134
Menteri memiliki kewenangan pengaturan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung.
135
Dirjen PDN melakukan pembinaan dan pengawasan serta evaluasi terhadap penyelenggaraan usaha perdagangan dengan sistem
penjualan langsung.
136
Perusahaan yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha dengan sistem penjualan langsung wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur
Binus dan PP paling lambat 3 tiga bulan sejak tanggal pengakhiran kegiatan usahanya dengan melampirkan dokumen pendukung dan SIUPL asli.
137
B. Garansi atas Produk
1. Pengertian dan jenis-jenis garansi
Garansi merupakan kesepakatan kontraktual antara produsen dan konsumen, dimana produsen bersedia melakukan perbaikan atau penggantian
terhadap produk yang mengalami kerusakan selama periode garansi yang telah ditentukan. Pemberian garansi merupakan wujud pertanggungjawaban produsen
kepada konsumen atas terjadinya kerusakan prematur suatu produk atau ketidakmampuan produk untuk melaksanakan fungsi yang diharapkan. Jika
performansi produk selama waktu pemakaian tertentu ternyata tidak sesuai dengan yang dijanjikan, maka konsumen akan mendapatkan ganti rugi sebagai suatu
bentuk kompensasi dari produsen atas kerusakan yang terjadi. Dalam pengertian garansi diatas terkandung makna bahwa garansi bermanfaat bagi produsen dan
konsumen. Bagi konsumen, garansi merupakan jaminan terhadap keandalan
134
Ibid., Pasal 6 ayat 2
135
Ibid., Pasal 10 ayat 1
136
Ibid., Pasal 11 ayat 1
137
Ibid., Pasal 24 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
produk yang dibelinya. Pemberian garansi akan melindungi konsumen dari produk-produk yang performansinya tidak sesuai dengan performansi yang
dijanjikan oleh produsen. Sedangkan bagi produsen, garansi memberikan batasan terhadap klaim, sehingga dapat melindunginya dari klaim konsumen yang tidak
valid.
138
Selain itu, pemberian garansi dapat dijadikan sebagai alat promosi oleh produsen karena garansi mencerminkan karakteristik kualitas suatu produk dan
telah menjadi salah satu faktor penting yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk. Penjualan produk dengan pemberian
garansi akan menimbulkan ongkos tambahan bagi produsen, yaitu ongkos pelayanan garansi selama periode garansi yang diberikan. Ongkos garansi ini
digunakan oleh produsen untuk memperbaiki atau mengganti produk yang rusak selama periode garansi yang diberikan. Ongkos garansi akan mempengaruhi
keuntungan yang dapat diperoleh produsen karena ongkos garansi berpengaruh secara signifikan terhadap penentuan harga jual produk. Jika estimasi ongkos
garansi lebih tinggi dari ongkos garansi aktualnya, maka harga jual produk menjadi tinggi dan kurang kompetitif di pasar. Namun, produsen akan merasa
diuntungkan karena kelebihan cadangan garansi tersebut dapat menambah keuntungan yang diperolehnya. Sebaliknya, jika estimasi ongkos garansi lebih
rendah dari ongkos garansi aktualnya, maka harga jual produk menjadi rendah dan sangat kompetitif di pasar. Namun, produsen akan merasa dirugikan karena
produsen harus mengurangi keuntungan yang diperolehnya untuk menutupi
138
Blischke, W. R. and D. N. P. Murthy, Warranty Cost Analysis New York : Marcel Dekker Inc, 1994, hlm. 69.
Universitas Sumatera Utara
kekurangan cadangan garansi tersebut. Oleh karena itu, sangat penting bagi produsen untuk mendapatkan estimasi besarnya ongkos garansi yang akurat.
139
Ada tiga sudut pandang garansi, yaitu garansi ditinjau dari sudut pandang produsen, konsumen dan pembuat keputusan kebijakan publik. Dari sudut
pandang konsumen, garansi memiliki peranan sebagai penyedia informasi keandalan produk dan jaminan perlindungan terhadap kerusakan item. Pentingnya
studi garansi bagi konsumen adalah dalam hal penentuan keputusan pembelian. Dari sudut pandang pembuat keputusan kebijakan publik, studi garansi sangat
penting dalam memfomulasikan aturan-aturan yang membantu menekan pasar dari keadaan yang tidak kompetitif menjadi keadaan yang lebih kompetitif dan
adil, baik bagi produsen maupun konsumen. Dari sudut pandang produsen, kebijakan pemberian garansi pada setiap produk yang dijualnya kepada konsumen
akan menimbulkan ongkos tambahan, yaitu ongkos garansi. Besarnya ongkos garansi sangat tergantung pada bentuk kebijakan garansi yang diterapkan oleh
produsen dan keandalan produk yang dijualnya. Keandalan produk yang sangat menentukan estimasi besarnya ongkos garansi ini diterjemahkan sebagai pola
kerusakan komponen. Kebijakan garansi terdiri dari dua macam, yaitu kebijakan garansi satu dimensi dan kebijakan garansi dua dimensi. Kebijakan garansi satu
dimensi one-dimensional warranty merupakan kebijakan garansi yang hanya mempertimbangkan satu kriteria garansi, seperti masa pakai dan frekuensi
pemakaian.
140
139
Andri Purnomo, Bauran Pemasaran Marketing Mix, melalui http:andripurnama. awand.co.idindex.phpmarketing-management62-marketing-mix.html, diakses tanggal 23 Maret
2016.
140
Bermawi P. Iskandar, Manajemen Garansi Produk dan Perkembangannya di Indonesia
Bandung : Fakultas Teknologi Industri ITB. 2010, hlm 44.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan garansi satu dimensi ini dapat diterapkan misalnya pada perusahaan-perusahaan yang menghasilkan bermacam-macam produk elektronik.
Sedangkan kebijakan garansi dua dimensi two-dimensional warranty merupakan kebijakan garansi yang mempertimbangkan dua kriteria garansi secara bersamaan,
seperti umur dan jarak tempuh produk. Berikut adalah jenis-jenis garansi : a.
Garansi resmi Garansi resmi adalah garansi yang diberikan oleh pabrikan selaku pemilik dan
pemegang merk dagang di seluruh dunia kepada perusahaandistributor di suatu negara untuk mengedarkan dan memberikan warranty kepada pembeli.
Distributor resmi diberikan hak untuk memasarkan produk dengan syarat dan ketentuan berlaku, Mulai dari claim garansi sampai dengan jaringan
pemasaran produk dan ketentuan standar garansi Internasional. b.
Garansi distributor Garansi distributor adalah garansi yang hanya diberikan oleh distributor yang
memasukkan produknya ke Indonesia dan garansi tersebut bukan diberikan oleh produsen atau manufacture dan operator di seluruh dunia melainkan
tanggung jawab distributor non resmi yang memasukan barang ke suatu negara kepada pengguna barang. Sehingga tidak memiliki standar garansi
yang diberikan oleh pabrikan seperti garansi internasional. c.
Garansi tokopenjual Garansi tokopenjual biasanya hanya berani memberikan garansi paling lama 1
bulan yang meliputi unit tidak rusak dan kelengkapan aksesoris. Garansi toko ini biasanya bermodal kepercayaan antara pembeli dan reputasi toko yang
Universitas Sumatera Utara
bagus dan bertanggung jawab jika terjadi kerusakan. Garansi ini biasanya memberi harga paling murah dibandingkan dengan garansi lainnya.
d. Garansi international
Garansi internasional adalah garansi yang berlaku secara global di seluruh dunia oleh distributor resmi worldwide suatu produk. Garansi ini biasanya
diberikan oleh toko kepada pembeli yang datang ke toko dinegara lain dan membeli produk yang belum keluar di negara asal pembeli. Untuk memberi
rasa aman kepada pembeli lintas negara seperti ini, pabrikan besar memberikan lisensi kedapa distributor global untuk memberikan garansi
internasional yang bisa di claim di seluruh gerai resmi merk tersebut di seluruh dunia.
141
2. Kedudukan garansi menurut hukum
Jaminan produk atau yang lazim disebut dengan kata garansi adalah surat keterangan dari suatu produk bahwa pihak produsen menjamin produk tersebut
bebas dari kesalahan pekerja dan kegagalan bahan dalam jangka waktu tertentu.
142
Bila dilihat dari pengelompokan jenis-jenis lembaga jaminan diatas, maka sesuai uraian diatas maka kedudukan jaminan produk dalam sistem hukum Indonesia
dikelompokkan kedalam kelompok yang terjadinya akibat perjanjian dan sifatnya merupakan jaminan perorangan. Sebelum kedudukan jaminan produk garansi
dalam sistem KUHPerdata diuraikan, terlebih dahulu dijelaskan apa yang dimaksud dengan Jaminan Produk itu sendiri.
141
https:komunitas.bukalapak.comsxfzwgyjenis_jenis_garansi_dan_cara_memilih_gad get_dari_garansinya.html, terakhir diakses 6 Maret 2016
142
http:id.wikipedia.orgwikiGaransi20090102 diakses pada tanggal 30 September 2010, Wikipedia Indoesia, “Garansi”, terakhir diakses 7 Maret 2016
Universitas Sumatera Utara
Kedudukan perjanjian garansi dalam Buku Ke III tiga KUHPerdata yaitu tentang perikatan dan landasan hukum dasarnya adalah pasal ketentuan-ketentuan
umum perikatan seperti Pasal 1233 dan 1234. Pasal 1233 berbunyi “Tiap-tiap
perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang- undang.” Dalam
hal ini, perjanjian garansi lahir karena adanya persetujuan. Pasal 1234 berbunyi “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu,
atau tidak berbuat s esuatu.” Dalam hal ini, perjanjian garansi adalah perikatan
yang ada untuk berbuat sesuatu, yaitu menjamin atau berbuat “menjamin”. Seperti yang telah diuraikan dalam pengertian tentang jaminan produk atau garansi, pada
dasarnya perjanjian garansi yang dimaksud dalam hal jaminan produk ini adalah suatu perjanjian penjaminan dimana pihak ketiga dalam hal ini podusen atau
importir menjamin bahwa produk yang dijual oleh pihak pertama yaitu penjual atau distributor kepada pihak kedua pembeli atau konsumen adalah produk
yang terbebas dari kesalahan pekerja dan kegagalan bahan. Pasal 1316 KUHPerdata dikatakan bahwa adalah diperbolehkan untuk
menanggung atau menjamin seorang pihak ketiga, dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak mengurangi tuntutan pembayaran
ganti rugi terhadap siapa yang telah menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak ketiga tersebut menguatkan sesuatu, jika pihak ini
menolak memenuhi perikatannya. Menurut sorang praktisi hukum Rachmadi Usman, pasal tersebut merupakan landasan hukum dasar perjanjian garansi dan ini
juga dapat dijadikan dasar hukum garansi jaminan produk dengan menggunakan penafsiran analogi, karena bila langsung menjadi dasar hukum tanpa adanya
Universitas Sumatera Utara
penafsiran analogi maka substansi yang terkandung dalam pasal tersebut sedikit berbeda dengan garansijaminan produk.
Menurut KUHPerdata perjanjian garansi serupa dapat kita lihat juga pengaturannya pada Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 dengan juga
memperhatikan Pasal 1831 KUHPerdata atau Pasal 1832 KUHPerdata. Sedangkan untuk menjamin produk dari cacat tersembunyi yang mengakibatkan kerugian
dipihak konsumen maka Pasal 1504 KUHPerdata mewajibkan penjual untuk menjamin cacat tersembunyi yang terdapat pada barang yang dijualnya tersebut.
3. Garansi dan hak konsumen
Garansi adalah suatu bentuk layanan pasca-transaksi konsumen post- cosumer transaction
yang diberikan untuk pemakaian barang yang digunakan secara
berkelanjutan. Garansi
dapat dinyatakan
secara tegas express
warranty maupun secara tersirat implied warranty. Di Indonesia dikenal juga
pembedaan antara garansi pabrik dan garansi toko. Garansi pabrik lazimnya dinyatakan secara tegas dan tertulis, sementara garansi toko disampaikan secara
lisan. Garansi yang disebutkan terakhir ini biasanya hanya berlaku dalam hitungan hari.
Garansi seharusnya tidak hanya bergantung pada hasil kesepakatan antara para pihak yang terlibat dalam transaksi. Pasal 7 huruf e UUPK secara tegas
menyatakan bahwa salah satu dari kewajiban pelaku usaha adalah memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang danatau
jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Perlindungan Konsumen memang memiliki banyak kelemahan. Dari redaksi pasal di atas secara jelas terlihat kebingunan pembuat
undang- undang ketika harus mencantumkan kata “barang danatau jasa”. Untuk
barangjasa tertentu, konsumen diberi hak untuk menguji-coba, tetapi pada anak kalimat berikutnya kata-
kata “tertentu” tidak dicantumkan. Sepantasnya, tidak ada pengecualian, bahwa semua barang yang dibuat danatau diperdagangkan harus
diberikan jaminan danatau garansi. Tidak hanya untuk barangjasa tertentu. Tapi, apakah perlu untuk memberikan jaminan danatau garansi dua istilah yang juga
tidak jelas perbedaannya dalam undang-undang ini untuk barang yang dibuat tetapi tidak diperdagangkan?
Jika dicermati dari Pasal-Pasal lain yang ada dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, terminologi jaminan secara konotatif bermakna lebih
luas daripada garansi. Kata jaminan muncul 14 kali dalam naskah batang tubuh dan penjelasan undang-undang. Kata garansi muncul enam kali. Salah satunya ada
dalam Pasal 25, yang menyatakan “1 Pelaku usaha yang memproduksi barang
yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 satu tahun wajib menyediakan suku cadang danatau fasilitas purnajual dan
wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan; 2 Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut: a tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang danatau fasilitas
perbaikan; b tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan danatau garansi yang diperjanjikan.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 26 selanjutnya menyatakan “Pelaku usaha yang memperdagangkan
jasa wajib memenuhi jaminan danatau garansi yang disepakati danatau yang diperjanjikan.” Di sini secara spesifik disebutkan bahwa tidak hanya barang yang
dipersyaratkan untuk diberikan jaminangaransi, melainkan juga untuk jasa. Namun, dasar hukum dari pemberiannya adalah kesepakatan danatau perjanjian
dua istilah yang juga kembali membingungkan karena ketidakjelasan maksud pembentuk undang-undang untuk membedakan kesepakatan dengan perjanjian.
Pasal berikutnya, yaitu Pasal 27 berbunyi “Pelaku usaha yang memproduksi
barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila: a barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak
dimaksudkan untuk diedarkan; b cacat barang timbul pada kemudian hari; c cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang; d kelalaian
yang diakibatkan oleh konsumen; e lewatnya jangka waktu penuntutan 4 empat tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Penjelasan Pasal 27 huruf e menyatakan “Jangka waktu yang diperjanjikan itu
adalah masa garansi.” Istilah garansi di dalam Pasal 27 ini secara negatif memperlihatkan adanya kewajiban pelaku usaha untuk memberikan garansi,
sekaligus mengasosiasikan garansi sebagai dasar untuk melakukan penuntutan. Kata penuntutan di sini kemungkinan sekali adalah pengajuan gugatan di dalam
ranah hukum perdata. Hal ini diperkuat dengan ketiadaan akibat pelanggaran Pasal 27 ini disebut-sebut di dalam ketentuan sanksi pidana. Hanya saja,
kesimpulan ini bisa pula dibantah karena ketentuan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 62 yakni berupa pelanggaran atas Pasal 8 s.d. 18, adalah Pasal-Pasal
yang bersinggungan juga dengan garansi.
Universitas Sumatera Utara
Garansi adalah sebuah bentuk jaminan yang ditetapkan dengan undang- undang, khususnya dalam hal jangka waktu minimalnya. Perjanjian boleh saja
menambahkan jangka waktu lebih daripada yang sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
menetapkan jangka waktu selama empat tahun sejak barang dibelikan. Garansi selama empat tahun itu ternyata adalah untuk ‘barang’ saja mengingat tidak ada
kata ‘jasa’ dalam Pasal 27 huruf e ini. Sayangnya, masa garansi empat tahun itu ternyata bukan jangka waktu minimal karena anak kalimat tersebut dianulir oleh
pernyataan berikutnya: ‘…atau lewatnya waktu yang diperjanjikan’. Artinya, bisa
saja ada perjanjian untuk memberi garansi di bawah masa empat tahun. Garansi dapat berupa pergantian barang yang dibeli atau bentuk lain
senilai barang tersebut, atau berbentuk layanan perbaikan kerusakan, atau berupa ketersediaan suku cadang yang orisinal dari produsen yang sama bukan pula
dengan tata cara pergantian komponen barang secara kanibal. Lalu berapa lama jangka waktu minimal garansi ketersediaan suku cadang? Pasal 25 ayat 1
Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang dikutip di atas memberikan batas waktu selama setahun. Patut dicatat bahwa redaksi pasal ini sebenarnya tidak
mengikuti kaidah berbahasa Indonesia yang tepat karena menimbulkan dua pemaknaan sekaligus. Pertama, masa satu tahun itu bisa dibaca sebagai pemakaian
barang secara berkelanjutan selama setahun atau kedua, penyediaan suku cadang selama setahun sejak barang dibeli purnajual. Tentu saja, yang paling masuk
akal adalah pemaknaan kedua, yaitu garansi suku cadang selama setahun sejak suatu barang dibeli. Di sini, bentuk transaksi konsumen apabila ditafsirkan secara
gramatikal juga sudah sangat dibatasi, yaitu hanya untuk barang yang diperoleh
Universitas Sumatera Utara
melalui proses jual-beli, tidak termasuk format transaksi yang lain misalnya sewa-menyewa dan tukar-menukar.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selanjutnya disebut BPSK didesain sebagai lembaga yang secara limitatif hanya menangani pelanggaran
Pasal-Pasal tertentu saja di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu Pasal 19 ayat 2 dan 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 60 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dalam praktik memang BPSK ternyata juga memperluas kewenangannya dengan memproses
sengketa konsumen akibat pelanggaran di luar keempat pasal tersebut. Keempat pasal yang disebutkan di atas ternyata juga berkaitan dengan
persoalan garansi. Perbuatan yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Perlindungan Konsumen misalnya, adalah perbuatan yang tergolong pelanggaran
hukum yang dapat diproses di bawah BPSK. Undang-Undang Pelindungan Konsumen yang berlaku saat ini memang
sangat lemah dalam memberikan jaminan layanan purnajual bagi para konsumen. Undang-undang kita tidak memuat ketentuan yang memaksa, hanya mengatur.
Apa yang semula sudah dipertegas di dalam redaksi undang-undang ternyata diperlemah sendiri oleh pembentuk undang-undang dengan menyatakan:
“… atau yang
diperjanjikan”. Padahal, kemampuan pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan ketentuan layanan purnajual ini terbilang lemah, sehingga
membutuhkan bantuan penguatan dari inisiatif warga konsumen untuk memperjuangkan sendiri hak-hak mereka. yang dibutuhkan dari negara adalah
bantuan fasilitas berupa infrastruktur peraturan perundang-undangan yang menguatkan posisi tawar mereka di hadapan pelaku usaha. Penguatan itu harus
Universitas Sumatera Utara
bersifat riil-substansial, bukan formalitas atau sekadar ada tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Keraguan konsumen untuk memperjuangkan hak-
hak mereka, kendati UUPK sudah berusia 16 tahun, menunjukkan kondisi anomali dari hasrat penguatan tersebut.
143
143
http:business-law.binus.ac.id20151014garansi-dalam-layanan-purnajual-dan- perlindungan-konsumen, terakhir diakses 8 Maret 2016.
Universitas Sumatera Utara
94
BAB IV PERLINDUNGAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PEMBERIAN