Angka kelahiran remaja perempuan 15-19 tahun per 1000 perempuan usia 15-19 tahun Cakupan pelayanan antenatal sedikitnya 1 kali kunjungan dan 4 kali kunjungan

30 Tabel 1.25 Angka Pemakaian Kontrasepsi CPR Provinsi DIY KabKota Jumlah PUS Jumlah KB Aktif Persentase Kota Yogyakarta 48.328 35.431 73,31 Kab. Bantul 147.940 116.507 78,75 Kab. Kulonprogo 66.283 50.234 75,79 Kab. Gunungkidul 136.457 110.677 81,11 Kab. Sleman 151.600 121.531 80,17 DIY 550.608 434.380 78,89 Sumber : Profil Kesehatan Provinsi DIY dan laporan Kabupatenkota,2010 Berdasarkan data pada Tabel 1.25 terlihat bahwa persentase pemakaian kontrasepsi CPR tertinggi adalah di Kabupaten Gunungkidul diikuti Kabupaten Sleman, dan terendah di kota Yogyakarta. Dengan demikian upaya peningkatan pemakaian kontrasepsi CPR perlu ditingkatkan terutama di Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten bantul mengingat persentase yang lebih rendah daripada persentase tingkat provinsi.

2. Angka kelahiran remaja perempuan 15-19 tahun per 1000 perempuan usia 15-19 tahun

Ukuran tingkat kelahiranFertilitas yang umum digunakan adalah Total Fertility Rate TFR dan Age Spesific Fertility Rate ASFR atau angka kelahiran menurut umur. TFR dihitung dengan menjumlahkan ASFR dan dapat didifinisikan sebagai jumlah anak yang akan dilahirkan oleh seorang perempuan sampai akhir masa reproduksinya, jika ia dapat melampaui masa melahirkan anak dengan mengikuti pola ASFR saat ini. Di Provinsi DIY berdasarkan SDKI 2007 menunjukkan angka fertilitas yang mengalami peningkatan pada kelompok umur 15-19 tahun dan 20-24 tahun, dan penurunan angka kelahiran pada kelompok 30-34 tahun, 35-39 tahun tahun dan 40-44 tahun. Secara keseluruhan terlihat angka fertilitas menurut kelompok umur perempuan per 1000 perempuan ASFR di Provinsi DIY lebih rendah dibandingkan dengan angka Nasional. Sebagai contoh ASFR Data SDKI 2007 estimasi tingkat provinsi di Provinsi DIY pada kelompok umur 15-19 tahun adalah 24 per 1000 perempuan, sedangkan angka Nasional menunjukkan 52 per 1000 perempuan pada kelompok umur yang sama.

3. Cakupan pelayanan antenatal sedikitnya 1 kali kunjungan dan 4 kali kunjungan

Di tingkat nasional data menunjukkan bahwa cakupan pelayanan antenatal kunjungan 1 kali sebesar 93,3; dan untuk 4 kunjungan sebesar 81,5. Target MDGs tahun 2015 adalah meningkat tanpa ada proporsi definitive dan status tersebut akan tercapai di tahun 2015. Kondisi cakupan pelayanan antenatal di Provinsi DIY menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan cakupan pelayanan antenatal di tingkat nasional 31 yaitu untuk kunjungan pertama K1 sebesar 100 dan 4 kali kunjungan K4 sebesar 89,0 persen Riskesdas, 2010. Angka ini termasuk lima besar dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Meskipun sudah memasuki lima besar dalam hal kunjungan pelayanan antenatal K4, pada tahun 2015 angka capaian antenatal ditargetkan sebesar 95. Hal ini didasari pemikiran bahwa pelayanan antenatal adalah hak bagi perempuan dalam menjalankan fungsi reproduksinya. Kunjungan secara rutin dalam pelayanan antenatal sangat penting untuk mengurangi angka kematian bayi dan angka kematian ibu karena berada dalam pengawasan tenaga kesehatan. Oleh karena itu penting bagi pemerintah untuk mendekatkan layanan antenatal bagi ibu-ibu hamil baik melalui Posyandu, Polindes, Puskesmas pembantu maupun Puskesmas dengan biaya yang sangat ringan dan gratis untuk pemegang jamkesmas dan jampersal.

4. Unmet Need kebutuhan Keluarga BerencanaKB yang tidak terpenuhi