja.

Besar kecilnya investasi yang dilakukan dalam suatu kegiatan ekonomi/ produksi ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat pendapatan, kemajuan teknologi, ramalan kondisi ekonomi ke depan, dan faktor-faktor lain (Sukirno, 1994). Secara grafis hubungan investasi dengan suku bunga berbanding terbalik, seperti pada gambar 2.1 di bawah ini:

r (Suku Bunga)

I = I (r)

I (Investasi) Sumber: Sukirno, 1994.

Gambar 2.1. Hubungan Investasi dengan Suku Bunga

Hubungan investasi dengan pendapatan (PDRB) berhubungan positif. Dan secara grafis digambarkan pada gambar 2.2 di bawah ini:

Y (PDRB)

I = I (Y)

I (Investasi) Sumber: Sukirno, 1994.


(37)

2.1.1.1. Penanaman Modal Asing (PMA)

Menurut UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah diubah menjadi UU No. 11 Tahun 1970, modal asing adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. Menurut Wenda (2003) dasar pertimbangan dikeluarkannya UU No. 1 Tahun 1967 tentang PMA adalah karena:

1) Ketiadaan modal, pengalaman, dan teknologi untuk mengembangkan sumber daya potensial yang dimiliki Negara Indonesia dan juga karena kebijakan (ekonomi) yang harus tetap berlandaskan Pancasila.

2) Perlunya mengolah sumberdaya alam menjadi kekuatan ekonomi riil (pembangunan ekonomi) dan perlunya peningkatan pengetahuan, keterampilan serta kemampuan manajerial.

3) Penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia dan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap pihak asing (luar negeri).

Investasi asing merupakan investasi yang dilaksanakan oleh pemilik-pemilik modal asing di dalam Negara Indonesia untuk mendapatkan suatu keuntungan dari usaha yang dilaksanakan itu. Keuntungan dari adanya modal asing bagi negara kita adalah berupa diolahnya sumberdaya alam yang kita miliki, meningkatnya lapangan pekerjaan, terjadinya nilai tambah (added value), dan meningkatnya penerimaan negara dari sumber pajak, serta adanya alih teknologi.


(38)

Bagi pemilik modal asing, keuntungan yang didapatkannya adalah berupa deviden

dari hasil usaha dari negara dimana modal tersebut ditanamkan ke negara darimana modal itu berasal (Irawan dan Suparmoko, 1992).

Penanaman modal asing (PMA) memiliki peran mikro maupun makro dalam suatu perekonomian. Secara makro, PMA berperan penting dalam upaya meningkatkan kegiatan investasi nasional dan pertumbuhan ekonomi. Secara mikro, PMA berpengaruh terhadap ketenagakerjaan, penguasaan dan pendalaman teknologi dan terhadap pengembangan keterkaitan antar industri di dalam negeri (domestik linkages) termasuk akses industri dalam negeri terhadap jaringan produksi, perdagangan dan investasi regional/global. Namun, di Indonesia bukti empiris tentang berbagai peranan PMA di atas masih langka dan belum banyak ditemui (BKPM, 2005).

2.1.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Menurut UU No. 6 Tahun 1968 yang telah diubah menjadi UU No. 12 Tahun 1970, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam ketentuan Pasal 21 UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Menurut Wenda (2003) dasar pertimbangan dikeluarkannya UU No. 6 Tahun 1968 tentang PMDN adalah sebagai berikut:


(39)

1) Modal merupakan faktor paling penting dalam penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional yang berdasarkan kemampuan dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri.

2) Perlunya dilakukan pemupukkan dan pemanfaatan modal dalam negeri dan membuka kesempatan bagi pengusaha swasta seluas-luasnya.

3) Perlunya memanfaatkan modal dalam negeri yang dimiliki pihak asing dan menetapkan batas waktu usaha bagi perusahaan asing di Indonesia yang menggunakan modal dalam negeri.

2.1.2. Pengertian dan Konsep Otonomi Daerah

Pengertian dari desentralisasi dan otonomi daerah menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ini meletakkan prinsip-prinsip baru agar penyelenggaraan otonomi daerah lebih sesuai dengan prinsip demokrasi, adanya peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan berdasarkan potensi dan keanekaragaman daerah. Undang-undang tersebut memaknai otonomi daerah sebagai pemberian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kalau dulu prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab lebih berkonotasi kewajiban daripada


(40)

hak, maka dalam undang-undang ini pemberian kewenangan otonomi kepada daerah Kota dan Kabupaten didasarkan atas desentralisasi dalam mewujudkan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Perubahan tata pemerintah ini juga menimbulkan perubahan mengenai perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang semula sentralistik menjadi desentralistik, yang kemudian disempurnakan dalam UU No. 25 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Haris (2005) merangkum konsep dasar otonomi daerah yang melandasi lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 sebagai berikut:

1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintah dalam hubungan

domestik kepada daerah. Kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta beberapa bidang kebijakan pemerintahan yang bersifat strategis nasional, maka pada dasarnya semua bidang pemerintahan yang lain dapat didesentralisasikan. Dalam konteks ini, pemerintah daerah tetap terbagi atas dua ruang lingkup, bukan tingkatan, yaitu daerah Kabupaten dan Kota yang diberi status otonomi penuh, dan Provinsi yang diberi otonomi terbatas.

2. Penguatan peran DPRD dalam pemilihan dan penetapan kepala daerah.

Kewenangan DPRD dalam menilai keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah harus dipertegas. Pemberdayaan dan penyaluran aspirasi masyarakat juga harus dilakukan.


(41)

3. Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur setempat demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas yang tinggi pula.

4. Peningkatan efektivitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui

pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan.

5. Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang jelas atas sumber-sumber pendapatan negara dan daerah, pembagian revenue

dari sumber penerimaan yang berkaitan dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi, serta tata cara dan syarat untuk pinjaman dan obligasi daerah.

6. Perwujudan desentralisasi fiskal melalui pembesaran alokasi subsidi dari pemerintah pusat yang bersifat “block grant”, pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian keleluasaan kepada daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan, serta optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.

7. Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai lokal yang bersifat kondusif terhadap upaya memelihara harmoni sosial dan solidaritas sosial sebagai satu bangsa.

Sebagai upaya untuk menjamin suksesnya pelaksanaan konsep otonomi daerah tersebut, diperlukan komitmen yang kuat dan kepemimpinan yang konsisten dari pemerintah pusat. Sehingga dengan adanya upaya tersebut, pelaksanaan otonomi daerah dapat berjalan dengan baik sesuai dengan konsep yang telah digariskan.


(42)

2.1.3. Implementasi Pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah Terhadap Investasi

Sebelum pelaksanaan otonomi daerah, pengurusan izin usaha bagi para investor dilakukan oleh pemerintah pusat (BKPM) dan pemerintah daerah (BKPMD). Setelah diberlakukannya otonomi daerah, timbul masalah baru yaitu terjadinya tumpang tindih dan tarik menarik antara kegiatan BKPMD Provinsi dengan BKPM serta instansi terkait di daerah yang menangani penanaman modal. Selain itu, masih adanya kendala yang dihadapi oleh investor dalam proses pengurusan izin usaha atas kegiatan investasi yang dilakukan di daerah. Setelah diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, pemerintah daerah, baik di tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota diberikan kewenangan dalam bidang penanaman modal seperti yang tertulis pada Pasal 11 ayat 2 UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Pasal 13 dan 14 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Namun, isi dari Pasal 11 ayat 2 UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Pasal 13 dan 14 UU No.32 Tahun 2004 tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut secara teknis tentang kewenangan pemerintah daerah dalam bidang penanaman modal. Sehingga pada pelaksanaannya penanaman modal daerah seringkali menimbulkan kendala yang dikeluhkan oleh para investor, yaitu tidak efisiennya pengurusan perizinan usaha. Investor seringkali dibebani oleh urusan birokrasi yang rumit sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama dan disertai dengan biaya tambahan yang cukup besar.

Berdasarkan hasil studi LPEM Construction of Regional Index of Doing Business (CoRIDB) masalah-masalah yang dihadapi pengusaha dalam melakukan investasi di daerah adalah masalah birokrasi, ketidakpastian biaya investasi yang


(43)

baru dikeluarkan serta perubahan peraturan pemerintah daerah. Kendala nasional yang cukup signifikan adalah kondisi keamanan, sosial dan politik di Indonesia. Namun demikian, bukan berarti otonomi daerah akan mempersulit ijin usaha, melainkan para pengusaha lebih mengkhawatirkan akan adanya pajak atau retribusi baru yang diterapkan oleh masing-masing pemerintah daerah sehubungan dengan kewenangan dalam bidang penanaman modal yang diberikan ke suatu daerah (Nurridzki, 2004).

Sebagai upaya mengatasi masalah tersebut di atas, pada tanggal 12 April 2004 Presiden Megawati Soekarno Putri menandatangani Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 mengenai penyelenggaraan penanaman modal (PMA dan PMDN) melalui sistem pelayanan satu atap. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa penyelenggaraan penanaman modal khususnya yang berkaitan dengan pelayanan persetujuan, perizinan, fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN dilaksanakan oleh BKPM. Pelayanan satu atap ini meliputi penanaman modal yang dilakukan baik di tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kotamadya berdasarkan wewenang yang dilimpahkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota kepada BKPM. Jadi, BKPM bertugas melakukan koordinasi antara seluruh departemen atau instansi lainnya, termasuk dengan Pemerintah Kabupaten, Kota serta Provinsi yang membina bidang penanaman modal.

Keppres No. 29 Tahun 2004 tersebut dikeluarkan dengan tujuan untuk menjamin kepastian investor dalam melakukan investasi di Indonesia. Sistem pelayanan satu atap ini diharapkan dapat mengakomodasi keinginan dunia usaha untuk memperoleh pelayanan yang lebih efisien, mudah, cepat dan tepat.


(44)

Sehingga dengan didukung oleh kondisi ekonomi makro yang membaik saat ini, adanya Keppres No. 29 Tahun 2004 diharapkan dapat menarik dan mempercepat masuknya investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

2.2. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malandow (2001) dalam skripsinya yang berjudul “ Investasi Publik Untuk Infrastruktur Terhadap Perilaku Investasi di Tingkat Regional”, disimpulkan bahwa pengeluaran pembangunan pemerintah yang berasal dari APBD I memiliki pengaruh bagi investasi swasta. Pengaruh tersebut terdiri dari dua hal. Pertama, pemerintah masih mempunyai variabel kebijakan untuk membantu perkembangan daerah dan variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap investasi swasta. Kedua adalah kemungkinan besar pengeluaran pembangunan diatur oleh pemerintah daerah itu sendiri melalui APBD, khususnya untuk pembangunan jalan tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan investasi swasta. Selain itu, variabel yang menggambarkan aktivitas masyarakat swasta memiliki pengaruh langsung yang besar terhadap investasi swasta.

Penelitian yang dilakukan oleh Saad (2002) menganalisis perkembangan investasi swasta di sub sektor industri makanan. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa investasi industri makanan di Indonesia memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Pengembangan investasi swasta pada sub sektor industri makanan juga memberikan sumbangan pada pengembangan wilayah dan perolehan devisa.


(45)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Restuningsih (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian di Propinsi DKI Jakarta Pada Masa Krisis Ekonomi” dengan menggunakan metode analisis Shift Share menyimpulkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta dan laju pertumbuhan ekonomi secara nasional mengalami penurunan pada masa krisis ekonomi. Akan tetapi, penurunan laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta cukup besar yakni mencapai 7,60 persen, dibandingkan dengan laju pertumbuhan secara nasional yang hanya mencapai 1,50 persen. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan sebagian besar sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta tidak dapat bersaing baik dengan sektor ekonomi di wilayah lainnya. Berdasarkan kelompok sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta, sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan-hotel-restoran serta sektor keuangan-persewaan-jasa perusahaan merupakan kelompok sektor yang memiliki pertumbuhan yang lamban. Sektor listrik-gas-air bersih, sektor pengangkutan-komunikasi dan sektor jasa-jasa merupakan kelompok sektor perekonomian dengan pertumbuhan yang cepat.

Menurut Ferdiyan (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Investasi di Provinsi Jawa Barat” dengan menggunakan analisis Shift Share dan Ordinary Least Square

(OLS) disimpulkan bahwa sebelum otonomi daerah pada umumnya terjadi pertumbuhan investasi yang negatif pada sektor-sektor perekonomian di Jawa Barat. Sedangkan pada masa otonomi daerah terjadi pertumbuhan investasi yang


(46)

positif hampir di seluruh sektor perekonomian di Jawa Barat. Selain itu, PMDN tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap PMDN di Jawa Barat dan inflasi berpengaruh negatif terhadap PMDN di Jawa Barat, sedangkan PDRB berpengaruh positif terhadap PMA di Jawa Barat.

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis 2.3.1 Analisis Shift Share

Analisis Shift Share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff, et al pada tahun 1960. Pada awalnya, analisis Shift Share digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor atau wilayah yang lamban di Indonesia dan Amerika Serikat. Manfaat lain dari analisis Shift Share adalah analisis ini dapat menduga dampak kebijakan nasional/wilayah mengenai investasi.

Teknik analisis Shift Share merupakan suatu analisis mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi pada dua titik di suatu wilayah. Analisis Shift Share memiliki tiga kegunaan, yaitu untuk melihat perkembangan:

1. Sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas.

2. Sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya.

3. Suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat

membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah. Dengan demikian, dapat ditunjukkan adanya


(47)

memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional.

Selain itu, analisis Shift Share juga dapat digunakan untuk

membandingkan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya dan mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan tersebut. Bila penyimpangannya bernilai positif, maka dapat dikatakan bahwa sektor ekonomi dalam wilayah tersebut memiliki keunggulan kompetitif.

Pada analisis Shift Share diasumsikan bahwa perubahan indikator kegiatan ekonomi (dalam penelitian ini adalah investasi) di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yaitu komponen Pertumbuhan Nasional (PN), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Analisis Shift Share juga menunjukkan bahwa perubahan sektor i pada wilayah j dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut. Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut, maka dapat ditentukan dan diidentifikasi perkembangan suatu sektor ekonomi di suatu wilayah. Apabila PP + PPW ≥ 0, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Sementara itu jika PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ke i


(48)

Sumber : Budiharsono, 2001.

Gambar 2.3. Model Analisis Shift Share

2.3.2. Kelebihan Analisis Shift Share

Teknik perhitungan Analisis Shift Share memiliki kelebihan-kelebihan. Menurut Soepono (1993) kelebihan-kelebihan dari analisis Shift Share adalah: 1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan indikator kegiatan ekonomi

di suatu wilayah pada dua titik waktu tertentu, yang mana satu titik waktu dijadikan sebagai dasar (awal) analisis, sedangkan satu titik waktu lainnya dijadikan sebagai akhir analisis.

2. Perubahan indikator kegiatan ekonomi di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis dapat dilihat melalui tiga komponen pertumbuhan wilayah, yakni komponen pertumbuhan nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

Komponen Pertumbuhan Nasional

Wilayah ke j

sektor ke i

Komponen Pertumbuhan

Proporsional

Komponen Pertumbuhan Pangsa

Wilayah Wilayah ke j

sektor ke i

Lambat PP + PPW < 0 Maju


(49)

3. Berdasarkan komponen PN dapat diketahui laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dibandingkan dengan laju pertumbuhan nasional.

4. Komponen PP dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor itu.

5. Komponen PPW dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor ekonomi dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi pada wilayah lainnya. 6. Jika persentase PP dan PPW dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya

Shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah.

2.3.3. Kelemahan Analisis Shift Share

Kemampuan teknik analisis Shift Share memberikan dua indikator positif yang berarti, yaitu suatu wilayah mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional dan perkembangan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah yang berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor tersebut. Namun, dalam teknik analisis Shift Share ini tidaklah lepas dari kelemahan-kelemahan. Menurut Soepono (1993), kelemahan-kelemahan dari analisis Shift Share adalah:

1. Analisis Shift Share tidak lebih daripada suatu pengukuran atau prosedur baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah menjadi komponen-komponen. Persamaan hanyalah identity equation dan tidak mempunyai


(50)

implikasi-implikasi keperilakuan. Metode Shift Share tidak untuk menjelaskan mengapa, misalnya pengaruh keunggulan kompetitif adalah positif di beberapa wilayah, tetapi negatif di daerah-daerah lain. Metode Shift Share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem penghitungan semata dan tidak analitik.

2. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah.

3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) berkaitan dengan hal-hal yang sama seperti perubahan permintaan dan penawaran, perubahan teknologi dan perubahan lokasi sehingga tidak dapat berkembang dengan baik. 4. Teknik analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua

barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu wilayah bersifat lokal, maka barang itu tidak dapat bersaing dengan wilayah-wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak mempengaruhi permintaan agregat.

5. Analisis Shift Share tidak mampu menganalisis keterkaitan ke depan dan ke belakang antar sektor yang disebabkan oleh adanya pergeseran pertumbuhan seperti yang dilakukan pada analisis Input Output.


(51)

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual

Pada masa otonomi daerah pendapatan sektor perekonomian pada suatu wilayah sangat mempengaruhi pendapatan daerah di wilayah tersebut. Pendapatan sektor perekonomian yang ada di Provinsi DKI Jakarta tentunya juga sangat mempengaruhi perekonomian Provinsi DKI Jakarta. Begitupun dengan adanya investasi di Provinsi DKI Jakarta tentunya memiliki dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta. Terlebih lagi pada masa otonomi daerah setiap daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan daerahnya masing-masing dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kebijakan otonomi daerah ini juga memberikan kewenangan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bidang penanaman modal.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Shift Share, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis perubahan investasi pada dua titik waktu di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan data persetujuan PMA dan PMDN Provinsi DKI Jakarta dan Nasional pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah (1995-2005). Periode waktu pada masa sebelum otonomi daerah yaitu tahun 1995-2000 dengan tahun dasar analisis tahun 1995 dan tahun akhir analisis tahun 2000. Periode waktu untuk masa otonomi daerah adalah tahun 2001-2005 dengan tahun dasar analisis tahun 2001 dan tahun akhir analisis tahun 2005.

Analisis Shift Share ini terbagi atas analisis pertumbuhan investasi di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional, analisis komponen pertumbuhan wilayah serta


(52)

profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Berdasarkan analisis pertumbuhan investasi Provinsi DKI Jakarta dan Nasional maka dapat diketahui laju pertumbuhan investasi pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah. Analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk menganalisis pengaruh dari ketiga komponen pertumbuhan wilayah yang terdiri dari komponen pertumbuhan nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) terhadap investasi pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta. Selain itu juga untuk melihat daya saing sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta dengan adanya investasi PMA dan PMDN.

Setelah analisis komponen pertumbuhan wilayah dilakukan, maka akan diperoleh pergeseran bersih dan profil pertumbuhan investasi pada sektor-sektor perekonomian yang kemudian akan menentukan apakah dengan adanya investasi, pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta termasuk ke dalam kelompok progresif (maju) atau lambat. Dan pada akhirnya diharapkan analisis ini dapat dijadikan gambaran untuk melihat peluang perluasan investasi di Indonesia, khususnya di Provinsi DKI Jakarta pada masa yang akan datang.


(53)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi DKI Jakarta dengan dasar pertimbangan bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian, yang tentunya memilik perkembangan yang sangat pesat, baik dilihat dari pembangunan sarana dan prasarananya maupun pembangunan ekonominya. Proses pelaksanaan penelitian ini dimulai dari penelusuran sumber-sumber yang relevan, pengumpulan data, pengolahan data, hingga penulisan laporan penelitian berlangsung sejak bulan April hingga Agustus 2006.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data nilai persetujuan PMA dan PMDN di Provinsi DKI Jakarta dan data nilai persetujuan PMA dan PMDN Nasional tahun 1995-2005 menurut sektor ekonomi. Data tersebut diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Penanaman Modal dan Pendayagunaan Kekayaan dan Usaha Daerah (BPM dan PKUD) Provinsi DKI Jakarta, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta. Referensi dalam penelitian ini diperoleh dari instansi terkait seperti: perpustakaan IPB, perpustakaan BPS, dan perpustakaan BKPM.


(54)

3.3. Metode Analisis

Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis perubahan kegiatan ekonomi pada dua titik di suatu wilayah tertentu adalah analisis Shift Share. Pada penelitian ini yang akan dianalisis adalah kegiatan investasi. Berdasarkan analisis

Shift Share, dapat diketahui perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya dan juga dapat diketahui perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Perubahan indikator kegiatan ekonomi dilihat dari dua titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis. Dalam analisis Shift Share ini ada tiga komponen pertumbuhan, yaitu komponen pertumbuhan nasional, komponen pertumbuhan proporsional dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah.

3.3.1. Analisis Investasi Provinsi DKI Jakarta dan Investasi Nasional

Pertumbuhan investasi baik di Provinsi DKI Jakarta maupun pada skala Nasional dapat diketahui melalui analisis Shift Share. Melalui Shift Share dapat juga diketahui perubahan investasi sektor i pada wilayah j. Apabila dalam suatu negara terdapat m daerah/wilayah/provinsi (j = 1,2,3...m) dan n sektor perekonomian (i = 1,2,3...n), maka investasi dari sektor i pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis dapat dirumuskan sebagai berikut (Budiharsono, 2001) : a. Investasi Nasional dari sektor i pada tahun dasar analisis

Ii. =

= m

j Iij 1


(55)

dimana : Ii. = investasi Nasional dari sektor i pada tahun dasar analisis,

Iij = investasi di Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun dasar analisis.

b. Investasi Nasional dari sektor i pada tahun akhir analisis

I'i. =

= m j ij I 1

' (3.2)

dimana : I'i. = investasi Nasional dari sektor i pada tahun akhir analisis,

I 'ij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun akhir analisis.

Investasi Nasional pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis dirumuskan sebagai berikut:

a. Investasi Nasional pada tahun dasar analisis I.. =

∑∑

= = n i m j Iij 1 1 (3.3)

dimana : I.. = investasi Nasional pada tahun dasar analisis,

Iij = investasi Provinsi DKI Jakarta sektor i pada tahun dasar analisis.

b. Investasi Nasional pada tahun akhir analisis I'.. =

∑∑

= = n i m j ij I 1 1

' (3.4)

dimana : I'.. = investasi Nasional pada tahun akhir analisis,

I 'ij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun akhir analisis.


(56)

Perubahan investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i dapat dirumuskan sebagai berikut:

Δ Iij = I 'ij – Iij (3.5)

dimana :

Δ Iij = perubahan investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i,

Iij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun dasar analisis,

I 'ij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun akhir analisis.

Rumus persentase perubahan investasi Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut:

% Δ Iij =

Iij Iij ij I' )

( −

x 100% (3.6)

dimana:

% Δ Iij = persentase perubahan investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor

i,

Iij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun dasar analisis,

I 'ij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun akhir analisis.


(57)

3.3.2. Analisis Rasio Investasi Provinsi DKI Jakarta dan Investasi Nasional (Nilai Ra, Ri dan ri)

Rasio investasi Provinsi DKI Jakarta dan investasi Nasional digunakan untuk melihat perbandingan investasi Provinsi DKI Jakarta dengan investasi Nasional pada sektor perekonomian. Rasio ini terbagi atas Ra, Ri dan ri, dengan penghitungannya menggunakan nilai investasi yang terjadi pada dua titik waktu, yaitu tahun dasar dan tahun akhir analisis.

1. Ra

Ra menunjukkan selisih antara total investasi Nasional pada tahun akhir analisis dengan total investasi Nasional pada tahun dasar analisis dibagi dengan total investasi Nasional pada tahun dasar analisis. Nilai Ra dirumuskan sebagai berikut:

Ra = ..

.. '..

I I I

(3.7)

dimana :

I'.. = investasi Nasional pada tahun akhir analisis,

I.. = investasi Nasional pada tahun dasar analisis. 2. Ri

Ri menunjukkan selisih antara investasi Nasional dari sektor i pada tahun akhir analisis dengan investasi Nasional dari sektor i pada tahun dasar analisis dibagi dengan investasi Nasional sektor i pada tahun dasar analisis. Adapun rumus Ri adalah sebagai berikut:

Ri = .

. . '

Ii Ii i I


(58)

dimana :

I 'i. = investasi Nasional dari sektor i pada tahun akhir analisis,

Ii. = investasi Nasional dari sektor i pada tahun dasar analisis. 3. ri

ri menunjukkan selisih antara investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i

pada tahun akhir analisis dengan investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun dasar analisis dibagi dengan investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i

pada tahun dasar analisis. Nilai ri dapat dirumuskan sebagai berikut:

ri =

Iij Iij ij I' −

(3.9)

dimana :

I 'ij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun akhir analisis,

Iij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun dasar analisis.

3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah

Analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk mengidentifikasi perubahan investasi Provinsi DKI Jakarta antara tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis, yang terbagi atas tiga komponen pertumbuhan, yaitu : komponen pertumbuhan nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW), dimana nilai komponen PN, PP dan PPW tersebut didapat dari perhitungan nilai Ra, Ri, dan ri. Dari ketiga komponen pertumbuhan wilayah


(59)

tersebut, apabila dijumlahkan akan didapatkan perubahan investasi Provinsi DKI Jakarta pada sektor i.

1. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN)

Pertumbuhan Nasional (PN) merupakan perubahan investasi Provinsi DKI Jakarta yang disebabkan oleh perubahan investasi Nasional secara menyeluruh, perubahan kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Adapun komponen pertumbuhan nasional dirumuskan sebagai berikut:

PNij = (Ra) Iij (3.10) dimana :

PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i di Provinsi DKI Jakarta,

Iij = investasi Provinsi DKI Jakarta dari sektor i pada tahun dasar analisis,

Ra = persentase perubahan investasi Provinsi DKI Jakarta yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan nasional.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

Komponen Pertumbuhan Proporsional terjadi karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (misalnya : kebijakan perpajakan dan subsidi) serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Komponen pertumbuhan proporsional dapat dirumuskan sebagai berikut:


(1)

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

-100

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900 1000 1100 1200 1300 1400

PPW

PP

Pertambangan Industri Makanan Industri T ekstil

Industri Barang dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu

Industri Kertas & Percetakan Industri Kimia & Farmasi

Industri Barang Karet & Barang Plastik Industri Mineral Non Logam

Industri Logam, Mesin & Elektronik Industri Alat Kedokteran, Optik & Alat Ukur Industri Kendaraan Bermotor & Alat T ransportasi Industri Lainnya

Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi

Perdagangan & Reparasi Hotel & Restoran

Pengangkutan, Gudang & Komunikasi Perumahan, Kawasan Industri & Perkantoran Jasa Lainnya

II III

Sumber: BKPM, 1995-2000 (diolah).

Gambar 5.1. Profil Pertumbuhan PMA di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor Ekonomi

Sebelum Otonomi Daerah (1995-2000)


(2)

-200

-100

0

100

200

300

400

500

600

700

-100

0

100

200

300

400

500

600

700

800

PPW

PP

T anaman Pangan & Perkebunan Pet ernakan

Kehut anan Perikanan Pertambangan Indust ri Makanan Indust ri T ekstil

Indust ri Barang dari Kulit & Alas Kaki Indust ri Kayu

Indust ri Kert as & Percet akan Indust ri Kimia & Farmasi

Indust ri Barang Karet & Barang Plast ik Indust ri Mineral Non Logam

Indust ri Logam, Mesin & Elektronik Indust ri Alat Kedokt eran, Opt ik & Alat Ukur Indust ri Kendaraan Bermot or & Alat T ransport asi Indust ri Lainnya

List rik, Gas & Air Bersih Konst ruksi

Perdagangan & Reparasi Hot el & Rest oran

Pengangkut an, Gudang & Komunikasi Perumahan, Kawasan Industri & Perkant oran Jasa Lainnya

I

II III

IV

Sumber: BKPM, 2001-2005 (diolah).

Gambar 5.2. Profil Pertumbuhan PMA di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor Ekonomi

Pada Masa Otonomi Daerah (2001-2005)


(3)

-50

0

50

100

150

200

250

300

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

PPW

PP

Pert ambangan Indust ri Makanan Indust ri T ekst il

Indust ri Barang dari Kulit & Alas Kaki Indust ri Kayu

Indust ri Kert as & Percet akan Indust ri Kimia & Farmasi

Indust ri Barang Karet & Barang Plastik Indust ri Mineral Non Logam

Indust ri Logam, Mesin & Elekt ronik Indust ri Alat Kedokt eran, Opt ik & Alat Ukur Indust ri Kendaraan Bermot or & Alat T ransport asi Indust ri Lainnya

List rik, Gas & Air Konst ruksi

Perdagangan & Reparasi Hot el & Restoran

Pengangkut an, Gudang & Komunikasi Perumahan, Kawasan Indust ri & Perkant oran Jasa Lainnya

II III

Sumber: BKPM, 1995-2000 (diolah).

Gambar 5.3. Profil Pertumbuhan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor Ekonomi

Sebelum Otonomi Daerah (1995-2000)


(4)

-500

0

500

1000

1500

2000

2500

-40

-20

0

20

40

60

80

100

PPW

PP

T anaman Pangan & Perkebunan Pet ernakan

Kehutanan Perikanan Pertambangan Industri Makanan Industri T ekstil

Industri Barang dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu

Industri Kertas & Percet akan Industri Kimia & Farmasi

Industri Barang Karet & Barang Plast ik Industri Mineral Non Logam

Industri Logam, Mesin & Elektronik Industri Alat Kedokteran, Optik & Alat Ukur Industri Kendaraan Bermotor & Alat T ransportasi Industri Lainnya

Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi

Hotel & Rest oran Hotel & Rest oran

Pengangkut an, Gudang & Komunikasi Perumahan, Kawasan Industri & Perkantoran Jasa Lainnya

I

II III

IV

Sumber: BKPM, 2001-2005 (diolah).

Gambar 5.4. Profil Pertumbuhan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor Ekonomi

Pada Masa Otonomi Daerah (2001-2005)


(5)

No. Sektor Ekonomi Nilai Investasi Perubahan Nilai Investasi Perubahan

(Ribu US $) Investasi Persen (Ribu US $) Investasi Persen

1995 2000 (per tahun) 2001 2005 (per tahun)

1 Tanaman Pangan & Perkebunan 921.981,00 426.500,00 -99.096,20 -10,75 264.400,00 434.000,00 33.920,00 12,83 2 Peternakan 85.507,00 38.600,00 -9.381,40 -10,97 16.700,00 27.800,00 2.220,00 13,29

3 Kehutanan 0,00 5.800,00 1.160,00 0,00 101.500,00 128.600,00 5.420,00 5,34

4 Perikanan 227.735,00 51.500,00 -35.247,00 -15,48 6.900,00 15.300,00 1.680,00 24,35 5 Pertambangan 26.415,00 54.900,00 5.697,00 21,57 119.700,00 775.900,00 131.240,00 109,64

Sektor Primer 1.261.638,00 577.300,00 -136.867,60 -10,85 509.200,00 1.381.600,00 174.480,00 34,27

6 Industri Makanan 1.315.148,00 739.300,00 -115.169,60 -8,76 323.900,00 642.600,00 63.740,00 19,68 7 Industri Tekstil 452.596,00 225.400,00 -45.439,20 -10,04 391.600,00 139.500,00 -50.420,00 -12,88 8 Industri Barang dari Kulit & Alas Kaki 117.667,00 206.200,00 17.706,60 15,05 32.600,00 80.900,00 9.660,00 29,63 9 Industri Kayu 129.497,00 124.500,00 -999,40 -0,77 23.700,00 108.300,00 16.920,00 71,39 10 Industri Kertas & Percetakan 2.620.343,00 91.900,00 -505.688,60 -19,30 742.100,00 227.700,00 -102.880,00 -13,86 11 Industri Kimia & Farmasi 18.583.101,00 7.328.500,00 -2.250.920,20 -12,11 2.310.100,00 2.879.000,00 113.780,00 4,93 12 Industri Barang Karet & Barang Plastik 661.443,00 168.800,00 -98.528,60 -14,90 231.000,00 164.400,00 -13.320,00 -5,77 13 Industri Mineral Non Logam 335.105,00 12.500,00 -64.521,00 -19,25 108.000,00 368.200,00 52.040,00 48,19 14 Industri Logam, Mesin & Elektronik 1.927.163,00 1.524.300,00 -80.572,60 -4,18 652.300,00 694.900,00 8.520,00 1,31 15 Industri Alat Kedokteran, Optik & Alat Ukur 18.289,00 9.800,00 -1.697,80 -9,28 31.000,00 16.100,00 -2.980,00 -9,61 16 Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi 519.420,00 248.300,00 -54.224,00 -10,44 327.700,00 629.100,00 60.280,00 18,39 17 Industri Lainnya 94.685,00 76.400,00 -3.657,00 -3,86 51.900,00 77.300,00 5.080,00 9,79

Sektor Sekunder 26.774.457,00 10.755.900,00 -3.203.711,40 -11,97 5.225.900,00 6.028.000,00 160.420,00 3,07

18 Listrik, Gas & Air Bersih 3.553.118,00 1.200,00 -710.383,60 -19,99 37.300,00 22.500,00 -2.960,00 -7,94 19 Konstruksi 653.141,00 216.300,00 -87.368,20 -13,38 51.800,00 1.777.200,00 345.080,00 666,18 20 Perdagangan & Reparasi 28.590,00 1.989.600,00 392.202,00 1.371,82 411.200,00 645.500,00 46.860,00 11,40 21 Hotel & Restoran 891.945,00 183.400,00 -141.709,00 -15,89 6.892.600,00 259.200,00 -1.326.680,00 -19,25 22 Pengangkutan, Gudang & Komunikasi 5.511.079,00 1.169.800,00 -868.255,80 -15,75 376.400,00 3.107.300,00 546.180,00 145,11 23 Perumahan, Kawasan Industri & Perkantoran 813.766,00 175.000,00 -127.753,20 -15,70 175.000,00 124.700,00 -10.060,00 -5,75 24 Jasa Lainnya 169.528,00 952.300,00 156.554,40 92,35 1.525.800,00 233.200,00 -258.520,00 -16,94

Sektor Tersier 11.621.167,00 4.687.600,00 -1.386.713,40 -11,93 9.470.100,00 6.169.600,00 -660.100,00 -6,97

Total 39.657.262,00 16.020.800,00 -4.727.292,40 -11,92 15.205.200,00 13.579.200,00 -325.200,00 -2,14


(6)

Lampiran 2. Perubahan Nilai Persetujuan PMDN Nasional Menurut Sektor Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa

Otonomi Daerah

Sebelum Otonomi Daerah Masa Otonomi Daerah

No. Sektor Ekonomi Nilai Investasi Perubahan Nilai Investasi Perubahan

(Juta Rupiah) Investasi Persen (Juta Rupiah) Investasi Persen

1995 2000 (per tahun) 2001 2005 (per tahun)

1 Tanaman Pangan & Perkebunan 5.363.527,00 3.987.000,00 -275.305,40 -5,13 722.300,00 4.273.000,00 710.140,00 98,32 2 Peternakan 669.657,00 100.600,00 -113.811,40 -17,00 41.000,00 65.600,00 4.920,00 12,00 3 Kehutanan 938.180,00 0,00 -187.636,00 -20,00 390.900,00 140.400,00 -50.100,00 -12,82 4 Perikanan 1.274.014,00 782.600,00 -98.282,80 -7,71 161.500,00 15.000,00 -29.300,00 -18,14 5 Pertambangan 293.199,00 843.700,00 110.100,20 37,55 1.198.100,00 982.300,00 -43.160,00 -3,60

Sektor Primer 8.538.577,00 5.713.900,00 -564.935,40 -6,62 2.513.800,00 5.476.300,00 592.500,00 23,57

6 Industri Makanan 6.676.238,00 9.717.300,00 608.212,40 9,11 12.231.800,00 8.072.800,00 -831.800,00 -6,80 7 Industri Tekstil 6.201.522,00 3.069.600,00 -626.384,40 -10,10 2.288.300,00 710.400,00 -315.580,00 -13,79 8 Industri Barang dari Kulit & Alas Kaki 228.957,00 135.200,00 -18.751,40 -8,19 67.300,00 24.100,00 -8.640,00 -12,84 9 Industri Kayu 1.832.272,00 246.900,00 -317.074,40 -17,30 621.500,00 307.800,00 -62.740,00 -10,09 10 Industri Kertas & Percetakan 6.009.600,00 8.546.900,00 507.460,00 8,44 4.767.300,00 6.021.900,00 250.920,00 5,26 11 Industri Kimia & Farmasi 7.912.564,00 55.064.600,00 9.430.407,20 119,18 22.383.400,00 2.674.200,00 -3.941.840,00 -17,61 12 Industri Barang Karet & Barang Plastik 1.500.842,00 1.703.100,00 40.451,60 2,70 603.000,00 2.997.600,00 478.920,00 79,42 13 Industri Mineral Non Logam 9.087.421,00 3.551.300,00 -1.107.224,20 -12,18 623.500,00 3.904.200,00 656.140,00 105,23 14 Industri Logam, Mesin & Elektronik 3.094.331,00 783.200,00 -462.226,20 -14,94 349.500,00 1.338.700,00 197.840,00 56,61 15 Industri Alat Kedokteran, Optik & Alat Ukur 81.352,00 22.600,00 -11.750,40 -14,44 52.400,00 0,00 -10.480,00 -20,00 16 Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi 1.534.576,00 2.096.800,00 112.444,80 7,33 338.400,00 753.300,00 82.980,00 24,52 17 Industri Lainnya 165.928,00 117.300,00 -9.725,60 -5,86 119.100,00 2.500,00 -23.320,00 -19,58

Sektor Sekunder 44.325.603,00 85.054.800,00 8.145.839,40 18,38 44.445.500,00 26.807.500,00 -3.527.600,00 -7,94

18 Listrik, Gas & Air Bersih 631.035,00 101.700,00 -105.867,00 -16,78 0,00 6.276.300,00 1.255.260,00 0,00 19 Konstruksi 4.706.223,00 62.200,00 -928.804,60 -19,74 3.219.300,00 1.537.900,00 -336.280,00 -10,45 20 Perdagangan & Reparasi 104.680,00 244.500,00 27.964,00 26,71 96.500,00 603.100,00 101.320,00 104,99 21 Hotel & Restoran 3.429.277,00 186.800,00 -648.495,40 -18,91 2.459.000,00 4.049.700,00 318.140,00 12,94 22 Pengangkutan, Gudang & Komunikasi 4.104.955,00 2.596.700,00 -301.651,00 -7,35 1.506.300,00 2.375.200,00 173.780,00 11,54 23 Perumahan, Kawasan Industri & Perkantoran 1.730.661,00 267.000,00 -292.732,20 -16,91 3.098.600,00 0,00 -619.720,00 -20,00 24 Jasa Lainnya 696.562,00 1.172.700,00 95.227,60 13,67 1.542.500,00 3.451.300,00 381.760,00 24,75

Sektor Tersier 15.403.393,00 4.631.600,00 -2.154.358,60 -13,99 11.922.200,00 18.293.500,00 1.274.260,00 10,69

Total 68.267.573,00 95.400.300,00 5.426.545,40 7,95 58.881.500,00 50.577.300,00 -1.660.840,00 -2,82