19 Jika dilihat per Kabupaten maka kesenjangan yang terbesar antara laki-laki dan
perempuan untuk tingkat SD, SMP dan SMA ini adalah Kabupaten Sleman, Gunungkidul, dan Kulonprogo. Berdasarkan data tersebut maka perlu dilakukan upaya-
upaya khusus untuk mengurangi kesenjangan akses perempuan dan laki-laki dalam memperoleh pendidikan yang sama.
2. Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24 tahun, yang diukur melalui angka melek huruf perempuanlaki-laki indeks melek huruf gender.
Salah satu indikator pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan menurut MDGs adalah rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia
15-24 tahun. Kelompok penduduk usia sekolah ini adalah kelompok penduduk usia produktif, sebagai sumber daya pembangunan yang seharusnya memiliki pendidikan
yang memadai dan keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24 tahun di DIY menunjukkan angka
yang menggembirakan sebesar 100 diatas capaian maupun target nasional. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam hal
melek aksara usia 15-24 tahun. Upaya yang perlu dilakukan adalah mempertahankan kondisi tersebut dengan berbagai program pemberdayaan menuju kesetaraan gender
3. Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor nonpertanian
Persentase tingkat kontribusi perempun dalam pekerjaan upahan non pertanian di DIY mencapai 37,41 Sakernas Agustus 2010, meningkat dari tahun sebelumnya
sebesar 34,83Sakernas Agustus 2009. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan persentase di tingkat nasional sebesar 33,45 tahun 2009. Dengan berbagai
upaya, ditargetkan kontribusi perempun dalam pekerjaan upahan non pertanian di DIY pada tahun 2015 akan mencapai 39,86 lebih tinggi dari target nasional.
Secara rinci penduduk yang bekerja menurut status pekerjaan dapat dicermati pada tabel 1.14.
Tabel 1. 14 Penduduk Yang Bekerja di D.I. Yogyakarta
Menurut Status Pekerjaan Tahun 2009 dan 2010
Status Pekerjaan 2009
2010 Laki-laki
Perempu an
Jumlah Laki-laki
Perempu an
Jumlah
1. Berusaha sendiri
146.931 124.768
271.699 131.672
112.495 244.167
2. Berusaha dibantu buruh
tidak tetap 291.346
159.983 451.329
281.577 150.731
432.308 3. Berusaha
dibantu dibantu buruh
tetap 41.758
14.416 56.174
52.529 16.654
69.183
4. Buruh karyawan
366.334 248.552
614.886 311.610
231.022 542.632
5. Pekerja bebas di pertanian
28.376 26.431
54.807 18.771
17.089 35.860
20
6. Pekerja bebas non pertanian
129.080 16.232
145.312 100.708
15.390 116.098
7. Pekerja tak dibayar
71.380 230.061
301.441 72.663
262.237 334.900
Jumlah 1.075.205
820.443 1.895.648
969.530 805.618
1.775.148
Berdasarkan tabel 1.14 tersebut terlihat bahwa jumlah pekerja perempuan di sektor non pertanian menunjukkan kenaikan baik dari sisi jumlah maupun prosetasenya
dibandingkan dengan jumlah pekerja sektor non pertanian laki-laki. Pekerja upahan perempuan diharapkan bisa meningkat tiap tahun sampai mendekati angkatan kerja
laki-laki dan perempuan tetapi khusus sektor formal karyawanburuh, sedangkan untuk sektor pekerja bebas non pertanian persentasenya tetap dan tidakperlu dinaikkan
karena: pekerja bebas di sektor non pertanian umumnya pekerja lapangan sehingga memerlukan tenaga fisik; pekerja bebas di non pertanian untuk perempuan lebih rentan
terhadap perlindungan ketenagakerjaan dibanding laki-laki. Upah pekerja perempuan sektor non pertanian dari tahun ke tahun juga
menunjukkan peningkatan. Secara rinci peningkatan upah pekerja perempuan sektor non pertanian tersebut dapat dicermati pada Tabel 1.15.
Tabel 1.15 Upah Pekerja Perempuan Sektor Non Pertanian
KabKota Tahun 2006
Tahun 2007 Tahun
2009 Tahun
2010
Kota Yogyakarta 688,9
1092,1 935,1
1002,3 Kab. Bantul
735,7 960,9
875,9 905,0
Kab. Kulonprogo 704,3
710,3 965,5
906,6 Kab. Gunungkidul
558,2 785,0
1107,2 1226,5
Kab. Sleman 847,8
1034,0 995,7
1123,1 DIY
755,4 885,2
1003,1 1081,2
Sumber : Sakernas Agustus 2009 2010 Perkembangan yang terlihat sekali di Kabupaten Kulonprogo dan yang paling
rendah di Kabupaten Bantul. Perkembangan di Kabupaten Kulonprogo ini dikarenakan pesatnya perkembangan home industri dan meningkatnya kesempatan kerja di sektor
jasa. Secara khusus Kabupaten Gunungkidul menunjukan tren yang meningkat secara drastis pada tahun 2009 dan tahun 2010 yang kemudian diikuti di Kabupaten Sleman.
Keberhasilan berbagai program untuk mengurangi kesenjangan gender yang dilakukan di provinsi DIY dapat diukur dengan tiga indeks yaitu Indeks Pembangunan
Manusia IPM, Indeks Pemberdayaan Gender IDG dan Indeks Pembangunan Gender IPG. Data IPM di Indonesia berdasarkan provinsi sebagai berikut :
21 Tabel 1.16
Indeks Pembangunan Manusia
IPM Tertinggi IPM Terendah
DKI Jakarta Papua
Sumateri Utara NTT
Riau NTB
DI Yogyakarta Papua Barat
Kalimantan Timur Kalimantan Barat
Ditinjau dari IPM, Provinsi DIY menempati urutan ke 4 pada tahun 2008 yaitu 71,50. IPM adalah ukuran kesejahteraan berdasarkan dimensi pendidikan angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah, dimensi kesehatan angka harapan hidup dan dimensi ekonomi pendapatan per kapita.
4. Proporsi kursi DPRDPRD yang diduduki perempuan