Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane Di Wilayah Kabupaten Bogor Periode 1999-2003

(1)

EVALUASI KUALITAS AIR SUNGAI CISADANE

DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR PERIODE 1999-2003

Oleh : ZAMRIN E03400023

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(2)

RINGKASAN

ZAMRIN. E04300023. Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane Wilayah Kabupaten Bogor Periode 1999-2003. Dibawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi

Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, Namun dewasa ini penyediaan air menjadi permasalahan yang perlu mendapat perhatian khusus, sebab untuk mendapatkan air dengan kualitas dan kuantitas yang baik sesuai dengan kebutuhan dirasa mulai susah, hal ini terjadi karena penurunan kualitas air sebagai akibat banyaknya bahan pencemar yang tercampur dalam air.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat pencemaran air sungai Cisadane dengan menggunakan pendekatan fisika, kimia dan mikrobiologi serta menduga pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kualitas air Sungai Cisadane. Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Cisadane yang melintasi wilayah Kabupaten Bogor. Lokasi pengambilan sampel terdiri dari tiga titik, yaitu Jembatan Mesang Desa Pasir Buncit Kec. Caringin, Jembatan Ciampea Desa Rancabungur Kec. Kemang dan Jembatan Gerandong Desa Putatnutung Kec. Parung.

Data yang dikumpulkan untuk analisis kualitas air antara lain suhu, kekeruhan, total padatan terlarut (TDS), total padatan tersuspensi (TSS), pH, BOD, DO, Nitrat dan total coli. Data ini merupakan hasil pemantauan kegiatan Program Kali Bersih (PROKASIH) yang dilakukan oleh BAPEDALDA Kabupaten Bogor selama periode pengukuran tahun 1999-2003. Data mengenai pola penggunaan lahan wilayah Kabupaten Bogor diperoleh dari Laporan Akhir Analisa Perubahan Tutupan Lahan Berdasarkan Citra Satelit Spot 5 di Wilayah Kabupaten Bogor yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Daerah Pemerintah Kabupaten Bogor bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan IPB.

Analisis data yang dilakukan meliputi analisis nilai rata-rata kualitas air yang dibandingkan dengan baku mutu dalam Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001. Untuk mengetahui tingkat mutu kualitas perairan digunakan analisis nilai Indeks Mutu Kualitas Air (IMKA) NSF-WQI. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan dilakukan pembandingan luas penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 1998 dengan luas penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 2003.

Berdasarkan nilai rata-rata hasil pengukuran selama tahun 1999–2003 di tiga stasiun pengukuran diketahui bahwa nilai suhu tidak mengalami fluktuasi yang besar. Nilai suhu rata-rata selama lima tahun tersebut berkisar antara 26,8-28,2 °C. Namun bila dilihat secara lebih terperinci dapat dilihat bahwa dari tahun ketahun nilai suhu tersebut cenderung meningkat.

Nilai rata-rata kekeruhan selama tahun 1999-2003 menunjukkan fluktuasi yang cukup lebar, nilai kekeruhan ini berkisar antara 18,56-69,22 NTU. Secara keseluruhan nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 39,04 NTU, peningkatan ini melabihi 100% dari kondisi awal. Bila dibandingkan dengan baku mutu maka nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 masih belum melewati baku mutu kekeruhan

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai padatan tersuspensi di tiga stasiun pengukuran diketahui bahwa nilai padatan tersuspensi mengalami


(3)

peningkatan yang cukup tinggi antara tahun 1999, 2000 dan 2003. Namun bila dibandingkan dengan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dapat diketahui bahwa nilai padatan terlarut ini masih berada dalam kisaran baku mutu sesuai dengan peruntukan masing-masing

Pengukuran terhadap nilai total padatan terlarut tidak menunjukkan kecenderungan naik ataupun turun.. Nilai TDS rata-rata per tahun ini masih berada dalam kisaran baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001.

Pengukuran terhadap nilai pH menunjukkan terjadinya fluktuasi selama lima tahun pengukuran. Meskipun mengalami fluktuasi nilai pH rata-rata ini masih berada dalam kisaran pH air normal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 nilai pH tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 masih berada dalam kisaran baku mutu sesuai dengan peruntukan masing-masing

Nilai DO rata-rata per tahun menunjukkan terjadinya fluktuasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 nilai DO dari tahun 1999 sampai tahun 2003 ini masih memenuhi baku mutu untuk semua kelas.

Nilai BOD5 pada empat tahun pengukuran menunjukkan kecenderungan meningkatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 kondisi air sungai cisadane pada tahun 1999 dan 2000 masih berada dalam kisaran baku mutu. Namun pada tahun 2002 dan 2003 kondisi BOD5 pada perairan ini telah melampaui baku mutu.

Pengukuran terhadap kandungan nitrat selama tiga tahun pengukuran menunjukkan kecenderung penurunan kandungan nitrat. Berdasarkan peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 kandungan nitrat ini berada dalam kisaran baku mutu sesuai dengan peruntukan masing-masing

Nilai rata-rata kandungan total coli selama lima tahun pengukuran berfluktuasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, kandungan total coli rata-rata pada tiga stasiun masih berada dalam kisaran baku mutu air.

Berdasarkan perhitungan tingkat kualitas air Sungai Cisadane dengan menggunakan IKA-NSF WQI dapat diketahui bahwa selama tahun 1999 sampi dengan tahun 2003 kualitas air Sungai Cisadane termasuk dalam kategori baik sampai dengan sedang. Pada tahun 1999 kualitas air sungai cisadane yang melintasi Kabupaten Bogor termasuk dalam kategori baik, tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 kualitas air sungai ini masuk dalam kategori sedang. Namun jika dilihat perubahan nilai kualitas air per tahunnya diketahui bahwa kualitas air Sungai Cisadane dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 mengalami penurunan.

Perhitungan terhadap perubahan penggunaan lahan antara tahun 1998 dan 2003 pada kecamatan di Bogor yang dilalui Sungai Cisadane menunjukkan adanya perubahan luas tiap penggunaan lahan. Luas penggunaan lahan yang mengalami peningkatan adalah kebun campuran, tanah kosong dan pemukiman sedangkan luas penggunaan lahan yang mengalami penurunan adalah air, sawah irigasi, semak belukar, sawah tadah hujan, perkebunan dan hutan atau vegetasi campuran. Peningkatan luas terbesar terjadi pada luasan kebun campuran dan tanah kosong masing-masing 92,9% dan 74,9 % sedangkan penurunan luasan terbesar terjadi pada penggunaan lahan untuk sawah irigasi dan semak belukar masing-masing 47,7% dan 39,1%. Perubahan pada beberapa parameter penggunaan lahan ini telah mempengaruhi kualitas air Sungai Cisadane.


(4)

EVALUASI KUALITAS AIR SUNGAI CISADANE

DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR PERIODE 1999-2003

KARYA ILMIAH

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Oleh : Zamrin E03400023

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane di Wilayah Kabupaten Bogor Periode 1999-2003

Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Nama : ZAMRIN

NRP : E03400023

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Ir. Agus Priyono, MS Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi NIP: 131 578 800 NIP : 132 257 887

Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP: 131 430 799


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak ke-2 dari empat bersaudara dari pasangan bapak Amiruddin Gani dan Ibu Hardaneli yang lahir pada tanggal 12 September 1982 di Kerinci, Jambi.

Pendidikan formal penulis dimulai sejak tahun 1987 di TK Islam Diniyah Muara Bungo dan selesai pada tahun 1988. Kemudian dilanjutkan di SDN No. 285/II Muara Bungo pada tahun yang sama dan lulus pada tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Muara Bungo hingga tahun 1997, kemudian masuk di SMUN 1 Muara Bungo pada tahun 1997 hingga tahun 2000. Pada tahun 2000, Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane di Wilayah Kabupaten Bogor Periode 1999-2003” dibawah Bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini

2. Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kabupaten Bogor dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung atas segala bantuan yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini

3. Keluarga tercinta atas doa restu dan kasih sayangnya

4. Keluarga besar Fakultas Kehutanan dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan

5. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Maret 2007


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai dan Daerah Aliran Sungai ... 3

B. Kualitas Air ... 3

C. Kriteria dan Baku Mutu Air ... 4

D. Parameter Kualitas Air D.1. Parameter Fisika ... 5

D.2. Parameter Kimia ... 7

D.3. Parameter Mikrobiologi ... 9

E. Pencemaran Air ... 10

F. Tata Guna Lahan ... 10

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

B. Cara Pengumpulan Data ... 13

C. Pengolahan Data C.1. Analisis Kualitas Air ... 13

C.2. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ... 16

IV. KEADAAN UMUM SUNGAI CISADANE A. Deskripsi Wilayah Sungai Cisadane ... 17

B. Pemanfaatan Air Sungai Cisadane ... 18

C. Sumber Pencemaran Air Sungai Cisadane ... 18


(9)

Halaman V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kualitas Air Sungai Cisadane

A.1. Parameter Fisika ... 21

A.2. Parameter Kimia ... 29

A.3. Parameter Mikrobiologi ... 37

B. Tingkat Kualitas Air ... 39

C. Kaitan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Kualitas Air ... 41

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Bobot parameter dalam perhitungan IKA-NSF WQI ... 14

2 Kisaran nilai indeks total IKA-NSF WQI ... 15

3 Fluktuasi suhu air rata-rata per stasiun ... 22

4 Fluktuasi rata-rata kekeruhan per stasiun ... 24

5 Fluktuasi rata-rata TSS per stasiun ... 27

6 Fluktuasi rata-rata TDS per stasiun ... 28

7 Fluktuasi rata-rata pH per stasiun ... 30

8 Fluktuasi rata-rata DO per stasiun ... 32

9 Fluktuasi rata-rata BOD5 per stasiun ... 35

10 Fluktuasi rata-rata nitrat per stasiun ... 36

11 Fluktuasi rata-rata Total coli per stasiun ... 38

12 Nilai indeks kualitas air Sungai Cisadane ... 40


(11)

EVALUASI KUALITAS AIR SUNGAI CISADANE

DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR PERIODE 1999-2003

Oleh : ZAMRIN E03400023

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(12)

RINGKASAN

ZAMRIN. E04300023. Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane Wilayah Kabupaten Bogor Periode 1999-2003. Dibawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi

Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, Namun dewasa ini penyediaan air menjadi permasalahan yang perlu mendapat perhatian khusus, sebab untuk mendapatkan air dengan kualitas dan kuantitas yang baik sesuai dengan kebutuhan dirasa mulai susah, hal ini terjadi karena penurunan kualitas air sebagai akibat banyaknya bahan pencemar yang tercampur dalam air.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat pencemaran air sungai Cisadane dengan menggunakan pendekatan fisika, kimia dan mikrobiologi serta menduga pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kualitas air Sungai Cisadane. Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Cisadane yang melintasi wilayah Kabupaten Bogor. Lokasi pengambilan sampel terdiri dari tiga titik, yaitu Jembatan Mesang Desa Pasir Buncit Kec. Caringin, Jembatan Ciampea Desa Rancabungur Kec. Kemang dan Jembatan Gerandong Desa Putatnutung Kec. Parung.

Data yang dikumpulkan untuk analisis kualitas air antara lain suhu, kekeruhan, total padatan terlarut (TDS), total padatan tersuspensi (TSS), pH, BOD, DO, Nitrat dan total coli. Data ini merupakan hasil pemantauan kegiatan Program Kali Bersih (PROKASIH) yang dilakukan oleh BAPEDALDA Kabupaten Bogor selama periode pengukuran tahun 1999-2003. Data mengenai pola penggunaan lahan wilayah Kabupaten Bogor diperoleh dari Laporan Akhir Analisa Perubahan Tutupan Lahan Berdasarkan Citra Satelit Spot 5 di Wilayah Kabupaten Bogor yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Daerah Pemerintah Kabupaten Bogor bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan IPB.

Analisis data yang dilakukan meliputi analisis nilai rata-rata kualitas air yang dibandingkan dengan baku mutu dalam Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001. Untuk mengetahui tingkat mutu kualitas perairan digunakan analisis nilai Indeks Mutu Kualitas Air (IMKA) NSF-WQI. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan dilakukan pembandingan luas penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 1998 dengan luas penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 2003.

Berdasarkan nilai rata-rata hasil pengukuran selama tahun 1999–2003 di tiga stasiun pengukuran diketahui bahwa nilai suhu tidak mengalami fluktuasi yang besar. Nilai suhu rata-rata selama lima tahun tersebut berkisar antara 26,8-28,2 °C. Namun bila dilihat secara lebih terperinci dapat dilihat bahwa dari tahun ketahun nilai suhu tersebut cenderung meningkat.

Nilai rata-rata kekeruhan selama tahun 1999-2003 menunjukkan fluktuasi yang cukup lebar, nilai kekeruhan ini berkisar antara 18,56-69,22 NTU. Secara keseluruhan nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 39,04 NTU, peningkatan ini melabihi 100% dari kondisi awal. Bila dibandingkan dengan baku mutu maka nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 masih belum melewati baku mutu kekeruhan

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai padatan tersuspensi di tiga stasiun pengukuran diketahui bahwa nilai padatan tersuspensi mengalami


(13)

peningkatan yang cukup tinggi antara tahun 1999, 2000 dan 2003. Namun bila dibandingkan dengan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dapat diketahui bahwa nilai padatan terlarut ini masih berada dalam kisaran baku mutu sesuai dengan peruntukan masing-masing

Pengukuran terhadap nilai total padatan terlarut tidak menunjukkan kecenderungan naik ataupun turun.. Nilai TDS rata-rata per tahun ini masih berada dalam kisaran baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001.

Pengukuran terhadap nilai pH menunjukkan terjadinya fluktuasi selama lima tahun pengukuran. Meskipun mengalami fluktuasi nilai pH rata-rata ini masih berada dalam kisaran pH air normal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 nilai pH tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 masih berada dalam kisaran baku mutu sesuai dengan peruntukan masing-masing

Nilai DO rata-rata per tahun menunjukkan terjadinya fluktuasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 nilai DO dari tahun 1999 sampai tahun 2003 ini masih memenuhi baku mutu untuk semua kelas.

Nilai BOD5 pada empat tahun pengukuran menunjukkan kecenderungan meningkatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 kondisi air sungai cisadane pada tahun 1999 dan 2000 masih berada dalam kisaran baku mutu. Namun pada tahun 2002 dan 2003 kondisi BOD5 pada perairan ini telah melampaui baku mutu.

Pengukuran terhadap kandungan nitrat selama tiga tahun pengukuran menunjukkan kecenderung penurunan kandungan nitrat. Berdasarkan peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 kandungan nitrat ini berada dalam kisaran baku mutu sesuai dengan peruntukan masing-masing

Nilai rata-rata kandungan total coli selama lima tahun pengukuran berfluktuasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, kandungan total coli rata-rata pada tiga stasiun masih berada dalam kisaran baku mutu air.

Berdasarkan perhitungan tingkat kualitas air Sungai Cisadane dengan menggunakan IKA-NSF WQI dapat diketahui bahwa selama tahun 1999 sampi dengan tahun 2003 kualitas air Sungai Cisadane termasuk dalam kategori baik sampai dengan sedang. Pada tahun 1999 kualitas air sungai cisadane yang melintasi Kabupaten Bogor termasuk dalam kategori baik, tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 kualitas air sungai ini masuk dalam kategori sedang. Namun jika dilihat perubahan nilai kualitas air per tahunnya diketahui bahwa kualitas air Sungai Cisadane dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 mengalami penurunan.

Perhitungan terhadap perubahan penggunaan lahan antara tahun 1998 dan 2003 pada kecamatan di Bogor yang dilalui Sungai Cisadane menunjukkan adanya perubahan luas tiap penggunaan lahan. Luas penggunaan lahan yang mengalami peningkatan adalah kebun campuran, tanah kosong dan pemukiman sedangkan luas penggunaan lahan yang mengalami penurunan adalah air, sawah irigasi, semak belukar, sawah tadah hujan, perkebunan dan hutan atau vegetasi campuran. Peningkatan luas terbesar terjadi pada luasan kebun campuran dan tanah kosong masing-masing 92,9% dan 74,9 % sedangkan penurunan luasan terbesar terjadi pada penggunaan lahan untuk sawah irigasi dan semak belukar masing-masing 47,7% dan 39,1%. Perubahan pada beberapa parameter penggunaan lahan ini telah mempengaruhi kualitas air Sungai Cisadane.


(14)

EVALUASI KUALITAS AIR SUNGAI CISADANE

DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR PERIODE 1999-2003

KARYA ILMIAH

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Oleh : Zamrin E03400023

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(15)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane di Wilayah Kabupaten Bogor Periode 1999-2003

Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Nama : ZAMRIN

NRP : E03400023

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Ir. Agus Priyono, MS Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi NIP: 131 578 800 NIP : 132 257 887

Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP: 131 430 799


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak ke-2 dari empat bersaudara dari pasangan bapak Amiruddin Gani dan Ibu Hardaneli yang lahir pada tanggal 12 September 1982 di Kerinci, Jambi.

Pendidikan formal penulis dimulai sejak tahun 1987 di TK Islam Diniyah Muara Bungo dan selesai pada tahun 1988. Kemudian dilanjutkan di SDN No. 285/II Muara Bungo pada tahun yang sama dan lulus pada tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Muara Bungo hingga tahun 1997, kemudian masuk di SMUN 1 Muara Bungo pada tahun 1997 hingga tahun 2000. Pada tahun 2000, Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane di Wilayah Kabupaten Bogor Periode 1999-2003” dibawah Bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi


(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini

2. Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kabupaten Bogor dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung atas segala bantuan yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini

3. Keluarga tercinta atas doa restu dan kasih sayangnya

4. Keluarga besar Fakultas Kehutanan dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan

5. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Maret 2007


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai dan Daerah Aliran Sungai ... 3

B. Kualitas Air ... 3

C. Kriteria dan Baku Mutu Air ... 4

D. Parameter Kualitas Air D.1. Parameter Fisika ... 5

D.2. Parameter Kimia ... 7

D.3. Parameter Mikrobiologi ... 9

E. Pencemaran Air ... 10

F. Tata Guna Lahan ... 10

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

B. Cara Pengumpulan Data ... 13

C. Pengolahan Data C.1. Analisis Kualitas Air ... 13

C.2. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ... 16

IV. KEADAAN UMUM SUNGAI CISADANE A. Deskripsi Wilayah Sungai Cisadane ... 17

B. Pemanfaatan Air Sungai Cisadane ... 18

C. Sumber Pencemaran Air Sungai Cisadane ... 18


(19)

Halaman V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kualitas Air Sungai Cisadane

A.1. Parameter Fisika ... 21

A.2. Parameter Kimia ... 29

A.3. Parameter Mikrobiologi ... 37

B. Tingkat Kualitas Air ... 39

C. Kaitan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Kualitas Air ... 41

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Bobot parameter dalam perhitungan IKA-NSF WQI ... 14

2 Kisaran nilai indeks total IKA-NSF WQI ... 15

3 Fluktuasi suhu air rata-rata per stasiun ... 22

4 Fluktuasi rata-rata kekeruhan per stasiun ... 24

5 Fluktuasi rata-rata TSS per stasiun ... 27

6 Fluktuasi rata-rata TDS per stasiun ... 28

7 Fluktuasi rata-rata pH per stasiun ... 30

8 Fluktuasi rata-rata DO per stasiun ... 32

9 Fluktuasi rata-rata BOD5 per stasiun ... 35

10 Fluktuasi rata-rata nitrat per stasiun ... 36

11 Fluktuasi rata-rata Total coli per stasiun ... 38

12 Nilai indeks kualitas air Sungai Cisadane ... 40


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Fluktuasi suhu rata-rata per-tahun ... 22

2 Fluktuasi suhu per-stasiun pengukuran ... 23

3 Fluktuasi kekeruhan per-tahun ... 23

4 Fluktuasi nilai kekeruhan per-stasiun... 25

5 Fluktuasi TSS rata-rata per-tahun... 26

6 Fluktuasi nilai TSS per-stasiun... 27

7 Fluktuasi TDS rata-rata per-tahun ... 28

8 Fluktuasi nilai TDS per-stasiun ... 29

9 Fluktuasi pH rata-rata per-tahun... 30

10 Fluktuasi nilai pH per-stasiun... 31

11 Fluktuasi DO rata-rata per-tahun... 32

12 Fluktuasi nilai DO per-stasiun... 33

13 Fluktuasi BOD rata-rata per-tahun ... 34

14 Fluktuasi nilai BOD per-stasiun ... 35

15 Fluktuasi nitratrata-rata per-tahun ... 36

16 Fluktuasi kandungan nitrat per-stasiun... 37

17 Fluktuasi total coli rata-rata per-tahun ... 37

18 Fluktuasi total coli rata-rata per-stasiun... 38

19 Fluktuasi kualitas air dari tahun 1999-2003 ... 39


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta lokasi sampling ... 49 2 Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 dan SK Gub. Jawa Barat

No.38 tahun 1991 ... 50 3 Kurva sub indeks nilai IMKA ... 53 4 Data Hasil Pengukuran Tahun 1999-2003 ... 56 5 Perhitungan nilai IMKA ... 57 6 Peta penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 1998 ... 62 7 Peta penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 2003 ... 63 8 Peta DAS Cisadane ... 64 9 Sebaran penggunaan lahan per-kecamatan... 65 10 Prediksi erosi di DAS Cisadane ... 67 11 Prediksi kontribusi penduduk dan ternak terhadap peningkatan BOD ... 68 12 Faktor konversi pendugaan kontribusi BOD ... 72


(23)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia ini, air antara lain digunakan sebagai bahan baku air minum, air untuk mandi, mencuci, pengairan pertanian, perikanan, transpotasi, dan industri. Dewasa ini penyediaan air menjadi permasalahan yang perlu mendapat perhatian khusus, sebab untuk mendapatkan air dengan kualitas dan kuantitas yang baik sesuai dengan kebutuhan di beberapa daerah sudah semakin susah, hal ini terjadi karena penurunan kualitas air sebagai akibat banyaknya bahan pencemar yang tercampur dalam air. Banyaknya bahan pencemar yang tercampur di dalam air merupakan salah satu dampak samping dari berbagai kegiatan manusia seperti kegiatan rumah tangga, kegiatan industri dan kegiatan lain yang menghasilkan limbah sisa.

Meningkatnya pertumbuhan dan kepadatan penduduk serta berdirinya berbagai macam industri saat ini semakin meningkatkan kebutuhan air. Sungai merupakan salah satu jenis perairan umum yang sering digunakan masyarakat dan industri dalam memenuhi kebutuhan air. Sungai juga merupakan salah satu tempat yang dimanfaatkan untuk sarana penampungan limbah baik limbah rumah tangga maupun limbah industri. Hal inilah yang terutama menyebabkan penurunan kualitas air sugai.

Peningkatan jumlah penduduk juga mendorong meningkatnya penggunaan lahan dan menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan terutama disekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) diduga dapat mempengaruhi kualitas DAS tersebut dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas air sungai di sekitar DAS tersebut. DAS Cisadane bagian hulu dan tengah yang merupakan bagian dari ekosistem DAS Cisadane secara keseluruhan merupakan satu unit kesatuan ekosistem yang mempunyai fungsi dan peranan penting terutama sebagai sumber air serta pengendali DAS bagian hilir. Sungai Cisadane adalah salah satu sungai yang mengalir melintasi wilayah Kabupaten Bogor dan Tanggerang. Sungai ini memiliki peranan penting bagi banyak aktifitas masyarakat. Peningkatan kepadatan penduduk dan aktivitas disepanjang DAS


(24)

sungai Cisadane diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan sungai ini, oleh karena pentingnya peranan sungai ini maka sungai Cisadane ditetapkan sebagai salah satu sungai yang ikut dipantau melalui kegiatan Program Kali Bersih (PROKASIH) sejak tahun 1995 sampai sekarang.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu :

1. Mengevaluasi perubahan kualitas air sungai Cisadane selama kurun waktu 1999-2003

2. Mengevaluasi perubahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bogor yang dilalui sungai Cisadane

3. Menduga pengaruh perubahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bogor terhadap kualitas air sungai Cisadane.

C. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang kondisi kualitas air sungai Cisadane selama kurun waktu 1999-2003. Informasi ini diharapkan akan menjadi masukan bagi berbagai pihak yang memanfaatkan serta mengelola perairan ini

2. Informasi dan data penelitian terutama tentang perubahan penggunaan lahan diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pihak yang berkepentingan dalam perencanaan penyusunan tata ruang serta pengelolaan DAS secara terpadu.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sungai dan Daerah Aliran Sungai

Sungai adalah aliran air dari mata air di hulu bagian atas yang biasanya mencari jalan ke arah hilir yang lebih rendah untuk akhirnya bermuara ke laut (Rustamadji 1994 diacu dalam Imany 2001). Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu wilayah yang menampung air hujan kemudian mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan sungai utamanya untuk kemudian diteruskan ke laut. Antara DAS yang satu dengan lainnya dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung-pungung bukit dan puncak-puncak gunung (Ginting, 1993). Sedangkan Sub-DAS adalah bagian dari DAS, air hujan diterima dan dialirkan melalui anak sungai ke sungai utama.

Sebuah DAS atau Sub-DAS merupakan unit alam berupa kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan. Pemisah topografi ini berupa punggung-punggung bukit. Di bawah tanah juga terdapat pemisah bawah tanah berupa batuan. Sebuah DAS merupakan kumpulan dari banyak sub DAS yang lebih kecil (Manan, 1998).

Sebuah sungai yang bermula dari mata air hingga bermuara kelaut merupakan kesatuan organik yang tidak dapat dipisahkan. Setiap campur tangan dan tindakan manusia di bagian tertentu akan mempengaruhi bagian sungai lainnya. Jadi sebuah DAS atau Sub DAS dapat dipandang sebagai sebuah ekosistem dimana terdapat masukan berupa curah hujan dan keluaran berupa aliran sungai.

B. Kualitas Air

Kualitas air merupakan sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter kualitas air yang meliputi parameter fisika seperti suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya; parameter kimia yang mencakup pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam-logam dan lain-lain; parameter mikrobiologi meliputi keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya (Peraturan Pemerintah Republik


(26)

Indonesia No. 20 Tahun 1990, dalam Adrian 2003). Beberapa parameter fisika yang penting adalah suhu, kekeruhan, kecerahan dan turbiditas, muatan padatan tersuspensi (MPT), total padatan terlarut (TDS), daya hantar listrik, bau dan warna. Sedangkan parameter kimia yang penting adalah pH, alkalinitas, salinitas, oksigen terlarut, BOD (Biochenical Oxygen Demand), COD ( Chemical Oxygen Demand), CO2 bebas, kandungan nitritn, nitrat dan amonia, kandungan fospat, kandungan bebagai jenis logam dan logam berat. Parameter biologis yang penting meliputi bakteri Coliform total dan Coliformtinja (Rushayati, 1999).

Kulaitas air dipengaruhi oleh beberapa faktor alami seperti iklim, musim, mineralogi dan vegetasi, serta kegiatan manusia. Bilamana air alam oleh kegiatan manusia sedemikian rupa sehingga tidak memenuhi syarat untuk penggunaan khusus, maka dikatakan air tersebut mengalami pencemaran (Manan 1976, dalam Simorangkir 1984).

C. Kriteria dan Baku Mutu Air

Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001). Baku mutu air ditetapkan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan mencantumkan pembatasan konsentrasi dari berbagai parameter kualitas air. Baku mutu air berlaku untuk lingkungan perairan suatu badan air, sedangkan baku mutu limbah berlaku untuk limbah cair yang masuk ke perairan (Widiastuty 2001).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 air diklasifikasikan ke dalam empat kelas, yaitu :

Kelas Satu : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut

Kelas Dua : Air yang Peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan


(27)

lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut

Kelas tiga : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk membudayakan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau untuk keperluan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kelas empat : Air yang peruntukannya dapat digunaka untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama.

D. Parameter Kualitas Air D. 1. Parameter Fisika

a. Suhu

Menurut Nybakken (1998) diacu dalam Harimurthy (2002), suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Suhu sangat berperan dalam proses ekosistem perairan dan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme perairan. Perubahan suhu dapat mempengaruhi tanaman dan ikan secara langsung dan dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut di perairan (Nugraheni 2001).

Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam berbagai proses industri. Air pendingin tersebut setelah digunakan akan mendapatkan panas dari bahan yang didinginkan, kemudian dikembalikan ketempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya. Air buangan tersebut mungkin mempunyai suhu yang lebih tinggi daripada air asalnya (Fardiaz 1992). Menurut Sutrisno (1991) diacu dalam Nugroho (2003), suhu perairan dapat bervariasi tergantung faktor adanya pencemar, misalnya pembuangan air limbah dapat menyebabkan kenaikan temperatur perairan, sehingga mengganggu kehidupan air misalnya ikan dan lain-lain.


(28)

b. Kekeruhan

Kekeruhan adalah suatu ukuran pembiasan cahaya di dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi suatu zat pencemar yang terkandung di dalam air, seperti adanya bahan liat, endapan lumpur, senyawa berwarna terlarut, plankton, dan organisme mikroskopik lainnya (Center dan Hill, 1979 dalam Suryadipura, 1996). Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air (APHA, 1985 dalam Nugroho 2003).

Menurut Koesoebiono (1979) diacu dalam Yuristria (1994), pengaruh utama kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga menurunkan aktifitas fotosintesis fitoplankton dan algae benthik. Kondisi air yang keruh biasanya kurang disukai oleh hewan bentos (Reid, 1961 dalam Adrian 2003).

c. Kandungan Padatan Tersuspensi

Padatan tersuspensi adalah bahan yang masih tetap tinggal sebagai sisa selama penguapan dan pemanasan pada suhu 102 – 105° C. Bahan-bahan yang mempunyai tekanan uap kecil di bawah suhu ini akan hilang selama prosedur penguapan dan pemanasan. Penentuan padatan tersuspensi akan sangat berguna dalam analisis pengairan tercemar dan buangan dan dapat digunakan untuk mengevaluasi air buangan domestik dan untuk menentukan efisiensi unit-unit pengolahan (Saeni, 1989).

Air buangan industri mengandung jumlah padatan teruspensi dalam jumlah yang bervariasi tergantung dari jenis industrinya. Air buangan dari industri-industri makanan, terutama industri farmasi dan industri tekstil sering mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah relatif tinggi. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis ( Fardiaz, 1992).


(29)

d. Kandungan Padatan Terlarut

Padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil daripada padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa anorganik dan organik terlarut air, mineral dan garam-garamnya Sebagai contoh air buangan pabrik gula biasanya mengandung berbagai jenis gula yang terlarut, sedangkan air buangan industri kimia sering mengandung mineral seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), cadmium (Cd), Khromium (Cr), nikel (Ni), Cl2, serta garam-garam kalsium dan magnesium yang mempengaruhi kesadahan air (Fardiaz 1992).

Padatan terlarut mempengaruhi ketransparanan dan warna air, yang ada hubungannya dengan produktifitas (Sastrawijaya, 1991). Padatan terlarut total adalah bahan-bahan terlarut total dan koloid berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lainnya yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 μm (Rao, 1992 dalam Effendi, 2000).

D. 2. Parameter Kimia

a. pH

Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana air apakah bereaksi asam atau basa. Konsentrasi karbon dioksida dapat mempengaruhi pH perairan. Pada kisaran pH 5,0 – 9,0 ikan-ikan air tawar masih bisa hidup (Saeni 1989, diacu dalam Purwanto 1997). Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme aquatik, sehingga seringkali pH suatu perairan digunakan sebagai petunjuk baik-buruknya kualitas suatu perairan (Saeni, 1989 diacu dalam Nugroho 2003).

Derajat keasaman suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain oleh aktifitas fotosintesis, suhu dan terdapatnya anion dan kation. Derajat keasaman (pH) air diduga sangat berpengaruh terhadap tingkat toksisitas bahan beracun, dan pada pH 5-9 pengaruh langsung bahan beracun adalah kecil (Hawkes, diacu dalam Yuristria 1994).


(30)

b. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air dan merupakan kebutuhan dasar biota air (Rushayati, 1999). Oksigen terlarut dalam air pada umumnya berasal dari hasil difusi oksigen secara langsung dari udara ke dalam air, melalui aliran air yang masuk, malalui air hujan dan melalui proses fotosintesis dalam air. Akan tetapi konsentrasi oksigen terlarut dapat berkurang karena proses respirasi hewan air, digunakan pada proses penguraian bahan organik secara biokimia dan dipakai dalam proses penguraian bahan-bahan organik secara kimiawi (Welch 1952, diacu dalam Yuristria 1994).

Kandungan oksigen terlarut (DO) baik di perairan alami maupun limbah sangat tergantung pada sifat fisik, kimia dan aktifitas biokimia dalam air tersebut ( Husein 1998, diacu dalam Yuristria 1994). Pada umumnya perairan yang tercemar bahan organik akan mengalami penurunan oksigen terlarut karena oksigen tersebut banyak digunakan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik tersebut. Air yang tercemar bahan organik biasanya oksigen terlarutnya rendah (Fardiaz, 1992). Pescod (1973), diacu dalam Yuristria (1994) menyatakan kandungan oksigen terlarut minimal sebesar 2 ppm cukup untuk mendukung kehidupan perairan secara normal di daerah tropik dengan asumsi perairan tidak mengandung bahan beracun.

c. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Biochemical Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air (Fardiaz, 2002). Menurut Canter dan Hill (1979) dalam Suryadipura (1996) menyatakan bahwa peningkatan nilai BOD merupakan petunjuk adanya penurunan kandungan oksigen pengurai dan meningkatnya laju penguraian. Menurut Sylvester (1978) diacu dalam Yuristria (1994), nilai BOD tidak lebih dari 6 mg/l layak untuk mendukung kehidupan biota perairan. Nilai BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi. Nilai ini dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan setelah inkubasi (Fardiaz, 1992).


(31)

d. Nitrat

Senyawa nitrogen di dalam perairan terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi. Senyawa tersebut sangat penting dalam reaksi biologis suatu perairan (Pescod, 1973 dalam Suryadiputra, 1996). Jenis nitrogen anorganik utama dalam air adalah ion nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan amoniak (NH3). Sedangkan nitrogen organik merupakan komponen terbesar dari total nitrogen dalam air yang berasal dari berbagai jenis limbah yang dapat mengakibatkan pertumbuhan ganggang dengan cepat (suryadiputra, 1996).

Sumber utama nitrogen antropogenik di perairan berasal dari limbah pertanian dan perkebunan yang menggunakan pupuk kandang maupun pupuk buatan dan juga berasal dari kegiatan domestik (Effendi, 2000).

D. 3. Parameter Mikrobiologi

a. Fecal Coli dan Total Koliform

James dan Evison (1979) dalam Taufik (2003) menyatakan bahwa banyak parameter mikrobiologi yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas air. sebagai contoh : jumlah total virus bakteri, bacteriophages, jamur (fungi), actinomycetes, protozoa, nemathoda dan alga. Namun untuk kemudahan, kecepatan dan ketepatan pada tes maka bakteri telah dihilangkan dalam penelaahan kualitas air, oleh sebab itu banyak metoda standar dalam penelaahan kualitas air dipersempit pada jumlah maksimum dari indikator bakteri sebagai limbah fecal ( koliform, fecal koliform/Escherichia coli, fecal streptococcus dan Clostridium pertringeus). Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 air dengan kelas I maksimal mengandung fecal coliform

100 jml/100 ml, kelas II maksimal 1000 jml/ 100 ml, kelas III 2000jml/100 ml dan kelas IV 2000 jml/ 100 ml.


(32)

E. Pencemaran Air

Pencemaran air dapat diartikan sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat atau energi, dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988 dalam Fardiaz, 1992)

Ada tiga penyebab utama tercemarnya badan air, yaitu (1) peningkatan konsumsi atau penggunaan air sehubungan dengan peningkatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat, (2) terjadinya pemusatan penduduk dan industri diikuti buangan limbahnya, (3) rendahnya investasi sosial ekonomi dan sosial budaya untuk memperbaiki lingkungan hidup, seperti investasi untuk pembuatan sanitasi dan keperluan lain (Purwani, 2001).

Menurut Husin dan Eman (1991), diacu dalam Nedi (1997), ada dua jenis sumber pencemar perairan, yaitu point source dan non point source.

Point source adalah pencemaran yang dapat diketahui secara pasti sumbernya, misalnya limbah industri. Sedangkan non point source adalah pencemaran yang tidak diketahui secara pasti sumbernya, yaitu pencemar yang masuk ke perairan bersama air hujan dan limpasan permukaan.

F. Tata Guna Lahan

Vingk (1975) dalam Mahmudi (2002) mendefinisikan penggunaan lahan sebagai suatu penggunaan dari sebidang lahan yang kompleks baik secara alami atau campur tangan manusia menurut keperluannya, untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani.

Menurut Schmab et al. (1996) dalam Taufik (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi aliran sungai secara umum dapat dibagi dua yaitu karakteristik hujan dan karakteristik DAS. Karakteristik hujan yang mempengaruhi run-off adalah jumlah, intensitas dan lama hujan serta distribusi di areal DAS tertentu, sedangkan pengaruh karakteristik DAS


(33)

ditentukan oleh ukuran, bentuk, orientasi, topografi, geologi, dan penggunaan lahan.

Menurut Viessman et al (1977), dalam Taufik (2003), perubahan penutupan lahan memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap aliran sungai dan karakteristik aliran permukaan DAS. Perubahan penutupan lahan akan mempengaruhi kapasitas infiltrasi tanah dan perubahan penggunaan lahan yang merubah sifat atau ciri vegetasi dapat memberikan dampak penting waktu dan volume aliran. Perubahan penggunaan lahan dapat meningkatkan atau menurunkan volume aliran permukaan serta laju maksimum dan waktu aliran suatu DAS. Pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai dengan pengelolaan vegetasi atau tata guna lahan adalah agar DAS secara keseluruhan dapat berperan atau memberikan manfaat sebesar-besarnya secara lestari bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup serta kesejahteraannya, sehinggaa selain dapat menampung perkembangan dan dinamika kegiatan ekonomi masyarakat setempat maka pengelolaan tersebut diharapkan dapat mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi ( Dahuri et al., 1996 dalam Lokollo, 2002).

Kegiatan tata guna lahan yang bersifat merubah tipe atau jenis penutupan lahan dalam suatu DAS seringkali dapat memperbesar atau memperkecil hasil air, perubahan dari suatu jenis vegetasi ke jenis vegetasi lainnya adalah umum dalam pengelolaan sumberdaya alam. Penebangan hutan, perladangan berpindah, atau perubahan tata guna lahan hutan menjadi areal pertanian, padang rumput atau pemukiman adalah contoh yang sering dijumpai di daerah-daerah yang sedang tumbuh. Terjadinya perubahan tata guna lahan dan jenis vegetasi tersebut dalam sekala besar dan bersifat permanen akan mempengaruhi besar kecilnya air pada sistem hidrologi (Lokollo, 2002)

Menurut Mahmudi (2002), perubahan atau perkembangan pola penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor alami dan faktor manusia. Faktor alami antara lain tanah, air, iklim, pola musim dan land form, erosi dan kemiringan lahan. Faktor manusia berpengaruh lebih dominan


(34)

dibanding faktor alami dan dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan pengaruh luar seperti kebijakan nasional dan internasional.

Sudadi et al. (1991) dalam Taufik (2003) menyatakan bahwa pengaruh penggunaan lahan terhadap aliran sungai utama erat kaitannya dengan fungsi Vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Disamping itu, secara fisik vegetasi akan menahan aliran permukaan dan meningkatkan surface detention dan

depression storage (simpangan permukaan) sehingga menurunkan besar aliran sungai.

Menurut Puspaningrum (1997) dalam Umiyati (2002), perubahan lahan menjadi daerah pemukiman cenderung mengakibatkan dampak negatif, khususnya bila ditinjau dari laju erosi. Pada lahan terbuka terjadinya erosi tanah akan semakin tinggi, karena permukaan tanah yang tidak terlindung akan mengakibatkan air hujan yang jatuh ke tanah akan menggerus permukaan tanah lalu membawa hasil gerusan ke dalam badan perairan sehingga mutu perairan berubah.

Sutamihardja (1978) dalam Taufik (2003) mengemukakan bahwa kegiatan pertanian secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas perairan yang diakibatkan oleh penggunaan bermacam-macam pupuk buatan dan pestisida. Penggunaan pupuk yang mengandung unsur N dan P akan dapat menyuburkan perairan dan dapat mendorong pertumbuhan ganggang dan tumbuhan akuatik lainnya.

Keberadaan hutan pada suatu DAS dapat mengurangi terjadinya erosi dan sedimentasi, sehingga dapat menghasilkan kualitas air yang tinggi. Luasan hutan dan perlakuan yang dilakukan dalam pengelolaannya, secara langsung akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang dihasilkan (Manan, 1992).


(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Cisadane bagian hulu dan tengah yang melintasi Kabupaten Bogor dan dilakukan pada bulan Desember 2004 sampai dengan April 2005.

B. Cara Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mengkaji data sekunder yang terdiri dari : (a) Kualitas air (fisika, kimia dan biologi) Sungai Cisadane yang melintasi Kabupaten Bogor, dan (b) penggunaan lahan DAS Cisadane daerah Kabupaten Bogor.

Parameter kualitas air yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak sembilan parameter. Ke-sembilan perameter tersebut adalah suhu air, kekeruhan, kandungan padatan tersuspensi, kandungan padatan terlarut, pH, oksigen terlarut, nitrat, biochemical oxygen demand (BOD), dan total coli.

C. Pengolahan Data

C. 1. Analisis Nilai Kualitas Air

Analisis kualitas air tahun 1999-2003 dilakukan dengan cara membandingkan nilai dari masing-masing parameter untuk setiap lokasi pengambilan sampel pada tahun pengukuran dengan baku mutu air sungai yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 untuk air kelas I sampai kelas IV, kemudian dievaluasi kualitas air Sungai Cisadane dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 untuk setiap lokasi.

Tahapan analisis data adalah sebagai berikut :

a. Mencari nilai rata-rata dari masing-masing parameter pada setiap lokasi pengambilan sampel untuk setiap waktu pengukuran dengan rumus :

Keterangan : Q : rata-rata pengukuran N : jumlah data pengukuran

Xi : data pengukuran ke-i (i = 1, 2, 3,..., N) 1982)

(Walpole,

= i

n N

Xi Q


(36)

b. Menyajikan nilai setiap parameter dalam bentuk grafik untuk setiap tahun, yaitu dengan menghubungkan nilai parameter ke- i dari titik-titik lokasi pengambilan sampel untuk setiap tahun pengukuran. Sehingga akan terlihat kecenderungan perubahan yang terjadi untuk setiap parameter dari tahun 1999 hingga tahun 2003 bila dibandingkan dengan baku mutu.

Analisis kualitas air menggunakan Indeks Kualitas Air berdasarkan metode National Sanitation Foundation Water Quality Index (NSF WQI), untuk mengetahui tingkat mutu kualitas perairan setiap titik lokasi pengukuran mulai 1999 - 2003. Parameter yang digunakan dalam analisa data menggunakan IKA-NSF WQI adalah suhu air, kekeruhan, kandungan padatan tersuspensi, kandungan padatan terlarut, pH, oksigen terlarut, biochemical oxygen demand (BOD), nitrat dan fecal coli.

Tahapan analisis data :

a. Menentukan bobot (W) untuk masing-masing parameter dan nilai sub indeks (I) untuk tiap parameter dengan membaca kurva fungsi sub indeks IKA-NSF WQI.

Tabel 1. Bobot Parameter Dalam Perhitungan IKA-NSF WQI (Ott, 1978 diacu dalam Nugroho, 2003)

No parameter Bobot parameter ke-i (Wi)

Bobot parameter ke-i (Wi)

modifikasi satuan

1 Oksigen terlarut 0.17 0,19 % saturasi

2 pH 0.12 0,13 -

3 BOD 0.10 0,11 Mg/l

4 Nitrat 0.10 0,11 Mg/l

5 Phospat 0.10 Mg/l

6 Suhu deviasi *) 0.10 0,11 °C

7 Kekeruhan 0.08 0,09 NTU

8 Padatan total 0.08 0,09 Mg/l

9 Fecal coli 0.15 0,17 MPN/100 ml

total 1.00 1,00

Keterangan :

*) = Kekeruhan digunakan dengan asumsi satuan Nephelometric Turbidity Unit (NTU)

satara dengan Jacson Turbidity (JTU) karena semakin keruh suatu perairan maka


(37)

b. Menghitung nilai Indeks Kualitas Air dengan menggunakan rumus (Brown et al. In Ott, 1978)

Keterangan :

i : 1 sampai dengan n n : Jumlah parameter

Wib : Bobot parameter ke-i yang dimodifikasi dari bobot yang telah ditetapkan dalam Ott, 1978

Li : Nilai sub indeks parameter ke-i dengan menggunakan kurva sub indeks yang ditetapkan oleh IKA-NSF, WQI ( Ott, 1978)

c. Keadaan umum perairan dapat diketahui dengan membandingkan nilai indeks kualitas air yang diperoleh dengan kriteria kualitas air untuk setiap lokasi untuk setiap tahun.

d. Kemudian dilakukan penyajian data dalam bentuk garafik yaitu dengan menghubungkan nilai IKA-NSF WQI hasil perhitungan dari titik-titik lokasi pengukuran untuk setiap tahun. Sehingga akan terlihat secara umum perubahan tingkat mutu kualitas air yang terjadi selama tahun 1999-2003.

Tabel 2. Kisaran Nilai Indeks Total IKA-NSF WQI

Indeks Kualitas Lingkungan Tingkat Kualitas Lingkunagn

0-25 Sangat Buruk

26-50 Buruk 51-70 Sedang 71-90 Baik

91-100 Sangat Baik

Sumber (Ott, 1978 diacu dalam Nugroho, 2003)

=

i

n

b Li

Wi WQI

NSF


(38)

C. 2. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan dianalisa dengan membandingkan luas setiap jenis penggunaan lahan tahun 1999 dan 2003. Untuk menduga hubungan perubahan penggunaan lahan dengan kualitas perairan dilakukan dengan cara membandingkan antara luas perubahan lahan dengan perubahan kualitas air setiap tahunnya.

Nilai perubahan tataguna lahan Tahun 1999 dan 2003 diperoleh dari laporan akhir anasisis perubahan tutupan lahan berdasarkan citra satelit spot 5 di wilayah Kabupaten Bogor yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Daerah Pemerintah Kabupaten Bogor Bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan IPB. Untuk mengetahui hubungan antara perubahan tataguna lahan dengan kualitas air dilakukan dengan cara membandingkan perubahan kualitas air dengan perubahan penggunaan lahan, kemudian dilakukan analisis korelasi variabel-variabel perubahan tataguna lahan dengan perubahan kualitas air.


(39)

IV. KEADAAN UMUM SUNGAI CISADANE

A. Deskripsi Wilayah Sungai Cisadane

Secara geografis DAS Cisadane terletak diantara 6°02’ sampai 6°54’ LS dan 106°17’ sampai 107°00’ BT. DAS Cisadane dibatasi oleh Sub DAS Cimanceuri di sebelah barat dan DAS Ciliwung di sebelah timur. Sungai Cisadane berhulu di Gunung Salak (3.019 mdpl). Sungai ini mengalir dari arah selatan ke utara, melewati Kabupaten Bogor (Kecamatan Nanggung, Caringin, Cijeruk, Ciomas, Ciampea, Rumpin, Cilangkap) dan Kabupaten Tangerang. Sungai Cisadane berawal dari Gunung Salak mengalir melalui Kota Bogor dan Tangerang serta bermuara di Laut Jawa. Panjang Sungai Cisadane sampai ke Mauk (Kabupaten Tangerang) adalah 137,8 Km, dengan rata-rata kemiringan dari hulu (+3,019 m) sampai ke Mauk (+2 m) adalah 21,9 % (Arwindrasti, 1997).

Menurut Arwindrasti (1997) luas DAS Cisadane dari hulu sampai Teluk Naga adalah Sekitar 155.975 Ha. DAS ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

a) DAS Cisadane wilayah hulu seluas 85.555 Ha mulai dari hulu sampai stasiun pengukuran Batu Beulah, meliputi Kecamatan Nanggung, Ciomas dan Ciampea.

b) DAS Cisadane tengah seluas 48.205 Ha, mulai dari stasiun pengukuran Batu Beulah (Kabupaten Bogor) meliputi Kecamatan Semplak, Parung, Rumpin, Gunung Sindur, Cigudeg (Kabupaten Bogor), Serpong, Curug, Tangerang Legok, Jatiluwung, dan Cipondok (Kabupaten Tangerang) sampai dengan stasiun pengukuran Pasar Baru di Kabupaten Tangerang. c) DAS Cisadane wilayah hilir seluas 22.215 Ha, mulai dari stasiun

pengukuran Pasar Baru sampai muara sungai Cisadane, meliputi Kecamatan Ciledug, Pasar Kamis, Teluk Naga, Kecamatan Tigaraksa, Cikupa, Mauk di Kabupaten Tangerang.

Sungai Cisadane mengalir melalui tiga wilayah ketinggian sebagai berikut : (a). Wilayah hulu merupakan pegunungan yang berketinggian ± 300 - ± 3000 mdpl. DAS Cisadane wilayah hulu ini bertopografi datar, landai agak curam sampai dengan curam; (b). Wilayah tengah merupakan bagian yang bervariasi antara 100–300 mdpl; (c). Wilayah hilir merupakan dataran dengan topografi


(40)

datar sampai landai pada ketinggian 0–100 mdpl (BALITBAG Pertanian, Lembaga Penelitian Tanah Bogor, diacu dalam Arwindrasti, 1997).

Iklim di daerah aliran Sungai Cisadane berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson termasuk iklim B. Pola musim dipengaruhi oleh perubahan angin monsoon yang menyebabkan terjadinya musim hujan (November-Mei) dan musim kemarau (Juni-Oktober). Di DAS Cisadane wilayah hulu curah hujan bulanan berkisar antara 195-609 mm/bulan. Bulan basah 8-10 bulan (Agustus-Mei) dan bulan terbasah Desember, bulan lembab 2-4 bulan (Juni-September) dengan bulan terkering bulan Juni. Pada DAS Cisadane wilayah tengah curah hujan bulanan berkisar antara 121-582 mm/bulan. Bulan basah 2-5 bulan (Desember-Mei) dengan bulan terbasah pada bulan Januari, bulan lembab 1-2 bulan (Juni-Agustus) sedangkan bulan terkering bulan Juli (DPMA1988. RLKT, 1989 diacu dalam Arwindrasti,1997).

B. Pemanfaatan Air Sungai Cisadane

Air permukaan pada Sungai Cisadane secara umum dipergunakan untuk keperluan irigasi, penyediaan air bersih, industri, perikanan maupun untuk keperluan pertanian. Irigasi merupakani pengguna air terbesar pada wilayah Sungai Cisadane, umumnya bertujuan untuk mengairi sawah melalui saluran irigasi dengan mengunakan konstruksi bendungan sedangkan pemanfaatan air permukaan untuk industri dan penyediaan air bersih (PDAM) kebanyakan menggunakan pompa hisap (Arwindrasti, 1997).

C. Sumber Pencemaran Air Sungai Cisadane

Selain dipergunakan sebagai sumberdaya air untuk berbagai keperluan Sungai Cisadane juga difungsikan sebagai sarana penampung limbah yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, peternakan dan pertanian. Pembuangan limbah penduduk yang tersebar di tiga wilayah (Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang dan Kodya Bogor) dilakukan melalui berbagai cara diantaranya yaitu : melalui kolam, sawah, tanah darat/tegalan, rembesan septic tank dan melalui saluran air kotor yang mengalir menuju sungai. Sumber pencemar yang berasal dari limbah pertanian umumnya berasal dari pemakaian pupuk dan pestisida.


(41)

Pembuangan limbah industri umumnya berasal dari industri yang berada si sekitar sungai, antara lain industri logam, tekstil, makanan/minuman, kimia dan farmasi. Sebagian besar industri tersebut belum memiliki unit pengolahan limbah yang memenuhi syarat, sehingga air limbah yang masih mengandung zat-zat pencemar langsung dibuang atau disalurkan melalui saluran terbuka menuju Sungai Cisadane (Brahmana dan Sutriati, 2001 dalam Umiyati, 2002)

D. Keanekaragaman Hayati Sungai Cisadane

Sebagai bagian dari DAS Cisadane, ekosistem Sungai Cisadane memiliki keanekaragaman hayati yang menggambarkan kekayaan vegetasi dan satwa yang hidup di kawasan tersebut. Keadaan vegetasi di DAS Cisadane dapat dibedakan menjadi vegetasi yang terdapat di dalam kawasan hutan dan yang berada diluar kawasan hutan (Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS Cisadane, BPDAS Citarum-Ciliwung,2003). Vegetasi alami yang dapat dijumpai di sepanjang sungai Cisadane kurang lebih terdiri dari 47 jenis pohon, diantaranya adalah damar (Agathis alba), jeunjing (Albizzia Chinensis), angsana (Dipterocarpus indicus), karet (Ficus elastica) dan lain-lain (Keanekaragaman Hayati Cagar Alam Gunung Halimun, Biological Science Club, 1991 dalam Umiyati 2002). Selain itu di sepanjang aliran sungai Cisadane juga ditemukan berbagai macam jenis tanaman yang menghasilkan buah-buahan seperti mangga (Mangifera indica L.), pepaya (Carica papaya L.) durian (Durio zibethinus), kelapa (Cocos nucifera) dan jenis tanaman budidaya tegalan seperti jagung (Zea mays), kentang (Solanum tuberosum), talas (Colocassia asculenta), ubi jalar (Ipomoea batatas), ubi kayu (Menihot esculenta) dan lain-lain (Sari, 2001 dalam Umiyati 2002).

Beberapa jenis satwa alami yang terdapat di sepanjang aliran Sungai Cisadane antara lain dari berbagai jenis mamalia seperti kucing (Felis pardus), kucing hutan (Felis bengalensis), owa (Hylobates moloch), lutung (Presbytis ayagula) dan kelelawar. Beberapa jenis burung yang dapat dijumpai di kawasan ini antara lain jinjing kulit (Parus major), Cekakak (Halcyon cyanoventris), walet dada putih (Callocalia sp), walet sapi (Callocalia esculenta), perkutut (Geopelia striata), tekukur (Streptopelia chinensis), gagak hutan (Corvus enca), burung


(42)

hantu (Tyto alba), burung gereja (Passer montanus), burung madu (Nectarinia sp), dan lain-lain. Jenis ikan yang banyak ditemukan di daerah hulu adalah kehkel (Glyptothorax platypogon), leundi (Clarias nieuhofi), sengal (Mystus planioeps), soro (Tor douronensis), jeler (Nemachilus fasciatus), beunteur (Puntius binotatus), paray (Rasbora lateristriata), sidat (Anguilla mauritania) dan sering juga di temui berbagai jenis udang (Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Cisadane-Ciliwung : DPU, 1999 dalam Umiyati 2002).


(43)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kualitas Air Sungai Cisadane A. 1. Parameter Fisika

a. Suhu Air

Sebagai salah satu komponen fisika, suhu air mempunyai kaitan erat dengan kualitas perairan. Suhu berperan penting dalam ekosistem dan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme perairan (Nugraheni, 2001). Menurut saeni (1989) suhu antara 20–30 °C merupakan suhu optimal bagi pertumbuhan biota akuatik.

Berdasarkan nilai rata-rata hasil pengukuran selama tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 di tiga stasiun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 1, tampak bahwa nilai suhu tidak mengalami fluktuasi yang besar. Nilai suhu rata-rata selama lima tahun tersebut berkisar antara 26,8-28,2 °C. Namun bila dilihat secara lebih terperinci dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun nilai suhu tersebut cenderung meningkat. Pada tahun 1999 suhu rata-rata air Sungai Cisadane bernilai 26,8 °C kemudian meningkat pada tahun 2000 menjadi 27,4 °C, tahun 2001 bernilai 27,4 °C dan kembali meningkat pada tahun 2002 dan 2003 masing-masing menjadi 28,1 °C dan 28, 2 °C. Berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 kisaran nilai temperatur tersebut masih memenuhi baku mutu dan dapat digunakan untuk semua kebutuhan seperti yang tercantum dalam peraturan tersebut. Peningkatan suhu dari tahun 1999 sampai tahun 2003 ini kemungkinan disebabkan oleh semakin meningkatnya limbah rumah tangga, selain itu masuknya limbah industri ke sungai diduga juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan suhu air. Hal ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya pemukiman penduduk dari tahun 1998 sampai tahun 2003.


(44)

Fluktuasi suhu rata-rata per tahun

28.1 28.2

27.4 27.4

26.8

26 26.5 27 27.5 28 28.5

1999 2000 2001 2002 2003

Tahun

Suhu (

°C

)

Gambar 1. Fluktuasi suhu rata-rata per tahun.

Jika dilihat pada setiap lokasi pengukuran setiap tahunnya seperti terlihat pada Tabel 5, tampak bahwa nilai suhu ini juga tidak menunjukkan fluktuasi yang begitu besar. Untuk stasiun I nilai suhu berkisar antara 22,9– 27,0 °C, stasiun II berkisar antara 27,7–29,9 °C dan stasiun III berkisar antara 27,6–29,6 °C. Nilai di setiap lokasi pengukuran ini masih berada pada suhu normal perairan. Berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 kisaran nilai deviasi tersebut masih berada dalam kisaran nilai yang diizinkan sesuai dengan peruntukan masing-masingnya.

Tabel 3. Fluktuasi suhu air rata-rata per stasiun untuk setiap tahun pengukuran

Tahun Pengukuran Lokasi Satuan

1999 2000 2001 2002 2003

Stasiun II °C 23 21 70 58 63,53

Stasiun III °C 20,33 27,33 64,33 65 78,77

Stasiun IV °C 46 37 73,33 50 64,17

Jika dilihat dari nilai suhu rata-rata per stasiun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 2 tampak adanya kecenderungan peningkatan suhu dari hulu ke hilir. Suhu rata-rata tertinggi terjadi di stasiun III. Tingginya suhu di stasiun III ini kemungkinan disebabkan akumulasi limbah rumah tangga dan limbah industri yang masuk ke badan sungai dari hulu stasiun ini.


(45)

Fluktuasi suhu rata-rata per stasiun 25.3 28.6 28.8 23.0 24.0 25.0 26.0 27.0 28.0 29.0 30.0

stasiun I stasiun II Stasiun III

stasiun pengamatan

Su

hu

(

°C)

Gambar 2. Fluktuasi suhu rata-rata per stasiun.

b. Kekeruhan

Berdasarkan nilai kekeruhan rata-rata per tahun seperti terlihat pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 mengalami fluktuasi yang cukup lebar. Nilai kekeruhan ini berkisar antara 18,56-69,22 NTU. Pada tahun 1999 nilai kekeruhan sebesar 29,78 NTU, dan mengalami penurunan pada tahun 2000 menjadi 18,56 NTU, namun pada tahun 2001 terjadi peningkatan yang cukup tinggi hingga mencapai nilai 69,22 NTU. Pada tahun 2002 kembali terjadi penurunan menjadi 57,67 NTU serta pada tahun 2003 kembali meningkat menjadi 68,82 NTU. Secara keseluruhan nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 39,04 NTU atau sebesar 131%. Peningkatan nilai kekeruhan ini berkaitan erat dengan semakin meningkatnya kandungan padatan tersuspensi dan senyawa koloid dalam perairan. Meningkatnya masukan bahan-bahan penyebab kekeruhan ini diduga berasal dari buangan limbah rumah tangga, industri dan juga erosi. Peningkatan luas tanah kosong dan luas pemukiman serta menurunnya luas hutan/vegetasi campuran memungkinkan untuk meningkatkan laju erosi.

Fluktuasi ke ke ruhan rata-rata pe r tahun

68.82 57.67 69.22 18.56 29.78 0 10 20 30 40 50 60 70 80

1999 2000 2001 2002 2003

Tahun K e ke ruhan ( N TU )


(46)

Jika dilihat dari nilai kekeruhan tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 pada tiap stasiun pengukuran seperti terlihat pada Tabel 6 tampak bahwa nilai kekeruhan ini mengalami fluktuasi dengan kisaran nilai yang berbeda-beda. Pada stasiun I tampak bahwa nilai kekeruhan berkisar antara 21-70 NTU, stasiun II berkisar antara 20,33–78,77 NTU dan pada stasiun III nilai kekeruhan berkisar antara 37–73,33 NTU.

Tabel 4. Fluktuasi rata-rata kekeruhan per stasiun untuk setiap tahun pengukuran

Tahun Pengukuran Lokasi Satuan

1999 2000 2001 2002 2003

Stasiun II NTU 23 21 70 58 63,53

Stasiun III NTU 20,33 27,33 64,33 65 78,77

Stasiun IV NTU 46 37 73,33 50 64,17

Keterangan : Baku mutu = 100,00 NTU

Sedangkan jika dilihat pada nilai kekeruhan rata-rata per stasiun seperti terlihat pada Gambar 4 tampak terjadi kenaikan tingkat kekeruhan dari stasiun I sampai Stasiun III (hulu ke hilir). Meningkatnya nilai kekeruhan ini diduga disebabkan oleh akumulasi bahan-bahan organik dan bahan-bahan tersuspensi yang masuk ke badan sungai dari hulu stasiun ini. Bahan-bahan organik dan bahan-bahan tersuspensi yang masuk ke badan sungai ini kemungkinan besar berasal dari erosi akibat pembangunan perumahan yang diawali dengan pembukaan lahan, perataan dan pemadatan tanah. Tindakan ini menyebabkan air hujan yang jatuh ke permukaan tanah tidak dapat terserap namun terus mengalir dan menggerus permukaan tanah dan pada akhirnya masuk ke badan sungai dengan membawa hasil gerusan tersebut. Selain itu pembuangan limbah rumah tangga dan limbah industri ke badan sungai juga merupakan sumber masuknnya bahan-bahan ini ke badan sungai. Kondisi ini didukung dengan data yang menunjukkan adanya peningkatan luas pemukiman dan tanah kosong serta menurunnya luas hutan atau vegetasi campuran pada kecamatan yang dilalui DAS Cisadane ini.


(47)

Fluktuasi kekeruhan rata-rata per stasiun 47.11 51.15 54.10 42.00 44.00 46.00 48.00 50.00 52.00 54.00 56.00

stasiun I stasiun II Stasiun III

stasiun pengamatan Ke ker u h a n ( N TU )

Gambar 4. Fluktuasi kekeruhan rata-rata per stasiun.

c. Padatan Tersuspensi

Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Contoh padatan tersuspensi adalah tanah liat, bahan-bahan organik, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya. Adanya padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis (Fardiaz, 1992). Dari sini dapat diketahui bahwa nilai padatan tersuspensi erat kaitannya dengan tingkat kekeruhan.

Pengukuran padatan tersuspensi hanya dilakukan pada tiga tahun pengukuran, yaitu tahun 1999, 2000 dan 2003. Berdasarkan hasil pengukuran di tiga stasiun seperti terlihat pada Gambar 5 tampak bahwa nilai padatan tersuspensi mengalami peningkatan yang cukup tinggi antara tahun 1999, 2000 dan 2003. Pada tahun 1999 kandungan padatan tersuspensi rata-rata 28,67 mg/l, pada tahun 2002 kandungan ini meningkat menjadi 64,67 mg/l serta pada tahun 2003 terjadi peningkatan yang cukup tinggi yaitu mencapai nilai 343,61 mg/l. Peningkatan kandungan padatan tersuspensi dari tahun 1999 sampai tahun 2003 sebesar 314,94 mg/l atau sekitar duabelas kali lipat. Berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dapat diketahui bahwa nilai padatan tersuspensi untuk tahun-tahun tersebut masih berada dalam kisaran baku mutu, untuk tahun-tahun 1999 nilai padatan tersuspensi berada dalam kelas I dan II atau dengan artian kandungan padatan tersusupensi ini masih memenuhi kriteria sebagai bahan baku air minum, prasarana rekreasi air, pembudayaan ikan air tawar, peternakan, untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang menpersyaratkan mutu air


(48)

yang sama dengan kegunaan tersebut. Sedangkan untuk tahun 2000 dan 2003 nilai padatan tersuspensinya berada dalam kisaran kelas III dan IV, kriteria ini menggambarkan bahwa kondisi kandungan padatan tersuspensi yang terdapat pada air Sungai Cisadane pada tahun tersebut sudah tidak layak digunakan sebagai bahan baku air minum tetapi masih layak digunakan untuk kegiatan pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama.

Terjadinya peningkatan kandungan padatan tersuspensi ini memiliki kaitan erat dengan semakin meningkatnya kekeruhan seperti yang disampaikan sebelumnya. Masuknya limbah rumah tangga dan limbah industri serta adanya erosi dapat meningkatkan kandungan padatan terusupensi. Adanya peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman, meningkatnya luas tanah kosong dan semakin menurunnya luas hutan serta vegetasi campuran seperti terlihat pada Tabel 13 memungkinkan untuk meningkatkan laju erosi.

Fluktuasi TSS rata-rata per tahun

343.61

64.67 28.67

0 50 100 150 200 250 300 350 400

1999 2000 2003

Tahun

TS

S

(

m

g

/l

)

Gambar 5. Fluktuasi TSS rata-rata per tahun.

Sedangkan jika dilihat pada nilai padatan tersuspensi rata-rata per stasiun pengukuran per tahunnya seperti terlihat pada Tabel 5 tampak bahwa pada tahun 1999 dan 2000 tidak terjadi peningkatan yang besar pada parameter ini, namun pada tahun 2003 terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Nilai terendah total padatan terlarut terjadi pada tahun 1999 pada stasiun II yaitu 20,67 mg/l sedangkan nilai padatan terlarut tertinggi terjadi pada stasiun II pada tahun 2003 yaitu 441,68 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 nilai rata-rata total padatan terlarut setiap stasiun masih berada pada baku mutu untuk kelas I sampai IV, namun untuk stasiun II pada tahun 2003 telah melampaui baku mutu tersebut hal ini mengindikasikan


(49)

bahwa pada waktu dan lokasi tersebut perairan ini mengalami pencemaran berat.

Tabel 5. Fluktuasi rata-rata TSS per stasiun untuk setiap tahun pengukuran

Tahun Pengukuran Lokasi Satuan

1999 2000 2003

Stasiun II mg/l 21,33 52,67 189,48

Stasiun III mg/l 20,67 35,33 441,68

Stasiun IV mg/l 44 106 399,65

Jika dilihat pada nilai kandungan total padatan tersuspensi rata-rata per stasiun tampak terjadi peningkatan kandungan padatan tersuspensi dari stasiun I sampai stasiun III. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya akumulasi masukan bahan-bahan yang dapat meningkatkan kandungan padatan tersuspensi baik dari stasiun I ke stasiun II maupun dari stasiun II ke stasiun III.

Fluktuasi TSS rata-rata per stasiun

87.83

165.89 183.22

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00

stasiun I stasiun II Stasiun III

stasiun pengamatan

T

S

S

(

m

l/l)

Gambar 6. Fluktuasi TSS rata-rata per stasiun.

d. Padatan Terlarut

Pengukuran terhadap total padatan terlarut yang dilakukan selama kurun waktu 1999 sampai dengan 2003 hanya dilakukan pada tiga tahun pengukuran, yaitu pada tahun 2001, 2002 dan 2003. Berdasarkan hasil pengukuran seperti terlihat pada Gambar 7 tampak bahwa nilai TDS tidak menunjukkan adanya kecenderungan naik ataupun turun. Namun bila dilihat dari nilai total padatan terlarut pada tahun 2001 dan 2003 tampak terjadi penurunan kandungan padataan terlarut sebesar 483,97 mg/l atau sekitar 100%. Rata-rata kandungan tertinggi padatan terlarut terjadi pada tahun 2001 dan terendah terjadi pada tahun 2002. Nilai TDS rata-rata per tahun ini masih berada dalam kisaran baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82


(50)

tahun 2001 untuk kelas I-IV, yaitu batas nilai TDS 1000 mg/l untuk kelas I-III dan 2000 mg/l untuk kelas IV. Nilai baku mutu ini menunjukkan bahwa berdasarkan kandungan padatan terlarut kondisi air Sugai Cisadane dapat digunakan untuk semua keperluan yang tercantum dalam peraturan pemerintah tersebut.

Fluktuasi TDS rata-rata per tahun

943.33 459.36 430 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

2001 2002 2003

Tahun TD S ( m g/ l)

Gambar 7. Fluktuasi TDS rata-rata per tahun.

Berdasarkan hasil pengukuran pada tiga stasiun pengukuran seperti yang terlihat pada Tabel 6 tampak bahwa nilai total padatan terlarut pada tahun 2001 memiliki nilai yang lebih tinggi untuk setiap stasiunnya dibanding tahun 2002 dan 2003. Adanya pengaruh waktu dan kondisi lingkungan pada saat pengambilan sampel diduga menjadi penyebab tingginya kandungan padatan terlarut pada tahun ini. Jika dilihat fluktuasi kandungan total padatan terlarut pada setiap stasiun dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2003 tampak tidak terjadi kecenderungan penurunan atau peningkatan.

Tabel 6. Fluktuasi rata-rata TDS per stasiun untuk setiap tahun pengukuran

Tahun Pengukuran Lokasi Satuan

2001 2002 2003

Stasiun II mg/l 1040 260 327,26

Stasiun III mg/l 960 470 441,02

Stasiun IV mg/l 830 560 609,82

Jika dilihat pada nilai kandungan total padatan terlarut rata-rata per stasiun tampak terjadi peningkatan kandungan padatan terlarut dari stasiun I sampai stasiun III. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya akumulasi masukan bahan-bahan yang dapat meningkatkan kandungan padatan terlarut baik dari stasiun I ke stasiun II maupun dari stasiun II ke stasiun III.


(51)

Fluktuasi TDS rata-rata per stasiun

542.42

623.67 666.61

0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00

stasiun I stasiun II Stasiun III

stasiun pengamatan

TDS (

m

g/

l)

Gambar 8. Fluktuasi TDS rata-rata per stasiun.

A. 2. Parameter Kimia a. pH

Nilai pH perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukur aktifitas ion hidrogen dalam larutan (Saeni, 1989). Nilai pH air normal adalah sekitar netral, yaitu antara ph 6 sampai 8, sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya (Fardiaz, 1992).

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap tiga stasiun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 9 tampak bahwa nilai pH dari tahun ke-tahun mengalami fluktuasi. Nilai pH pada tahun 1999 sebesar 7,4 mengalami penurunan pada tahun 2000 yaitu 7,1 tahun 2001 sebesar 6,8 serta kembali naik pada tahun 2002 sebesar 6,9 dan tahun 2003 sebesar 7. Meskipun mengalami fluktuasi, nilai pH rata-rata dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 ini masih berada dalam kisaran nilai pH air normal.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 nilai pH di atas berada dalam kelas I, II dan III yang berarti air sungai tersebut masih dapat digunakan untuk bahan baku air minum, prasarana rekreasi, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersayaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.


(52)

Fluktuasi pH rata-rata per tahun

7.4

7.1

6.8

6.9

7.0

6.5 6.6 6.7 6.8 6.9 7.0 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5

1999 2000 2001 2002 2003

Tahun

pH

Gambar 9. Fluktuasi pH rata-rata per tahun.

Berdasarkan hasil pengukuran nilai pH pada tiga stasiun pengukuran seperti terlihat pada Tabel 7 tampak bahwa nilai pH untuk stasiun I cenderung mengalami penurunan. Nilai pH tertinggi pada stasiun ini terjadi pada tahun 1999 dan nilai terendahnya terjadi pada tahun 2002, pada staiun III nilai pH mengalami fluktuasi dimana nilai pH pada tahun 1999 mengalami penurunan pada tahun 2000 dan 2001, kemudian nilai pH ini kembali naik pada tahun 2002 dan 2003. Nilai terbesar pH pada stasiun ini terjadi pada tahun 1999 dan nilai terendahnya terjadi pada tahun 2001. Pada stasiun III nilai pH juga mengalami fluktuasi dimana nilai pH tertinggi terjadi pada tahun 1999 dan tahun 2000. Terjadinya fluktuasi nilai pH pada setiap stasiun dan setiap tahun pengukuran ini dipengaruhi oleh besarnya masukan limbah rumah tangga dan limbah industri yang dapat menurunkan atau menaikkan pH pada saat dilakukan pengukuran, selain itu aktifitas fotosintesis, suhu air dan kandungan anion dan kation yang ada dan terjadi pada saat pengambilan contoh juga mempengaruhi naik dan turunnya pH.

Tabel 7. Fluktuasi rata-rata pH per stasiun untuk setiap tahun pengukuran

Tahun Pengukuran Lokasi

1999 2000 2001 2002 2003

Stasiun I 7,35 6,87 6,84 6,28 6,58

Stasiun II 7,42 7 6,87 7,13 7,23

Stasiun III 7,33 7,33 6,71 7,16 7,14

Nilai pH per stasiun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 10 menunjukkan kecenderungan meningkat dari stasiun I sampai stasiun III, naiknya nilai pH ini kemungkinan disebabkan oleh masuknya bahan-bahan yang bersifat basa ke badan sungai. Bahan-bahan yang bersifat basa ini dapat


(1)

Lampiran 10. Prediksi erosi di DAS Cisadane

Luas Plot

Erosi

SDR

(%)

100%

N/100

Erosi Aktual

ton/Ha/Thn

3 4,226

35

100

0,35

1,479

491 25,358

8,5

100

0,085

2,155

8 4,226

27

100

0,27

1,141

1 2,717

35

100

0,35

0,951

27 0,083

24

100

0,24

0,020

8 55,424

27

100

0,27

14,964

31 0,085

24

100

0,24

0,020

14 0,084

24

100

0,24

0,020

14 0,084

24

100

0,24

0,020

4 56,228

35

100

0,35

19,680

4 56,228

35

100

0,35

19,680

99 26,093

15

100

0,15

3,914

152 0,085

13

100

0,13

0,011

15 0,528

24

100

0,24

0,127

50 0,213

15

100

0,15

0,032

20 1,598

24

100

0,24

0,384

38 0,085

24

100

0,24

0,020

5 2,028

27

100

0,27

0,548

18 26,460

24

100

0,24

6,350

49 26,460

24

100

0,24

6,350

50 26,460

15

100

0,15

3,969

27 0,222

24

100

0,24

0,053

23 27,195

24

100

0,24

6,527

16 0,089

24

100

0,24

0,021

160 27,195

13

100

0,13

3,535

118 0,091

13

100

0,13

0,012

50 0,091

15

100

0,15

0,014

17 0,091

24

100

0,24

0,022

17 0,091

24

100

0,24

0,022

158 0,091

13

100

0,13

0,012

...

11 24,365

24

100

0,24

5,848

15,9 11,148

24

100

0,24

2,676


(2)

Lampiran 11. Prediksi kontribusi penduduk dan ternak terhadap peningkatan BOD

A. Prediksi kontribusi penduduk terhadap peningkatan BOD

BOD yang dihasilkan

Pridiksi BOD yang dihasilkan penduduk

Nama

Kecamatan

Jumlah Penduduk

(jiwa)

Tanpa

septic tank

(gram/kapita/hari)

Dengan

septic tank

(gram/kapita/hari)

Tanpa

septic tank

(gram/kapita/hari)

Dengan

septic tank

(gram/kapita/hari)

Cijeruk 123579 53 12,6 6549687 1557095,4

Caringin 86134 53 12,6 4565102 1085288,4

Ciawi 66475 53 12,6 3523175 837585

Taman sari 65376 53 12,6 3464928 823737,6

Ciomas 91578 53 12,6 4853634 1153882,8

Ciampea 149463 53 12,6 7921539 1883233,8

Cigudeg 97338 53 12,6 5158914 1226458,8

Kemang 68775 53 12,6 3645075 866565

Ciseeng 70519 53 12,6 3737507 888539,4

Parung 65839 53 12,6 3489467 829571,4

Gunung Sindur 63071 53 12,6 3342763 794694,6

Rumpin 106224 53 12,6 5629872 1338422,4

Bojong Gede 164158 53 12,6 8700374 2068390,8

Cibungbulang 105806 53 12,6 5607718 1333155,6

Dramaga 71883 53 12,6 3809799 905725,8

Leuwiliang 144545 53 12,6 7660885 1821267

Megamendung 72759 53 12,6 3856227 916763,4

Nanggung 69239 53 12,6 3669667 872411,4

Pamijahan 113077 53 12,6 5993081 1424770,2

Rancabungur 41710 53 12,6 2210630 525546

Sukajaya 52051 53 12,6 2758703 655842,6

Bogor Tengah 9979 53 12,6 528887 125735,4

Bogor Barat 181995 53 12,6 9645735 2293137


(3)

Lampiran 11. (Lanjutan)

B. Prediksi kontribusi ternak sapi terhadap peningkatan BOD

Jumlah ternak

Kecamatan

SPR SPT

KR

Jumlah

BOD

(gr/ekor/Hari)

Kontribusi BOD

Total

(gr/hari)

Kontribusi BOD per

tahun

(gr/thn)

Nanggung 0 0 896 896 694,4 622182,4 223985664

Leuwiliang 0 11 625 636 694,4 441638,4 158989824

Pamijahan 785 37 653 1475 694,4 1024240 368726400

Cibungbulang 919 28 369 1316 694,4 913830,4 328978944

Ciampea 52 16 510 578 694,4 401363,2 144490752

Dramaga 30 5 107 142 694,4 98604,8 35497728

Ciomas 0 0 45 45 694,4 31248 11249280

Tamansari 6 0 130 136 694,4 94438,4 33997824

Cijeruk 389 34 582 1005 694,4 697872 251233920

Caringin 333 106 224 663 694,4 460387,2 165739392

Ciawi 201 31 122 354 694,4 245817,6 88494336

Megamendung 371 0 130 501 694,4 347894,4 125241984

Bojonggede 0 115 128 243 694,4 168739,2 60746112

Kemang 112 110 115 337 694,4 234012,8 84244608

Rancabungur 10 80 132 222 694,4 154156,8 55496448

Parung 55 225 104 384 694,4 266649,6 95993856

Ciseeng 20 170 262 452 694,4 313868,8 112992768

Gunung Sindur 310 226 94 630 694,4 437472 157489920

Rumpin 0 646 1244 1890 694,4 1312416 472469760

Cigudeg 0 42 1539 1581 694,4 1097846,4 395224704

Sukajaya 0 2 2160 2162 694,4 1501292,8 540465408

Bogor Tengah 694,4 0 0

Bogor Barat 39 16 55 110 694,4 76384 27498240


(4)

Lampiran 11. (Lanjutan)

C. Prediksi kontribusi ternak kambing dan domba terhadap peningkatan BOD

Jumlah ternak

Kecamatan

Km

Dm

Jumlah

BOD

(gr/ekor/Hari)

Kontribusi BOD

Total

(gr/hari)

Kontribusi BOD per

tahun

(gr/thn)

Nanggung 1898 7290 9188 36,6 336280,8 121061088

Leuwiliang 2173 6296 8469 36,6 309965,4 111587544

Pamijahan 2393 9432 11825 36,6 432795 155806200

Cibungbulang 969 6762 7731 36,6 282954,6 101863656

Ciampea 2421 7481 9902 36,6 362413,2 130468752

Dramaga 252 2175 2427 36,6 88828,2 31978152

Ciomas 524 2547 3071 36,6 112398,6 40463496

Tamansari 650 1814 2464 36,6 90182,4 32465664

Cijeruk 4267 10500 14767 36,6 540472,2 194569992

Caringin 2098 6632 8730 36,6 319518 115026480

Ciawi 1099 5985 7084 36,6 259274,4 93338784

Megamendung 1559 5989 7548 36,6 276256,8 99452448

Bojonggede 2580 938 3518 36,6 128758,8 46353168

Kemang 1988 3108 5096 36,6 186513,6 67144896

Rancabungur 2121 3659 5780 36,6 211548 76157280

Parung 954 494 1448 36,6 52996,8 19078848

Ciseeng 1202 4496 5698 36,6 208546,8 75076848

Gunung Sindur 5223 913 6136 36,6 224577,6 80847936

Rumpin 6568 9278 15846 36,6 579963,6 208786896

Cigudeg 3575 10809 14384 36,6 526454,4 189523584

Sukajaya 2249 8785 11034 36,6 403844,4 145383984

Bogor Tengah 428 499 927 36,6 33928,2 12214152

Bogor Barat 124 959 1083 36,6 39637,8 14269608


(5)

Lampiran 11. (Lanjutan)

D. Prediksi kontribusi ternak ayam terhadap peningkatan BOD

Jumlah ternak

Kecamatan

AB

ARPT

ARPD

ARPB

Jumlah

BOD

(gr/ekor/Hari)

Kontribusi BOD

Total

(gr/hari)

Kontribusi BOD

per tahun

(gr/thn)

Nanggung 42352 0 115000 0 157352 1,4 220292,8 79305408

Leuwiliang 25285 0 312000 0 337285 1,4 472199 169991640

Pamijahan 30034 0 148500 0 178534 1,4 249947,6 89981136

Cibungbulang 23869 50000 282000 0 355869 1,4 498216,6 179357976

Ciampea 28480 0 98000 0 126480 1,4 177072 63745920

Dramaga 21456 0 408500 0 429956 1,4 601938,4 216697824

Ciomas 25530 0 13000 0 38530 1,4 53942 19419120

Tamansari 49543 63000 122000 130642 365185 1,4 511259 184053240

Cijeruk 38639 0 376000 42210 456849 1,4 639588,6 230251896

Caringin 24019 0 522500 110000 656519 1,4 919126,6 330885576

Ciawi 23678 0 260000 0 283678 1,4 397149,2 142973712

Megamendung 74565 40000 161500 0 276065 1,4 386491 139136760

Bojonggede 61983 363950 678074 0 1104007 1,4 1545609,8 556419528

Kemang 30146 218000 285000 78630 611776 1,4 856486,4 308335104

Rancabungur 20990 0 82000 0 102990 1,4 144186 51906960

Parung 24925 104900 304000 0 433825 1,4 607355 218647800

Ciseeng 90111 52400 368100 0 510611 1,4 714855,4 257347944

Gunung Sindur 44536 1346000 555800 94076 2040412 1,4 2856576,8 1028367648

Rumpin 64828 642000 349000 269444 1325272 1,4 1855380,8 667937088

Cigudeg 46729 75000 79000 83029 283758 1,4 397261,2 143014032

Sukajaya 12939 0 10000 0 22939 1,4 32114,6 11561256

Bogor Tengah

25426 1,4 35596,4 12814704

Bogor Barat

124051 1,4 173671,4 62521704


(6)

Lampiran 12. Faktor konversi pendugaan kontribusi BOD

No

Jenis Limbah

BOD

1 Limbah Cair Penduduk

-Tampa

Septic tank

53

(gram/kapita/hari)

-Dengan

Septic Tank

12,6

(gram/kapita/hari)

3 Kerbau/Sapi

694,4 (gram/ekor/hari)

4 Ayam

1,4 (gram/ekor/hari)

5 Kambing

36,6 (gr/ekor/hari)