HASIL Efikasi Famotidin Sebagai Pengobatan Dispepsia Fungsional Pada Remaja

25 Gambar 4.1 Profil Penelitian 473 remaja SLTP dan SLTA 75 remaja mengikuti penelitian - 37 orang tidak memenuhi kriteria 8 orang menolak mengikuti Famotidin n = 38 Plasebo n = 37 Mengikuti penelitian dan pemantauan bulan pertama dan kedua n = 37 Mengikuti penelitian dan pemantauan bulan pertama dan kedua n = 35 120 menderita sakit perut 1 orang tidak melanjutkan 2 orang tidak melanjutkan 26 Tabel 4.1. Karakteristik responden penelitian Karakteristik Famotidin n = 37 Plasebo n = 35 Jenis Kelamin, n Laki-laki 22 59.5 21 60.0 Perempuan 15 40.5 14 40.0 Pendidikan, n SMP 27 73.0 22 62.9 SMA 10 27.0 13 37.1 Umur tahun, rerata SD 15 1.30 15.3 1.57 BB kg, rerata SD 43 5.65 44.7 6.76 TB cm, rerata SD 150 7.26 152.3 7.75 Gejala Sebelum Pengobatan, n Nafsu makan berkurang 8 21.6 8 22.9 Mual 14 37.8 15 42.9 Muntah 3 8.1 1 2.9 Perut Kembung 8 21.6 7 20.0 Cepat Kenyang 4 10.8 4 11.4 Responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat famotidin sebanyak 37 orang dan kelompok yang mendapat plasebo sebanyak 35 orang. Pada kelompok yang mendapat famotidin, responden terbanyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 59.5 dan begitu juga dengan kelompok plasebo terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 60. Tingkat pendidikan responden terbanyak untuk kelompok yang mendapat famotidin dan plasebo yaitu SMP sebanyak masing-masing 73 dan 62.9. Rata-rata usia, berat badan dan tinggi badan pada kedua kelompok tidak jauh berbeda. Gejala paling sering dialami oleh masing-masing kelompok adalah mual masing-masing 37.8 dan 42.9. 27 Tabel 4.2.Pengaruh pemberian famotidin pada frekuensi dan lama nyeri dispepsia fungsional sebelum dan setelah pengobatan. Waktu pemeriksaan Frekuensi nyeri Lama nyeri 1x minggu ≥ 2x minggu 1-2x 4minggu 10 menit 10-30 menit 30 menit Sebelum pengobatan 19 51.4 18 48.6 16 43.2 12 32.4 9 24.3 1 bulan pengobatan 15 40.5 4 10.8 18 48.6 18 48.6 12 32.4 7 18.9 P = 0.003 P = 0.157 2 bulan pengobatan 10 27.0 2 5.4 25 67.6 18 48.6 11 29.7 8 21.6 P = 0.0001 P = 0.590 Berdasarkan frekuensi nyeri dispepsia fungsional terdapat perbedaan bermakna pada sebelum dan sesudah pemberian famotidin selama 1 bulan dan 2 bulan P = 0.003 dan P = 0.0001, namun pada pemberian famotidin setelah 1 bulan dan 2 bulan tidak terdapat perbedaan bermakna berdasarkan lama nyeri dispepsia fungsional P = 0.157 dan P= 0.590. Tabel 4.3. Pengaruh pemberian Plasebo pada frekuensi dan lama nyeri dispepsia fungsional sebelum dan setelah pengobatan. Waktu pemeriksaan Frekuensi nyeri Lama nyeri 1x minggu ≥2x minggu 1-2x 4minggu 10 menit 10-30 menit 30 menit Sebelum pengobatan 20 57.1 15 42.9 14 40.0 10 28.0 11 31.4 1 bulan pengobatan 14 40.0 17 48.6 4 11.4 12 34.3 14 40.0 9 25.7 P = 0.041 P = 1 2 bulan pengobatan 18 51.4 12 34.3 5 14.3 12 34.3 13 37.1 10 28.6 P = 0.194 P = 0.869 Pada pemberian plasebo tidak terdapat perbedaan bermakna antara sebelum dan setelah pengobatan 1 bulan dan 2 bulan berdasarkan frekuensi nyeri 28 dan lama nyeri dispepsia fungsional. Namun perbedaan hanya terdapat pada frekuensi nyeri sebelum dan setelah pengobatan 1 bulan pengobatan P=0.041. Tabel 4.4. Perbedaan frekuensi nyeri sebelum dan setelah pengobatan Frekuensi Nyeri Famotidin, n Plasebo, n P Sebelum Pengobatan 1xminggu 19 51.4 20 57.1 0.622 ≥ 2xminggu 18 48.6 15 42.9 Setelah 1 bulan pengobatan 1xminggu 15 40.5 14 40.0 0.0001 ≥ 2xminggu 4 10.8 17 48.6 1-2x4 minggu 18 48.6 4 11.4 Setelah 2 bulan pengobatan 1xminggu 10 27.0 18 51.4 0.0001 ≥ 2xminggu 2 5.4 12 34.3 1-2x4 minggu 25 67.6 5 14.3 Pada awal penelitian semua responden pada kedua kelompok merupakan penderita dispepsia fungsional. Setelah dilakukan pengobatan dengan famotidin dan plasebo, diamati setelah satu bulan dan dua bulan maka didapati perbedaan bermakna terhadap frekuensi nyeri pada kelompok yang mendapatkan famotidin dan kelompok yang mendapatkan plasebo P0.05. Tabel diatas juga dapat dilihat setelah dua bulan pengobatan, frekuensi nyeri 1 sampai 2 kali setiap bulan pada kelompok famotidin sebanyak 67.6 dibandingkan dengan yang mendapatkan plasebo sebanyak 14.3. 29 Tabel 4.5. Perbedaan lama nyeri sebelum dan setelah pengobatan. Lama Nyeri Famotidin, n Plasebo, n P Sebelum Pengobatan 10 menit 16 43.2 14 40.0 0.795 10-30 menit 12 32.4 10 28.0 30 menit 9 24.3 11 31.4 Setelah 1 bulan pengobatan 10 menit 18 48.6 12 34.3 0.461 10-30 menit 12 32.4 14 40.0 30 menit 7 18.9 9 25.7 Setelah 2 bulan pengobatan 10 menit 18 48.6 12 34.3 0.464 10-30 menit 11 29.7 13 37.1 30 menit 8 21.6 10 28.6 Analisa terhadap lama nyeri yang terjadi pada kelompok yang mendapatkan famotidin dan kelompok yang mendapatkan plasebo setelah 1 bulan pengobatan ternyata tidak ada perbedaan bermakna yang terjadi pada kedua kelompok terhadap lama nyeri P = 0.461. Begitu juga setelah 2 bulan pengobatan tidak dijumpai perbedaan bermakna terhadap lama nyeri P = 0.464. 30

BAB 5 PEMBAHASAN

Studi kami dilaksanakan di sebuah pesantren dengan tingkat pendidikan setara dengan SMP dan SMA dengan rentang umur yang hampir sama mendapatkan hasil usia penderita dispepsia fungsional berkisar dari 10 sampai 18 tahun, dengan rerata usia 15 ± 1.30 tahun menggunakan famotidin dan 15.26 ± 1.57 tahun menggunakan plasebo. Suatu studi yang berbasis sekolah di Italia didapatkan prevalensi anak yang menderita dispepsia fungsional dengan rerata usia 52 bulan, dan prevalensi di Amerika Utara berkisar antara 12.5 dan 15 dengan usia 4 sampai 18 tahun. 8 Studi lain mendapatkan 30 anak dengan dispepsia fungsional berusia 8 sampai 17 tahun rata-rata 11,4 tahun dengan perempuan 19 orang dan laki-laki 11 orang. 30 Penelitian ini didapatkan jumlah laki-laki lebih banyak pada kedua kelompok baik yang mendapatkan famotidin maupun plasebo. Penelitian di India menyatakan mayoritas penelitian berbasis populasi tidak menunjukkan adanya perbedaan jenis kelamin pada prevalensi dispepsia fungsional. Sebagian kecil penelitian dipopulasi yang berbeda mendapatkan perempuan lebih banyak menderita dispepsia fungsional. 31 Keluhan paling banyak ditemukan pada anak usia 4 sampai 14 tahun adalah nyeri perut berulang, mewakili dari kelompok yang heterogen. Keluhan ini mencakup kelainan organik maupun kelainan nonorganik. Banyak sekali anak dengan penyakit ini mengeluhkan perasaan tidak nyaman yang berlokasi di perut bagian atas dan keluhan-keluhan dispepsia seperti yang dikenal pada orang dewasa. Bila keluhan ini 31 31 tidak dapat dijelaskan secara struktural, biokimia dan histologi maka di pertimbangkan menderita dispepsia fungsional. 32 Kepustakaan terbaru menunjukkan walaupun banyak ditemukan dispepsia pada orang dewasa, namun terbatas sekali data dispepsia pada anak. Spiroglou mendapatkan lebih dari 50 pasien menderita dispepsia fungsional dengan gejala yang sering dialami mual, muntah, cepat kenyang, terbangun tidur, dan sendawa. Hyams pada suatu penelitian prospektif menemukan setelah dilakukan esofagosgastroduodenoskopi dan biopsi, 35 dari 56 pasien 62.5 menderita dispepsia fungsional. 32 Studi di Kansas City mendapatkan pasien dispepsia fungsional seluruhnya mengeluhkan nyeri perut. Penggunakan definisi dispepsia fungsional adalah nyeri perut bagian atas yang menetap atau berulang atau rasa tidak nyaman sesuai dengan kriteria diagnosis yang telah ditetapkan, mendapatkan dari 30 orang anak mengeluhkan mual 63, cepat kenyang 37, rasa penuh 27, perut kembung 10. 30 Kriteria ROME III pada anak untuk dIspepsia fungsional telah mengeliminasi penggunaan endoskopi dan merekomendasikan hanya pendekatan keluhan dengan tidak adanya alarm symptoms, maka dispepsia fungsional secara positif dapat didiagnosis pada anak jika pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. 33 Penelitian ini menggunakan alarm symptoms untuk menyingkirkan keluhan nyeri perut akibat kelainan organik. Kami menemukan 42 orang remaja dengan keluhan nyeri perut berulang disertai adanya alarm symptoms.