Fluktuasi kekeruhan rata-rata per stasiun
47.11 51.15
54.10
42.00 44.00
46.00 48.00
50.00 52.00
54.00 56.00
stasiun I stasiun II
Stasiun III
stasiun pengamatan Ke
ker u
h a
n N
TU
Gambar 4. Fluktuasi kekeruhan rata-rata per stasiun.
c. Padatan Tersuspensi
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Contoh padatan
tersuspensi adalah tanah liat, bahan-bahan organik, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya. Adanya padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi
cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis Fardiaz, 1992. Dari sini dapat diketahui bahwa nilai padatan
tersuspensi erat kaitannya dengan tingkat kekeruhan. Pengukuran
padatan tersuspensi
hanya dilakukan pada tiga tahun pengukuran, yaitu tahun 1999, 2000 dan 2003. Berdasarkan hasil pengukuran
di tiga stasiun seperti terlihat pada Gambar 5 tampak bahwa nilai padatan tersuspensi mengalami peningkatan yang cukup tinggi antara tahun 1999,
2000 dan 2003. Pada tahun 1999 kandungan padatan tersuspensi rata-rata 28,67 mgl, pada tahun 2002 kandungan ini meningkat menjadi 64,67 mgl
serta pada tahun 2003 terjadi peningkatan yang cukup tinggi yaitu mencapai nilai 343,61 mgl. Peningkatan kandungan padatan tersuspensi dari tahun 1999
sampai tahun 2003 sebesar 314,94 mgl atau sekitar duabelas kali lipat. Berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.
82 Tahun 2001 dapat diketahui bahwa nilai padatan tersuspensi untuk tahun- tahun tersebut masih berada dalam kisaran baku mutu, untuk tahun 1999 nilai
padatan tersuspensi berada dalam kelas I dan II atau dengan artian kandungan padatan tersusupensi ini masih memenuhi kriteria sebagai bahan baku air
minum, prasarana rekreasi air, pembudayaan ikan air tawar, peternakan, untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang menpersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut. Sedangkan untuk tahun 2000 dan 2003 nilai padatan tersuspensinya berada dalam kisaran kelas III dan IV, kriteria ini
menggambarkan bahwa kondisi kandungan padatan tersuspensi yang terdapat pada air Sungai Cisadane pada tahun tersebut sudah tidak layak digunakan
sebagai bahan baku air minum tetapi masih layak digunakan untuk kegiatan pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama. Terjadinya peningkatan kandungan padatan tersuspensi ini memiliki
kaitan erat dengan semakin meningkatnya kekeruhan seperti yang disampaikan sebelumnya. Masuknya limbah rumah tangga dan limbah industri
serta adanya erosi dapat meningkatkan kandungan padatan terusupensi. Adanya peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman, meningkatnya luas
tanah kosong dan semakin menurunnya luas hutan serta vegetasi campuran seperti terlihat pada Tabel 13 memungkinkan untuk meningkatkan laju erosi.
Fluktuasi TSS rata-rata per tahun
343.61
64.67 28.67
50 100
150 200
250 300
350 400
1999 2000
2003
Tahun TS
S m
g l
Gambar 5. Fluktuasi TSS rata-rata per tahun. Sedangkan jika dilihat pada nilai padatan tersuspensi rata-rata per
stasiun pengukuran per tahunnya seperti terlihat pada Tabel 5 tampak bahwa pada tahun 1999 dan 2000 tidak terjadi peningkatan yang besar pada
parameter ini, namun pada tahun 2003 terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Nilai terendah total padatan terlarut terjadi pada tahun 1999 pada stasiun II
yaitu 20,67 mgl sedangkan nilai padatan terlarut tertinggi terjadi pada stasiun II pada tahun 2003 yaitu 441,68 mgl. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
No.82 tahun 2001 nilai rata-rata total padatan terlarut setiap stasiun masih berada pada baku mutu untuk kelas I sampai IV, namun untuk stasiun II pada
tahun 2003 telah melampaui baku mutu tersebut hal ini mengindikasikan
bahwa pada waktu dan lokasi tersebut perairan ini mengalami pencemaran berat.
Tabel 5. Fluktuasi rata-rata TSS per stasiun untuk setiap tahun pengukuran
Tahun Pengukuran Lokasi
Satuan 1999
2000 2003
Stasiun II mgl
21,33 52,67
189,48 Stasiun III
mgl 20,67
35,33 441,68
Stasiun IV mgl
44 106
399,65
Jika dilihat pada nilai kandungan total padatan tersuspensi rata-rata per stasiun tampak terjadi peningkatan kandungan padatan tersuspensi dari
stasiun I sampai stasiun III. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya akumulasi masukan bahan-bahan yang dapat meningkatkan kandungan
padatan tersuspensi baik dari stasiun I ke stasiun II maupun dari stasiun II ke stasiun III.
Fluktuasi TSS rata-rata per stasiun
87.83 165.89
183.22
0.00 50.00
100.00 150.00
200.00
stasiun I stasiun II
Stasiun III
stasiun pengamatan T
S S
m ll
Gambar 6. Fluktuasi TSS rata-rata per stasiun.
d. Padatan Terlarut